Vous êtes sur la page 1sur 42

MAKALAH KEPERAWATAN ENDOKRIN 1

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Hipofisis meliputi :


Hipopituitari dan Diabetes Insipidus
Oleh (Kelompok 1) :
Yuni Natilia 131411131019
Mardhatillah Syauqina P 131411131022
Rofita Wahyu Andriani 131411131028
Desy Indah Nur Lestari 131411131052
Elyta Zuliyanti 131411131085
Prasetiya Wahyuni 131411133032
Mar’atul Hasanah 131411133035

Dosen Fasilitator:
Dr. Kusnanto, S.Kp.,M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Hipofisis meliputi : Hipopituitari dan Diabetes Insipidus” dengan lancar.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca
mengenai penyakit Hipopituitari dan Diabetes Insipidus pada sistem endokrin.
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini.

Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada dosen pembimbing


mata kuliah keperawatan endokrin 1 yang telah memberikan motivasi dan
pengarahan kepada penyusun untuk memperbaiki makalah ini. Tidak lupa
penyusun sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading
yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca
guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Surabaya, Maret 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA HIPOPITUITARI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hipofisis .................................................... 3
2.2 Definisi Hipopituitar ..................................................................................... 3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Hipopituitari ..................................................... 4
2.4 Patofisiologi Hipopituitari ............................................................................ 4
2.5 Manifestasi Klinis Hipopituitari ................................................................... 5
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Hipopituitari .......................................................... 6
2.7 Penatalaksanaan Hipopituitari ...................................................................... 6
2.8 Komplikasi Hipopituitari .............................................................................. 6
2.9 Prognosis Hipopituitari ................................................................................. 7
2.10 Treatment Hipopituitari .............................................................................. 7
2.11 Asuhan Keperawatan Umum Hipopituitari ................................................ 7
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA DIABETES INSIPIDUS
3.1 Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin ............................................................. 17
3.2 Definisi Diabetes Insipidus ........................................................................... 23
3.3 Etiologi Diabetes Insipidus ........................................................................... 23
3.4 Klasifikasi Diabetes Insipidus ...................................................................... 23
3.5 Patofisiologi Diabetes Insipidus ................................................................... 24
3.6 Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus .......................................................... 25
3.7 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus ................................................. 25
3.8 Penatalaksanaan Medis Diabetes Insipidus .................................................. 27
3.9 Asuhan Keperawatan Umum Diabetes Insipidus ......................................... 29
BAB 4 KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipopituitari sering disebut juga hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis
yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofise sehingga menyebabkan
peningkatan sekresi salah satu hormon hipofise atau lebih. Sedangkan Diabetes
insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-
renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik
yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis
kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Sembilan penyebab penting dari hipopituitarisme yaitu Invasi, Infark,
Infiltrasi, Injuri, Imunologi, Iatrogenik, Infeksi, IdiophaticTerisolasi: defisiensi
hormon hipofisis anterior, seperti hormon pertumbuhan, LH, FSH, thyroid
stimulating hormone (TSH), hormon hipofisis ACTH-lipotropic (ACTH-LPH),
atau prolaktin. Kemudian, penyebab dari diabetes insipidus adalah penyakit
keturunan, kegagalan pelepasan Hormon ADH, Infeksi (Meningitis, ensefalitis),
Tumor, Obat-obatan.
Kenaikkan jumlah penduduk dunia yang terkena penyakit diabetes atau
kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2.000
jumlahh penduduk dunia yang menderita diabetes sudah mencapai 171,230,000
orang. Menurut data Federasi Diabetes International IDF Diabetes Atlas, jumlah
penderita diabetes di tanah air telah mencapai 8.554.155 orang di tahun 2013.
Jumlah penderita diabetes sebanyak ini otomatis membuat Indonesia menjadi
Negara dengan populasi penderita diabetes terbanyak ke-7 di dunia pada tahun
2013, setelah China, India, Amerika serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko.
Penyakit Hipopituitati dan diabetes insipidus ini sudah mulai marak terjadi
dalam masyarakat kita. Padahal apabila tidak ditindaklanjuti kemungkinan besar
dapat memperburuk kondisi kesehatan kita. Oleh karena itu kami menyusun
makalah ini agar bermanfaat untuk memberikan edukasi bagi masyarakat
khususnya bagi para pembaca. Inti sari dari makalah ini adalah pemberian asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien yang mendeira hipopituitari dan diabetes
insipidus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Anatomi dan fisiologi system endokrin ?
2. Apa definisi dari hipopituitari dan diabetes insipidus?
3. Bagaimana etiologi dari hipopituitari dan diabetes insipidus?
4. Bagaimana patofisiologi dari hipopituitari dan diabetes insipidus?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari hipopituitari dan diabetes insipidus?

1
6. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien hipopituitari dan diabetes insipidus?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai perawat dalam
pencegahan dan penanganan masalah system endokrin terutama pada pasien
dengan hipopituitari dan diabetes insipidus
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi system endokrin.
b. Mengetahui dan memahami definisi hipopituitari dan diabetes insipidus.
c. Mengetahui dan memahami etiologi dari hipopituitari dan diabetes
insipidus.
d. Menjelaskan secara singkat tentang patofisiologi dan WOC dari
hipopituitari dan diabetes insipidus.
e. Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis dari hipopituitari dan
diabetes insipidus.
f. Memahami dan mampu mempraktikkan asuhan keperawatan yang tepat
untuk pasien hipopituitari dan diabetes insipidus.

1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan serta keterampilan mahasiswa dalam pengerjaan
makalah dan presentasi di depan kelas. Menambah kecakapan dan rasa percaya diri
mahasiswa serta lebih memahami masalah system endokrin terutama masalah
hipopituitari dan diabetes insipidus serta memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah hipopituitari dan diabetes insipidus.

2
BAB 2
HIPOPITUITARI

2.1. Anatomi Fisiologi Kalenjar Hipofisis


Hipotalamus adalah daerah kecil dari saraf dan jaringan kelenjar yang terletak
di bawah thalamus di setiap sisi ventrikel ketiga di otak. Serabut saraf
menghubungkan hipotalamus ke seluruh sistem saraf pusat. Hipotalamus
merupakan bagian kecil, sistem peredaran darah tertutup dengan kelenjar hipofisis
anterior. Sistem ini dikenal sebagai sistem portal hipotalamus-hypophyseal, dan
memungkinkan hormon yang diproduksi di hipotalamus untuk menuju langsung ke
kelenjar pituitari anterior.
Hipotalamus memiliki dua fungsi endokrin dan fungsi nonendocrine. Fungsi
endokrin adalah untuk menghasilkan hormon pengatur. Beberapa hormon ini
dilepaskan ke dalam darah dan berjalan ke hipofisis anterior, di mana mereka baik
merangsang atau menghambat pelepasan hormon anterior hipofisis.
Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak di lembah tulang sphenoid disebut
sella tursika. Kelenjar pituitari oval dengan diameter sekitar 1 cm dan dibagi
menjadi dua lobus. Anterior lobus (adenohypophysis) adalah lobus terbesar dari dua
lobus. Posterior lobus (neurohypophysis), tempat hormon yang diproduksi di
hipotalamus. Serabut saraf menjalar di hypophysial, struktur memanjang dari
hipotalamus, menghubungkan hipotalamus ke hipofisis posterior.
Dalam menanggapi pelepasan hormon pada hipotalamus, hipofisis anterior
mengeluarkan hormon tropik, yaitu hormon yang merangsang kelenjar endokrin
lainnya. Hormon hipofisis anterior lainnya seperti prolaktin, mereka menghasilkan
efek langsung pada jaringan target akhir.
Hormon-hormon hipofisis posterior, vasopressin (hormon antidiuretik [ADH] )
dan oksitosin, yang diproduksi di hipotalamus dan dikirim melalui saluran saraf
yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis posterior. Hormon-hormon ini
disimpan di ujung saraf dari hipofisis posterior dan dilepaskan ke dalam darah bila
diperlukan.
Kondisi atau zat lain dapat mempengaruhi pelepasan hormon dari kelenjar
pituitari. Obat-obatan, diet, gaya hidup, dan kondisi patologis dapat meningkatkan
atau menurunkan sekresi hormon pituitari.1

