Vous êtes sur la page 1sur 30

SUSPENSI KERING AMOXICILLIN

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan Rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah laporan dengan judul “Sediaan Formulasi
Suspensi Amoxicillin”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita
untuk mempelajari hal-hal apa saja yang menyangkut formulasi sediaan suspensi.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi laporan ini ada kekurangan dan ada tulisan yang membuat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan laporan ini
denga penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi laporan ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Jakarta, Juli 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dalam pembuatan suatu suspensi, kita harus mengetahui dengan baik karakteristik fase
dipersi dan medium dispersi. Dalam hal beberapa dispersi mempunyai afinitas terhadap
pembawa untuk digunakan dan dengan mudah “dibasahi” oleh pembawa tersebut selama
penambahannya. Obat yang tidak dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan
mempunyai kecenderungan untuk bergabung menjadi satu atau menggabung di atas
pembawa tersebut. Dalam hal yang terakhir, serbuk mula-mula harus dibasahi dahulu
dengan suatu zat yang disebut “zat pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi
oleh medium disperse. Alkohol, gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan
sebagai zat pembasah bila suatu pembawa air akan digunakan sebagai fase disperse.
Bahan-bahan tersebut berfungsi menggantikan udara dicelah-celah, medispersikan
partikel dan kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium disperse ke dalam
serbuk.
Dalam pembuatan suspensi dalam skala besar, zat pembasah dicampur dengan
partikel-partikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid (colloid mill), pada
skala kecil, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortar dan stamper. Begitu serbuk
dibasahi, medium dispersi (yang telah ditambah semua komponen-komponen formulasi
yang larut seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet) ditambah sebagian ke serbuk
tersebut dan campuran itu dipadu secara merata sebelum penambahan pembawa
berikutnya. Sebagian dari pembawa tersebut digunakan untuk mencukupi volume
suspensi dan menjamin bahwa suspensi tersebut mengandung konsentrasi zat padat yang
diinginkan.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimanakah rancangan formulasi sediaan suspensi amoksisilin yang diharapkan lebih
baik dari formulasi suspensi yang telah mengalami pengujian, terutama dari segi
pertahanan stabilitas suspensinya.
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan sediaan suspensi sebagai
obat antibiotik dan sediaan lainnya
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik suspensi yang baik sebagai obat antibiotik
3. Mahasiswa mengetahui bahan-bahan yang diperkukan untuk membuat sediaan
suspensi obat antibiotik
4. Mahasiswa mengetahui kekurangn dan kelebihan dari formulasi suspensi obat
antibiotik yang telah mengalami pengujian
5. Mahasiswa dapat merancang formula baru sediaan suspensi obat antibiotik yang di
harapkan dapat memperbaiki kekurangan dan mempertahankan kelebihan dari
formulasi yang sudah ada
1.4.Manfaat
Laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait sediaan suspensi obat
antibiotik dan formulasinya, serta memeperbaiki rancangan formulasi yang ada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Teori Suspensi
Menurut Farmakope Indonesia III
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak
boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus terdispersi kembali.
Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair, sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut diatas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti
suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan
terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan, sediaan seperti
ini disebut untuk suspensi oral (Depkes, 1995)
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum
suntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat halus, bila
untuk dosis berganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus tertera kocok
dahulu dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan ditempat sejuk (Anief,
Moh. 2006).
Suspensi dalam farmasis digunakan dalam beberapa cara :
1. Intramuskuler inj. (penicillin G. sususpension)
2. Tetes mata (hydrocortisone acetat suspension)
3. Per oral (sulfa/kemicetine suspension)
4. Rektal (para Nitro sulphathiazole suspension) (Anief, 2006)

Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (Mixture Agitandae). Bila obat dalam
suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus dibuat mikstur gojog atau
disuspensi (Anief, 2006).
Biasanya digunakan Pulvis Gummosus untuk menaikkan Viskositas cairan karena
bila tidak, zat yang tidak larut akan cepat mengendap. Banyaknya zat pengental tidak
tergantung pada banyaknya serbuk, tetapi tergantung dari besarnya volume cairan
(Anief, 2006).

Dalam pembuatan suspensi, pembahasan partikel dari serbuk yang tak larut di
dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang adalah sukar
mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan. Serbuk tadi
tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya, besar mereka mengambang pada
permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar dibasahi
meskipun ditekan dibawah pemukaan dari suspensi medium. Mudah dan sukar
terbasahinya serbuk dapat dilihat dari sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan
permukaan cairan (Anief, 2007).

Serbuk dengan sudut kontak ±90ºC akan menghasilkan serbuk yang terapung
keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai
sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya sudut
kontak. Serbuk yang sulit dibasahi dengan air disebut Hidrofob, seperti: sulfur, Carbo
adsorben, Magnesii Stearas dan serbuk yang mudah dibasahi air disebut hidrofil seperti:
Zinci Oxydi, Magnesii carbonas (Anief, 2006). Dalam pembuatan suspensi penggunaan
surfaktan (wetting agent) adalah sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka
akan menurunkan sudut kontak, dan pembasahannya akan dipermudah (Anief, 2007).

