Vous êtes sur la page 1sur 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)


A. PENDAHULUAN
1. Anatomi jantung
Daerah di pertengahan dada diantara kedua paru disebut dengan mediastinum.
Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam
kantung fibrosa tipis yang disebut pericardium.
Pericardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik.
Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam pericardium berisi sejumlah
kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot
jantung. Kamar Jantung. Sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua
kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut
septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium
adalah menampung darah yang dating dari vena dan bertindak sebagai tempat
penimbunan sementara sebelum darah dikosongkan ke ventrikel.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beben
kerja yang dibutuhkan oleh tiap kamar. Dinding atrium lebih tipis dari dinding ventrikel
karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan
kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Karena vantrikel kiri mempunyai beban kerja
yang lebih berat diantara dua kamar bawah makatebalnya sekitar 2½lebih tebal
dibanding dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan
tahanan sistemis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah
pembuluh darah paru.
Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel disebut
sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena
tersusun dari 3 kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup
mitral atau bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri. Otot
papilaris adalah bundle otot yang terletak di sisi dinding ventrikel. Korda tendinea
adalah pita fibrosa yang memanjang dari otot papilaris ke tepi bawah katup. Berfungsi
menarik tepi bebas katup ke dinding ventrikel. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan
korda tendinea menegang. Hal ini menjaga daun katup menutup selama sistolik,
mencagah aliran balik darah. Katup semilunaris.
Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis,
katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aorta. Arteri koronaria adalah
pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai kebutuhan
metabolisme tinggi terhadap O2 dan nutrisi. Jantung menggunakan 70%-80% O2 yang
dihantarkan melalui arteri koronaria. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya
di ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak
melalui arteri koronaria utama kiri, yeng kemudian terpecah menjadi dua cabang besar
ke bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksia) sisi
kiri jantung. Jantung kanan dipasok oleh arteri koronaria dekstra.
Otot jantung merupakan jaringan otot khusus yang secara mikroskopis mirip
dengan otot lurik yang dibawah control kesadaran. Namun secara fungsional
menyerupai otot polos karena sifatnya volunteer.
2. Sistem hantaran jantung
Kontraksi teratur dari atrium dan ventrikel yang terjadi secara metodis
membangkitkan dan menghantarkan impuls listrik ke sel-sel miokardium. Nodus
sinoatrial (SA) terlatak antara sambungan vena cava superior dan atrium kanan, adalah
awal mula system hantaran dan normalnya berfungsi sebagai pace maker ke seluruh
miokardium. Besar impuls yang dihasilkan 60-100 impuls/menit. Nodus
Atrioventrikuler (AV) terletak di dinding atrium kanan dekat katup trikuspidalis
menghasilkan impuls 40-60 impuls/menit. Setelah dari AV Node impuls dihantarkan
melalui serabut otot halus (bundle his) yang berjalan di dalam septum yang
memisahkan ventrikel kanan dan kiri yang kemudian berakhir sebagai serabut pukinje.
3. Fisiologi jantung
Selintas elektrofisiologi. Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel
bermuatan Natrium, Kalium, Kalsium)bergerak menembus membrane sel. Perbedaan
muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan apa yang dinamakan
potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya
terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian dalam membrane yang bermuatan
negative dan bagian luar yang bermuatan positive. Siklus jantung bermula saat
dilepaskannya impuls listrik, mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membrane sel
berubah dan ion bergerak melintasinya. Dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka
bagian dalam sel akan menjadi positive. Kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi. Sel
otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangganya
mengalami depolarisasi. Depolarisasi sebuah sel system hantaran khusus yng memadai
akan mengakibatkan depolarisasi dan kontraksi sel miokardium. Repolarisasi terjadi
saat sel kembali ke keadaan dasar (menjadi lebih negative) dan sesuai dengan relaksasi
otot miokardium.
Setelah influk natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi, permeabilitas
membrane sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga memungkinkan ambilan
kalsium, yang terjadi selama fase plateau repolarisasi, jauh lebih lambat dari Natrium
dan berlangsung lebih lama. Interaksi antara perubahan voltase membrane dan
kontraksi otot dinamakan kopling elektro mekanikal.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau polos, mempunyai periode refraktori
yang panjang pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut
melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat mengakibatkan henti
jantung mendadak.
Kopling elektomekanikal dan kontraksi jantung yang normal tergantung pada
komposisi cairan interstitial sekitar otot jantung. Komposisi cairan tersebut pada
gilirannya tergantung pada komposisi darah. Meke perubahan komposisi kalsium dapat
mempengaruhi kontraksi serabut otot jantung. Perubahan konsentrasi kalium darah juga
penting, karena kalium mempengaruhi voltase listrik normal sel.

