Vous êtes sur la page 1sur 19

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

IDENTITAS
Inisial : An. TB
Usia : 59 tahun
Jeniskelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Celeban Umbulharjo
Pekerjaan : Buruh
Masuk RS : 9 Oktober 2017
Waktupemeriksaan : 10 Oktober 2017
Bangsal : Bougenvil

Dokter Pembimbing : dr. Yunada HR, Sp.B-KBD


Ko-asisten : Sonia Widowati (20174012020)

A. SUBYEKTIF AUTOANAMNESA (10 Oktober 2017, pukul: 12.00 WIB)


1. KeluhanUtama
 Nyeri perut kanan bawah

2. RPS
3HSMRS pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah, nyeri dirasakan terus menerus ,
keluhan disertai muntah 1x , tidak merasa mual, nafsu makan sedikit berkurang. Pasien merasa
tidak ada keluhan saat BAB dan BAK. Demam (-). 2HSMRS keluhan nyeri perut dirasa
memberat terutama saat batuk dan bergerak sehingga pasien jalan agak membungkuk , nyeri
menjalar dari ulu hati hingga kanan bawah. Pasien meminum obat promag tetapi keluhan tidak
membaik. HMRS pasien dibawa berobat ke PKM Umbulharjo segera dirujuk ke poli bedah
RSUD Jogja.

3. RPD  Riwayat operasi( + ) Amputasi


 Riwayatpenyakitserupa (-)  Riwayatdarahtinggi (-)
 Riwayatpenyakit hati (-)  Riwayatpenyakitgula (+) tidak
 Riwayat penyakit maag (-) terkontrol

1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

 Riwayat penyakit jantung (-)  Riwayathipertensi (-)


 Riwayat asma (-)  Riwayatdarahtinggi (-)
 Riwayatkencingmanis (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat asma (-)

4. RPK
 Riwayatpenyakitserupa(+) cucu

5. Riwayat Personal Sosial


Pasien tinggal bersama anak. Pasien bekerja sebagai buruh . Sebelum sakit pasien makan
3x sehari ,banyak makan sayur, tidak pilih-pilih makanan Pasien juga senang mengonsumsi
buah-buahan.
Review System
 Sistem Syaraf Pusat : Penurunan kesadaran (– )
Kejang (–)
Pusing (– )
Demam (- )
 Kardiovaskular : Palpitasi (–)
Nyeri dada (–)
Pucat (– )
 Respirasi : Batuk (–)
Pilek (–)
Sesaknafas (–)
 Pencernaan : Mual (-)
Muntah (+ )
Diare ( -)
Konstipasi (-)
 Urogenital : Terasa panas saat berkemih (– )
 Muskuloskeletal : Nyeri otot – sendi (–)
Kesemutan (– )
B. PEMERIKSAAN FISIK (10 Oktober 2017, 12.00)

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
1. KeadaanUmum
 Kesadaran : Compos mentis

 Skala Nyeri

 Vital Signs
o TekananDarah : 130/70 mmHg
o SuhuTubuh : 37 °C
o FrekuensiNafas : 24 x/menit
o FrekuensiNadi : 80 x/menit
 Status Gizi : Normal
 BeratBadan : 47,5 kg
 TinggiBadan : 158 cm
𝐵𝐵
 Index Massa Tubuh : 𝑇𝐵2 = 19,02 (Underweight)

2. Kepala
 Bentuk : Mesosefal
 Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
 Mata
o Conjunctiva Anemis :-/-
o SkleraIkterik :- / -
o Pupil Isokhor :+/+
o EdemaPalperbra :-/-
 Telinga
o Discharge : -/-
o Gangguanpendengaran : -
 Hidung
o Nafas cuping hidung :-/-
4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
o Rhinorea / Epitaksis :-/-
 Mulut
o Mukosakering (–)
o Lidahkotor (– )
o Stomatitis (–)
o Tonsil dan Faring (dbn)
3. Leher
 Benjolan (–)
 Limfonodi ( tak teraba )
4. Thorax
 Inspeksi
o Simetris (+)
o Retraksi (–)
 Palpasi
o Vokal Fremitus ( simetris )
o Pergerakan dada ( simetris )
 Perkusi
o Sonor (+/+)
 AuskultasiParu
o Vesikuler (+/+)
o Wheezing (-/-)
o RBB / RBK (-/-)
 AuskultasiJantung
o S1-S2Reguler (+)
o BisingJantung (–)

5. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus ( + 15x )
 Perkusi : Tympani
 Palpasi
o NyeriTekan ( + ) kanan bawah
o Defanse muscular (-)

5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
o Nyeri tekan mc burney (+)
o Psoas sign (+)
o Obturator sign (+)
o Rovsing Sign (-)
o HeparTeraba (–)
o Lien Teraba (–)
o Asites (–)

6. Ekstremitas
 AkralHangat (+)
 NadiKuat (+)
 Edema (–)

a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi pada tangggal 9 Oktober 2017
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hematologi
Leukosit 24,2 H 4,00 - 10,6 103 / uL
Eritrosit 5,84 4,50 - 6,00 106 / uL
Hemoglobin 16,7 13,0 - 18,0 g/dL
Hematokrit 51,3 42,0 - 52,0 %
MCV 87,9 81 - 99 fL
MCH 28,6 27 - 31 pg
MCHC 32,6 L 33 - 37 g/dL
RDW-CV 12,0 11 - 16 %
Trombosit 196 150 – 450 103 / uL