2.2. Definisi Hipopituitari


Hypopituitarism adalah kekurangan salah satu atau lebih dari hormon yang
diproduksi oleh lobus anterior pituitari. Ketika kedua lobus anterior dan posterior
gagal untuk mensekresi hormon kondisi ini di sebut panhypopituarism.2

1
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, Medical Surgical Nursing: Patient Centered
Collaborative Care, Saunders Elsevier, USA, 2010
2
Joyce M Black, Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes,
Saunders Elsevier, USA, 2009

3
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Hipopituitari
Sembilan penyebab penting dari hipopituitarisme:
a. Invasi: tumor hipofisis, tumor sistem saraf pusat, karotis aneurisma.
b. Infark: nekrosis postpartum (sindrom Sheehan), pituitary apoplexy
c. Infiltrasi: sarkoidosis, hemochromatosis
d. Injuri : trauma kepala, kekerasan anak
e. imunologi: hypophysitis limfositik
f. Iatrogenik: operasi, terapi radiasi
g. Infeksi: mikosis, tuberkulosis, sifilis
h. Idiophatic : keluarga
i. Terisolasi: defisiensi hormon hipofisis anterior, seperti hormon
pertumbuhan, LH, FSH, thyroid stimulating hormone (TSH),
hormon hipofisis ACTH-lipotropic (ACTH-LPH), atau prolaktin.3

2.4. Patofisiologi Hipopituitari


Seseorang dengan hipopituitarisme memiliki kekurangan satu atau lebih
hormon hipofisis anterior, sehingga menimbulkan masalah metabolisme dan
disfungsi seksual. Jika hanya satu hormon dipengaruhi, dari semua kondisi hormon
hipofisis anterior adalah kondisi yang sangat langka yang dikenal sebagai
panhipohipofisesme.
Umumnya ada penurunan sekresi pada satu hormon dan penurunan lebih rendah
dalam hormon lainnya. Kekurangan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan
thyroid stimulating hormone (TSH) yang paling mengancam kehidupan karena
mereka menghasilkan penurunan nilai sekresi hormon penting dari adrenal dan
kalenjar tiroid.
Kekurangan gonadotropin (luteinizing hormone [LH] dan folikel stimulating
hormon [FSH] hormon yang merangsang ovarium dan testis untuk memproduksi
hormon seks) merubah fungsi seksual pada pria dan wanita. Pada pria, hasil
defisiensi gonadotropin dalam kegagalan testis, dengan penurunan produksi
testosteron dari sel Leydig dan penurunan atau spermatogenesis tidak ada.
Penurunan kadar testosteron pada pria menyebabkan kemandulan. Pada wanita,
hasil defisiensi gonadotropin dalam kegagalan ovarium, amenore, dan infertilitas.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) merubah pola jaringan pertumbuhan
secara tidak langsung. GH sendiri memiliki sedikit efek pada jaringan dan sel.
Sebaliknya, kehadiran GH merangsang hati untuk menghasilkan zat yang dikenal
sebagai somatomedins. somatomedins ini, terutama somatomedin C (seperti insulin
growth factor-1 [IGF-1]), maka meningkatkan kegiatan pertumbuhan sel dan
jaringan. Somatomedin C bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
tulang dan tulang rawan.

3
Ibid

4
Defisiensi GH mungkin akibat dari penurunan produksi GH, kegagalan hati
untuk memproduksi somatomedins, atau kegagalan pada sel atau jaringan untuk
menanggapi somatomedins. Defisiensi pada anak-anak menyebabkan perawakan
pendek dan manifestasi lain dari retardasi pertumbuhan. Kekurangan pada orang
dewasa tidak mempengaruhi tinggi tetapi dapat meningkatkan kerusakan tulang,
yang menyebabkan tulang lebih tipis, tulang lebih rapuh (osteoporosis) dan
peningkatan risiko patah tulang.
Penyebab hipopituitarisme bervariasi. Tumor hipofisis jinak atau ganas dapat
memampatkan dan menghancurkan jaringan hipofisis. Fungsi hipofisis dapat
terganggu oleh gizi buruk atau cepat hilangnya lemak tubuh, seperti pada orang
dengan Anorexia nervosa (gangguan di mana orang melihat diri mereka sebagai
kelebihan berat badan dan makan begitu sedikit bahwa hasil kelaparan). Shock atau
hipotensi berat mengurangi aliran darah ke kelenjar pituitari, yang menyebabkan
hipoksia dan infark. Penyebab lain hypopituitarism termasuk trauma kepala, tumor
otak atau infeksi, radiasi atau operasi kepala dan otak, dan sindrom defisiensi imun
(AIDS) (Melmed & Kleinberg, 2008). Hipopituitarisme idiopatik merupakan
kekurangan hormon terisolasi dengan penyebab yang tidak diketahui.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum dari infark hipofisis,
yang menghasilkan sekresi hormon menurun. masalah klinis ini dikenal sebagai
Sindrom Sheehan. Kelenjar pituitari biasanya membesar selama kehamilan, dan
ketika hasil hipotensi dari perdarahan, iskemia dan nekrosis kelenjar terjadi.
Biasanya kondisi ini berkembang segera setelah melahirkan, meskipun beberapa
kasus telah terjadi beberapa tahun kemudian.4

2.5. Manifestasi Klinis Hipopituitari


Kalenjar pituitari memiliki cadangan fungsional besar, oleh karena itu
manifestasi dari hipopituitari biasanya tidak muncul sampai 75% hipofisis telah
dilenyapkan oleh tumor atau trombosis. Manifestasi tergantung pada usia serta
hormon yang kekurangan. Timbulnya hipopituitari biasanya bertahap.
a. Bertubuh pendek
b. Gangguan seksual dan reproduksi
Kekurangan gonadotropin (LH Dan FSH) dapat menghasilkan
sterilitas, berkurang gairah seks, dan penurunan karakteristik seks
sekunder. Penurunan FSH Dan LH menyebabkan infertilitas dan
amenore, berkurang spermatogenesis dan atrofi testis.
c. Hypothyroidism
Karena sintesis hormon tiroid tergantung pada TSH, ablasi
terapeutik atau kerusakan patologis dari kelenjar hipofisis
menyebabkan hipotiroidisme kecuali klien menerima hormon tiroid
d. Adrenocortical sekunder