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Infark Miokard Akut adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala – gejala lain sebagai akibat iskemia
miokard. AMI merupakan kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran
darah ke bagian otot jantung terhambat. AMI merupakan penyebab kematian utama bagi
laki-laki dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark
miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini. Untungnya
saat ini terdapat pengobatan mutakhir bagi heart attack yang dapat menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan yang disebabkannya. Pengobatan paling efektive bila dimulaai
dalam 1 jam dari permulaan gejala.
AMI adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi mendadak karena
terhentinya aliran darah koroner yang sebagian besar disebabkan oleh thrombus yang
menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak aterosklerosis (Pedoman Tata Laksana
Miokardium Akut, 2000). AMI adalah nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan arteri koroner (Pedoman Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2004).
Infark miokardium adalah kematian sebagian otot jantung (miokard) secara mendadak
akibat terhentinya sirkulasi koroner yang ditandai dengan adanya sakit dada yang khas lebih
dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat dan dengan pemberian antiangina (nitrogliserin).
(Rokhaeni, et. Al. 2001).Infark miokardium mengacu pada proses Rusaknya jaringan
jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang
(Smeltzer & Bare, 2002).
Acute myocard infark merupakan kaeadaan berat yang menyerang jantung yang
disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh koroner atau cabangnya yang mengalami
sklerosis. Atau suatu penyempitan, pembuntuan, dan spasme yang lama dari pembuluh
darah koroner sehingga dinding jantung menjadi kekurangan oksigen dan sel-selnya. Infark
miokardial (IM) diartikan sebagai matinya atau nekrosis sel-sel miokardial, dapat terjadi
pada semua umur, tetapi angka kejadian meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.
Kejadian IM tergantung pada faktor-faktor predisposisi aterosklerosis (hiperlepidemi,
diabetes mellitus, hipertensi, merokok, pria, dan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
aterosklerotik arteria) (Bajzer, diakses tahun 2004).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI
merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST
pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada
EKG.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture
vulnerable atherosclerotic plaque, penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau
thrombus. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul
sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan
penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar,
yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,
biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis
dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria
meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat
diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit
yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika
dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon
estrogen (Kumar, et al., 2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua
yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan
timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas
batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan
resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi
bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan
meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL
yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole
maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko
ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu
normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal
karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal
karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada
wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian
karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara
substansial (Kumar, et al., 2007).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada
seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko
stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard


Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
b) Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara
lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c)
terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
c) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh
sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi
yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh
penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah
dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
d) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan
polisitemia.
4. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi
jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu
banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea semakin
banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari
pemompaan yang tidak efektive.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan
STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa
dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau
seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina
pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung
lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan
menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen,
punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
c. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat
atau nitrogliserin (NTG).
d. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
e. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. Troponin I
Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium dan
potensi terjadinya angina. Nilai normal < 0.16µg/L.

b. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

c. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Menurut Sumiarty (2010), untuk menentukan lokasi iskemik atau infark digunakan
ketentuan sebagai berikut:
a. Inferior : kelainan pada lead II, III, dan aVF
b. Septal : kelainan pada lead V1 dan V2
c. Anterior : kelainan pada lead V3 dan V4
d. Lateral : kelainan pada lead V5 dan V6
e. High lateral : kelainan pada lead I dan aVL
f. Extensive anterior : kelainan pada lead V1 – V6, lead I, dan Avl
Arteri coronaria adalah pembuluh darah yang mensuplai oksigen dan darah ke otot
jantung manusia sehingga apabila pembuluh darah koroner ini menyempit akan
mengakibatkan aliran darah ke otot akan menurun dan mengakibatkan keluhan nyeri
dada (angina pektoris) dan perubahan pada gambaran EKG. Kondisi ini kita sebutfase
iskemik. Begitu juga bila pembuluh darah koroner mengalami oklusi total, otot jantung
tidak mendapat aliran darah, dan penderita akan mnegalami nyeri dada yang lebih berat,
yang selama ini kita kenal sebagau Akut Miokard Infark (fase injuri). Setelah beberapa
minggu penderita mengalami infark miokard kita menyebutnya infark lama (old
myocard infarct) (Sumiarty, 2010).
4. Iskemik
Pada fase iskemik miokard perubahan EKG yang terjadi pada umumnya adalah
adanya segment ST depresi dan atau gelombang T yang negative/inverted. Segmen ST
depresi dianggap bermakna bila > 1 mm dari titik J (J pont), dan tejadi di 2 lead atau
lebih pada lead yang berdekatan. segment ST depresi terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
a. Up Sloping, bentuk segmen ST ini tidak terlalu spesifik
b. Horizontal, bentuk segmen ST yang spesifik untuk iskemik
c. Down Sloping, bentuk segmen ST depresi yang paling terpercaya untuk iskemik

