Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dosen Fasilitator:
Dr. Kusnanto, S.Kp.,M.Kes
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading
yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca
guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
6. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien hipopituitari dan diabetes insipidus?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai perawat dalam
pencegahan dan penanganan masalah system endokrin terutama pada pasien
dengan hipopituitari dan diabetes insipidus
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi system endokrin.
b. Mengetahui dan memahami definisi hipopituitari dan diabetes insipidus.
c. Mengetahui dan memahami etiologi dari hipopituitari dan diabetes
insipidus.
d. Menjelaskan secara singkat tentang patofisiologi dan WOC dari
hipopituitari dan diabetes insipidus.
e. Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis dari hipopituitari dan
diabetes insipidus.
f. Memahami dan mampu mempraktikkan asuhan keperawatan yang tepat
untuk pasien hipopituitari dan diabetes insipidus.
1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan serta keterampilan mahasiswa dalam pengerjaan
makalah dan presentasi di depan kelas. Menambah kecakapan dan rasa percaya diri
mahasiswa serta lebih memahami masalah system endokrin terutama masalah
hipopituitari dan diabetes insipidus serta memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah hipopituitari dan diabetes insipidus.
2
BAB 2
HIPOPITUITARI
1
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, Medical Surgical Nursing: Patient Centered
Collaborative Care, Saunders Elsevier, USA, 2010
2
Joyce M Black, Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes,
Saunders Elsevier, USA, 2009
3
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Hipopituitari
Sembilan penyebab penting dari hipopituitarisme:
a. Invasi: tumor hipofisis, tumor sistem saraf pusat, karotis aneurisma.
b. Infark: nekrosis postpartum (sindrom Sheehan), pituitary apoplexy
c. Infiltrasi: sarkoidosis, hemochromatosis
d. Injuri : trauma kepala, kekerasan anak
e. imunologi: hypophysitis limfositik
f. Iatrogenik: operasi, terapi radiasi
g. Infeksi: mikosis, tuberkulosis, sifilis
h. Idiophatic : keluarga
i. Terisolasi: defisiensi hormon hipofisis anterior, seperti hormon
pertumbuhan, LH, FSH, thyroid stimulating hormone (TSH),
hormon hipofisis ACTH-lipotropic (ACTH-LPH), atau prolaktin.3
3
Ibid
4
Defisiensi GH mungkin akibat dari penurunan produksi GH, kegagalan hati
untuk memproduksi somatomedins, atau kegagalan pada sel atau jaringan untuk
menanggapi somatomedins. Defisiensi pada anak-anak menyebabkan perawakan
pendek dan manifestasi lain dari retardasi pertumbuhan. Kekurangan pada orang
dewasa tidak mempengaruhi tinggi tetapi dapat meningkatkan kerusakan tulang,
yang menyebabkan tulang lebih tipis, tulang lebih rapuh (osteoporosis) dan
peningkatan risiko patah tulang.
Penyebab hipopituitarisme bervariasi. Tumor hipofisis jinak atau ganas dapat
memampatkan dan menghancurkan jaringan hipofisis. Fungsi hipofisis dapat
terganggu oleh gizi buruk atau cepat hilangnya lemak tubuh, seperti pada orang
dengan Anorexia nervosa (gangguan di mana orang melihat diri mereka sebagai
kelebihan berat badan dan makan begitu sedikit bahwa hasil kelaparan). Shock atau
hipotensi berat mengurangi aliran darah ke kelenjar pituitari, yang menyebabkan
hipoksia dan infark. Penyebab lain hypopituitarism termasuk trauma kepala, tumor
otak atau infeksi, radiasi atau operasi kepala dan otak, dan sindrom defisiensi imun
(AIDS) (Melmed & Kleinberg, 2008). Hipopituitarisme idiopatik merupakan
kekurangan hormon terisolasi dengan penyebab yang tidak diketahui.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum dari infark hipofisis,
yang menghasilkan sekresi hormon menurun. masalah klinis ini dikenal sebagai
Sindrom Sheehan. Kelenjar pituitari biasanya membesar selama kehamilan, dan
ketika hasil hipotensi dari perdarahan, iskemia dan nekrosis kelenjar terjadi.
