Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. R. Setyadi, Sp.A
Disusun oleh :
Resa Aditama
030.12.227
Penyusun:
Resa Aditama
030.12.227
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
I. IDENTITAS PASIEN
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 16 Desember 2017 pukul 08.00 WIB, di bangsal Puspa Nidra RSU Kardinah
Tegal.
Keluhan Utama : Kejang 5 hari yang lalu
Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Penyakit lain seperti asma, penyakit jantung
dan alergi obat-obatan disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal.
Kesan : Keadaan rumah padat namun ventilasi cukup baik, keadaan lingkungan
rumah cukup baik sanitasi, pencahayan baik.
Ibu pasien berusia 25 tahun saat mengandung pasien. Ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilannya secara teratur di puskesmas, posyandu, atau rumah sakit. Ibu pasien
mendapatkan suntikan TT dan sudah melakukan USG. Riwayat darah tinggi, perdarahan,
kencing manis, kejang saat kehamilan, infeksi saat kehamilan, ketuban pecah dini, riwayat
minum obat tanpa resep dokter dan jamu – jamuan selama hamil disangkal. Selama hamil ibu
makan 3x sehari berupa nasi, lauk pauk, sayur dan buah-buahan.
Riwayat Persalinan
o Tempat kelahiran : Rumah Sakit
Kesan: Neonatus aterm, lahir secara Sectio Caessaria, bayi dalam keadaan bugar.
Pertumbuhan :
Berat badan sekarang 6,1 kg , panjang badan 116 cm
Perkembangan
Psikomotor
Senyum : 4 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Visual
Pasien di usia saat ini belum lancar berbicara. Hanya dapat mengucapkan 1 kata.
Ibu memberikan ASI sampai usia 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan ASI dan makanan
pendamping ASI seperti bubur formula 3x sehari dan buah papaya.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
Silsilah Keluarga
Keterangan :
: Perempuan : Laki-laki : Pasien
Jantung
- Perkusi : Batas Jantung kanan ICS V garis midklavikularis sinistra, Batas atas
jantung ICS II garis parasternal kiri,
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Supel, distensi (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
membesar.
- Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
Refleks fisiologis :
- R.Biceps (+)
- R.Triceps (+)
- R. Patella (+)
- R. Achilles (+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-)
- Chaddock (-)
- Hoffman (-)
- Tromner (-)
Status Gizi
a. Pemeriksaan laboratorium
15 Desember 2017 (RSUD Kardinah)
Kimia Klinik
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
ELEKTROLIT
Natrium 133 mmol/L 132 – 145
Kalium 3,23 mmol/L 3.1- 5.1
Klorida 102 mmol/L 96 – 111
Glukosa sewaktu 83 (↑) mg/dL 50 – 80
V. Daftar Masalah
- Epilepsi
- Elektrolit imbalance
VIII. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Medika mentosa
IX . PROGNOSIS
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Elektrolit ulang
Gula darah sewaktu
EEG
XI. FOLLOW UP
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Kejang
Definisi
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba
yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan
aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang
bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat
menimbulkan kejang yang bersifat umum.1
Epidemiologi
Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di mana
ditemukan 4 – 10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada 16 tahun pertama
kehidupan. Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami kejang tiap tahun,
di mana terdapat 30.000 anak yang berkembang menjadi penderita epilepsi. 1
2.2 Epilepsi
Definisi
Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang
umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana
pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum,
lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer
cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum. 1
Epidemiologi
WHO melaporkan sebanyak sekitar 43 juta orang dengan epilepsi berasal dari 108
negara yang mencakup 85,4% dari populasi dunia. Angka rata-rata orang dengan epilepsi per
1000 populasi adalah 8,93 dari 105 negara. Angka rata-rata orang dengan epilepsi per 1000
populasi bervariasi di seluruh wilayah. Amerika mempunyai angka rata-rata 12,59, 11,29 di
Afrika, 9,4 di Mediterania Timur, 8,23 di Eropa, dan 3,66 di Pasifik Barat. Sementara itu,
Asia Tenggara memiliki angka rata-rata sebanyak 9,97.
Terdapat beberapa studi kejadian epilepsi di negara berkembang, tetapi tidak ada yang
cukup prospektif. Mereka menunjukkan 49,3-190 per 100.000 populasi. Tingkat insidensi
tinggi di negara berkembang yang dianggap sebagai akibat dari infeksi parasit terutama
neurosistiserkosis, HIV, trauma, dan morbiditas perinatal sulit untuk ditafsirkan karena
masalah metodologis, terutama kurangnya penyesuaian usia, yang penting karena epilepsi
memiliki dua bimodal terkait usia. Sedangkan di negara maju, insidensi di kalangan orang tua
meningkat dan menurun di kalangan anak-anak. Hal ini diakibatkan karena meningkatnya
risiko penyakit serebrovaskular. Sebaliknya, perawatan obstetrik yang lebih baik dan
pengendalian infeksi dapat mengurangi angka kejadian pada anak-anak. Tingkat insidensi di
dunia lebih besar pada pria dibandingkan wanita (WHO, 2005)
Klasifikasi
1. Motorik
2. Sensorik
3. Otonom
4. Psikis
Bangkitan umum
a. Absans (lena)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
Tak tergolongkan
Diagnosis
Dalam melakukan anamnesis, harus dilakukan secara cermat, rinci, dan menyeluruh
karena
b. Lama serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan
glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar
mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum
dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse” (Ahmed,Spencer 2004,
Oguni 2004)2
Pemeriksaan EEG
1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan
serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan
membantu dalam membuat diagnosis, mengklasifikasikan jenis serangan kejang yang
benar dan mengenali sindrom epilepsi.
2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi , pola epileptiform pada
EEG ( spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran
EEG yang spesifik seperti “3-Hz spike-wave complexes“ adalah karakteristik kearah
sindrom epilepsi yang spesifik.
3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptoge- nik pada rekaman EEG dapat menjelaskan
manifestasi klinis daripada “ aura “ maupun jenis serangan kejang . Pada pasien yang
akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat
Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam
menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu:
1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi
didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan
ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap
memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan
pemeriksaan klinis adalah penting sekali.
2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukan adanya epilepsi sebab
hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil
pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis
epilepsi.
3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapat
berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.
4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform, bila
pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus
kadang kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasifikasi serangan kejang
kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.2
1. Guidelines for seizure Management. 2010