5. Injury
pada fase awal terjadinya akut infark perubahan EKG yang disebut juga Hyperacute
T. Pada fase akut akan terlihat segmen ST elevasi dengan atau tanpa gelombang Q
patologis. Segmen ST elevasi dikatakan bermakna bila > 1 mm, baik di limb lead
maupun di precordial lead, yang dihitung dari titik J (J point), dan terjadi di 2 lead yang
berdekatan.
6. Infark
Pada fase subakut atau recent infark akan terlihat perubahan EKG berupa
gelombang Q patologis dan gelombang T negative/inverted. Sedangkan pada fase infark
lama (old infark) akan terbentuk gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T
sudah kembali normal. Adanya gelombang Q patologis pada EKG menggambarkan
adanya nekrosis di otot jantung. Disebut gelombang Q patologis apabila dalamnya Q
melebihi 1/3 tinggi gelombang R pada EKG. Dikatakan old infark apabila kita melihat
gelombang Q patologis di 2 lead atau lebih pada lead yang berdekatan.
7. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama
STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda
fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke volume.
Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu
post STEMI.
D. PATOFISIOLOGI
Merokok, alcohol,
hipertensi, lipid,
congenital

LDL teroksidasi

Meningkatnya Timbul bercak lemak
permeabilitas terhadap ↓
lipid Plak halus
Defisit Perawatan Diri
↓ Deficit perawatan diri
Aktivasi faktor VII dan X ↑
↓ Motivasi personal hygiene ↓
Protrombin  thrombin
Fibrinogen  fibrin Intoleransi
Intoleransiaktivitas
Aktivitas

Rupture plak ↑
↓ Kelemahan
Thrombus ↑
↓ Hipoksia
Oklusi arteri koroner ↑
↑ Penurunan aliran darah
Aliran darah koroner
menurun

Supply O2 ke jaringan Penurunan CO2 Kematian jaringan Gagal pompa ventrikel
berkurang ↓ ↓ kiri
↓ Hipotensi Nekrosis ↓
Kebutuhan O2 tidak ↓ ↓ Penurunan cardiac
Penurunan Cardiac
tercukupi Syok Stimulasi saraf output
Output
↓ ↓ ↓
Takipneu Penurunan kesadaran Melepas mediator nyeri:
↓ ↓ ↓ Reflux ke paru-paru Gagal pompa ventrikel
Ketidakefektifan Resiko
Resiko injury
Injury Nyeri akut ↓ kanan
Pola Napas Alveoli edema ↓
Metabolism anaerob Tekanan diastole
Gangguan
↓ meningkat
Pertukaran Gas
Asam laktat meningkat ↓
↓ Bendungan atrium kanan
Nyeri terus menerus ↓
Informasi tidak adekuat ↓ Terjadi malam hari Bendungan vena sistemik
↓ Ansietas
Ansietas ↓ ↓
Salah terapi, salah Gangguan polatidur
Gangguan Pola tidur Hepar
persepsi ↓
↓ Hepatomegali
Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan ↓
Mendesak diafragma
Gagal pompa ventrikel ↓
kiri Sesak nafas

Ketidakefektifan pola
Ketidakefektifan
nafas
Pola Napas
Forward failure Backward failure
↓ ↓ Mendesak organ GIT
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow ↓ LVED naik ↓
jaringan ↓ ↓ ↓ ↓ Mual muntah
↓ ↓ RAA ↑ Tek.vena pulmonalis ↑ ↓
Metabolism Sinkop ↓ ↓ Ketidakseimbangan
anaerob ↓ Aldosteron ↑ Tek.kapiler paru ↑ nutrisi kurang dari
↓ Gangguan
Gangguan ↓ ↓ kebutuhan tubuh
Asidosis metabolic perfusi
Perfusi ADH ↑ Edema paru Beban ventrikel kanan ↑
↓ jaringan
Jaringan ↓ ↓ ↓
Penimbunan asam Serebral Retensi Na + Ronchi basah Hipertrovi ventrikel kanan
laktat dan ATP ↓ H2O ↓ ↓