Biasanya kondisi ini berkembang segera setelah melahirkan, meskipun beberapa
kasus telah terjadi beberapa tahun kemudian.4
4
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, op.cit
5
e. Kekurangan prolactin
Kekurangan ini ditunjukkan dengan tidak adanya laktasi pada
wanita postpartum.5
2.7. Penatalaksanaan
1. Managemen Medis
Pengobatan untuk hipopituitarisme melibatkan:
a. Penghapusan jika mungkin, disebabkan faktor penyebab (ex: tumor)
b. penggantian permanen dari hormon yang dikeluarkan oleh organ
sasaran.
2. Management Farmakologis
Suntikan HGH berhasil mengobati defisiensi GH. Sebelumnya,
HGH langka dan tersedia untuk hanya beberapa klien, tetapi HGH
diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan sekarang tersedia.
Obat yang diresepkan untuk mengganti hormon meliputi:
a. kortikosteroid untuk koreksi dari insufisiensi adrenocortical
sekunder
b. Hormon tiroid untuk pengobatan myxedema
c. Hormon seks untuk memperbaiki hipogonadisme
3. Management Keperawatan
Penilaian klien dengan hypopituitary berkisar penilaian dari berbagai
organ sasaran yang bergantung pada sekresi pituitari.
Intervensi keperawatan juga diarahkan pada masalah dari kekurangan di
organ target6
5
Joyce M Black, op.cit
6
Donna, D., Ignatavicius and M. Linda Workman, op.cit
6
a. Gangguan hipotalamus
b. Penyakit organ target seperti gagal tiroid primer, penyakit adison
atau gagal gonadal primer.
c. Penyebab sindrom cushing lain termasuk adrenal, sindrom ACTH
ektopik
d. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik
e. Sindrom Parkinson
2.9. Prognosis Hipopituitari
Pasien memerlukan pengobatan seumur hidup dan bisa berharap untuk
hidup normal.7
7
DiGuilo Mary, Medical Surgical Nursing: Demystified, McGraw-Hill Companies, USA, 2007
8
Ibid
7
4) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Keadaan Psikologis : Perubahan kepribadian dan perilaku
klien, perubahan mental
b. Keadaan Sosial : Kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran
c. Keadaan Spiritual : Penolakan, merasa bersalah/berdosa,
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
8
2. WOC
Hormon berkurang
HIPOPITUITARISME atau gagal
diproduksi di hati
MK : Keletihan
MK : Gangguan pola
seksualitas Rambut rontok, BB
menurun drastis
MK : Gangguan
Konsep Diri
9
3. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: pasien mengatakan Hipopituitari Resiko Cidera
mudah lupa, sensitive
terhadap dingin dan
penglihatan mulai kabur defisiensi GH, LH, FSH
Resiko Cidera
2. DS: klien mengatakan hipopituitari Gangguan pola
mengalami penurunan sexualitas
nafsu terhadap sex
kelenjar endokrin
terganggu
DO:
GH = 6 µg ml (normal 10
µg ml) defisiensi GH/LH/FSH
TSH = 0,1 mU/L (normal
0,3-4,0 mU/L)
FSH = 1,0 mIU/ml terganggunya fungsi
(normal = 1,5-12,4 ovarium pada wanita
mIU/ml) atau testis pada pria
10
3. DS: pasien mengeluh Hipopituitari Keletihan
mudah lelah, lemas, pucat,
berat badan dirasakan
turun drastis dan defisiensi GH, LH, FSH
pengurangan masa otot,
penurunan libido,
penurunan konsentrasi, gangguan reseptor sel
tubuh
4. DO : - Hipopituitarisme Kurang
pengetahuan
DS : klien mengatakan
klien tidak mengetahui apa
Minimnya informasi
yang terjadi pada
tentang pengobatan dan
tubuhnya
perawatan
Kurangnya pengetahuan
11
5. DO : Bertumbuh pendek, Penyebab sekunder Gangguan konsep
rmbut rontok diri
DS : klien mengatakan
Gangguan produksi
bahwa klien merasa
hormon pertumbuhan
minder karena tumbuhnya
pendek dan rambutnya
juga rontok
Melalui Somatomedin
( IG I & IG II )
Hipopituitarisme
Pertumbuhan terganggu
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi visual
b. Gangguan pola seksual berhubungan dengan defisiensi hormonal
c. Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot
12
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan, dan perawatan diri
e. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan
penampilan
5. Intervensi Keperawatan
13
b. Knowledge : Sexual function 1. Menggunakan terapi hormon
Setelah diberikan tindakan selama 2x24
pengganti
jam pasien dapat mengatasi keluhan
tentang seksualnya dengan kriteria hasil 2. Monitor efek terapeutik dari terapi
sebagai berikut :