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
Differential Telling
Neutrofil % 90,4 H 50 - 70 %
Limfosit % 5,2 L 20 - 40 %
Monosit % 3,3 3,0 - 12 %
Eosinofil % 0,8 L 0,5 - 5,0 %
Basofil % 0,3 0-1 %
Neutrofil # 21,83 H 2-7 103/uL
Limfosit # 1,24 0,8 - 4,0 103/uL
Monosit # 0,82 0,12 - 1,20 103/uL
Eosinofil # 0,20 0,02 - 0,50 103/uL
Basofil # 0,08 0 -1 103/uL

Masa Perdarahan 2’30” <6 Menit


Masa penjedalan 9’00” <12 Menit
Glukosa Darah 287 H 70-140 mg/dl
Sewaktu
ImunoSerologi
HBs Ag (Rapid) Nonreaktif (-) Nonreaktif (-)

b. Pemeriksaan USG pada tanggal 10 Oktober 2017

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

Kesan VF : dinding licin, tampak lesi hipoechoic dengan acoustic shadow kurang
lebih 1,7 cm
Hepar : Ukuran dbn ,tak tampak massa
Abdomen kanan bawah: appendix oedematous diameter > 1 cm, tampak kumulasi
cairan disekitarnya
Kesan - cholelitiasis
- Menyokong diagnosis klinis appendicitis acut
- Hepar, pancreas, Ren , VU, Prostat dbn

c. Alvarado Score for Appendicitis


Migration :1
Anorexia :1
Nausea :1
Tenderness :2
Rebound pain :1
Elevation of temperature :0
Leukocytosis :2
Shift to the left :1
Alvarado score : 9

9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
B. ASSESSMENT
Apendisitis Perforasi
C. PLANNING
 Inf. Ringer Lactat 30 tpm
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
 Inj Ketorolac 30 mg/12 jam
 Tindakan : Appendiktomi

10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai
cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya
adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor.
Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan caceing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan.

B. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan berpangkal
di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian,
pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri
apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian
kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks
vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10. Posisi apendiks
terbanyak adalah retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%), anteileal (2%)
dan preleal (1%). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks

11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779

C. Fisiologi Apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun
sekretorik di saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan defek fungsi
sistem imun yang jelas
D. Epidemiologi
Insiden apendisitis di negara maju lebih tinggi dari pada di negara berkembang. Apendisitis
dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada pria dengan
perbandingan 1,4 lebih banyak dari pada wanita.
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
b. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen
yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam
ringan.
c. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum.
d. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.
e. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
f. Apendisitis Abses

13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
g. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
2. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding 11
apendiks, sumbatan parsial atau total apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis
kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut
apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan
ikat.
F. Patofisiologi
Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari.
Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan
Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi
terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab
dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella,
dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki
peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus.
Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di
1
/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry
dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga
mempengaruhi terjadinya appendisitis

14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu
makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan
penting pada diagnosis appendisitis, khususnya pada anak-anak.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak.
Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang
lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada
iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti
demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan
yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,
khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa
didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture
dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang.
Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria
pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine

G. Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat
banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor primer pada
dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit
seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus,
bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan
makan .
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan untuk
faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan
benda asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi
resiko apendisitis baik dilihat dari pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan kesehatan baik

15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
dari fasilitas maupun non-fasilitas, selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan
rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi lumen
sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
H. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan
bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
a) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah
atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
b) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
c) Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.
d) Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas
yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
e) Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang
terjadi pada apendiks.
f) Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

16
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi 15 kalau sudah
terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar
bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada
jam 9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih
dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi
leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah
(LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah
terdapat infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan
17
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG) dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura.
c. Histopatologi : Adalah Gold Standard untuk diagnosis apendisitis akut .
Definisi histopatologi apendisitis akut :
- Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan
epitel
- Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel
- Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan ilfiltrasi kedalam lapisan
epitel
- Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler
dengan atau tanpa terlihatnya lapisan mukosa
- Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi peripendisitis
J. Diagnosis Banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis karena penyakit lain yang
memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan apendisitis, diantaranya :
1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan, apendisitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk
Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.
4. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada
wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
5. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklusmenstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang
dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak jelas
seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri
mendadak difus di pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik.

18
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut dan sering
dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut sehingga diperlukan
pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai apendisitis retrosekal.
Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria dan terjadi demam atau leukositosis.
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang dilakukan
adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase.

19
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS NO. RM: 714779
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. Buku-Ajar Ilmu Bedah. 2004 Edisi 2. Jakarta: EGC.
2. Schwartz,Spencer.Ilmu Bedah.2000.Edisi 6.Jakarta:EGC.
3. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery
28:11. p544048
4. Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana K.; Billiar, Timothy R.; Dunn, David L.; Hunter, John G.;
Pollock, Raphael E. 2006. Swartz’s Manual Of Surgery. 8thed. USA : McGraw Hill
5. Docstoc. 2010. Apendisitis. Available from: http://www.docstoc.com/docs/22262076/ -apendisitis
6. Longo, Dan L., Fauci, Anthony S. 2013. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. 2nded. New
York : McGrew Hill Education.
7. Lee, d. 2009. Appedicitis and Appendectomy. Diunduh dari:
http://www.eapsa.org/parents/resources/Appendicitis.cfm. 10 Oktober 2017
8. Departemen Bedah UGM. 2010. Apendik. Available from: http://www.bedahugm.net/tag/appendix
9. Wiyono, Mellisa H. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan Apendisitis Akut. Jakarta
: J. Kedokt Meditek Vol.17

Yogyakarta, 13 Oktober 2017


Mengetahui,

dr. Yunada, Sp.B-KBD

20

Vous aimerez peut-être aussi