4
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, op.cit

5
e. Kekurangan prolactin
Kekurangan ini ditunjukkan dengan tidak adanya laktasi pada
wanita postpartum.5

2.6. Pemeriksaan Diagnostik Hipopituitari


a. Defisiensi kortisol serum, tiroksin, testosteron, estrogen, dan hormon
pertumbuhan.
b. Kurangnya kompensasi untuk peningkatan kadar ACTH, TSH, FSH, LH,
dan GH serum.
c. CT scan otak : untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau
hipotalamus.
d. Sinar – x : perubahan skull – sellar
e. Pemeriksaan oftalmologik : defisit lapang pandang dan penurunan
ketajaman.
f. Pemeriksaan endokrin : tes stimulasi ACTH dan TRH

2.7. Penatalaksanaan
1. Managemen Medis
Pengobatan untuk hipopituitarisme melibatkan:
a. Penghapusan jika mungkin, disebabkan faktor penyebab (ex: tumor)
b. penggantian permanen dari hormon yang dikeluarkan oleh organ
sasaran.
2. Management Farmakologis
Suntikan HGH berhasil mengobati defisiensi GH. Sebelumnya,
HGH langka dan tersedia untuk hanya beberapa klien, tetapi HGH
diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan sekarang tersedia.
Obat yang diresepkan untuk mengganti hormon meliputi:
a. kortikosteroid untuk koreksi dari insufisiensi adrenocortical
sekunder
b. Hormon tiroid untuk pengobatan myxedema
c. Hormon seks untuk memperbaiki hipogonadisme
3. Management Keperawatan
Penilaian klien dengan hypopituitary berkisar penilaian dari berbagai
organ sasaran yang bergantung pada sekresi pituitari.
Intervensi keperawatan juga diarahkan pada masalah dari kekurangan di
organ target6

2.8. Komplikasi Hipopituitari


Komplikasi dari hipopituitari adalah :

5
Joyce M Black, op.cit
6
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, op.cit

6
a. Gangguan hipotalamus
b. Penyakit organ target seperti gagal tiroid primer, penyakit adison
atau gagal gonadal primer.
c. Penyebab sindrom cushing lain termasuk adrenal, sindrom ACTH
ektopik
d. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik
e. Sindrom Parkinson
2.9. Prognosis Hipopituitari
Pasien memerlukan pengobatan seumur hidup dan bisa berharap untuk
hidup normal.7

2.10. Treatment Hipopituitari


Mengelola hormone pengganti (esterogen, testosterone, kortikosteroid,
hormone pertumbuhan, da hormone tiroid).8

2.11. Asuhan Keperawatan Umum Hipopituitari


1. Pengkajian
1) Identitas
Dari episode konsultan rumah sakit di Inggris tahun 2002-2003,
0,016% (2.061) mengalami hipofungsi dan gangguan lain dari kelenjar
hipofisis, persentase dari laki-laki dan perempuann adalah 54% laki-
laki dan selebihnya untuk perempuan. Umur Dewasa.
2) Riwayat Penyakit
Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan infusiensi hipofisis
dengan cara merusak sel-sel hipofisis normal: (1) tumor hipofisis, (2)
thrombosis vascular yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis
normal, (3) penyakit granulomaltosa infiltrative, dan (4) idiopatik atau
mungkin penyakit yang bersifat autoimun.
3) Keluhan Utama
a. Mudah lelah.
b. Lemas.
c. Pucat.
d. Rambut rontok sudah 2 minggu.
e. Sulit konsentrasi dan mudah lupa.
f. Sensitive terhadap dingin.
g. Penglihatan mulai kabur
h. Nafsu seks (libido) menurun sejak 2 minggu ini.

7
DiGuilo Mary, Medical Surgical Nursing: Demystified, McGraw-Hill Companies, USA, 2007
8
Ibid

7
4) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Keadaan Psikologis : Perubahan kepribadian dan perilaku
klien, perubahan mental
b. Keadaan Sosial : Kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran
c. Keadaan Spiritual : Penolakan, merasa bersalah/berdosa,
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

8
2. WOC

Penyebab Primer Penyebab Sekunder

Tumor pada Defek Pendarahan Hipofisektomi granulo Gangguan produksi


kelenjar kongenital post-partum parsial matosa Growth hormones
hipofisis
Infark
hipofisis Melalui somatomedin
(IG I & IG II)

Hormon berkurang
HIPOPITUITARISME atau gagal
diproduksi di hati

Mudah lupa, Gangguan reseptor


Minimnya informasi Kelenjar Endokrin sensitif dan sel tubuh
tentang pengobatan dan terganggu penglihatan kabur
perawatan
Defisiensi Gangguan sintesis dan
MK : Resiko metabolisme tubuh
Hormon Hipofisis
MK : Kurang Cidera
perngetahuan
Pertumbuhan terganggu
terganggunya fungsi Penurunan masa
otot, kelelahan,
ovarium pada wanita
pucat, lemas,BB
atau testis pada pria menurun, Perubahan struktur
tubuh

MK : Keletihan
MK : Gangguan pola
seksualitas Rambut rontok, BB
menurun drastis

MK : Gangguan
Konsep Diri

9
3. Analisa Data

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: pasien mengatakan Hipopituitari Resiko Cidera
mudah lupa, sensitive
terhadap dingin dan
penglihatan mulai kabur defisiensi GH, LH, FSH

DO: pucat, lemah gangguan reseptor sel


tubuh

mudah lupa, sensitive


terhadap dingin dan
penglihatan kabur

Resiko Cidera
2. DS: klien mengatakan hipopituitari Gangguan pola
mengalami penurunan sexualitas
nafsu terhadap sex
kelenjar endokrin
terganggu
DO:
GH = 6 µg ml (normal 10
µg ml) defisiensi GH/LH/FSH
TSH = 0,1 mU/L (normal
0,3-4,0 mU/L)
FSH = 1,0 mIU/ml terganggunya fungsi
(normal = 1,5-12,4 ovarium pada wanita
mIU/ml) atau testis pada pria

10
3. DS: pasien mengeluh Hipopituitari Keletihan
mudah lelah, lemas, pucat,
berat badan dirasakan
turun drastis dan defisiensi GH, LH, FSH
pengurangan masa otot,
penurunan libido,
penurunan konsentrasi, gangguan reseptor sel
tubuh

DO: GCS 4,5,6


gangguan sintesis dan
metabolisme tubuh

Penurunan masa otot,


keletihan, pucat, lemas,
BB menurun

4. DO : - Hipopituitarisme Kurang
pengetahuan
DS : klien mengatakan
klien tidak mengetahui apa
Minimnya informasi
yang terjadi pada
tentang pengobatan dan
tubuhnya
perawatan

Kurangnya pengetahuan

11
5. DO : Bertumbuh pendek, Penyebab sekunder Gangguan konsep
rmbut rontok diri
DS : klien mengatakan
Gangguan produksi
bahwa klien merasa
hormon pertumbuhan
minder karena tumbuhnya
pendek dan rambutnya
juga rontok
Melalui Somatomedin
( IG I & IG II )

