Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Bermain
1. Defenisi Bermain
Dengan bermain anak dapat belajar mengungkapkan isi hati melalui kata-kata,
anak belajar dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, obyek
fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang
baik untuk belajar, karena dengan bermain anak – anakakan, berkata – kata
yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2009).
Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu anak
anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan,
7
8
lingkungan, perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak
senang, marah, menang dan kalah dan perkembangan sosial bisa dilihat dari
2. Fungsi Bermain
1. Perkembangan Sensorik-Motorik
Pada saat melalukan permainan, aktivitas sensorik-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermin, anak akan
3. Perkembangan Sosial
hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia todler yang bermain dengan
menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini
merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan prasekolah untuk meluaskan
4. Perkembangan Kreativitas
semakin berkembang.
orang lain.
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan
anak belajar mengenai nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah serta belajar bertanggungjawab atas segala
dengan mengajarkan nilai moral, seperti baik atau buruk, benar atau salah.
anaklebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan yang
dunianya. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan
yang sangat tidak menyenangkan seperti marah, takut, cemas, sedih dan
nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan terlepas dari ketegangan
dan stres yang dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit.
Bermain di rumah sakit membuat normal sesuatu yang asing dan kadang kondisi
lingkungan yang tidak ramah dan memberi jalan untuk menurunkan tekanan.
3. Tujuan Bermain
Supartini (2010) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain:
menjaga keseimbangannya.
11
anak sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di
rumah sakit.
4. Klasifikasi Bermain
Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan bersifat
pasif. Sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan
bermain aktif jika anak berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan
yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kitadapat mengenal
macam-macam dari permainan. Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi
permainan dan karakter sosialnya. Berdasarkan isi permainan dan ada social
affective play, sense pleasure play, skill play, games, unoccupied behavior dan
darmatic play. Ditinjau dari karakter permainan, terdapat jenis social onlooker
dengan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan
atau mengoceh.
yang ada, sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya
kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah bergantung pada stimulasi
yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain ini hanya
dengan pasir.
kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain, dan anak
gambar.
perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri
atau dengan teman sebayanya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai
13
tertentu.
f. Unoccupied Behavior
tersebut.
Play, solitary play, paralel play, assosiative play dan cooperative play.
a. Onlooker play
Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak
lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak
b. Solitary Play
c. Parallel Play
Pada permainan ini, anak dapa menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama
lain sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini
adalah anak aktif secara mandiri tetapi masih dalam satu kelompok.
d. Assosiative Play
Associative play Smelibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa
pada satu sama lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan.
anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam mengikuti peraturan dalam
bermain masak-masakan.
e. Cooperative Play
Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap
disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk
menceritakan kisahnya.
e. Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket.
Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dirawat di rumah sakit adalah
anak. Anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang
mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres akibat sakit dan
sebagai berikut:
orang lain
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh
diruang rawat.
alat permainan yang ada pada anak atau yang tersedia diruangan.
permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak
d. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan suatu hal yang harus
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah reaksi yang normal terhadap stres dan ancaman
ketakutan sering digunakan dengan arti yang sama; tetapi, ketakutan biasanya
merujuk akan adanya ancaman yang spesifik; sedangkan ansietas merujuk akan
Kecemasan merupakan suatu respon emosi atau perasaan yang timbul dari
penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan
tidak nyaman dan merasa terancam. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari
18
adanya ancaman terhadap diri, harga diri atau identitas seseorang, selain itu
budaya dan pengalaman. Manifestasi yang khas pada ansietas tergantung pada
kata atau secara fisik, berkhayal, mengeluh dan menangis (Stuart& Sundden,
2009).
primernya, pada diri mereka sering berkembang rasa was-was dan perubahan
suasana hati yang sebelumnya tidak ada apabila bersama orang asing. Anak
secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah dan juga
proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan
anak untuk tinggal di rumah sakit, untuk menjalani terapi dan perawatan
seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak, untuk anak-anak
terhadap krisis penyakit dan dirawat di rumah sakit karena stres akibat
perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, dan anak
Stressor utama dari dirawatdi rumah sakit antara lain adalah perpisahan,
kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis
tubuh dan nyeri bisa membuat anak menjadi cemas. Rasa cemas yang
pokok pembahasan dalam skripsi ini yaitu pada anak usia 4-5 tahun yang
masuk dalam usia prasekolah. Berikut ini adalah kecemasan ketika proses
dirawat di rumah sakit pada anak usia 4-5 tahun menurut (Wong, 2009).
perawatan di rumah sakit selama masa bayi dan masa kanak-kanak awal atau
prasekolah. Respon terhadap stressor ini selama masa bayi dan kanak-kanak
awal atau prasekolah ditunjukkan melalui 3 fase yaitu fase protes, fase putus
perpisahan dengan orang tua yang mereka tunjukkan dengan cara mereka
orang tua secara fisik agar tetap tinggal bila ada perawat yang akan
Perilaku yang diobservasi pada usia prasekolah pada fase putus asa yaitu:
anak menjadi tidak aktif, anak menarik diri dari orang lain, anak terlihat
dan kondisi fisik anak dapat memburuk karena menolak untuk makan,
3. Fase Pelepasan
Fase pelepasan disebut juga fase penyangkalan. Pada fase ini, secara
bermain dengan orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru, akan
yang dangkal dengan orang lain, menjadi makin berpusat dengan diri
sendiri.