hormon pengganti
1. Menggunakan terapi hormon
untuk mengganti hormon 3. Mengatur dosis medikasi dengan
yang dibutuhkan
tepat
2. Mengekspresikan perasaan
nyaman tentang ekspresi 4. Pertahankan hubungan terapeutik,
seksual
berdasarkan pada percaya dan
3. Beradaptasi dengan teknik
seksual yang dibutuhkan kenyamanan
4. Menggunakan yang tidak
5. Mendukung privasi dan kerahasiaan.
biasa untuk mencapai
orgasm 6. Memberikan informasi bahwa
5. Menerapkan strategi sex
hubungan seksual merupakan bagian
yang aman
6. Mengetahui konsekuesni dari hidup dan penyakit, pengobat,
dari aktivitas seksual
stres dari berbagai masalah seiring
dengan fungsi seksual
7. Tentukan tingkat pengetahuan dan
pengertian pasien tentang seksual
secara umum
8. Monitor stress, kecemasan, dan
depresi akibat gangguan seksual
Diagnosa 3 : Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk
(penurunan masa otot)
00093
NOC NIC
a. Activity Tollerance Energy Management
b. Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan dokter dan tim
c. Nutritional Status: Energy kesehatan lain untuk memenuhi
Setelah dilakukan tindakan kemampuan pasien beraktivitas dan
keperawatan selama 2 x 24 jam istirahat.
kelelahan pasien teratasi dengan 2. Instruksikan pada pasien untuk
kriteria hasil: mencatat tandatanda dan gejala
1. Kemampuan aktivitas adekuat kelelahan
14
2. Mempertahankan nutrisi 3. Ajarkan tehnik dan manajemen
adekuat aktivitas untuk mencegah kelelahan
3. Keseimbangan aktivitas dan 4. Jelaskan pada pasien hubungan
istirahat kelelahan dengan proses penyakit
4. Menggunakan tehnik energi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
konservasi cara meningkatkan intake makanan
5. Mempertahankan interaksi tinggi energi
sosial 6. Dorong pasien dan keluarga
6. Mengidentifikasi faktorfaktor mengekspresikan perasaannya
fisik dan psikologis yang 7. Catat aktivitas yang dapat
menyebabkan kelelahan meningkatkan kelelahan
7. Mempertahankan kemampuan 8. Anjurkan pasien melakukan yang
untuk konsentrasi meningkatkan relaksasi (membaca,
mendengarkan musik)
9. Tingkatkan pembatasan bedrest dan
aktivitas
10. Batasi stimulasi lingkungan untuk
memfasilitasi relaksasi
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi mengenai proses
penyakit, pengobatan, dan perawatan diri
Domain 5 : preception/cognition
Kode 1980
NOC NIC
A. Kowlwdge : disease process 1. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
B. Kowledge : health Behavior dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
Setelah dilakukan tindakan cara yang tepat.