Hormon berkurang atau


gagal diproduksi di hati

Hipopituitarisme

Gangguan reseptor sel


tubuh

Gangguan sintesis dan


metabolisme tubuh

Pertumbuhan terganggu

Perubahan struktur tubuh

Rambut rontok, bb turun


drastis

Gangguan konsep diri

4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi visual
b. Gangguan pola seksual berhubungan dengan defisiensi hormonal
c. Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot

12
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan, dan perawatan diri
e. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan
penampilan
5. Intervensi Keperawatan

Diagnoasa 1 : Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi visual


Domain 11 safety protection
Class2 physical injury
00035
NOC NIC
a. Risk Kontrol Environment Management (Manajemen
b. Immune status lingkungan)
c. Safety Behavior 1. Sediakan lingkungan yang aman
Setelah dilakukan tindakan untuk pasien
keperawatan selama 2 x 24 jam . Klien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
tidak pasien, sesuai dengan kondisi fisik
mengalami injury dengan kriterian dan fungsi kognitif pasien dan
hasil: riwayat penyakit terdahulu pasien
1. Klien terbebas dari cedera 3. Menghindarkan lingkungan yang
2. Klien mampu menjelaskan berbahaya (misalnya memindahkan
cara/metode untukmencegah perabotan)
injury/cedera 4. Memasang side rail tempat tidur
3. Klien mampu menjelaskan 5. Menyediakan tempat tidur yang
factor risiko dari nyaman dan bersih
lingkungan/perilaku personal 6. Menempatkan saklar lampu ditempat
4. Mampumemodifikasi gaya yang mudah dijangkau pasien.
hidup untukmencegah injury 7. Membatasi pengunjung
5. Menggunakan fasilitas 8. Memberikan penerangan yang cukup
kesehatan yang ada 9. Menganjurkan keluarga untuk
6. Mampu mengenali perubahan menemani pasien.
status kesehatan 10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barangbarang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
Diagnosa 2 : Gangguan pola seksual b.d perubahan fungsi tubuh
Domain 8 sexuality
Class 2. Sexual function
NOC NIC
a. Sexual function : Hormone Sexual Conseling
Replacement therahy and
Sexual Counseling

13
b. Knowledge : Sexual function 1. Menggunakan terapi hormon
Setelah diberikan tindakan selama 2x24
pengganti
jam pasien dapat mengatasi keluhan
tentang seksualnya dengan kriteria hasil 2. Monitor efek terapeutik dari terapi
sebagai berikut :
hormon pengganti
1. Menggunakan terapi hormon
untuk mengganti hormon 3. Mengatur dosis medikasi dengan
yang dibutuhkan
tepat
2. Mengekspresikan perasaan
nyaman tentang ekspresi 4. Pertahankan hubungan terapeutik,
seksual
berdasarkan pada percaya dan
3. Beradaptasi dengan teknik
seksual yang dibutuhkan kenyamanan
4. Menggunakan yang tidak
5. Mendukung privasi dan kerahasiaan.
biasa untuk mencapai
orgasm 6. Memberikan informasi bahwa
5. Menerapkan strategi sex
hubungan seksual merupakan bagian
yang aman
6. Mengetahui konsekuesni dari hidup dan penyakit, pengobat,
dari aktivitas seksual
stres dari berbagai masalah seiring
dengan fungsi seksual
7. Tentukan tingkat pengetahuan dan
pengertian pasien tentang seksual
secara umum
8. Monitor stress, kecemasan, dan
depresi akibat gangguan seksual
Diagnosa 3 : Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk
(penurunan masa otot)

Domain 4 : activity /rest

Class 3 : energy balance

00093
NOC NIC
a. Activity Tollerance Energy Management
b. Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan dokter dan tim
c. Nutritional Status: Energy kesehatan lain untuk memenuhi
Setelah dilakukan tindakan kemampuan pasien beraktivitas dan
keperawatan selama 2 x 24 jam istirahat.
kelelahan pasien teratasi dengan 2. Instruksikan pada pasien untuk
kriteria hasil: mencatat tandatanda dan gejala
1. Kemampuan aktivitas adekuat kelelahan

14
2. Mempertahankan nutrisi 3. Ajarkan tehnik dan manajemen
adekuat aktivitas untuk mencegah kelelahan
3. Keseimbangan aktivitas dan 4. Jelaskan pada pasien hubungan
istirahat kelelahan dengan proses penyakit
4. Menggunakan tehnik energi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
konservasi cara meningkatkan intake makanan
5. Mempertahankan interaksi tinggi energi
sosial 6. Dorong pasien dan keluarga
6. Mengidentifikasi faktorfaktor mengekspresikan perasaannya
fisik dan psikologis yang 7. Catat aktivitas yang dapat
menyebabkan kelelahan meningkatkan kelelahan
7. Mempertahankan kemampuan 8. Anjurkan pasien melakukan yang
untuk konsentrasi meningkatkan relaksasi (membaca,
mendengarkan musik)
9. Tingkatkan pembatasan bedrest dan
aktivitas
10. Batasi stimulasi lingkungan untuk
memfasilitasi relaksasi
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi mengenai proses
penyakit, pengobatan, dan perawatan diri

Domain 5 : preception/cognition

Kode 1980
NOC NIC
A. Kowlwdge : disease process 1. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
B. Kowledge : health Behavior dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
Setelah dilakukan tindakan cara yang tepat.
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Gambarkan tanda dan gejala yang
menunjukkan pengetahuan tentang biasa muncul pada penyakit, dengan
proses penyakit dengan kriteria hasil: cara yang tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan proses penyakit, dengan
menyatakan pemahaman cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, 4. Identifikasi kemungkinan penyebab,
prognosis dan program dengan cara yang tepat
pengobatan 5. Sediakan informasi pada pasien
2. Pasien dan keluarga mampu tentang kondisi, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang tepat
dijelaskan secara benar 6. Sediakan bagi keluarga informasi
3. Pasien dan keluarga mampu tentang kemajuan pasien dengan cara
menjelaskan kembali apa yang yang tepat
dijelaskan perawat/tim 7. Diskusikan pilihan terapi atau
kesehatan lainnya penanganan
8. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan

15
9. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Diagnosa 5 : disturbed personal identity r.t perubahan citra tubuh b.d tingkat
percaya diri yang rendah
Domain 6 : self-perception
Class 1 self concept
00121
NOC NIC
a. identity Self-Awareness Enhancement
b. self awareness 1. Encourage patient to recognize and
Setelah dilakukan tindakan discuss thoughts and feelings
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Assist patient to realize that everyone
menunjukkan identitasnya is unique
dengan kriteria hasil: 3. Assist patient to identify usual feelings
about self
1. Verbalizes affirmations of 4. Share observation or thoughts about
personal identity patient’s behavior or response
2. Exhibits congruent verbal and 5. Facilitate patient’s identification of
non-verbal behavior about self usual response patterns to various
3. Differentiates self from situations
environment 6. Assist patient to be aware of negative
4. Differentiates self from other self-statements
human beings 7. Assist patient to identify guilty
5. Perceives environment feelings
accurately 8. Help patient identify situations that
6. Performs social roles precipitate anxiety
7. Differentiates self from 9. Explore with patient the need to
environment control
8. Differentiates self from others 10. Assist patient to identify positive
9. Recognizes personal physical attributes of self
limitations 11. Assist patient/family to identify
10. Maintains awareness of reasons for improvement
feelings 12. Assist patient to identify abilities,
learning styles
13. Assist patient to reexamine negative
perceptions of self
14. Assist patient to identify source of
motivation