Gliserin dapat berguna dalam penggerusan zat yang tidak larut karena akan
memindahkan udara di antara partikel-partikel hingga bila ditambahkan air dapat
menembus dan membasahi partikel karena lapisan gliserin pada permukaan partikel
mudah campur dengan air. Maka itu pendispersian partikel dilakukan dengan menggerus
dulu partikel dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan air
(Anief, 2007).
2.2.Stabilitas Suspensi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel, Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi (Syamsuni, 2007).
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak larut
didalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang adalah sukar
mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan. Serbuk tadi
tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya besar mereka terambang pada permukaan
cairan. Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun
ditekan di bawah permukaan dari suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya
serbuk dapat dilihat dari sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan.
Serbuk dengan sudut kontak ±90ºC akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari
cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai sudut kontak
yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya sudut kontak (Anief,
2007).
Perubahan organoleptis yang terjadi selama 30 hari penyimpanan suspensi
menandakan bahwa adanya ketidak stabilan pada sediaan suspensi. Hal ini dapat
diakibatkan adanya perubahan partikel obat dalam suspensi yang dihasilkan. Kondisi ini
dapat didukung dengan hasil uji distribusi partikel obat yaitu adanya perubahan stabilitas
partikel obat yang disimpan selama 30 hari. Perubahan organoleptis yang terjadi pada
sediaan suspensi dapat diakibatkan oleh ketidakseragaman distribusi bahan penyusun
suspensi, pertumbuhan kristal atau adanya perubahan pada partikel obat (Emilia, 2013).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
dengan cara memperluas penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara
tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
2.3.Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
2.3.1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta
daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara
luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier.
Artinya, semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas penampangnya (dalam
volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya
tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat
gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan
partikel tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2.3.2. Kekentalan Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut,
semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin
kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian, dengan menambah
kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan
diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi
agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
2.3.3. Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Jika dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka partikel
akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel
tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut,
oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam wadah yang singkat.
2.3.4. Sifat atau Muatan Partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan
yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan terjadi
interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, kita tidak dapat
mempengaruhinya. Stabilitas suspensi didefinisikan sebagai kondisi suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Jika
partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling
melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan selanjutnya
membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut “caking” (Syamsuni, 2006).
Caking adalah agregat padat yang terjadi oleh pertumbuhan atau penggabungan
kristal dalam endapan. Terjadinya setiap tipe aglomerat, baik flokul atau agregat
dianggap sebagai ukuran kecenderungan sistem untuk mencapai keadaan yang
lebih stabil termodinamik (Anief, 2007).
Sifat dari fase dispers dipilih sedemikian rupa hingga membentuk suspensi
yang mempunyai sifat-sifat fisika, kimia dan farmakologi yang optimum.
Stabilitas fisis suspensi farmasi adalah kondisi dimana partikel tidak mengalami
agregasi dan tetap terdispersi merata. Karena keadaan ideal ini jarang terpenuhi
maka perlu ditambah pernyataan yaitu jika partikel itu tetap mengendap, maka
akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan. Agar dapat berhasil
menstabilkan partikel tersuspensi diperlukan pengetahuan tentang termodinamik
untuk mengetahui kondisi enersi pada permukaan partikel padat untuk
memperkecil zat padat dan mendispersi dalam media kontiniu (Anief, 2007).
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan mixer,
homogenizer, colloid mill, dan mortar. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan menambahkan zat pengental yang dapat larut ke dalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut suspending agent
(bahan pensuspensi), yang umumnya bersifat mudah mengembang dalam air
(hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).
Akibat pengecilan partikel terjadi luas permukaam yang besar dan terjadi
enersi bebas permukaan yang besar dan akan menimbulkan sistem ketidakstabilan
termodinamik yaitu partikel-partikel berada dalam berenersi yang tinggi dan
mengumpul sedemikian rupa untuk mengurangi luas permukaan total dan
menurunkan enersi bebas permukaan. Partikel-partikel dalam cairan suspensi
membentuk flokul yaitu membentuk konglomerat ringan yang terikat oleh
kekuatan tarik-menarik Fan der Gaals. Keadaan suspensi tersebut mudah dikocok
dan menjadi homogen kembali. Dalam kondisi tertentu dapat terjadi partikel-
partikel saling melekat oleh kekuatan yang lebih kuat dan membentuk agregat
dan terjadi compacted cake (Anief, 2007).
Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (wetting agent) adalah
sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka antara partikel padat dan
cairan pembawa. Sebagai akibat turunnya tegangan antar muka akan menurunkan
sudut konatak, dan pembahasan akan dipermudah. Gliserin dapat berguna
dalam penggerusan zat yang tidak larut karena akan memindahkan udara
diantara partikel-partikel hingga bila ditambahkan air dapat menembus dan
membasahi partikel karena lapisan gliseril pada permukaan partikel mudah
dicampur dengan air. Maka itu pendisperian partikel dilakukan dengan menggerus
dulu partikel dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan
air, hal ini sudah terkenal dalam praktik farmasi (Anief, 2007).
2.4.Sistem Pembentukan Suspensi
2.4.1. Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya membentuk
sedimen, akan terjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).
Pada sistem deflokulasi partikel suspensi tetap dalam keadaan terpisah
satu dengan yang lain dan bila terjadi sedimentasi telah sempurna, partikel-
partikel akan membentuk rangkaian yang terbungkus dan berdekatan serta
partikel yang lebih kecil akan mengisi antara partikel yang lebih besar. Partikel
yang berada dibawah sedimen lama-kelamaan akan tertekan karena berat dari
partikel diatasnya dan partikel-partikel akan lebih rapat. Untuk mensuspensikan
atau mendispersi kembali diperlukan mengatasi enersi rintangan yang tinggi.
Karena sulit terdispers kembali dengan pengocokan ringan, maka partikel tetap
saling tarik-menarik yang kuat dan membentuk cake yang keras (Anief, 2006).
2.4.2. Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan
pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali (Syamsuni,
2006).
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat
mengenap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake.
Sedangkan pada sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan-
lahan dan akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan selan$utnya
cake yang keras ter$adi dan sukar tersuspensi kembali. Pada sistem flokulasi
biasanya mencegah pemisahan yang tergantung pada kadar partikel padat dan
derajat flokulasinya dan pada waktu sistem flokulasi kelihatan kasar akibat
terjadinya flokul. Dalam sistem deflokulasi, partikel terdispersi baik dan
mengenap sendiri dan lebih lambat daripada sistem flokulasi tetapi partikel
deflokulasi dapat membentuk sedimen atau cake yang sukar terdispersi kembali
(Anief, 2006).
Sifat-sifat relatif dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam suspensi adalah
sebagai berikut :
NO Deflokulasi Flokulasi
Partikel suspensi dalam keadaan Partikel merupakan agregat
1
terpisah satu dengan yang lain. yang bebas
Sedimentasi lambat, masing-
Sedimentasi cepat, partikel mengenap
2 masing partikel mengenap terpisah
sebagai flok yaitu kumpulan partikel
dan ukurannya minimal.
3 Sedimen terjadi lambat Sedimen terjadi cepat.
Sedimen terbungkus bebas dan
Akhirnya sedimen akan
membentuk cake yang keras
4 membentuk cake (agregat) yang
dan padat dan mudah terdispersi
sukar terdispers kembali.
kembali seperti semula
Wujud suspensi dengan zat tetap Wujud suspensi kurang, sebab
tersuspensi dalam waktu relatif sedimentasi terjadi cepat dan
5
lama, meskipun ada enapan cairan diatasnya terjadi daerah cairan
atas tetap berkabut. yang jernih.

