Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Infark Miokard Akut adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala – gejala lain sebagai akibat iskemia
miokard. AMI merupakan kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran
darah ke bagian otot jantung terhambat. AMI merupakan penyebab kematian utama bagi
laki-laki dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark
miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini. Untungnya
saat ini terdapat pengobatan mutakhir bagi heart attack yang dapat menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan yang disebabkannya. Pengobatan paling efektive bila dimulaai
dalam 1 jam dari permulaan gejala.
AMI adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi mendadak karena
terhentinya aliran darah koroner yang sebagian besar disebabkan oleh thrombus yang
menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak aterosklerosis (Pedoman Tata Laksana
Miokardium Akut, 2000). AMI adalah nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan arteri koroner (Pedoman Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2004).
Infark miokardium adalah kematian sebagian otot jantung (miokard) secara mendadak
akibat terhentinya sirkulasi koroner yang ditandai dengan adanya sakit dada yang khas lebih
dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat dan dengan pemberian antiangina (nitrogliserin).
(Rokhaeni, et. Al. 2001).Infark miokardium mengacu pada proses Rusaknya jaringan
jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang
(Smeltzer & Bare, 2002).
Acute myocard infark merupakan kaeadaan berat yang menyerang jantung yang
disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh koroner atau cabangnya yang mengalami
sklerosis. Atau suatu penyempitan, pembuntuan, dan spasme yang lama dari pembuluh
darah koroner sehingga dinding jantung menjadi kekurangan oksigen dan sel-selnya. Infark
miokardial (IM) diartikan sebagai matinya atau nekrosis sel-sel miokardial, dapat terjadi
pada semua umur, tetapi angka kejadian meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.
Kejadian IM tergantung pada faktor-faktor predisposisi aterosklerosis (hiperlepidemi,
diabetes mellitus, hipertensi, merokok, pria, dan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
aterosklerotik arteria) (Bajzer, diakses tahun 2004).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI
merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST
pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada
EKG.
b. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
c. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Menurut Sumiarty (2010), untuk menentukan lokasi iskemik atau infark digunakan
ketentuan sebagai berikut:
a. Inferior : kelainan pada lead II, III, dan aVF
b. Septal : kelainan pada lead V1 dan V2
c. Anterior : kelainan pada lead V3 dan V4
d. Lateral : kelainan pada lead V5 dan V6
e. High lateral : kelainan pada lead I dan aVL
f. Extensive anterior : kelainan pada lead V1 – V6, lead I, dan Avl
Arteri coronaria adalah pembuluh darah yang mensuplai oksigen dan darah ke otot
jantung manusia sehingga apabila pembuluh darah koroner ini menyempit akan
mengakibatkan aliran darah ke otot akan menurun dan mengakibatkan keluhan nyeri
dada (angina pektoris) dan perubahan pada gambaran EKG. Kondisi ini kita sebutfase
iskemik. Begitu juga bila pembuluh darah koroner mengalami oklusi total, otot jantung
tidak mendapat aliran darah, dan penderita akan mnegalami nyeri dada yang lebih berat,
yang selama ini kita kenal sebagau Akut Miokard Infark (fase injuri). Setelah beberapa
minggu penderita mengalami infark miokard kita menyebutnya infark lama (old
myocard infarct) (Sumiarty, 2010).
4. Iskemik
Pada fase iskemik miokard perubahan EKG yang terjadi pada umumnya adalah
adanya segment ST depresi dan atau gelombang T yang negative/inverted. Segmen ST
depresi dianggap bermakna bila > 1 mm dari titik J (J pont), dan tejadi di 2 lead atau
lebih pada lead yang berdekatan. segment ST depresi terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
a. Up Sloping, bentuk segmen ST ini tidak terlalu spesifik
b. Horizontal, bentuk segmen ST yang spesifik untuk iskemik
c. Down Sloping, bentuk segmen ST depresi yang paling terpercaya untuk iskemik
5. Injury
pada fase awal terjadinya akut infark perubahan EKG yang disebut juga Hyperacute
T. Pada fase akut akan terlihat segmen ST elevasi dengan atau tanpa gelombang Q
patologis. Segmen ST elevasi dikatakan bermakna bila > 1 mm, baik di limb lead
maupun di precordial lead, yang dihitung dari titik J (J point), dan terjadi di 2 lead yang
berdekatan.
6. Infark
Pada fase subakut atau recent infark akan terlihat perubahan EKG berupa
gelombang Q patologis dan gelombang T negative/inverted. Sedangkan pada fase infark
lama (old infark) akan terbentuk gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T
sudah kembali normal. Adanya gelombang Q patologis pada EKG menggambarkan
adanya nekrosis di otot jantung. Disebut gelombang Q patologis apabila dalamnya Q
melebihi 1/3 tinggi gelombang R pada EKG. Dikatakan old infark apabila kita melihat
gelombang Q patologis di 2 lead atau lebih pada lead yang berdekatan.
7. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama
STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda
fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke volume.
Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu
post STEMI.
D. PATOFISIOLOGI
Merokok, alcohol,
hipertensi, lipid,
congenital
LDL teroksidasi
↓
Meningkatnya Timbul bercak lemak
permeabilitas terhadap ↓
lipid Plak halus
Defisit Perawatan Diri
↓ Deficit perawatan diri
Aktivasi faktor VII dan X ↑
↓ Motivasi personal hygiene ↓
Protrombin thrombin
Fibrinogen fibrin Intoleransi
Intoleransiaktivitas
Aktivitas
↓
Rupture plak ↑
↓ Kelemahan
Thrombus ↑
↓ Hipoksia
Oklusi arteri koroner ↑
↑ Penurunan aliran darah
Aliran darah koroner
menurun
↓
Supply O2 ke jaringan Penurunan CO2 Kematian jaringan Gagal pompa ventrikel
berkurang ↓ ↓ kiri
↓ Hipotensi Nekrosis ↓
Kebutuhan O2 tidak ↓ ↓ Penurunan cardiac
Penurunan Cardiac
tercukupi Syok Stimulasi saraf output
Output
↓ ↓ ↓
Takipneu Penurunan kesadaran Melepas mediator nyeri:
↓ ↓ ↓ Reflux ke paru-paru Gagal pompa ventrikel
Ketidakefektifan Resiko
Resiko injury
Injury Nyeri akut ↓ kanan
Pola Napas Alveoli edema ↓
Metabolism anaerob Tekanan diastole
Gangguan
↓ meningkat
Pertukaran Gas
Asam laktat meningkat ↓
↓ Bendungan atrium kanan
Nyeri terus menerus ↓
Informasi tidak adekuat ↓ Terjadi malam hari Bendungan vena sistemik
↓ Ansietas
Ansietas ↓ ↓
Salah terapi, salah Gangguan polatidur
Gangguan Pola tidur Hepar
persepsi ↓
↓ Hepatomegali
Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan ↓
Mendesak diafragma
Gagal pompa ventrikel ↓
kiri Sesak nafas
↓
Ketidakefektifan pola
Ketidakefektifan
nafas
Pola Napas
Forward failure Backward failure
↓ ↓ Mendesak organ GIT
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow ↓ LVED naik ↓
jaringan ↓ ↓ ↓ ↓ Mual muntah
↓ ↓ RAA ↑ Tek.vena pulmonalis ↑ ↓
Metabolism Sinkop ↓ ↓ Ketidakseimbangan
anaerob ↓ Aldosteron ↑ Tek.kapiler paru ↑ nutrisi kurang dari
↓ Gangguan
Gangguan ↓ ↓ kebutuhan tubuh
Asidosis metabolic perfusi
Perfusi ADH ↑ Edema paru Beban ventrikel kanan ↑
↓ jaringan
Jaringan ↓ ↓ ↓
Penimbunan asam Serebral Retensi Na + Ronchi basah Hipertrovi ventrikel kanan
laktat dan ATP ↓ H2O ↓ ↓
Kelebihan
Volume Cairan
↓ ↓ Iritasi mukosa paru Penyempitan lumen
Fatigue Kelebihan ↓ ventrikel kanan
↓ volume c Reflek batuk ↓
Intoleransi
Intoleransi ↓
aktivitas Penumpukan secret Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
Aktivitas
↓ Bersihan Jalan na
bersihan jalan Napas
Edema Menghambat pertukaran
↓ O2 dan CO2
Bed rest Perubahan ↓
↓ bentuk tubuh Gangguan
Gangguanpertukaran
Pertukaran Suplai O2 di sirkulasi
Tidak dapat ↓ gas
Gas berkurang Fungsi Hepar terganggu
beribadah seperti Gangguan ↓
biasa Citra Tubuh Fungsi detoksikasi
↓ Gangguan Citra berkurang
Distres Tubuh ↓
Spiritual Resiko Infeksi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi
menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik
nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik
ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki
sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.
Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan
cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara
normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI
menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat
dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap
meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali
normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal,
termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik
untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada
jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin
didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir
selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari
scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk
metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti
apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk
fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi
ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography
juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga
dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya
2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi
mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien
yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan
yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat
meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap
berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat
komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan
kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-
jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada
hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks
karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali
menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner
yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada
pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark
ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis
160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan supply-
demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan menurunkan
insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen
fibrinolitik).
G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan
remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-
sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran
yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan
sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat
pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan
disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena
sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru,
hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru
tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes
keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar
vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya
terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke
dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang
terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung.
Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang
secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium
dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak
dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan
reaksi peradangan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
1) Airways
Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekles
2) Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder.