16
BAB 3
DIABETES INSIPIDUS

3.1. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin


Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirim hasil
sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat
kimia yang disebut hormon. Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah
dari suatu kelenjar atau organ yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel.
Adapun fungsi kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang yang
diperlukan oleh jaringan tubuh tertentu.
2. Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh
3. Merangsang aktivitas kelenjar tubuh
4. Merangsang pertumbuhan jaringan
5. Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada
usus halus
6. Memengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin,
mineral, dan air.
Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama dibawah nama
organ endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui satu
saluran, tetapi langsung masuk ke dalam darah yang beredar didalam jaringan kelenjar.
Kata ‘’endokrin’’ berasal dari bahasa yunani yang berarti ‘’ sekresi ke dalam’’, zat aktif
utama dari sekresi interna disebut hormon, dari kata yunani yang berarti merangsang.
Beberapa organ endokrin yang menghasilkan suatu hormon tunggal, sedangkan yang
lain menghasilkan dua atau beberapa jenis hormon, misalnya klenjar hipofisis
menghasilkan beberapa jenis hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ lain:
karna itulah kelenjar hipofisis dilukiskan sebagai ‘’kelenjar pimpinan tubuh’’.
Beberapa organ endokrin:
1. Kelenjar hipofisis, lobus anterior dan posterior
2. Kelenjar tiroid dan paratiroid
3. Kelenjar suprarenal ,korteks dan medula.
4. Kelenjar timus dan barangkali juga badan pineal.
Pembentukan sekresi interna adalah suatu fungsi penting, juga pada organ dan
kelenjar lain, seperti insulin dari kepulauan Langerhans di dalam pankreas, gastrin
didalam lambung, ustrogen dan progresteron di dalam ovarium, dan testoteron di dalam
testis.

17
Pengetahuan tentang fungsi kelenjar-kelenjar didapati dengan mempelajari efek
dari penyakit yang ada didalamnya dan hal ini biasanya dapat diterangkan sebagai
akibat produksi terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon yang diperlukan.9

A. Hipotalamus
Hipotalamus terletak tepat dibawah talamus dean dibatasi oleh sulkus
hipotalamus. Hipotalamus berlokasi didasar diensepalon dan sebagian
dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus meluas kebawah sebagai kelenjar
hipofiseyng teletak didalam sela tusika os sfenoid.
Fungsi utamanya , antara lain:
1. Pusat integrasi susunan saraf otonom
2. Regulasi temperature
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Integrasi siklus bangun tidur
5. Mengontrol intake makanan
6. Respon tingkah laku terhadap emosi
7. Pengaturan/ pengontrolan endokrin
8. Respon seksual
B. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak didasar tengkorak, didalam fosa hipofisis
tulang sfenoid. Kelenjar itu terdiri atas dua lobus, yaitu anterior dan posterior
, dan bagian diantara kedua lobus adalah pars intermedia. Untuk
memudahkan mempelajari fungsinya maka dipandang dua bagian, yaitu
lobus anterior dan posterior.
1. Lobus anterior
Kelenjar hipofisis menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi sekresi dari semua organ endokrin
lain.
a. Hormon pertumbuhan (hormon somatotropik)
mengendalikan pertumbuhan tubuh.
b. Hormon tirotropik mengendalikan kegiatan kelenjar
tiroid dalam menghasilkan tiroksin.
c. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) mengendalikan
kegiatan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan
kortisol yang berasal dari korteks kelenjar suprarenal ini.
d. Hormon gonadotropik

9
Hotma Rumahorbo, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin, EGC,
Jakarta,1999, Hal 1-6

18
e. Hormon perangsang polikel, (follicle –stimulating
hormon-FSH) merangsang perkembangan folikel graaff
didalam ovarium dan pembentukan spermatozoa
didalam testis.
f. Luteinising hormon (LH) atau interstitial-cell-
stimulating-hormon (ICSH) mengendalikan sekresi
estrogen dan progresteron didalam ovarium dan
testosteron didalam testis.
g. Hormon ke tiga dari hormon gonagotropik ini adalah
leteotropin atau rolaktin, mengendalikan sekresi air susu
dan mempertahankan adanya korpus luteum selama
hamil.
2. Lobus posterior
Kelenjar hipofisis mengeluarkan sekret dua jenis hormon :
hormon antidiuretik (ADH) mengatur jumlah air yang melalui
ginjal,sedangkan hormon oksitosik merangsang kontraksi uterus
sewaktu melahirkan bayi dan mengeluarkan asi sewaktu menyusui.
C. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus Yang teletak disebelah kanan
dan kiri trakea, dan ikat bersanma oleh secarik jaringan tiroid yang disebut
ismus tiroid dan melintasi trakea disebelah depannya.
Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi
epitelium silinder, mendapat persediaan darah berlimpah, dan yang disatukan
jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan sekret cairan yang bersifat lekat yaitu
koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa yodium; zat aktif yang utama
dari senyawa yodium ini ialah hormon tiroxin. Sekret ini mengisi vesikel dan
dari sini berjalan ke aliran darah baik langsung maupun melalui saluran
limpe.
Fungsi :
Sekresi tiroid diatur sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipopisis
yaitu hormon tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan
kegiatan metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan,
bekerja sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen,
dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbondioksida.
Hiposekresi (hipotiroidisma). Bila kelenjar tiroid kuramh mengeluarkan
sekret pada waktu bayi maka mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal
sebagai kreatinisme, berupa hambatan pertumbuhan mental dan fisik. Pada
orang dewasa, kekurangan sekresi mengakibatkan mixsudema; proses
metabolik mundur dan dapat kecenderungan untuk bertambah berat,