2.5.Metode Pembuatan Suspensi


2.5.1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam
mucilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah
dan sukarnya serbuk dibasahi serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut
kontak antara zat terdispersi dengan medium jika sudut kontak ±900ºC, serbuk
akan mengambang diatas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat
hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat
dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent
(Syamsuni, 2006).
2.5.2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan ter$adi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut
adalah etanol, propilen glikol dan polietilen glikol (Syamsuni, 2006)
2.6.Formulasi Suspensi
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu :
1. Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi.
Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-
lain.
2. Penggunaan prinsip-prisip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun cepat terjadi
pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali
(Syamsuni, 2006).
Pembuatan suspensi sistem flokulasi.
 Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium setelah itu ditambahkan zat
pemflokulasi, biasanya larutan elektrolit, surfaktan atau polimer
 Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir
 Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah structured vehicle
 Produk akhir yang diperoleh ialah suspense flokulasi dalam structured vehicle
2.7.Penilaian Stabilitas Suspensi
2.7.1. Volume Sedimentas
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan pada suhu kamar
serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume suspensi yang diisikan
merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap hari
selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi sedimentasi konstan. Volume
tersebut merupakan volume akhir (Vu). Volume sedimentasidapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan perbandingan antara volume sedimentasi akhir
(Vu) terhadap 4olume mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap (Emilia,
2013).
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

2.7.2. Derajat Flokulasi


Adalah perbandingan antara volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc).
𝑉𝑢
Derajat Flokulasi 𝑉𝑜𝑐

