Vous êtes sur la page 1sur 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sehat dan sakit merupakan sebuah rentang yang dapat dialami oleh semua

manusia, tidak terkecuali oleh anak. Anak dengan segala karakteristiknya memiliki

peluang yang lebih besar untuk mengalami sakit jika dikaitkan dengan respon imun

dan kekuatan pertahanan dirinya yang belum optimal (Utami, 2014). Usia anak

yang paling rentan sakit yaitu anak prasekolah karena adanya pengaruh faktor

lingkungan, sistem imun dan kekuatan pertahanan yang belum optimal. Faktor

lingkungan berpengaruh karena anak usia prasekolah sudah mengenal dunia luar

dan bersosialisasi sehingga lebih sering kontak terhadap sumber infeksi

(Akasah,2015). Pada anak yang mengalami sakit sering kali para orang tua

membawa anak ke pusat pelayanan kesehatan. Karena alasan berencana dan

darurat, beberapa anak yang mengalami sakit dianjurkan oleh dokter untuk

mendapatkan terapi dan perawatan yang harus dijalani hingga pemulangan kembali

kerumah, sehingga terjadilah proses hospitalisasi (Ismanto, 2015).

Menurut WHO, hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam dan

menakutkan, ketika anak menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi

dapat menimbulkan perasaan tidak aman (Utami, 2014). Reaksi anak usia

prasekolah terhadap hospitalisasi adalah bereaksi regresi terhadap perpisahan dan

menolak untuk bekerja sama, merasa kehilangan kendali karena mereka mengalami

kehilangan kekutan mereka sendiri, takut terhadap cidera tubuh dan nyeri,

1
2

mengarah kepada rasa takut terhadap mutilasi dan prosedur yang menyakitkan,

menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan dengan orang

tua sebagai kehilangan kasih sayang (Adriana, 2012).

Reaksi anak usia pra sekolah terhadap hospitalisasi tersebut berpengaruh

terhadap proses perawatan anak selama dirumah sakit. Menurut Addelston dkk,

teknik manajemen perilaku pada anak berupa pendekatan secara farmakologis dan

non farmakologis. Pendekatan secara farmakologi berupa terapi dari dokter sesuai

dengan keadaan anak, sedangkan non farmakologi antara lain modelling, tell show

do (TSD), hand over mouth exercise (HOME), distraksi, desensitasi, pengaturan

suara (voice control), reinforcement, dan komunikasi (Permatasari,2014).

Komunikasi diharapkan menjadi proses dalam perubahan perilaku kooperatif dalam

mengatasi dampak dari hospitalisasi.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dirancang dan

direncanakan secara sadar oleh perawat dengan maksud membangun hubungan

kepercayaan demi kesembuhan pasien. Melalui pengalaman bersama antara

perawat-klien bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi

adalah mempengaruhi perilaku orang lain (Lalongkoe,2013). Komunikasi

terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien

(anak), yang direncanakan secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk

kesembuhan anak (Jaya, 2013).

Teknik komunikasi terapeutik pada anak berupa verbal dan Non Verbal.

Adapun teknik komunikasi terapeutik secara verbal meliputi teknik orang ketiga,

neuro linguistic programming, respon memfasilitasi, bercerita, bibliotheraphy,


3

mimpi, meminta untuk menyebut keinginan, bermain, melengkapi kalimat, pilihan

pro dan kontra. Sedangkan teknik komunikasi terapeutik secara non verbal meliputi

teknik menulis, menggambar, kontak mata, postur dan jarak fisik, ungkapan marah,

sentuhan (Anjaswarni, 2013).

Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat

menjadi tehnik yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak. Dengan

bermain dapat memberikan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual

dan sosial. Terapi bermain sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit,

masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur

medis/perawatan. Perawat dapat melakukan permainan bersama anak sehingga

perawat dapat bertanya dan mengeksporasi perasaan anak selama dirumah sakit.

Terapi bermain merupakan terapi yang sesuai dengan usia perkembangan anak

prasekolah dan bermanfaat untuk perluasan keterampilan sensorimotor,kreativitas,

intelektual, dan perkembangan sosial (Anjaswarni,2013).

Menurut penelitian Barokah dkk (2014) mengatakan bahwa ada pengaruh

terapi bermain puzzel terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah yang

mengalami hospitalisasi dengan hasil p=0,000 (p<0.05 ). Ismanto dkk (2015)

melakukan penelitian dan mengatakan bahwa terapi bermain puzzel lebih cepat

dalam meningkatkan perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang dibandingkan

dengan bercerita. Penelitian juga dilakukan oleh Saprudin dkk (2016) mengatakan

bahwa terapi bermain puzzel lebih cepat dan efektif dibandingkan mewarnai

gambar dalam meningkatkan perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang

mengalami hospitalisasi dengan nilai p=0,000 (p<0.05).


4

Tekhnik bermain menggunakan puzzel merupakan usaha mengubah tingkah

laku bermasalah dengan menempatkan anak dalam situasa bermain. tekhnik

bermain puzzel dari bahan kayu dengan karakter hewan ini sesuai dengan usia

prasekolah, puzzel berbahan kayu cenderung lebih tahan lama/awet, tidak mudah

rusak meski dilempar dan dibanting anak sehingga bisa menekan pengeluran.

Bermain puzzel bermanfaat membantu meningkatkan memecahkan masalah,

mengembangkan koordinasi tangan dan mata, menggembangkan ketrampilan

kognitif, mengembangkan motorik anak, melatih kesabaran. Selain kebutuhan

bermain anak terpenuhi, bermain puzzel sangat mudah aman dan tidak banyak

mengeluarkan tenaga, biaya juga cocok untuk usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi. Perawat yang melakukan terapi bermain puzzel pun tidak diharuskan

mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Selain itu bahan atau alat permainnya sangat

mudah ditemukan. Selain itu, tekhnik bermain menggunakan puzzel ini bisa

dilakukan dirumah sakit.

Berdasarkan profil kesehatan kabupaten Garut tahun 2016, rumah sakit

swasta mulai muncul di kabupaten garut pada tahun 2013. Diantaranya diawali

Rumah Sakit Umum Nurhayati, Rumah Sakit Umum Annisa Queen, dan Rumah

sakit Intan Husada. Rumah sakit swasta yang telah bermitra dengan BPJS (Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial) yaitu Rumah sakit umum Annisa Queen sejak juni

2017, sedangkan Rumah Sakit Umum Nurhayati telah bekerjasama sejak september

2015 hal tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan pasien rawat inap.

Sesuai dengan tabel dibawah ini.


5

Tabel 1.1

Angka kunjungan pasien rawat inap Rumah Sakit Swasta di Garut tahun 2016

NO Rumah Anak Remaja Dewasa Lansia Jumlah

Sakit (0-11 (12-17 (18-40 (41-65

Tahun) Tahun) Tahun) Tahun)

1 RSU 401 101 Orang 225 Orang 110 Orang 837

Nurhayati Orang Orang

2 RS Intan 162 43 Orang 170 Orang 90 Orang 465

Husada Orang Orang

3 RSU 134 22 Orang 63 Orang 41 Orang 260

Annisa Orang Orang

Queen

4 Jumlah 697 166 458 241 1.562

Orang Orang Orang Orang Orang

Sumber : Rekam Medik Masing-Masing Rumah Sakit Swasta Garut tahun 2016

Berdasarkan tabel di atas jumlah pasien rawat inap terbanyak berada di rumah

sakit umum nurhayati dengan 837 pasien rawat inap. Sedangkan berdasarkan

kelompok usia, anak merupakan angka terbanyak dengan jumlah 697 pasien rawat

inap. Jumlah usia anak tersebut merupakan infant dengan 101 orang, toddler 110

orang dan prasekolah 190 orang. Jumlah kelompok usia anak di Rumah Sakit

Umum Nurhayati tersebut mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2015


6

sebesar 380 orang dengan infant 90 orang, toddler 138 orang, prasekolah 152 orang.

Jumlah terbanyak pada tingkat usia yaitu anak usia prasekolah. Peningkatan

tersebut berpengaruh terhadap dampak dari hospitalisasi.

Studi pendahuluan dilakukan terhadap 10 pasien anak usia prasekolah yang

mengalami hospitalisasi dirumah sakit umum nurhayati dengan rata-rata lama rawat

3 hari dan dilakukan pada saat perawat melakukan invasi suntik. Hasil obsevasi

menunjukan bahwa semua perawat pada saat melakukan terapi suntik tidak

menggunakan komunikasi terapeutik pada anak yang seharusnya, perawat hanya

melakukan informed censent kemudian langsung melalukan tindakan suntik, 3 anak

tampak berprilaku kooperatif. Perilaku yang ditunjukan, anak merengek, menangis

tetapi bersedia dilakukan terapi suntik. Sedangkan 7 anak tidak berprilaku

kooperatif, perilaku yang ditunjukan, menangis, meronta dan menolak dilakukan

terapi suntik. Dengan kondisi itu maka berpengaruh terhadap dampak hospitalisasi

dan dapat menghambat terhadap kesembuhan pasien.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “ Pengaruh terapi bermain puzzel terhadap perilaku kooperatif anak

usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Umum

Nurhayati Garut”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis merumuskan

penelitian : “ Pengaruh terapi bermain puzzel terhadap perilaku kooperatif pada


7

anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah sakit umum

Nurhayati Garut”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain puzzel

terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di

Rumah Sakit Umum Nurhayati Garut.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perilaku kooperatif pada anak usia prasekolah yang

mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Umum Nurhayati sebelum

dilakukan terapi bermain puzzel.

2. Untuk mengetahui perilaku kooperatif pada anak usia prasekolah yang

mengalami hospitalisasi di rumah sakit umum Nurhayati Garut setelah

dilakukan terapi bermain puzzel.

3. Untuk mengetahui pengaruh terapi bermain puzzel terhadap perilaku

kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di

Rumah Sakit Umum Nurhayati Garut.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khususnya

bagi peneliti. Peneliti dapat menerapkan teori penelitian secara


8

langsung. Hasil penelitian ini sebagai bahan untuk meningkatkan

pengetahuan tentang penelitian di rumah sakit nurhayati pada anak

terutama dalam penerapan terapi bermain puzzel.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu dalam

memaksimalkan pembelajaran dalam Ilmu Keperawatan Anak di

Klinik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan

pertimbangan bagi rumah sakit dalam menggunakan atau membuat SOP terapi

bermain dengan pasien anak dan tentang pentingnya perawat untuk menggunakan

terapi bermain puzzel sehingga bisa meminimalisasi perilaku anak yang tidak

kooperatif dan bisa menurunkan efek negatif hospitalisasi sehingga anak menjadi

berperilaku kooperatif dan tidak lagi menganggap bahwa perawatan di rumah sakit

merupkan pengalaman yang mengancam.

Vous aimerez peut-être aussi