19
gerakannya lamban,cara berpikir dan berbicara lamban, kulit menjadi tebal
dan kering, serta rambut rontok dan menjdi jarang. Suhu badan dibawah
normal dan denyut nadi perlahan.
Hipersekresi. Pada pembesaran kelenjar dan penambahan sekresi yang
disebut hipertiroidisma, semua simtomnya kabilikan dari mixsudema.
Kecepatan metabolisme naik dan suhu tubuh dapat lebih tinggi dari normal.
Pasien turun beratnya, gelisah dan mudah marah, kecepatan denyut nadi naik,
kardiac output bertambah dan simtom kardio vaskuler mencangkup vibrilasi
atrium dan kegagalan jantung.
Pada keadaan yang dikenal sebagai penyakit Grave atau gondok
eksoftalmus, tampak mata menonjol ke luar. Efek ini disebabkan terlampau
aktifnya hormon tiroid. Adakalanya tidak hilang dengan pengobatan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon-hormon sebagai berikut :
a. Tri-iodo-tironin(T3) dan Tiroksin (T4), berguna untuk
merangsang metabolisme zat, katabolisme protein, dan lemak.
Juga meningkatkan produksi panas merangsang sekresi hormon
pertumbuhan, dan mempengaruhi perkembangan sel-sel saraf dan
mental pada balita dan janin. Kedua hormon ini biasa disebut
dangan satu nama,yaitu hormon tiroid.
b. Kalsitonin : menurunkan kadar kalsium plasma, denagn
meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang.
D. Kelenjar Paratiroid
Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat 2 kelenjar kecil yaitu kelenjar
paratiroid, didalam leher. Sekresi paratiroid yaitu hormon paratiroid,
mengatur metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur
didalam darah dan tulang.
Fungsi kelenjar paratiroid :
1. Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma
2. Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal
3. Mempercepat absorbsi kalsium di intestine
4. Kalsium berkurang, hormon para tiroid menstimulasi reabsorpsi
tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
5. Menstimulasi dan mentransport kalsium dan fosfat melalui
membrane sel
6. Kelenjar ini menghasilkan hormon yang sring disebut
parathormon, yang berfungsi meningkatkan resorpsi tulang,
meningkatkan reorpsi kalsium, dan menurunkan kadar kalsium
darah.

20
Hipoparatiroidisma, yaitu kekurangan kalsium dalam isi darah atau
hipoklasemia, mengakibatkan keadaan yang disebut tetani, dengan gejala
khas kejang dan konvulsi, khususnya pada tangan dan kaki yang disebut
karpopedal spasmus; simtom-simtom ini dapat cepat diringankan dengan
pemberiaan kalsium.
Hiperparatiroidisma atau over-aktivitas kelenjar, biasanya ada sangkut
pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distribusi
kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali dari tulang dan dimasukan
kembali kedalam serum darah, dengan akibat terjadinya penyakit tulang
dengan tanda-tanda khas beberapa bagian keropos, yang dikenal sebagai
osteitis vibrosa sistik, karena terbentuk kista pada tulang. Kalsiumnya
diendapkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegagalan
ginjal.
E. Kelenjar Timus
Kelenjar timus terletak didalam thorak, kira-kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas dua lobus. Pada
bayi yang baru lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10gr atau lebih
sedikit. Ukurannya bertambah, pada masa remaja beratnya dari 30 sampai
40gr, dan kemudian mengerut lagi. Fungsinya belum diketahui, tetapi
diperkirakan ada hubungannya dengan produksi antibodi.
F. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak diatas kutub sebelah
atas setiap ginjalnya. Krlrnjar adrenal terdiri atas bagian luar yang berwarna
kekuning- kuningan yang disebut korteks dan yang menghasilkan kortisol
(hidrokortisol), dengan rumus yang mendekati kortisol, dan atas bagian
medula disebelah dalam yang menghasilkan adrenalin (epifirin) dan
noradrenalin (nerepifirin).
Zat-zat tadi disekresikan dibawah pengendalian sistem
persyarafansimpatis. Swkresinya bertambah,dalam keadaan emosi,seperti
marah dan takut, serta dalam keadaaan asfiksia dan kelaparan. Pengeluaran
yang bertambah itu menaikan tekanan darah guna melewan syok yang
disebabkan kegentingan ini.
Noradrenalin menaikan tekanan darah dengan jalan merangsang serabut
otot didalam dinding pembulu darah untuk berkontraksi. Adrenalin
membantu metabolisme kharbohidrat dengan jalan menambah pengeluaran
glukosa dari hati.
Beberapa hormon terpenting yang disekresikan korteks adrenal adalah
hidrokrtison,aldosteron, dan koltikosteron, yang semuanya bertalian erat

21
dengan metabolisme pertumbuhan , fungsi ginjal dan tonus otot. Semua
fungsi ini menentulkan fungsi hidup.
Pada insufisiansi adrenal ( penyakit addison) , pasien menjadi kurus dan
tampak sakit dan makin lemah , terutama karena tidakn adanya hormon ini,
sedangkan ginjal gagal menyimpan natrium, karena mengeluarkan natrium
dalam jumlah terlampau besar. Penyakit ini diobati dengan kortison.
G. Kelenjar pinealis
Berbentuk kecil merah seperti buah cemara dan terletak dekat korpus
kolosum. Fungsinya belum terang. Kelenjar lai yang menghasilkan sekresi
interna penting adalah pankreas dan kelenjar kelamin.
H. Kelenjar Pankreas
Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I
dan II. Sebagai kelenjar eksokrin akan menghasilkan enzim-enzim
pencernaan ke dalam lumen duodenum. Sedangkan Sebagai endokrin terdiri
dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon. Pulau langerhans
berbntuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans
sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat
sekresi insulin, glikogen dan polipeptida. Pada manusia, mengandung 4
macam sel, yaitu :
1. sel A (atau α) : menghasilkan glucagon
2. sel B (atau β) : menghasilkan insulin
3. sel D (atau γ) : menghasilkan somatostatin
4. sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pankreas
Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan
dan menyimpan karbohidrat. Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa
darah dengan jalan glikolisis. Sedangkan somatostatin berguna menurunkan
glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon.
I. Kelenjar Kelamin
Dibagi menjadi 2, yaitu kelamin pria ( testis ) dan kelamin wanita (
ovarium ). Testis terletak di skrotum dan menghasilkan hormon testosteron.
Hormon ini berfungsi dalam mengatur perkembangan ciri seks sekunder, dan
merangsang pertumbuhan organ kelamin pria.
Sedangkan ovarium terdapat pada samping kiri dan kanan uterus, yang
menghasilkan esterogen dan progesteron. Fungsi estrogen adalah
pematangan dan fungsi siklus haid yang normal. Sedangkan fungsi hormon
progesteron adalah pemliharaan kehamilan.

22
3.2. Definisi Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini
diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus
yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis
kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009).
Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output
urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi
kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis
(buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol").

3.3. Etiologi Diabetes Insipidus


a. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan.
b. Kegagalan pelepasan Hormon ADH
c. Infeksi (Meningitis, ensefalitis)
d. Tumor
e. Obat-obatan

3.4. Klasifikasi Diabetes Insipidus


1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik,
paraventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat
pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari
produksi hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari
posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer.
Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary, trauma,
proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau
paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder.
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga
ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.
Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan
hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu :
a. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic
disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
b. Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.

23
c. Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid,
glikurid, propoksifen.
d. Penyakit sickle cell.
e. Gangguan diet 10

3.5. Patofisiologi Diabetes Insipidus


Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus
supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya
yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat
pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis
posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan
neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi
vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic.
Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler
akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan
permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme
yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya,
konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum
biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296
mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada
duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan
poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang
osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin.
Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan
merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak
(polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus
sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus
nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal
terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone
antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa
disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis

10
Ibid, Halaman 36 - 38

24
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan
aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke
dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi
normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya
antibody terhadap ADH.11

3.6. Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus


1. Poliuria : urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai lebih dari 20L.
Urine sangat encer dengan berat jenis 1,005.
2. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
4. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan:
a. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi,
koma dan hipertermia).
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor
kulit buruk12

3.7. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus


Jika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes Insipidus, maka harus dilakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis
Diabetes Insipidus yang dialami karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes
insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain
:
1. Hickey Hare atau Carter-Robbins
Hickey-Hare tes adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi.
Cairan NaCl hipertonis diberikan IV dan akan menunjukkan bagaimana
respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH.
a. Infus dengan dexrose dan air sampai terjadi diuresis 5 ml/menit
(biasanya 8-10 ml/menit).
b. Infuse di ganti dengan NaCl 2,5% dengan jumlah 0,25
ml/menit/kg BB di pertahankan selama 45 menit.