2.7.3. Metode Reologi


Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menentukan perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan susunan partikel
untuk tujuan perbandingan.
2.7.4. Perubahan Ukuran Partikel
Digunakan cara freeze-thaw cycling, yaitu temperature diturunkan sampai titk
beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat
pertumbuhan kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak terjadi perubahan
ukuran partikel dari sifat kristal (Syamsuni, 2006).
2.8.Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi
2.8.1. Kecepatan Sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai
pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :
1. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat
menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat
2. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender/ koloid mill
3. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent
2.8.2. Pembasahan Serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau
surfaktan, misal : span dan tween.
2.8.3. Floatasi (terapung) , disebabkan oleh :
1. Perbedaan densitas
2. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
3. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan. Humektan i a l a h z a t ya n g digunakan untuk
membasahi zat padat. Mekanisme humektan mengganti lapisan udara
yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh :
gliserin, propilenglikol.
2.8.4. Pertumbuhan Kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi
perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan Kristal. Ini dapat dihalangi dengan
penambahan surfaktan.
2.8.5. Adanya Polimerase dapat Mempercepat Perumbuhan Kristal
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi :
 Gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
 Pilih bentuk kristal obat yang stabil
 Cegah penggunaan alat yang membutuhkan energy besar untuk pengecilan
ukuran partikel
 Gunakan pembasah
 Gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain -lain
yang akan membentuk lapisan pelindung pada partikel
 Viskositas ditingkatkan
 Cegah perubahan suhu yang ekstrim

Hal-hal yang memicu terbentuknya Kristal :

 Keadaan super jenuh


 Pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
 Sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan
bentuk yang bervariasi
 Keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
 Kondisi saat proses pembuatan
2.8.6. Pengaruh Gula (Sukrosa)
1. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
2. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspensi agent. Bila
batas ini melalui polimer akan menurun.
3. Konsentrasi gula yang besar jugga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
(Lachman, 2008)
2.9.Definisi Amoxicillin
Amoxicillin adalah salah satu senyawa antibiotik golongan beta-laktam dan memiliki
nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-penisilin. Obat ini awalnya dikembangkan
memiliki keuntungan lebih dibandingkan ampisilin yaitu dapat diabsorbsi lebih baik di
traktus gastrointestinal. Obat ini tersedia dalam bentuk amoxicillin trihidrat untuk
administrasi oral dan amoxicillin sodium untuk penggunaan parenteral. Amoxicillin telah
menggantikan ampisilin sebagai antibiotik yang sering digunakan diberbagai tempat
(Grayson, 2010)

(struktur kimia Amoxicillin)


