Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKHIAL

Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Cronic Kidney Deseases ( CKD ) di Ruang
Hemodialisa RSUD Raden Mattaher Jambi

Pembimbing Akademik : Widia

NIP.198010282007011002

Oleh :

Rts. Novpriyanti

NIM. PO.71.20.016.4003

PROGRAM STUDI D III

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

A. Definisi

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (The American Thoracic Society, 1962). Muttaqin, Arif: 2008

Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodic
spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (spasme bronkus). Spasme
bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi. Asih, Niluh Gede Yasmin: 2004

Asma bronchial adalah inflamasi pada jalan nafas. Pasien-pasien mengalami episode
batuk, mengi, dada terasa seperti diikat, dan/atau dispnea (sesak nafas), yang sering
memburuk saat malam atau pagi hari. Terdapat variasi keparahan dan frekuensi serangan.
Asma dapat didefinisikan sebagai “Peningkatan responsivitas bronkus terhadap berbagai
stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas yang meluas yang keparahannya
berubah secara spontan maupun berbagai akibat pengobatan”. J.P.T. Ward, Richard M.
Leach, Charles M. Wiener: 2006

B. Etiologi
Asma dapat digolongkan sebagai asma ekstrinsik, yang memiliki penyebab eksternal
pasti, dan asma intrinsic, yang tidak memiliki penyebab eksternal yang dapat didentifikasi.
Asma ekstrinsik sering terjadi sebagai akibat respons alergik, dengan terbentuknya antibody
IgE terhadap antigen spesifik (asma alergik atau atopic) dan cenderung mulai pada masa
kanak-kanak dengan gejala-gejala yang semakin kurang berat seiring pertambahan usia; 80%
penderita asma adalah atopic. Asma intrinsic biasanya terjadi pada orang dewasa dan tidak
membaik.
1. Faktor ekstrinsik / alergik / stofik
Reaksi antigen-antibodi : Karena intalasi allergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu,
binatang).
2. Factor intrinsic / non alergik
1) Infeksi : Influenza virus, pneumonia, mycoplasma.
2) Fisik : Cuaca dingin, perubahan temperature.
3) Iritan : Kimia, polusi udara (co, udara, asap rokok, parfum).
4) Emosional : Takut, cemas, tegang.

Aktifitas yang berlebihan juga dapat menjadi factor pencetus asma bronchial berhubungan
dengan factor :

a. Hereditas (50%)
b. Kejiwaan / psikis
c. Stress fisik
C. Patofisiologi
Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa, episode asma
akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat dicetuskan oleh stress, olahraga berat,
infeksi, atau pemajanan terhadap allergen atau iritan lain seperti debu dan sebagainya.
Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi. Dispnea adalah gejala
utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit kepala, kebas, dan mual juga dapat terjadi.
Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi termasuk perubahan dalam
respons imunologi, resistensi jalan udara yang meningkat, komplians paru yang meningkat,
fungsi mukosilaris yang mengalami kerusakan, dan pertukaran oksigen-karbon dioksida yang
berubah.
Asma imunologis adalah akibat dari reaksi antigen-antibodi yang melepaskan mediator
kimiawi, dimana mediator tersebut menyebabkan 3 reaksi utama; (1) konstriksi otot polos
baik pada jalan nafas yang kecil maupun yang besar, yang mengakibatkan spasme bronkus;
(2) peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan edema mukosa yang lebih jauh lagi
menyempitkan jalan udara; (3) peningkatan sekresi kelenjer mukosa dan meningkatkan
pembentukan lendir. Sebagai akibat, individu dengan serangan asma berjuang untuk bernapas
melalui jalan nafas yang telah menyempit dan dalam keadaan spasme. Asih, Niluh Gede
Yasmin : 2004
D. Tanda dan Gejala
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga kedepan, serta tanpa otot-otot bantu pernfasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronchial ini adalah sesak nafas, batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri dada. Gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada tachicardi dan pernafasan cepat dangkal.
Serangan asma bronchial seringkali terjadi pada malam hari.
a) Dispnea yang bermakna.
b) Batuk, terutama dimalam hari.
c) Pernapasan yang dangkal dan cepat.
d) Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya saat
ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
e) Peningkatan usaha bernafas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi,
napas cuping hidung.
f) Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.
g) Udara terperangkap karena obstruksi aliran darah, terutama terlihat selama ekspirasi pada
pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan memanjangnya waktu ekspirasi.
h) Diantara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam
pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan diantara serangan pada
pasien yang memiliki asma persisten. Corwin, Elizabeth j: 2009
E. Pengobatan
1. Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari factor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari factor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi
factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat
dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek
samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah
asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul
4 x sehari (Kee dan Hayes, 1994). Muttaqin, Arif: 2008

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik.
b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotic.
c. Sel eosinofil.
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik
asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3. Perbaikan fungsi paru diseratai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
5. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. Muttaqin, Arif: 2008

G. Prognosis
Factor-faktor yang mempengaruhi prognosis:
a) Usia ketika serangan pertama timbul, seringnya serangan asma berat ringannya serangan
asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapatkan serangan asma.
b) Banyaknya factor atopi ditemukan pada diri anak dan keluarganya.
c) Menderita atau pernah menderita aksema infaintel yang sulit diatasi
d) Lamanya minum susu ibu
e) Usaha pengobatan dan penanggulangannya
f) Apakah ibu / bapak / teman sekamar / perumah perokok – polusi udara yang lain rumah
juga dapat mempengaruhi.
g) Penghindaran allergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu menyusui
h) Jenis kelamin, kelainan hormonal dan lain-lain.

H. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang
mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada
beberapa individu. Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja
pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang
mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu
semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mucus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumothoraks akibat
besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi
asidosis respiratorik, gagal nafas, dan kematian. Corwin, Elizabeth J:2009

ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jilid
I. Jakarta: Salemba Medika.

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Cetakan I. Jakarta: EGC.

J.P.T. Ward, J. Ward, R.M. Leach, C.M. Wiener. 2006. The Respiratory System at a Glance.
2nd ed.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC.

NANDA, Nursing Diagnoses: Definition and classification 2005-2006, NANDA


International, Philadelphia, 2005.

Diagnosa NANDA (NIC & NOC). 2007-2008.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. ASMA BRONKHIAL

DI RUANG PARU RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

TANGGAL 09-10 APRIL 2018

Analisa Data

No Simtom Etiologi Problem

1 DS : Ketidakefektifan
bersihan jalan
1. Klien mengatakan sesak nafas disertai
nafas
batuk berdahak
2.

DO :

1. Klien tampak batuk dan sesak nafas


2. Hasil TTV : RR : 32 kali/menit, N : S
3. Auskultasi : suara nafas wheezing (+)
4. Klien terpasang O2 2liter/menit, Eosinofil=
5.20% (H)

No Simtom Etiologi Problem


2 DS :

1. Ibu klien mengatakan anaknya batuk


berdahak sudah 7 hari dari sebelum masuk
rumah sakit
DO :
5. Klien tampak batuk (+) dan sesak
6. Hasil TTV : RR : 58 kali/menit, N : S :
7. Auskultasi : suara nafas ronchi basah (+) ,
wheezing (+)

Diagnosa Keperawatan

Tgl/jam Diagnosa Keperawatan Paraf

09 April 2018 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Peningkatan


produksi sputum d.d
10.45

Novi

Tgl/jam Diagnosa Keperawatan Paraf

09 April 2018 G

10.45

Novi

Vous aimerez peut-être aussi