11
Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999, halaman 17

12
Suzanne C Smeltzer, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol.,
EGC, Jakarta, halaman 107

25
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara
mencolok
Perhatian : pemeriksaaan ini cukup berbahaya
2. Water Deprivation Test
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk
diabetes insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani
pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat.
Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat
praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan
berat badan diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan
darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat
badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon
antidiuretik.
Dilanjutkan dengan pemeriksaan :
3. Uji Nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sample urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun
bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.
Kemudian uji coba dianjutkan dengan :
4. Uji Vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis
berikutnya atau satu jam kemudian.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin biasanya
didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005
dengan urin yang encer. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume,
berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya,
dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus
Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus
Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan diabetes insipidus adalah
:

26
a. Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah
pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke
ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar
apabila poliuria itu terjadi.
b. Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau
bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada
periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria
ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada
riwayat oligouria (sedikit kencing).
c. Ketiga, apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria
tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada
umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air
murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya
zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar
glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa
poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu
Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap
hormon antidiuretik:
a. pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
b. tekanan darah naik
c. denyut jantung kembali normal

3.8. Penatalaksaan Medis Diabetes Insipidus


Tujuan terapi adalah :
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik
jangka panjang)
3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang
mendasari.
Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi (DDAVP), yaitu suatu preparat
sintetik vasopresin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat
yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk
mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan
larutan obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua
hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes

27
insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat dan
diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini mungkin
terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika kita akan
menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien
untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin
tannat dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus dihangatkan
dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan. Penyuntikkan dilakukan
pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen
merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi penyuntikkan harus dilakukan
untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata
memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit
mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida
juga digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan
kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang
kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan
ginjal, tetapi terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang
ringan dan penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan
untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik
adalah diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang
rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit
pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan
reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang
diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular
sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain
untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi
nonsteroid.obat ini mencegah produksi prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah
kemampauan ginjal untuk mengonsentrasi urin.
Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda
gangguan SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan
dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air yang
hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema.13

13
Suzanne C Smeltzer, op.cit, halaman 108

28
3.9. Asuhan Keperawatan Umum Diabetes Insipidus
1. Pengkajian
1) Identitas
Penyakit diabetes insipidus lebih sering terjadi pada laki-laki
ketimbang perempuan. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia.
2) Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang
berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.
3) Riwayat penyakit saat ini
Gangguan dari fisiologi vasopressin menyebabkan pengumpulan
air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya,
yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang
pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan
menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih
tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga
apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu
akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi
orang tersebut minum banyak (polidipsia).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis,
aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami
kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone
antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik
kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat
pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.
5) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu
riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.

6) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a) Keadaan Psikologis : Perubahan kepribadian
dan perilaku klien, perubahan mental
b) Keadaan Sosial : Kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur
pembedahan, adanya perubahan peran

29
c) Keadaan Spiritual : Penolakan, merasa
bersalah/berdosa, lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan
7) Pemeriksaan Fisik (Biologi)
1) B1 (Pernafasan)
RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada
batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas
normal.
2) B2 (Cardiovaskuler)
Tekanan darah rendah ( N=120/70 mmHg), takikardi
(N=60-100 x/menit), suhu badan normal (36,5 oC), suara
jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk,
intake < 2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr,
klien tampak gelisah.
3) B3 (Persyarafan)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris,
GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang
baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik,
penghidu baik.
4) B4 (Perkemihan)
Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak ada
perubahan pola eliminasi, pasien mengeluh haus, konstipasi.
5) B5 (Pencernaan l)
Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2
x/hr pagi dan sore. Tidak terjadi konstipasi
6) B6 (Muskuloskeletal)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin
dan lembab, tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah
8) Pemeriksaan Diagnostik
1) Gula darah acak didapatkan 160 mg/dl (gula darah acak
normal 120-140 m/dl)
2) Water Deprivation Test guna untuk menurunkan
frekuensi yang berlebih.
3) Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal= 300-450
mosmol/L).
4) Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal<290
mosmol/L).
5) Urea N: <3 mg/dl. (normal= 3 - 7,5 mmol/L)
6) Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal<70 IU/L)

30
7) Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal 0,1 - 0,3 mg/dl)
8) Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal 0,3 – 1 mg/dl)
9) SGOT: 38 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)
10) SGPT: 18 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)

31
2. WOC

Tumor Granuloma Pasca Fraktur Obat – obatan Gangguan asupan diet Penyakit
hipofise Dasar jangka panjang ginjal kronik
ktomi Tengkorak
infeksi Defisiensi protein
Gangguan liver
Mengh Gangguan Fungsi
ambat Hipofungsi Trauma Kepala Ginjal
kerja kelenjar Metabolisme tubuh
saraf pituitary Rusaknya SSP terganggu Gangguan keseimbangan
Elektrolit

Diabetes Insipidus Diabetes Insipidus


Neurogenik Nephrogenik

Kerusakan Nukleus akson traktus Kegagalan


Supraoptik supraoptikohipofisis pembentukan gradient
paraventrikuer dan posterior rusak osmotic dalam medulla
filiformishipotalamus radialis
Kegagalan Gangguan Kegagalan
mensintesis ADH pengangkutan ADH sekresi ADH

Produksi ADH ADH yang tersimpan Urin hipotonis melewati


menurun tidak dapat terangkut tubulus distal
ke sirkulasi
Na lebih banyak
Sintesis ADH tidak ADH dalam
dikeluarkan
memenuhi kebutuhan sirkulasi

Urin masuk ke
Penurunan Collecting duct
osmolaritas urine Minimnya informasi
tentang proses penyakit, Osmolalitas urin
pengobatan, dan
Poliuria perawatan diri
Merangsang Haus (polidipsi)

Klien tidak menjalankan


MK: Perubahan instruksi secara akurat Ekskresi meningkat
eliminasi urine
Keseimbangan cairan terganggu

MK: Kurang Asupan cairan tidak adekuat


Pengetahuan
MK: Kurangnya
volume cairan dalam
tubuh

32
3. Analisis Data

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan

1. DS: klien mengatakan haus, badan Diabetes Insipidus Kurangnya


terasa lesu. volume cairan
tubuh
Hiperosmolaritas
DO: intake = < 2500 cc/hr, output serum
= 3000 cc/hr, IWL = 500
cc/hr, turgor kulit buruk.
Merangsang haus

Pergantian air
tidak adekuat

2. DS: klien mengatakan sering penurunan sekresi Perubahan


kencing terlebih pada malam hari. ADH eliminasi urin

DO: Poliuria sangat encer


(3000cc/hr+IWL500cc/hr), dengan
berat jenis 1.010, osmolalitas urin diabetes insipidus
50-150 mosmol/L.

penurunan
osmolaritas urine

poliuria

3. DS: klien mengatakan tidak tahu Riwayat Diabetes Kurang


tentang pengobatan dan perawatan Pengetahuan
penyakitnya Insipidus keluarga

DO: klien tidak mengikuti instruksi Klien tidak


secara akurat menjalankan

33
intruksi secara
akurat

Minimnya
informasi tentang
pengobatan dan
perawatan DI

4. Diagnosa Keperawatan
1) Kurangnya volume cairan dalam tubuh b.d. ekskresi
yang meningkat dan intake cairan yang tidak
adekuat.
2) Perubahan eliminasi urine b.d. penurunan produksi
ADH.
3) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan, dan
perawatan diri.
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Defisit volume cairan dalam tubuh b.d. ekskresi yang
meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.