2.9.1. Indikasi Amoxicillin
Infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman gram negatif maupun gram positif,
khususnya untuk infeksi pada saluran cerna, saluran penafasan, dan saluran kemih
(infeksi anguental dan uretral non-komplikasi otitis media) (Mycek et al., 2001)
2.9.2. Farmakokinetika
1. Absorpsi
Amoxicillin hampir diabsorpsi sehingga konsekuensinya amoxicillin tidak cocok
untuk pengobatan shigella atau enteritis karena salmonella, karena kadar efektif
secara terapetik tidak mencapai organisme dalam celah intestinal (McEvoy and
Gerald, 2002)
Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran
pencernaan pada penggunaan dosisi tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi
serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek terapi
amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun
adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan
menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum amoxicillin, namun hal
tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy and
Gerald, 2002).
2. Distribusi
Distribusi obat ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat melewati sawar plasenta,
tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun demikian,
penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan serebrospinalis tidak
cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut
(hari pertama), meningen terinflamasi lebih permeable terhadap amoxicillin, yang
menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam saraf pusat dibandingkan
rasionya dalam serum. Bila infeksi mereda, inflamasi menurun maka permeable
sawar terbentuk kembali (Mycek et al,. 2001).
3. Eliminasi
Jalan utama eliminasi sistem sekresi asam organik (tubulus) di ginjal, sama seperti
melalui filtart glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis obat
yang diberikan harus disesuaikan (Mycek et al., 2001).
2.9.3. Mekanisme
Amoxicillin mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri
(transpeptidase atau ikatan silang) sehingga membran kurang stabil secara
osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga amoxicillin disebut bakterisida.
Keberhasilan aktivitas amoxicillin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan
ukurannya.amoxicillin efektif terhadap organisme yang tumbuh secara tepat dan
mesintesis peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya obat ini tidak efektif
terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini seperti mikrobakteria,
protozoa, jamur, dan virus (Mycek at al., 2001). Mekanisme kerja amoxcilillin
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penisilin pengikat protein :
Amoxicillin menginaktifkan protein yang berada pada membran sel bakteri.
Amoxicillin tersebut yang mengikat protein merupakan enzim bakteri yang
terlibat dalam sintesis dinding sel serta menjaga gambaran morfologi bakteri.
Perjalanan terhadap antibiotika ini tidak hanya dapat mencegah sintesis dinding
sel tetapi juga menyebabkan perubahan morfologi atau lisisnya bakteri yang
rentan. Perubahan pada beberapa molekul target ini menimbulkan resistensi pada
organisme (Mycek et al., 2001).
b. Autolisin :
Kebanyakan bakteri terutama kokus gram positif memproduksi enzim degeradatif
(autolysin) yang berpartisipasi dalam remodeling dinding sel bakteri normal.
Dengan adanya amoxicillin, aksi degeradatif autolysin didahului dengan
hilangnya sintesis dinding sel. Mekanisme autolysis yang sebenarnya tidak
diketahui kemungkinan adanya penghambatan yang salah satu dari autolysin.
Sehingga efek anti bakteri amoxicillin merupakan hasil penghambat sintesis
dinding sel bakteri dan destruksi keberadaan dinding sel oleh autolysin (Mycek et
al., 2001).
2.9.4. Efek Samping
a. Hipersensitivitas
Merupakan efek amoxicillin yang penting. Determinan antigenik utama dari
hipersensitivitas amoxicillin adalah metabolitnya yaitu asam penisiloat yang
dapat menyebabkan reaksi imun. Sekitar 5% pasien mengalami hal ini,
berkisar dari kulit kemerahan berupa makulopapular sampai dengan
angioderma (ditandai dengan bengkak di bibir, lidah, areaperiorbital) serta
anapilaktik. Reaksi alergi silang terjadi diantara sesama antibotik β-laktam
(Mycek et al., 2001).
b. Diare
Efek diare adalah oleh ketidakseimbangan mikroorganisme intestinal dan
sering terjadi (Mycek et al., 2001).
2.9.5. Kontra Indikasi
Obat ini hipersensitivitas terhadap penisilin, serta hati-hati pada penderita yang
memiliki ganggunan ginjal, hati dan sistem hematologi (Lasy et al., 2004). Selain
itu, dapat menyebabkan ruam pada penderita dengan infeksi mononukleus
sehingga tidak baik diberikan pada penderita penyakit ini (MyEvoy and Gerald,
2002)
2.9.6. Peringatan
Meskipun belum ada penelitian mengenai pemberian amoxicillin pada ibu hamil,
penggunan amoxicillin ternyata tidak terpengaruh terhadap perkembangan janin.
Amoxicillin pada ibu hamil diberikan jika benar-benar diperlukan saja. Karena
amoxicillin terdistribusi pada ASI sehingga menyebabkan reaksi sensisitivitas
pada bayi. Dengan demikian penggunaan amoxicillin tidak dianjurkan pada ibu
menyusui (MyEvoy and Gerald, 2002).
Hati-hati pada pasien dengan kelainan Phenylketinuria (definisi genetik
homozigot dari Phenylalanin hidroksilase) dan kelainan lain yang intake
Phenylalanin dalam tubuh perlu dibatasi. Formula amoxicillin dengan rute per
oral yang mengandung aspartame akan di metabolism di dalam saluran
pencernaan menjadi phenialanin. Sehingga formulasi serbuk amoxicillin untuk
oral tidak seharusnya menggunakan aspartame. Selain itu juga perlu diwaspadai
penggunaan pada penderita mononukleuosis. (MyEvoy and Gerald, 2002).
Berdasarkan undang-undang mengenai obat dan makanan, amoxicillin
tergolong dalam golongan obat keras. Obat keras hanya dapat diperoleh dengan
resep dokter di apotek-apotek rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan.
Tanda khusus untuk obat keras yaitu lingkaran berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Selain itu pada obat
keras wajib mencantumkan kalimat “Harus Dengan Resep Dokter”. Berikut
dicantumkan tanda khusus untuk obat keras :
2.9.7. Interaksi Obat
a. Kombinasi dengan asam klavulanat (inhibitor kuat bagi β-laktam bacterial)
membuat amoxicillin ini menjadi lebih efektif terhadap kuman yang
memproduksi penisilin. Terutama digunakan terhadap infeksi saluran kemih
dan saluran nafas yang resisten terhadap amoxicillin (Tjay dan Rahadja,
2008).
b. Disulfiram dan probensial memiliki aktifitas dalam meningkatkan efek
amoxicillin. Amoxicillin meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin
Efektivitas tetracycline, chloramphenicol, serta sediaan kontrasepsi oral
dihambaat oleh golongan penisilin
2.9.8. Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 Timbangan digital
 Cawan porselen
 Lumpang dan stamper
 Sudip
 Batang pengaduk
 Beaker glass 50 ml
 Gelas ukur 50 ml
 Botol 50 ml
 Kertas pH
3.1.2 Bahan
 Amoxicillin
 Gom arab
 Glyserin
 Na. benzoate
 Mg. stearate
 As. Sitrat
 Laktosa
 Orange flavor
 Aquadest
3.1.3 Cara Pembuatan
1. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Kegiatan produksi
a. Penimbahan bahan aktif dan bahan tambahan
b. Bahan aktif yang sudah di timbang dihaluskan hingga mencapai distribusi
ukuran partikel yang diinginkan
c. Lakukan pencampuran bahan padat-padat
d. Setelah pencampuran bahan padat-padat, lakukan pencampuran bahan padat-
cair
e. Tambhkan bahan pelincir
f. Lakukan slugging
g. Buat granul kering
h. Lakukan uji granul
i. Rekonstitusi granul
j. Evaluasi mutu sediaan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
4.1.1. Uji Organoleptis
Alat : Panca Indera
Bahan : Sediaan jadi obat suntik
Cara :
1. Ambil sample secukupnya.
2. Teteskan diatas plat tetes, amati warna dan cium baunya.

Cara Syarat Hasil

Bentuk Suspensi Suspensi

Warna Kuning Kuning

Bau Bau khas Bau khas

Rasa Pahit Pahit

4.1.2. Uji Ukuran Partikel dengan Mikroskop


Lakukan pengujian ukuran partikel hingga memenuhi syarat >0,5nm. Uji partikel
yang di hasilkan : tidak uji partikel di karena nya suspensi terbentuk caking
 Siapkan alat, kocok sediaan, tuang ke kaca objek yang telah bersih dan kering
 Amati kaca objek dibawah mikroskop dengan pembesaran ±500 x
 Catat jumlah dan ukuran partikel >5nm yang paling banyak diukur menurut
sumbu terpanjang.
 Catat jumlah dan ukuran semua partikel berbentuk hablur bukan aglomerat
dengan panjang >10nm, diukur menurut sumbu terpanjang
 Teramati tidak lebih dari 10 partikel

Hasil : tidak melakukan uji partikel disebabkan tidak terdapat alat ukur partikel
4.1.3. Sifat aliran
Dilakukan dengan menggunakan viskositas brook field
Kriteria : viskositas suspensi (1000-3000 cps)
Alat dan bahan : viskositas brook field
Menentukan harga dengan viskometer brook field
Rumus : dial reading x faktor = viscosty in centripoise
 Pasang spindel no 7
 Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup kedalam
cairan yang akan diukur viskositasnya
 Pasang stop kontak
 Nyalakan mesin sambil menekan tombol
 Biarkan spindel berputar dan lihatlah tanda merah pada skala
 Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut
 Untuk menghitung viskositas maka angka pembacaan dikali faktor
 Dengan mengubah rpm maka diperoleh viskositas pada berbagai ukuran

Hasil : tidak melakukan uji sifat alir dikarenakan sediaan kami terbentuk caking
(keras) sehingga tidak dapat melakukan uji sifat alir

4.1.4. Laju Sedimentasi


 Ambil Suspensi 50 ml
 Masukkan kedalam gelas ukur
 Catat tinggi awal Volume endapan, volume endapan pada waktu tertentu
 Laju sedimentasi : Hu (Volume endapan waktu tertentu)dan Ho (Volume
endapan awal)
Hasil :
Volume awal Volume waktu Laju Sedimentasi
tertentu

100 ml Kami melakukan uji


sedimentasi ±3 hari dan
tidak terdapat
pengendapan
dikarenakan sediaan
terbentuk caking

4.1.5. Volume Terpindahkan


Tuang kembali Suspensi kedalam gelas ukur, lihat hasilnya apakah sesuai dengan
Volume sebelumnya / Volume yang ditentukan
Tulis hasil pengamatan pada Tabel
Volume Sediaan Hasil Pengamatan

50 ml 50 ml

4.1.6. Penentuan pH
Totolkan dan sebar sample pada kertas pH
Amati hasil warna yang diperoleh

Sampel pH seharusnya pH pengamatan

amoxicillin 7 7

4.1.7. Penetapan Bobot Jenis


Timbang pikno kosong : 11,17 g
Timbang pikno berisi air 10ml : 20,95 g
Timbang pikno berisi sediaan 10ml : 20,93 g
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
BJ sediaan = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑎+𝑎𝑖𝑟
20,93 𝑔
= 20,95 𝑔 = 0,99 g

