Vous êtes sur la page 1sur 10

AKALAH PERILAKU SEHAT SAKIT MASYARAKAT

Konsep Sehat Dan Sakit

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang
lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit
menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan
Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah
cara pandang, pola piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat
masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan
upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara
makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes
RI, 2004).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar
yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku
proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam
mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005).

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan
menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu
merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah mengurus rumah tangganya
sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang
sehat, maka dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat
kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan
kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat?
2. bagaimana Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat?
3. Bagaimana Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak??

BAB II
PEMBAHASAN

Tantangan pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni
terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan
berbahagia.

Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap
aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan
dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan
maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang ini,
tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu
lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi,
antropologi, psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan
kemasyarakatan adalah sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.

Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar, yang
membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Seperti yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan
olehh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal manusia.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menunjang tingginya
status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang
tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi
sangat khusus sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada
kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain;
ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan
tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat
dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit
atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan
cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan
sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang
dihadapi.
Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan harus
mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan
memberikan hasil yang optimal.
A. Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan
dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai
aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi WHO (1981): Health is a state of
complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease or
infirmity.

WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani,
rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap
sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai
disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah
kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan
oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat ikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil
berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional
menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat
Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah
makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat
tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang
dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan
badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu
agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau
makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai
pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama.
Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer),
merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu
yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng,
dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan
bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh
budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di
dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri
sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang
bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses
komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa.
Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal derita akibat
leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa
tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa
melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan sebagai
beban trauma psikosomatik yang sangat berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya
didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Kalimantan
Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur
menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau
makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit
kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas,
kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara
Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu
jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi
bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak. Seorang pengobat tradisional yang juga
menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai
masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-
tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit
makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada
penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada
yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan
dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-
sakit badan
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di
Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan
individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak
yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang
dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong
kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3
bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam
golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,
pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus
dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.

Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut:


a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau
beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi,
supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya
badan panas.

b. Sakit mencret (diare).


Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas,
makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah
ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan
Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain-lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya
proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan
oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu
jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan
bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.

d. Sakit tampek (campak)


Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik,
atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak,
meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan
dapat mengisap penyakit

B. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat


Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk
yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu
diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan
yang belum memadai terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku di
masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Keadaan sosial budaya masyarakat tidak seluruhnya bersifat negatif, namun ada juga
yang positif yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog
royong dan kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil keputusan. Pembangunan
dalam suatu negara selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya
daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya
perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh dan memberikan ASI
secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang menonjol dan penyalahgunaan
obat.

Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat
dibedakan menjadi:
. Kesehatan Ibu dan Anak
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal
berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya. Selain
itu, dengan perkembangan penduduk dan pembangunan akan mengakibatkan berbagai macam
sampah yang dapat mengganggu kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator
kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut
dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab
utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan,
infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat
menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari
11gr%.
Angka kematian bayi pada akhir pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per seribu kelahiran
hidup. Sekitar 38% penyebab kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi yaitu tetanus. Angka bayi lahir hidup dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
adalah 8,2 %. Angka kematian balita masih didapatkan sebesar 10,,6 per 1000 anak balita.
Seperti halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain. Selain angka
kematian, angka kelahiran dan angka kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah kesehatan
ibu dan anak. Angka kelahiran kasar didapatkan berkisar antara 26-32 per 1000 penduduk dan
angka kesuburan sebesar 3,49. Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia
berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai,
tingkat kepercayaan masyarakat tergadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang
masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang
dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei
rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah
sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu
tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas,
tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.
Menurut hasil survei rumah tangga, tahun 1986 sebanyak 54% ibu hamil telah memeriksakan
dirinya, dengan frekuensi kunjungan rata-rata 3,17 kali. Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang
pemanfaatan tempat pemeriksaan menunjukkan yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta 28,9%,
sedangkan Posyandu 11,2%. Namun manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi sudah cukup tinggi
yaitu 60,9%. Rendahnya pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan kehamilan disebabkan
karena tidak tersedianya ruangan yang tertutup atau memadai. Hasil survei rumah tangga tahun
1986, tentang angka imunisasi didapatkan: untuk imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%, polio 331,6%,
TT2 22,7%, BCG 75%.

Bila dilihat dari data di atas, cakupan TT2 lebih rendah bila dibandingkan dengan cakupan
pemeriksaan kehamilan. Cakupan TT2 yang rendah bila dibandingkan dengan cakupan
pemeriksaan ibu hamil, disebabkan petugas KIA belum mendapatkan instruksi atau kesepmatan
untuk dapat memberikan imunisasi TT2. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku
masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya:
 Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,

Vous aimerez peut-être aussi