Kelebihan
Volume Cairan
↓ ↓ Iritasi mukosa paru Penyempitan lumen
Fatigue Kelebihan ↓ ventrikel kanan
↓ volume c Reflek batuk ↓
Intoleransi
Intoleransi ↓
aktivitas Penumpukan secret Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
Aktivitas
↓ Bersihan Jalan na
bersihan jalan Napas
Edema Menghambat pertukaran
↓ O2 dan CO2
Bed rest Perubahan ↓
↓ bentuk tubuh Gangguan
Gangguanpertukaran
Pertukaran Suplai O2 di sirkulasi
Tidak dapat ↓ gas
Gas berkurang Fungsi Hepar terganggu
beribadah seperti Gangguan ↓
biasa Citra Tubuh Fungsi detoksikasi
↓ Gangguan Citra berkurang
Distres Tubuh ↓
Spiritual Resiko Infeksi

Informasi dan dukungan Kurang


Mobilisasi berkurang tidak adekuat Kurang pengetahuan
Pengetahuan
↓ ↓
Sirkulasi O2 terganggu Nafsu makan ↓
↓ ↓
Ansietas
Dekubitus Intake kurang Imunitas tubuh ↓
↓ ↓ ↓
Disfungsi Seksual Kerusakan intergitas Nutrisi kurang dari
Ketidakseimbangan Leukosit kurang ↓
Kerusakan
kulit
Integritas Kulit nutrisi kurang
kebutuhan dari
tubuh ↓ Tidak mau menerima
↓ kebutuhan tubuh Resiko
Resiko Infeksi keadaan tubuh
Kesepian ↓
↓ ↓ Tidak patuh dalam
Stress Berlebihan
Albumin ↓ pengobatan
↓ ↓
Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan
Kerusakan
Kerusakanintegritas
Integritas
jaringan
Jaringan Invasi
mikroorganisme
(mudah masuk)

Infeksi

Hipertermi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi
trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi
ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan
vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak
atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan
kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus
yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi
pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak,
beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi
aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan
perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi
menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti
fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet
secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi
mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada
area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi
thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali
mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi.
Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada
1. daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
2. apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
3. durasi oklusi koroner
4. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena
5. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-tiba
6. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
7. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial
yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi
menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik
nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik
ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki
sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.
Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan
cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara
normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI
menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat
dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap
meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali
normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal,
termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik
untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada
jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin
didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir
selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari
scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk
metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti
apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk
fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi
ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography
juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga
dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri.

4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan
sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel
darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1
atau 2 minggu.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya
2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi
mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
 Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
 Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien
yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan
yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat
meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap
berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat
komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan
kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-
jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada
hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks
karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali
menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner
yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada
pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark
ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis
160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan supply-
demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan menurunkan
insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen
fibrinolitik).

G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan
remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-
sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran
yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan
sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat
pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan
disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena
sistemik.