NOC NIC

a. Fluid balance 1. Berikan penggantian


b. Hydration nasogatrik sesuai output (50 –
c. Nutritional Status : Food and 100cc/jam)
Fluid Intake 2. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda
Setelah dilakukan tindakan cairan berlebih muncul
memburuk
keperawatan selama 2 x 24 jam. Defisit 3. Atur kemungkinan tranfusi
4. Persiapan untuk tranfusi
volume cairan teratasi dengan kriteria 5. Pasang kateter jika perlu
6. Monitor intake dan urin output
hasil:
setiap 8 jam
1. Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal,
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal

34
3. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan
tempat baik
5. Jumlah dan irama pernapasan
dalam batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan intravena
adekuat

Diagnosa 2 :Perubahan eliminasi urine b.d. penurunan produksi ADH.

NOC NIC
a. Urinary elimination Urinary Retention Care
b. Urinary Contiunence
Setelah dilakukan tindakan 1. Instruksikan pada pasien dan
keluarga untuk mencatat
keperawatan selama 2x24 jam. Retensi output urine
urin 2. Sediakan privacy untuk
eliminasi
pasien teratasi dengan kriteria hasil: 3. Stimulasi reflek bladder
dengan kompres dingin pada
1. Kandung kemih kosong abdomen.
secarapenuh 4. Kateterisaai jika perlu
2. Tidak ada residu urine 5. Monitor tanda dan gejala ISK
>100200 cc (panas, hematuria, perubahan
3. Intake cairan dalam rentang bau dan konsistensi urine)
normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak ada spasme bladde
6. Balance cairan seimbang

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi mengenai proses


penyakit, pengobatan, dan perawatan diri
NOC NIC

35
A. Kowlwdge : disease process 1. Jelaskan patofisiologi dari
B. Kowledge : health Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
Setelah dilakukan tindakan tepat.
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Gambarkan tanda dan gejala
menunjukkan pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang
tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan proses penyakit,
menyatakan pemahaman dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, 4. Identifikasi kemungkinan
prognosis dan program penyebab, dengan cara yang
pengobatan tepat
2. Pasien dan keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada pasien
melaksanakan prosedur yang tentang kondisi, dengan cara
dijelaskan secara benar yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 6. Sediakan bagi keluarga
menjelaskan kembali apa yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan perawat/tim pasien dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 7. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
8. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
9. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

36
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Hypopituitarism adalah kekurangan salah satu atau lebih dari hormon yang
diproduksi oleh lobus anterior pituitari. Ketika kedua lobus anterior dan posterior
gagal untuk mensekresi hormon kondisi ini di sebut panhypopituarism. Sedangkan
definisi diabetes insipidus Diabetes adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan,
penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui
merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009).
Etiologi dari Hipoituitari adalah Invasi, Infark, Infiltrasi, Injuri, imunologi,
Iatrogenik, Infeksi, Idiophatic, Terisolasi. Etiologi dari diabetes insipidus adalah
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan, Kegagalan pelepasan
Hormon ADH, Infeksi (Meningitis, ensefalitis), Tumor, Obat-obatan.
Beberapa manifestasi klinis dari hipopituitari adalah bertubuh pendek,
gangguan seksual dan reproduksi, hypothyroidism, Adrenocortical sekunder,
kekurangan prolactin. Manifestasi klinis dari diabetes insipidus poliuria, polidipsia
karena rasa haus yang berlebihan, tidur terganggu karena poliuria dan nokturia,
penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan hiperosmolalitas dan
gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma dan hipertermia), hipovolemia,
hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk klien dengan hipopituitari adalah
defisiensi kortisol serum, tiroksin, testosteron, estrogen, dan hormon pertumbuhan,
CT scan otak, sinar – x , pemeriksaan oftalmologik, pemeriksaan endokrin.
Sedangkan pemeriksaan untuk klien dengan diabetes insipidus adalah hickey hare
atau carter-robbins, water deprivation test, uji nikotin, uji vasopressin dan
pemeriksaan laboratorium.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anis. 2013. Askep Hipopituitari. Diakses dalam http://anis-m-


fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-78191-Keperawatan%20Endokrin-
Askep%20Hipopituitari.html [17 Maret 2016 pukul 20.00 WIB]
Barodo, Mary. 2005. Klien Dengan Gangguan Endokrin Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Black, Joyce M. 2009. Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes. Saunders Elsevier, St. Louis, Missouri USA
Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M, Howard K. Butcher, dan Joanne McCloskey Dochterman.2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby
C. Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC
Donna, D., Ignatavicius, M. Linda Workman. 2010. Medical Surgical Nursing:
Patient Centered Collaborative Care. USA: Saunders Elsevier
Herdman, T. H. and Kamitsuru, S (Eds). 2014. NANDA International Nursing
Diagnosis: Defitions & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi Untuk Keperawatan.Jakarta: EG. hal. 17
Kowalak, Jennifer Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Made. 2014. Hipopituitari. Diakses dalam http://made-m-p-
fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92525-Keperawatan%20Endokrin-
Hipopituitari.html [18 Maret 2016 pukul 14.00 WIB]
Marzocchi, N., Cainazzo,M.M.,Catellani, D., Pini, L.A.. 2005. A Case of GH-
Producing Pituitary Adenoma Associated with a Unilateral Headache with
Autonomis Signs. Journal Headache Pain (2005) 6:152–155. University of
Modena and Reggio Emilia
Moorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas, dan Elizabeth Swanson.
Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes
Fifth edition. Elsevier
Pearce. Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta : EGC
Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sjamsuhidayat, de, Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Vol.2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th edition [CDROM]. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins
Sudoyo, A.W., et al.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-4. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI

38
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisioligi untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta:
EGC
Wilkinson, Judith M..2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7 dengan
Intervensi NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Wissmann, Jeanne (Ed.) 2007. Registered Nurse Adult Medical-Surgical Review
Module Edition 7.1. USA : Assesment Technologies Institute
Wolters Kluwer Health .2006. Hand Book Medical-Surgical Nursing Fourth
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Wolters Kluwer Health. 2009. Professional Guide to Diseases Ninth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

39

Vous aimerez peut-être aussi