4.2.Pembahasan
Pada praktikum teknologi semi solid ini memiliki tujuan utama agar mahasiswa dapat
memformulasikan sediaan suspensi yang telah ditentukan oleh pembimbing laboratorium.
Zat aktif yang diberikan adalah amoxicillin, amoxicillin menurut farmakope III meiliki
fungsi atau khasiat sebagai antibiotic/antimikroba. Berdasarkan data kelarutan
amoxicillin yang larut 1:200 dalam metil alcohol, 1:400 dalam air, 1:1000 dalam alcohol,
praktis tidak larut dalam kloroform, karbon tetra klorida dan campuran minyak. Lalu
kami memutuskan untuk melakukan suspensi amoxicillin karena zat aktif kami yaitu
amoxicillin sukar larut dalam air.
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan pembuatan sediaan amoksilin liquid
dalam bentuk dry sirup beserta evaluasinya. Memilih bentuk sediaan dry sirup karena
amoksisilin tidak stabil dalam air. Adanya air dapat menghidrolisis cincin beta-lactam
sehingga amoksilin akan rusak dan efek antibiotikya terdegradasi. Amoksilin sukar larut
dalam air sehingga dibuat dalam bentuk suspensi dengan penambahan PGA sebagai
suspending agent. PGA yang dalam pelarutannya tidak memerlukan pemanasan sehingga
tidak merusak amoksilin. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam sediaan ini yaitu,
glyserin berfungsi sebagai humektan, natrium benzoate berfungsi sebagai pengawet, lalu
ada magnesium stearate berfungsi sebagai pelincir, asam sitrat berfungsi sebagai larutan
dapar, ada juga laktosa yaitu berfungsi sebagai pemanis, orange flavor sebagai perasa dan
yang terakhir ada aquadest berfungsi sebagai pebawa bahan.
Suspensi yang kami buat dengan bahan aktif amoxicillin adalah suspensi kering..
Dimana ada tiga metode untuk suspensi kering yakni; metode granulasi, semi granulasi,
dan non granulasi. Kali ini kami gunakan granulasi. Hal ini dikarenakan untuk
memperbaiki sifat aliran, serbuk dan pengisian. Dengan menggunakan metode granulasi
diharapkan sediaan memiliki penambilan yang baik, memiliki sifat aliran yang baik, tidak
terjadi pemisahan, dan tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisisan.
Amoxicillin di pilih karena absopsi amoxicillin dalam saluran cerna lebih baik
dan dapat mencapai kadar yang sama dalam tubuh, kira-kira dua kali lebih tinggi dari
pada ampisilin. Amoxicillin adalah antibiotic golongan beta-laktam yang merupakan
turunan dari penisilin spectrum luas dan memiliki toksisitas terkecil.
Dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa pada evaluasi organoleptis warna
dan rasa yang dihasilkan sesuai. Kriteria bau yang dihasilkan tidak sesuai karena bau
amoksilin sulit ditutupi. Hal ini dapat di atasi dengan meningkatkan jumlah pemanis yang
digunakan dan flavour,namun flavor tidak di tambahkan lagi karena warna dari sediaan
sudah cukup baik.
Berdasarkan uji tes pH dihasilkan pH yaitu 7 masuk dalam rentang pH dalam
spesifikasi yang ditetapkan yaitu pH 5,0 – 7,0. Uji pH yang diperoleh telah memenuhi
persyaratan yang telat ditetapkan yaitu 5,0-7,0.
Suspensi amoksisilin yang dihasilkan sediaan kurang baik, hal ini bisa disebabkan
dari faktor bahan maupun dari mahasiswa yang melakukan praktikum tersebut. Pada saat
ingin melakukan proses granulasi, bahan obat sedikit lembab sehingga sediaan perlu di
keringkan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air dalam sediaan. Setelah
dikeringkan barulah dilakukan proses granulasi. Kami tidak melakukan proses granulasi
dikarenakan waktu praktikum yang cukup terbatas. Adapun manfaat dari proses ganulasi
adalah granul lebih mudah untuk didispesikan dengan medium air, sehingga
menghasilkan sedimentasi yang lambat, jadi pada saat dikocok endapan dapat mudah
langsung terdispersi.
Kami tidak melakukan proses granulasi tetapi kami menggunakan bahan pelincir
dengan tujuan awal agar serbuk tidak menempel pada punch atas alat granulasi, bahan
tersebut sudah kami tambahkan kedalam sediaan,bahan tersebut yaitu magnesium stearat
untuk mempermudah bahan mengalir dan mencegah menempelnya bahan pada punch.
Magnesium stearat yang kami gunakan terlalu banyak sehingga menyebabkan serbuk
mengambang di atas cairan pada saat melakukan evaluasi laju sedimentasi. Sifat
kelarutan dari magnesium stearat itu sendiri yaitu praktis tidak larut dalam air dan bila
sudut kontak > 90o menyebabkan serbuk mengambang di atas air. Hal tersebut bisa
dicegah dengan menggunakan bahan pembasah, kegunaan bahan pembasah tersebut yaitu
untuk menurunkan sudut kontak antara air dengan bahan padat, disini kami menggunakan
gliserin untuk bahan pembasah. Kami memakai bahan pembasah gliserin dengan alasan
karena sifat kelarutan dari gliserin itu mudah bercampur dengan air, sehingga dapat
membantu menurunkan sudut kontak antara air dan bahan padat yang menyebabkan
bahan tersebut mengambang diatas cairan. Namun bahan pembasah yang digunakan
terlalu sedikit dibanding penggunaan magnesium stearat, sehingga pada saat sediaan
dicampurkan dengan air lalu dikocok dan didiamkan beberapa saat menyebabkan sediaan
tersebut mengambang diatas cairan.
Uji laju sedimentasi dilakukan untuk mengetahui kecepatan pengendapan sediaan
suspensi. Uji sedimentasi kami lakukan,didiamkan selama ± 3 hari. Hasil yang diperoleh
membentuk cake,ukuran partikel terlalu ringan sehingga hasil yang diperoleh
mengambang atau terjadi pengendapan diatas atau dipermukaan dan tidak dapat dikocok
kembali atau terbentuk cake yang keras. Pada sistem deflokulasi partikel suspensi tetap
dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain dan bila terjadi sedimentasi telah
sempurna, partikel- partikel akan membentuk rangkaian yang terbungkus dan berdekatan
serta partikel yang lebih kecil akan mengisi antara partikel yang lebih besar. Partikel
yang berada dibawah sedimen lama-kelamaan akan tertekan karena berat dari partikel
diatasnya dan partikel-partikel akan lebih rapat. Untuk mensuspensikan atau mendispersi
kembali diperlukan mengatasi enersi rintangan yang tinggi. Karena sulit terdispers
kembali dengan pengocokan ringan, maka partikel tetap saling tarik-menarik yang kuat
dan membentuk cake yang keras. Untuk uji viskositas kami tidak melakukan uji
viskositas dikarenakan sediaan suspensi kami membentuk cake sehingga uji viskositas ini
tidak dapat dilakukan.
BAB V

PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Menurut Farmakope Indonesia III,Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan
endapan harus terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang.
Pada praktikum ini kami melakukan pembuatan sediaan amoksilin dalam bentuk
dry sirup beserta evaluasinya. Memilih bentuk sediaan dry sirup karena amoksisilin tidak
stabil dalam air. Adanya air dapat menghidrolisis cincin beta-lactam sehingga amoksilin
akan rusak dan efek antibiotikya terdegradasi. Amoksilin sukar larut dalam air sehingga
dibuat dalam bentuk suspensi dengan penambahan PGA sebagai suspending agent.
Dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa pada evaluasi organoleptis warna
dan rasa yang dihasilkan sesuai. Kriteria bau yang dihasilkan tidak sesuai karena bau
amoksilin sulit ditutupi. Hal ini dapat di atasi dengan meningkatkan jumlah pemanis yang
digunakan dan flavour,namun flavor tidak di tambahkan lagi karena warna dari sediaan
sudah cukup baik.
Berdasarkan uji tes pH dihasilkan pH yaitu 7 masuk dalam rentang pH dalam
spesifikasi yang ditetapkan yaitu pH 5,0 – 7,0. Uji pH yang diperoleh telah memenuhi
persyaratan yang telat ditetapkan yaitu 5,0-7,0.
Suspensi amoksisilin yang dihasilkan sediaan kurang baik, serbuk mengambang
di atas cairan pada saat melakukan evaluasi laju sedimentasi dikarenakan dari magnesium
stearat itu sendiri yaitu praktis tidak larut dalam air dan bila sudut kontak > 90o
menyebabkan serbuk mengambang di atas air. Hal tersebut bisa dicegah dengan
menggunakan bahan pembasah, kegunaan bahan pembasah tersebut yaitu untuk
menurunkan sudut kontak antara air dengan bahan padat, disini kami menggunakan
gliserin untuk bahan pembasah. Kami memakai bahan pembasah gliserin dengan alasan
karena sifat kelarutan dari gliserin itu mudah bercampur dengan air, sehingga dapat
membantu menurunkan sudut kontak antara air dan bahan padat yang menyebabkan
bahan tersebut mengambang diatas cairan. Namun bahan pembasah yang digunakan
terlalu sedikit dibanding penggunaan magnesium stearat, sehingga pada saat sediaan
dicampurkan dengan air lalu dikocok dan didiamkan beberapa saat menyebabkan sediaan
tersebut mengambang diatas cairan.
5.2.Saran
Semoga praktek selanjutnya dapat lebih baik lagi, untuk itu diharapkan lebih diperhatikan
lagi dalam hal :
 Sarana dan prasarana agar lebih dilengkapi.
 Waktu praktikum agar lebih diperhatikan sehingga praktek yang dilakukan dapat
lebih maksimal dan uji evaluasi pun dapat kami lakukan karena bagaimanapun
juga akan lebih baik lagi bila teori yang diperoleh ditunjang sepenuhnya dengan
praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University press Halaman
149-152

Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta. Gadjah Mada University press Halaman 141-155

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta, halaman 32

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta, halaman 17-18

Emilia, Wintrai, dan Andhi Fahrurroji. 2013. Forulasi dan Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi
Ibuprofen dengan Menggunakan Natrol Hbr Sebagai Bahan Pensuspensi. Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura

Lachman., dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta. Universitas
Indonesia press

Mycek et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta. Widya Medika

MyEvoy and Gerald. 2002. AHFS Drug Information. AmericN Aociety of Health-System
Pharmacist : English

Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran. EGC. Halaman 135-145

Tjay,T. H dan Rahadja,K. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat,Penggunaan dan Efek Samping,
edisi keenam. Jakarta. PT Elex Media Komputindo Gramedia

Vous aimerez peut-être aussi