1) Aktifitas
Gejala :
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk
atau berdiri
Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9) Pernafasan:
Gejala :
dispnea tanpa atau dengan kerja
dispnea nocturnal
batuk dengan atau tanpa produksi sputum
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan
nafas sesak / kuat
pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interkasi social
Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Menarik diri
3. Pengkajian Fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1) Tingkat kesadaran
2) Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3) Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya
oksigen ke dalam miokard
4) Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5) Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian
tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark,
menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6) Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7) Warna dan suhu kulit
8) Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda
gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9) Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan
potensial komplikasi yang fatal
10) Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) EKG
2) Echocardiogram
3) Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,
kerusakan struktural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah, misalnya
vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat
depresan jantung
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1) Nyeri dada hilang/terkontrol
2) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
3) Klien tampak rileks,mudah bergerak
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri 1. Data tersebut membantu menentukan
dada, meliputi : PQRST penyebab dan efek nyeri dada serta
merupakan garis dasar untuk
membandingkan gejala pasca terapi
2. Berikan istirahat fisik dengan 2. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman
punggung ditinggikan atau dalam serta dispnea dan istirahat fisik juga
kursi kardia dapat mengurangi konsumsi oksigen
jantung.
3. Kaji ulang riwayat angina 3. Untuk membandingkan nyeri yang
sebelumnya, nyeri menyerupai ada dari pola sebelumnya, sesuai
angina dengan identifikasi komplikasi
seperti meluasnya infark, emboli
paru, atau perikarditis
4. Anjurkan pasien untuk melaporkan 4. Untuk memberi intervensi secara
nyeri dengan segera tepat sehingga mengurangi
kerusakan jaringan otot jantung yang
lebih lanjut
5. Berikan lingkungan yang tenang, 5. Menurunkan rangsang eksternal
aktivitas perlahan, dan tindakan
nyaman
6. Bantu melakukan teknik relaksasi 6. Membantu dalam menurunkan
(napas dalam/perlahan,perilaku persepsi/respon nyeri
distraksi, visualisasi, bimbingan
imajinasi
7. Periksa tanda vital sebelum dan 7. Hipotensi /depresi pernapasan dapat
sesudah obat narkotik terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik. Dimana keadaan ini dapat
meningkatkan kerusakan miokardia
pada adanya kegagalan ventrikel
8. Kolaborasi dengan tim medis 8.
pemberian:
1) Antiangina (NTG) 1) Untuk mengontrol nyeri dengan
efek vasodilatasi koroner, yang
meningkatkan aliran darah
koroner dan perfusi miokardia
2) Penyekat β (atenolol) 2) Untuk mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang
simpatis, sehingga menurunkan
fungsi jantung, TD sistolik dan
kebutuhan oksigen miokard
3) Preparat analgesik (Morfin 3) Untuk menurunkan nyeri hebat,
Sulfat) memberikan sedasi dan
mengurangi kerja miokard
4) Pemberian oksigen bersamaan 4) Untuk memulihkan otot jantung
dengan analgesik dan untuk memastikan peredaan
maksimum nyeri (inhalasi
oksigen menurunkan nyeri yang
berkaitan dengan rendahnya
tingkat oksigen yang
bersirkulasi).
INTERVENSI RASIONAL
1. frekuensi jantung, TD,nadi 1. Untuk mengetahui adanya perubahan
TD,nadi secara dini sehingga
memudahkan dalam melakukan
intervensi karena TD dapat
meningkatkan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung
dipengaruhi.
2. Evaluasi adanya bunyi jantung 2. Untuk megetahui adanya komplikasi
S3,S4 pada GJK gagal mitral untuk S3,
sedangkan S4 karena iskemia miokardia,
kekakuan ventrikel, dan hipertensi
pulmonal /sistemik
3. Auskultasi bunyi napas 3. Untuk mengetahui adanya kongesti paru
akibat penurunan fungsi miokard
4. Berikan makanan porsi makan 4. Untuk menghindari kerja miokardia,
kecil dan mudah dikunyah, bradikardi,peningkatan frekuensi
batasi asupan kafein,kopi, jantung
coklat, cola
KOLABORASI: KOLABORASI
1. Berikan oksigen sesuai indikasi 1. Untuk memenuhi kebutuhan miokard,
menurunkan iskemia dan disritmia lanjut
2. Pertahankan cairan IV 2. Jalur yang paten untuk pemberian obat
darurat pada disritmia/nyeri dada
3. Kaji ulang seri EKG 3. Memberikan informasi sehubungan
dengan kemajuan/perbaikan infark,
fungsi ventrikel, keseimbangan
elektrolit, dan efek terapi obat
4. Pantau laboratorium (enzim 4. Untuk mengetahui perbaikan/perluasan
jantung, GDA, elektrolit) infark adanya hipoksia,
hipokalemia/hiperkalsemia
5. Berikan obat antidisritmia
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2000). Rencana asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. (2008). Harrison’s principles
of internal medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. (2007). Robbin’s basic pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. (2009). Buku ajar keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular
dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan medikal bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta
: EGC.