5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru,
hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru
tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes
keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar
vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya
terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke
dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang
terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung.
Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang
secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium
dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak
dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan
reaksi peradangan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
1) Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
2) Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder.
1) Aktifitas
Gejala :
 Kelemahan
 Kelelahan
 Tidak dapat tidur
 Pola hidup menetap
 Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
 Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk
atau berdiri
 Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
 Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
 Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
 Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
 Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
 Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
 Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
 Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9) Pernafasan:
Gejala :
 dispnea tanpa atau dengan kerja
 dispnea nocturnal
 batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
 peningkatan frekuensi pernafasan
 nafas sesak / kuat
 pucat, sianosis
 bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interkasi social
Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri
3. Pengkajian Fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1) Tingkat kesadaran
2) Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3) Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya
oksigen ke dalam miokard
4) Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5) Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian
tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark,
menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6) Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7) Warna dan suhu kulit
8) Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda
gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9) Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan
potensial komplikasi yang fatal
10) Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) EKG
2) Echocardiogram
3) Lab  CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,
kerusakan struktural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah, misalnya
vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat
depresan jantung
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1) Nyeri dada hilang/terkontrol
2) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
3) Klien tampak rileks,mudah bergerak
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri 1. Data tersebut membantu menentukan
dada, meliputi : PQRST penyebab dan efek nyeri dada serta
merupakan garis dasar untuk
membandingkan gejala pasca terapi
2. Berikan istirahat fisik dengan 2. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman
punggung ditinggikan atau dalam serta dispnea dan istirahat fisik juga
kursi kardia dapat mengurangi konsumsi oksigen
jantung.
3. Kaji ulang riwayat angina 3. Untuk membandingkan nyeri yang
sebelumnya, nyeri menyerupai ada dari pola sebelumnya, sesuai
angina dengan identifikasi komplikasi
seperti meluasnya infark, emboli
paru, atau perikarditis
4. Anjurkan pasien untuk melaporkan 4. Untuk memberi intervensi secara
nyeri dengan segera tepat sehingga mengurangi
kerusakan jaringan otot jantung yang
lebih lanjut
5. Berikan lingkungan yang tenang, 5. Menurunkan rangsang eksternal
aktivitas perlahan, dan tindakan
nyaman
6. Bantu melakukan teknik relaksasi 6. Membantu dalam menurunkan
(napas dalam/perlahan,perilaku persepsi/respon nyeri
distraksi, visualisasi, bimbingan
imajinasi
7. Periksa tanda vital sebelum dan 7. Hipotensi /depresi pernapasan dapat
sesudah obat narkotik terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik. Dimana keadaan ini dapat
meningkatkan kerusakan miokardia
pada adanya kegagalan ventrikel
8. Kolaborasi dengan tim medis 8.
pemberian:
1) Antiangina (NTG) 1) Untuk mengontrol nyeri dengan
efek vasodilatasi koroner, yang
meningkatkan aliran darah
koroner dan perfusi miokardia
2) Penyekat β (atenolol) 2) Untuk mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang
simpatis, sehingga menurunkan
fungsi jantung, TD sistolik dan
kebutuhan oksigen miokard
3) Preparat analgesik (Morfin 3) Untuk menurunkan nyeri hebat,
Sulfat) memberikan sedasi dan
mengurangi kerja miokard
4) Pemberian oksigen bersamaan 4) Untuk memulihkan otot jantung
dengan analgesik dan untuk memastikan peredaan
maksimum nyeri (inhalasi
oksigen menurunkan nyeri yang
berkaitan dengan rendahnya
tingkat oksigen yang
bersirkulasi).

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi


elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,
kerusakan struktural
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah jantung
adekuat
Kriteria Hasil:
1) TD, curah jantung dalam batas normal
2) Haluaran urine adekuat
3) Tidak ada disritmia
4) Penurunan dispnea, angina
5) Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

INTERVENSI RASIONAL
1. frekuensi jantung, TD,nadi 1. Untuk mengetahui adanya perubahan
TD,nadi secara dini sehingga
memudahkan dalam melakukan
intervensi karena TD dapat
meningkatkan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung
dipengaruhi.
2. Evaluasi adanya bunyi jantung 2. Untuk megetahui adanya komplikasi
S3,S4 pada GJK gagal mitral untuk S3,
sedangkan S4 karena iskemia miokardia,
kekakuan ventrikel, dan hipertensi
pulmonal /sistemik
3. Auskultasi bunyi napas 3. Untuk mengetahui adanya kongesti paru
akibat penurunan fungsi miokard
4. Berikan makanan porsi makan 4. Untuk menghindari kerja miokardia,
kecil dan mudah dikunyah, bradikardi,peningkatan frekuensi
batasi asupan kafein,kopi, jantung
coklat, cola
KOLABORASI: KOLABORASI
1. Berikan oksigen sesuai indikasi 1. Untuk memenuhi kebutuhan miokard,
menurunkan iskemia dan disritmia lanjut
2. Pertahankan cairan IV 2. Jalur yang paten untuk pemberian obat
darurat pada disritmia/nyeri dada
3. Kaji ulang seri EKG 3. Memberikan informasi sehubungan
dengan kemajuan/perbaikan infark,
fungsi ventrikel, keseimbangan
elektrolit, dan efek terapi obat
4. Pantau laboratorium (enzim 4. Untuk mengetahui perbaikan/perluasan
jantung, GDA, elektrolit) infark adanya hipoksia,
hipokalemia/hiperkalsemia
5. Berikan obat antidisritmia