Tahap ini merupakan tahap yang paling serius karena pemutar balikkan
c. Kehilangan Kendali
Satu faktor yang mempengaruhi jumlah stres akibat dirawat di rumah sakit
perpisahan, nyeri, sakit dan dirawat di rumah sakit. Egosentris dan pemikiran
malu, bersalah dan takut. Anak prasekolah juga menyimpulkan dari sesuatu
yang khusus ke sesuatu yang khusus lagi, bukan dari spesifik ke umum atau
bahwa setiap perawat atau setiap orang yang memakai seragam yang sama
Konsekwensi rasa takut ini dapat sangat mendalam. Konflik psikososial anak
cedera tubuh. Prosedur intrusif baik yang menimbulkan nyeri maupun yang
nyeri saat jarum dicabut, mereka takut intrusif atau pungsi fena atau pungsi
lumbal pada tubuh tidak akan menutup kembali dan “isi tubuh” mereka akan
bocor keluar. Reaksi terhadap nyeri cenderung sama dengan yang terlihat
dan distraksi lebih baik bila dibandingkan dengan respon anak yang lebih
kecil.
Agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan mengarah pada tujuan bukan
prasekolah juga bisa menyerang atau melarikan diri. Ekspresi verbal mereka
bisa ditunjukkan dengan mengatakan pada perawat secara verbal “pergi dari
Respon anak prasekolah saat mengalami cedera tubuh dan nyeri yaitu:
agar prosedur dihentikan, bergelayut pada orang tua atau orang bermakna
23
2. Teori Kecemasan
Ada beberapa teori yang menjelaskan predisposisi dari cemas menurut Stuart &
1. Teori Psikoanalitik
Teori ini berasumsi penyebab utama dari kecemasan adalah konflik internal
yang terjadi bukan karena seseorang berada dalam situasi mengancam yang
nyata. Hal ini terjadi lebih karena adanya konflik individu antara id dan
superego, karena konflik antara id dan super ego merupakan hal yang tidak
merasakan ketakutan.
2. Teori Perilaku
Menurut teori ini kecemasan lebih dipicu oleh kejadian eksternal yang
spesifik dari pada konflik internal. Kecemasan dirasakan bila seseorang tidak
3. Teori Kognitif
pada situasi tertentu dan potensi bahaya yang mungkin dihadapi. Seseorang
4. Teori Biologi
Kecemasan dapat ditemui dalam satu keluarga. Lima belas persen orangtua
3. Tingkat Kecemasan
kecemasan yang dialaminya. Menurut Stuart & Suden (2009) tingkat kecemasan
1. Kecemasan Ringan
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting
yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
3. Kecemasan Berat
berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,
serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering BAK, diare, palpitasi,
25
lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada
4. Panik
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi,
delusi.
individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya
sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buangair (toilettraining),
Menurut Wong (2009): periode prasekolah yaitu anak usia 4-5 tahun.Pada
menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu
yang sederhana kearah yang lebih kompleks, teori lain melihat bahwa proses
26
Gunarsa (2009).
1. Perkembangan Kognitif
seseorang dan bahwa setiap aspek atau bagian memiliki waktunya sendiri
untuk berpengaruh. Sesuai dengan tahap perkembangan anak, anak usia 4-5
kemampuan berfokus hanya pada satu aspek pada satu waktu, dan pemikiran
sering terlihat tidak logis karena alasan anak dari satu hal yang spesifik ke
yang lainnya.
pemikiran transduktif mulai; anak menjadi animistik dan tahap intuitif (4-7
tahun) yaitu anak mulai membentuk sesuatu tetapi tidak dapat menjelaskan
hal tersebut secara rasional. Anak tidak mampu untuk menyadari bagian dari
perkembangan anak usia 4-5 tahun atau prasekolah masuk dalam tahap
kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, suka pada lain jenis. Anak laki-
laki cenderung suka pada ibunya dari pada ayahnya demikian sebaliknya
kritis pada saat itu. Perkembangan ego sangat dipengaruhi oleh pengaruh
konflik sebelumnya.
Sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 4-5 tahun atau prasekolah
inisiatif pada saat merencanakan dan mencoba hal-hal baru. Perilaku anak
Pembatasan dari orang tua bisa mencegah anak dari perkembangan inisiatif,
berlawanan dengan orang tua. Anak harus belajar untuk memulai aktivitas
seseorang dari tingkat ke tingkat. Tahap ini terjadi dalam urutan yang sama,
jauh mereka maju melalui tahapan ini. Sesuai dengan tahap perkembangan
anak usia prasekolah masuk dalam tingkat premoral (lahir sampai 9 tahun)
perilaku moral yang bisa diterima secara sosial, kontrol didapatkan dari luar.
Anak menyerah pada kekuatan dan kepemilikan. Anak usia prasekolah juga
masuk dalam orientasi hokum dan kepatuhan yaitu peraturan dari orang lain
dan buruk dan benar dan salah dalam perilaku dalam bentuk konsekwensi
dari tindakan-tindakan.
D. Kerangka Konsep Penelitian
Skema 2.1
Intervensi Terapi
Tingkat Kecemasan
Bermain Puzzle
E. Hipotesis
Ada pengaruh antara pemberian terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak
usia 4-5 tahun selama tindakan keperawatan di ruang Vincensius Rumah Sakit
Harapan Pematangsiantar.