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Gambarkan tanda dan gejala yang
menunjukkan pengetahuan tentang biasa muncul pada penyakit, dengan
proses penyakit dengan kriteria hasil: cara yang tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan proses penyakit, dengan
menyatakan pemahaman cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, 4. Identifikasi kemungkinan penyebab,
prognosis dan program dengan cara yang tepat
pengobatan 5. Sediakan informasi pada pasien
2. Pasien dan keluarga mampu tentang kondisi, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang tepat
dijelaskan secara benar 6. Sediakan bagi keluarga informasi
3. Pasien dan keluarga mampu tentang kemajuan pasien dengan cara
menjelaskan kembali apa yang yang tepat
dijelaskan perawat/tim 7. Diskusikan pilihan terapi atau
kesehatan lainnya penanganan
8. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
15
9. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Diagnosa 5 : disturbed personal identity r.t perubahan citra tubuh b.d tingkat
percaya diri yang rendah
Domain 6 : self-perception
Class 1 self concept
00121
NOC NIC
a. identity Self-Awareness Enhancement
b. self awareness 1. Encourage patient to recognize and
Setelah dilakukan tindakan discuss thoughts and feelings
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Assist patient to realize that everyone
menunjukkan identitasnya is unique
dengan kriteria hasil: 3. Assist patient to identify usual feelings
about self
1. Verbalizes affirmations of 4. Share observation or thoughts about
personal identity patient’s behavior or response
2. Exhibits congruent verbal and 5. Facilitate patient’s identification of
non-verbal behavior about self usual response patterns to various
3. Differentiates self from situations
environment 6. Assist patient to be aware of negative
4. Differentiates self from other self-statements
human beings 7. Assist patient to identify guilty
5. Perceives environment feelings
accurately 8. Help patient identify situations that
6. Performs social roles precipitate anxiety
7. Differentiates self from 9. Explore with patient the need to
environment control
8. Differentiates self from others 10. Assist patient to identify positive
9. Recognizes personal physical attributes of self
limitations 11. Assist patient/family to identify
10. Maintains awareness of reasons for improvement
feelings 12. Assist patient to identify abilities,
learning styles
13. Assist patient to reexamine negative
perceptions of self
14. Assist patient to identify source of
motivation
16
BAB 3
DIABETES INSIPIDUS
17
Pengetahuan tentang fungsi kelenjar-kelenjar didapati dengan mempelajari efek
dari penyakit yang ada didalamnya dan hal ini biasanya dapat diterangkan sebagai
akibat produksi terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon yang diperlukan.9
A. Hipotalamus
Hipotalamus terletak tepat dibawah talamus dean dibatasi oleh sulkus
hipotalamus. Hipotalamus berlokasi didasar diensepalon dan sebagian
dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus meluas kebawah sebagai kelenjar
hipofiseyng teletak didalam sela tusika os sfenoid.
Fungsi utamanya , antara lain:
1. Pusat integrasi susunan saraf otonom
2. Regulasi temperature
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Integrasi siklus bangun tidur
5. Mengontrol intake makanan
6. Respon tingkah laku terhadap emosi
7. Pengaturan/ pengontrolan endokrin
8. Respon seksual
B. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak didasar tengkorak, didalam fosa hipofisis
tulang sfenoid. Kelenjar itu terdiri atas dua lobus, yaitu anterior dan posterior
, dan bagian diantara kedua lobus adalah pars intermedia. Untuk
memudahkan mempelajari fungsinya maka dipandang dua bagian, yaitu
lobus anterior dan posterior.
1. Lobus anterior
Kelenjar hipofisis menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi sekresi dari semua organ endokrin
lain.
a. Hormon pertumbuhan (hormon somatotropik)
mengendalikan pertumbuhan tubuh.
b. Hormon tirotropik mengendalikan kegiatan kelenjar
tiroid dalam menghasilkan tiroksin.
c. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) mengendalikan
kegiatan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan
kortisol yang berasal dari korteks kelenjar suprarenal ini.
d. Hormon gonadotropik
9
Hotma Rumahorbo, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin, EGC,
Jakarta,1999, Hal 1-6
18
e. Hormon perangsang polikel, (follicle –stimulating
hormon-FSH) merangsang perkembangan folikel graaff
didalam ovarium dan pembentukan spermatozoa
didalam testis.
f. Luteinising hormon (LH) atau interstitial-cell-
stimulating-hormon (ICSH) mengendalikan sekresi
estrogen dan progresteron didalam ovarium dan
testosteron didalam testis.
g. Hormon ke tiga dari hormon gonagotropik ini adalah
leteotropin atau rolaktin, mengendalikan sekresi air susu
dan mempertahankan adanya korpus luteum selama
hamil.
2. Lobus posterior
Kelenjar hipofisis mengeluarkan sekret dua jenis hormon :
hormon antidiuretik (ADH) mengatur jumlah air yang melalui
ginjal,sedangkan hormon oksitosik merangsang kontraksi uterus
sewaktu melahirkan bayi dan mengeluarkan asi sewaktu menyusui.
C. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus Yang teletak disebelah kanan
dan kiri trakea, dan ikat bersanma oleh secarik jaringan tiroid yang disebut
ismus tiroid dan melintasi trakea disebelah depannya.
Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi
epitelium silinder, mendapat persediaan darah berlimpah, dan yang disatukan
jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan sekret cairan yang bersifat lekat yaitu
koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa yodium; zat aktif yang utama
dari senyawa yodium ini ialah hormon tiroxin. Sekret ini mengisi vesikel dan
dari sini berjalan ke aliran darah baik langsung maupun melalui saluran
limpe.
Fungsi :
Sekresi tiroid diatur sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipopisis
yaitu hormon tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan
kegiatan metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan,
bekerja sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen,
dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbondioksida.
Hiposekresi (hipotiroidisma). Bila kelenjar tiroid kuramh mengeluarkan
sekret pada waktu bayi maka mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal
sebagai kreatinisme, berupa hambatan pertumbuhan mental dan fisik. Pada
orang dewasa, kekurangan sekresi mengakibatkan mixsudema; proses
metabolik mundur dan dapat kecenderungan untuk bertambah berat,
19
gerakannya lamban,cara berpikir dan berbicara lamban, kulit menjadi tebal
dan kering, serta rambut rontok dan menjdi jarang. Suhu badan dibawah
normal dan denyut nadi perlahan.
Hipersekresi. Pada pembesaran kelenjar dan penambahan sekresi yang
disebut hipertiroidisma, semua simtomnya kabilikan dari mixsudema.
Kecepatan metabolisme naik dan suhu tubuh dapat lebih tinggi dari normal.
Pasien turun beratnya, gelisah dan mudah marah, kecepatan denyut nadi naik,
kardiac output bertambah dan simtom kardio vaskuler mencangkup vibrilasi
atrium dan kegagalan jantung.
Pada keadaan yang dikenal sebagai penyakit Grave atau gondok
eksoftalmus, tampak mata menonjol ke luar. Efek ini disebabkan terlampau
aktifnya hormon tiroid. Adakalanya tidak hilang dengan pengobatan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon-hormon sebagai berikut :
a. Tri-iodo-tironin(T3) dan Tiroksin (T4), berguna untuk
merangsang metabolisme zat, katabolisme protein, dan lemak.
Juga meningkatkan produksi panas merangsang sekresi hormon
pertumbuhan, dan mempengaruhi perkembangan sel-sel saraf dan
mental pada balita dan janin. Kedua hormon ini biasa disebut
dangan satu nama,yaitu hormon tiroid.
b. Kalsitonin : menurunkan kadar kalsium plasma, denagn
meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang.
D. Kelenjar Paratiroid
Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat 2 kelenjar kecil yaitu kelenjar
paratiroid, didalam leher. Sekresi paratiroid yaitu hormon paratiroid,
mengatur metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur
didalam darah dan tulang.
Fungsi kelenjar paratiroid :
1. Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma
2. Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal
3. Mempercepat absorbsi kalsium di intestine
4. Kalsium berkurang, hormon para tiroid menstimulasi reabsorpsi
tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
5. Menstimulasi dan mentransport kalsium dan fosfat melalui
membrane sel
6. Kelenjar ini menghasilkan hormon yang sring disebut
parathormon, yang berfungsi meningkatkan resorpsi tulang,
meningkatkan reorpsi kalsium, dan menurunkan kadar kalsium
darah.
20
Hipoparatiroidisma, yaitu kekurangan kalsium dalam isi darah atau
hipoklasemia, mengakibatkan keadaan yang disebut tetani, dengan gejala
khas kejang dan konvulsi, khususnya pada tangan dan kaki yang disebut
karpopedal spasmus; simtom-simtom ini dapat cepat diringankan dengan
pemberiaan kalsium.
Hiperparatiroidisma atau over-aktivitas kelenjar, biasanya ada sangkut
pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distribusi
kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali dari tulang dan dimasukan
kembali kedalam serum darah, dengan akibat terjadinya penyakit tulang
dengan tanda-tanda khas beberapa bagian keropos, yang dikenal sebagai
osteitis vibrosa sistik, karena terbentuk kista pada tulang. Kalsiumnya
diendapkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegagalan
ginjal.
E. Kelenjar Timus
Kelenjar timus terletak didalam thorak, kira-kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas dua lobus. Pada
bayi yang baru lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10gr atau lebih
sedikit. Ukurannya bertambah, pada masa remaja beratnya dari 30 sampai
40gr, dan kemudian mengerut lagi. Fungsinya belum diketahui, tetapi
diperkirakan ada hubungannya dengan produksi antibodi.
F. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak diatas kutub sebelah
atas setiap ginjalnya. Krlrnjar adrenal terdiri atas bagian luar yang berwarna
kekuning- kuningan yang disebut korteks dan yang menghasilkan kortisol
(hidrokortisol), dengan rumus yang mendekati kortisol, dan atas bagian
medula disebelah dalam yang menghasilkan adrenalin (epifirin) dan
noradrenalin (nerepifirin).
Zat-zat tadi disekresikan dibawah pengendalian sistem
persyarafansimpatis. Swkresinya bertambah,dalam keadaan emosi,seperti
marah dan takut, serta dalam keadaaan asfiksia dan kelaparan. Pengeluaran
yang bertambah itu menaikan tekanan darah guna melewan syok yang
disebabkan kegentingan ini.
Noradrenalin menaikan tekanan darah dengan jalan merangsang serabut
otot didalam dinding pembulu darah untuk berkontraksi. Adrenalin
membantu metabolisme kharbohidrat dengan jalan menambah pengeluaran
glukosa dari hati.
Beberapa hormon terpenting yang disekresikan korteks adrenal adalah
hidrokrtison,aldosteron, dan koltikosteron, yang semuanya bertalian erat
21
dengan metabolisme pertumbuhan , fungsi ginjal dan tonus otot. Semua
fungsi ini menentulkan fungsi hidup.
Pada insufisiansi adrenal ( penyakit addison) , pasien menjadi kurus dan
tampak sakit dan makin lemah , terutama karena tidakn adanya hormon ini,
sedangkan ginjal gagal menyimpan natrium, karena mengeluarkan natrium
dalam jumlah terlampau besar. Penyakit ini diobati dengan kortison.
G. Kelenjar pinealis
Berbentuk kecil merah seperti buah cemara dan terletak dekat korpus
kolosum. Fungsinya belum terang. Kelenjar lai yang menghasilkan sekresi
interna penting adalah pankreas dan kelenjar kelamin.
H. Kelenjar Pankreas
Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I
dan II. Sebagai kelenjar eksokrin akan menghasilkan enzim-enzim
pencernaan ke dalam lumen duodenum. Sedangkan Sebagai endokrin terdiri
dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon. Pulau langerhans
berbntuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans
sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat
sekresi insulin, glikogen dan polipeptida. Pada manusia, mengandung 4
macam sel, yaitu :
1. sel A (atau α) : menghasilkan glucagon
2. sel B (atau β) : menghasilkan insulin
3. sel D (atau γ) : menghasilkan somatostatin
4. sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pankreas
Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan
dan menyimpan karbohidrat. Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa
darah dengan jalan glikolisis. Sedangkan somatostatin berguna menurunkan
glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon.
I. Kelenjar Kelamin
Dibagi menjadi 2, yaitu kelamin pria ( testis ) dan kelamin wanita (
ovarium ). Testis terletak di skrotum dan menghasilkan hormon testosteron.
Hormon ini berfungsi dalam mengatur perkembangan ciri seks sekunder, dan
merangsang pertumbuhan organ kelamin pria.
Sedangkan ovarium terdapat pada samping kiri dan kanan uterus, yang
menghasilkan esterogen dan progesteron. Fungsi estrogen adalah
pematangan dan fungsi siklus haid yang normal. Sedangkan fungsi hormon
progesteron adalah pemliharaan kehamilan.
22
3.2. Definisi Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini
diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus
yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis
kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009).
Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output
urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi
kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis
(buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol").
23
c. Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid,
glikurid, propoksifen.
d. Penyakit sickle cell.
e. Gangguan diet 10
10
Ibid, Halaman 36 - 38
24
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan
aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke
dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi
normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya
antibody terhadap ADH.11
11
Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999, halaman 17
12
Suzanne C Smeltzer, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol.,
EGC, Jakarta, halaman 107
25
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara
mencolok
Perhatian : pemeriksaaan ini cukup berbahaya
2. Water Deprivation Test
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk
diabetes insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani
pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat.
Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat
praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan
berat badan diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan
darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat
badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon
antidiuretik.
Dilanjutkan dengan pemeriksaan :
3. Uji Nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sample urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun
bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.
Kemudian uji coba dianjutkan dengan :
4. Uji Vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis
berikutnya atau satu jam kemudian.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin biasanya
didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005
dengan urin yang encer. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume,
berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya,
dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus
Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus
Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan diabetes insipidus adalah
:
26
a. Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah
pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke
ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar
apabila poliuria itu terjadi.
b. Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau
bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada
periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria
ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada
riwayat oligouria (sedikit kencing).
c. Ketiga, apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria
tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada
umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air
murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya
zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar
glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa
poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu
Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap
hormon antidiuretik:
a. pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
b. tekanan darah naik
c. denyut jantung kembali normal
27
insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat dan
diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini mungkin
terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika kita akan
menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien
untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin
tannat dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus dihangatkan
dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan. Penyuntikkan dilakukan
pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen
merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi penyuntikkan harus dilakukan
untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata
memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit
mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida
juga digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan
kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang
kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan
ginjal, tetapi terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang
ringan dan penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan
untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik
adalah diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang
rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit
pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan
reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang
diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular
sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain
untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi
nonsteroid.obat ini mencegah produksi prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah
kemampauan ginjal untuk mengonsentrasi urin.
Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda
gangguan SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan
dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air yang
hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema.13
13
Suzanne C Smeltzer, op.cit, halaman 108
28
3.9. Asuhan Keperawatan Umum Diabetes Insipidus
1. Pengkajian
1) Identitas
Penyakit diabetes insipidus lebih sering terjadi pada laki-laki
ketimbang perempuan. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia.
2) Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang
berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.
3) Riwayat penyakit saat ini
Gangguan dari fisiologi vasopressin menyebabkan pengumpulan
air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya,
yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang
pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan
menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih
tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga
apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu
akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi
orang tersebut minum banyak (polidipsia).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis,
aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami
kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone
antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik
kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat
pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.
5) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu
riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.
6) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a) Keadaan Psikologis : Perubahan kepribadian
dan perilaku klien, perubahan mental
b) Keadaan Sosial : Kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur
pembedahan, adanya perubahan peran
29
c) Keadaan Spiritual : Penolakan, merasa
bersalah/berdosa, lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan
7) Pemeriksaan Fisik (Biologi)
1) B1 (Pernafasan)
RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada
batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas
normal.
2) B2 (Cardiovaskuler)
Tekanan darah rendah ( N=120/70 mmHg), takikardi
(N=60-100 x/menit), suhu badan normal (36,5 oC), suara
jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk,
intake < 2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr,
klien tampak gelisah.
3) B3 (Persyarafan)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris,
GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang
baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik,
penghidu baik.
4) B4 (Perkemihan)
Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak ada
perubahan pola eliminasi, pasien mengeluh haus, konstipasi.
5) B5 (Pencernaan l)
Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2
x/hr pagi dan sore. Tidak terjadi konstipasi
6) B6 (Muskuloskeletal)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin
dan lembab, tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah
8) Pemeriksaan Diagnostik
1) Gula darah acak didapatkan 160 mg/dl (gula darah acak
normal 120-140 m/dl)
2) Water Deprivation Test guna untuk menurunkan
frekuensi yang berlebih.
3) Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal= 300-450
mosmol/L).
4) Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal<290
mosmol/L).
5) Urea N: <3 mg/dl. (normal= 3 - 7,5 mmol/L)
6) Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal<70 IU/L)
30
7) Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal 0,1 - 0,3 mg/dl)
8) Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal 0,3 – 1 mg/dl)
9) SGOT: 38 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)
10) SGPT: 18 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)
31
2. WOC
Tumor Granuloma Pasca Fraktur Obat – obatan Gangguan asupan diet Penyakit
hipofise Dasar jangka panjang ginjal kronik
ktomi Tengkorak
infeksi Defisiensi protein
Gangguan liver
Mengh Gangguan Fungsi
ambat Hipofungsi Trauma Kepala Ginjal
kerja kelenjar Metabolisme tubuh
saraf pituitary Rusaknya SSP terganggu Gangguan keseimbangan
Elektrolit
Urin masuk ke
Penurunan Collecting duct
osmolaritas urine Minimnya informasi
tentang proses penyakit, Osmolalitas urin
pengobatan, dan
Poliuria perawatan diri
Merangsang Haus (polidipsi)
32
3. Analisis Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
Pergantian air
tidak adekuat
penurunan
osmolaritas urine
poliuria
33
intruksi secara
akurat
Minimnya
informasi tentang
pengobatan dan
perawatan DI
4. Diagnosa Keperawatan
1) Kurangnya volume cairan dalam tubuh b.d. ekskresi
yang meningkat dan intake cairan yang tidak
adekuat.
2) Perubahan eliminasi urine b.d. penurunan produksi
ADH.
3) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan, dan
perawatan diri.
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Defisit volume cairan dalam tubuh b.d. ekskresi yang
meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
NOC NIC
34
3. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan
tempat baik
5. Jumlah dan irama pernapasan
dalam batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan intravena
adekuat
NOC NIC
a. Urinary elimination Urinary Retention Care
b. Urinary Contiunence
Setelah dilakukan tindakan 1. Instruksikan pada pasien dan
keluarga untuk mencatat
keperawatan selama 2x24 jam. Retensi output urine
urin 2. Sediakan privacy untuk
eliminasi
pasien teratasi dengan kriteria hasil: 3. Stimulasi reflek bladder
dengan kompres dingin pada
1. Kandung kemih kosong abdomen.
secarapenuh 4. Kateterisaai jika perlu
2. Tidak ada residu urine 5. Monitor tanda dan gejala ISK
>100200 cc (panas, hematuria, perubahan
3. Intake cairan dalam rentang bau dan konsistensi urine)
normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak ada spasme bladde
6. Balance cairan seimbang
35
A. Kowlwdge : disease process 1. Jelaskan patofisiologi dari
B. Kowledge : health Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
Setelah dilakukan tindakan tepat.
keperawatan selama 2x24 jam . Pasien 2. Gambarkan tanda dan gejala
menunjukkan pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang
tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan proses penyakit,
menyatakan pemahaman dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, 4. Identifikasi kemungkinan
prognosis dan program penyebab, dengan cara yang
pengobatan tepat
2. Pasien dan keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada pasien
melaksanakan prosedur yang tentang kondisi, dengan cara
dijelaskan secara benar yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 6. Sediakan bagi keluarga
menjelaskan kembali apa yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan perawat/tim pasien dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 7. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
8. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
9. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
36
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Hypopituitarism adalah kekurangan salah satu atau lebih dari hormon yang
diproduksi oleh lobus anterior pituitari. Ketika kedua lobus anterior dan posterior
gagal untuk mensekresi hormon kondisi ini di sebut panhypopituarism. Sedangkan
definisi diabetes insipidus Diabetes adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan,
penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui
merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009).
Etiologi dari Hipoituitari adalah Invasi, Infark, Infiltrasi, Injuri, imunologi,
Iatrogenik, Infeksi, Idiophatic, Terisolasi. Etiologi dari diabetes insipidus adalah
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan, Kegagalan pelepasan
Hormon ADH, Infeksi (Meningitis, ensefalitis), Tumor, Obat-obatan.
Beberapa manifestasi klinis dari hipopituitari adalah bertubuh pendek,
gangguan seksual dan reproduksi, hypothyroidism, Adrenocortical sekunder,
kekurangan prolactin. Manifestasi klinis dari diabetes insipidus poliuria, polidipsia
karena rasa haus yang berlebihan, tidur terganggu karena poliuria dan nokturia,
penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan hiperosmolalitas dan
gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma dan hipertermia), hipovolemia,
hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk klien dengan hipopituitari adalah
defisiensi kortisol serum, tiroksin, testosteron, estrogen, dan hormon pertumbuhan,
CT scan otak, sinar – x , pemeriksaan oftalmologik, pemeriksaan endokrin.
Sedangkan pemeriksaan untuk klien dengan diabetes insipidus adalah hickey hare
atau carter-robbins, water deprivation test, uji nikotin, uji vasopressin dan
pemeriksaan laboratorium.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisioligi untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta:
EGC
Wilkinson, Judith M..2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7 dengan
Intervensi NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Wissmann, Jeanne (Ed.) 2007. Registered Nurse Adult Medical-Surgical Review
Module Edition 7.1. USA : Assesment Technologies Institute
Wolters Kluwer Health .2006. Hand Book Medical-Surgical Nursing Fourth
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Wolters Kluwer Health. 2009. Professional Guide to Diseases Ninth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
39