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,


misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan
efektif
Kirteria Hasil:
1) Kulit hangat dan kering
2) Nadi perifer kuat
3) Tanda vital dalam batas normal
4) Kesadran compos mentis
5) Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
6) Tidak edema dan nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi adanya perubahan tingkat 1. Untuk mengetahui adanya
kesadaran secara tiba-tiba penurunan curah jantung
2. Observasi adanya pucat, sianosis, 2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
kulit dingin/lembab da raba oleh penurunan curah jantung
kekuatan nadi perifer
3. Observasi adanya tanda Homan, 3. Untuk mengetahui adanya trombosis
eritema, edema vena dalam
4. Anjurkan klien untuk latihan kaki 4. Menurunkan stasis vena,
aktif/pasif meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan risiko tromboflebitis
5. Pantau pemasukan dan perubahan 5. Penurunan/mual terus menerus dapat
keluaran urine megakibatkan penurunan volume
sirkulasi, yang berdampak negatif
pada perfusi dan fungsi organ
6. Pantau laboratorium, kreatinin, 6. Indikator dari perfusi atau fungsi
elektrolit organ
7. Beri obat sesuai indikasi 7. Heparin: Untuk menurunkan resiko
tromboflebitis atau pembentukan
trombus mural
Cimetidine untuk menetralkan asam
lambung dan iritasi gaster

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat
depresan jantung
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan
peningkatan aktivitas secara bertahap
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dengan
frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal
2) Kulit teraba hangat, merah muda dan kering
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau frekuensi jantung, irama, 1. Untuk menentukan tingkat
dan perubahan TD sebelum, aktivitas klien yang tidak
selama, dan sesudah beraktivitas memberatkan curah jantung
sesuai indikasi \ 2. Menurunkan kerja miokard,
2. Tingkatkan istirahat, batasi sehingga menurunkan risiko
aktivitas pada dasar nyeri/respon komplikasi
hemodinamik, berikan aktivitas
senggang yang tidak berat 3. Dengan mengejan dapat
3. Tingkatkan istirahat, batasi mengakibatkan manuver
aktivitas pada dasar nyeri/respon valsava sehingga terjadi
hemodinamik, berikan aktivitas bradikardi, menurunnya curah
senggang yang tidak berat jantung, takikardi dan
peningkatan TD
4. Aktivitas yang maju
4. Anjurkan pasien untuk tidak memberikan kontrol jantung,
mengejan saat defekasi meningkatkan regangan dan
mencegah aktivitas berlebihan
5. Aktivitas yang maju
5. Jelaskan pola peningkatan bertahap memberikan kontrol jantung,
dari tingkat akyivitas meningkatkan regangan dan
mencegah aktivitas berlebihan
6. Palpitasi, nadi tidak teratur,
6. Observasi gejala yang adanya nyeri dada atau
menunjukkan tidak toleran dispnea dapat
terhadap aktivitas mengindikasikan kebutuhan
perubahan program oalahraga
atau diet

5. Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan kematian


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan klien hilang
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan 1. Data tersebut memberikan informasi
keluarganya serta mekanisme mengenai perasaan sehat secara
koping umum dan psikologis sehingga gejala
pasca terapi dapat dibandingkan
2. Kaji kebutuhan bimbingan spiritual 2. Jika pasien memerlukan dukungan
keagamaan, konseling agama akan
membantu mengurangi kecemasan
dan rasa takut
3. Biarkan pasien dan keluarganya 3. Kecemasan yang tidak dapat
mengekspresikan kecemasan dan dihilangkan (respons stress)
ketakutannya meningkatkan konsumsi oksigen
jantung.
4. Manfaatkan waktu kunjungan yang 4. Kehadiran dukungan anggota
fleksibel, yang memungkinkan keluarga dapat mengurangi
kehadiran keluarga untuk kecemasan pasien maupun keluarga.
membantu mengurangi kecemasan
pasien 5. Rehabilitasi jantung yang diresepkan
5. Dukung partisipasi aktif dalam dapat membantu menghilangkan
program rehabilitasi jantung ketakutan akan kematian, dapat
meningkatkan perasaan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2000). Rencana asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. (2008). Harrison’s principles
of internal medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. (2007). Robbin’s basic pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. (2009). Buku ajar keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular
dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan medikal bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta
: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi