Vous êtes sur la page 1sur 9

HIPERTENSI

1 Anatomi dan Fisiologi Hipertensi


a. Anatomi
1) Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada
linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
a) atas: pembuluh darah besar
b) bawah: diafragma
c) setiap sisi: paru-paru
d) belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2) Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.Arteri terdiri
dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan
cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan
tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
“vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:
a) Aktivitas memompa jantung berkurang,
b) arteri mengalami pelebaran,
c) banyak cairan keluar dari sirkulasi.
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
3) Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c) Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzimyang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan
hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
4) Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat
berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat
lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah
akan meningkat.
5) Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol ke
venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama
6) Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali
lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada
tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak
terjadi melalui ruang jaringan
7) Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan venul.
Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
b. Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem
arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah
yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk
reoksigenasi (Black, 2010).

2.2 Definisi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD)
normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial
(hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang
dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160
mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya
140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-150 90-99
Hipertensi stage II >150 >100
(Arif Muttaqin, 2009).
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan140-149 <90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100
Hipertensi Sistol Terisolasi ≥140 Dan <90
(Andy Sofyan, 2012)

2.4 Etiologi
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah
Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:
a) Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis
b) Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal
c) Hipertensi hormonal
d) Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik (Andy Sofyan, 2012)

2.5 Manifestasi Klinis


sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
b. penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Elizabeth J. Corwin, 2000).
2.6 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistem saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner dan Suddarth, 2001).

2.7 Pathway
download di sini
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pemeriksaan Fisik


Melakukan pengkajian:
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
b. Riwayat
1) Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Manifestasi klinis penyakit jantung seperti dyspnea, angina
5) Kebiasaan sehari-hari: nutrisi, istirahat, olah raga
6) Faktor psikologis dan lingkungan: stes emosional, budaya makan, dan status ekonomi
7) Faktor risiko
8) Riwayat alergi
9) Riwayat pemakaian obat: pil KB, steroid, NSAID
c. Pemeriksaan fisik
1) Berat badan dan tinggi badan.
2) Mata: pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan retinal arteriol, perdarahan, eksudat dan
papill edema
3) Leher: JVP, bising karotis dan pembesaran thyroid
4) Paru: pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)
5) Jantung: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal 2
kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya
setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi
lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil
6) Abdomen: bising, pembesaran ginjal
7) Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi: tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
1) EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung
koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubngan dari sel-sel terhadap
terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkogulabilitas, anemia
3) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
4) Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5) Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic
6) Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8) Asamm urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi
9) Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang melebar
10) Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah
terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Diklat PJT-RSCM, 2008).

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan untuk klien hipertensi mencakup:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vaskonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vasculer serebral
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (Doenges, dkk. 1999).
3.3 Intervensi dan Rasional Tindakan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventrikelar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima
2) berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau kerja jantung
3) memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran
manset yang tepat dan teknik yang akurat. Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih langkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolik sampai 130 mmHg,
hasil pengukuran diastolik di atas 130 mmHg dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama,
kemudian maligna. Hipertensi sistolit juga merupakan faktor risiko yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolik 90-115
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan parifer Denyutan karotis,jugularis, radialis
dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokonstriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
karena adanya hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkemba-
ngan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles,
mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler Adanya pucat, dingin, kulit
lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
Catat edema umum/tertentu Dapat mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal Membantu menurunkan rangsang simpatis meningkatkan
relaksasi
Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti: istirahat di tempat tidur/kursi, jadwalperiode istirahat
tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi tekanna darah dan perjalanan
peyakit hipertensi
Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti: pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis
Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan Dapat menurunkan
rangsangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol takanan darah Respon terhadap terapi obat
“stepped” (yang terdiri dari atas diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada
individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting untuk
menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rebdah
Kolaborasi:
Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh:
Diuretic tiazin, misalnya: kortikosteroid (diuri), hidroklorotiazid (esidrix/hidroDIURIL),
bendroflumentiazid (Naturetin) Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan
obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relative normal. Diuretic
ini memperkuan agen-agen antihipertensif lain dengan membatasi retensi cairan.
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi Pembatasan ini dapat menangani
retensi cairan respon hipertensif, dengan demikian menurunkan kerja jantung

b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekan vasculer serebral


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah nyeri
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan terkontrol
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
INTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan tirah baring selama fase akut Meminimalkan stimulasi/meningkatkan
relaksasi
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, missal: kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan
imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang Tindakan yang menurunkan tekanan
vaskular serebral
dan yang memperlambat atau memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya
Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskularserebral
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan Pusing dan penglihatan kabur sering
berhubungan dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau
kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan Meningkatkan kenyamanan
umum. Kompres hidung dan mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut,
menimbulkan stagnasi sekresi oral dan menger membran mukosa
Kilaborasi:
Berikan sesuai indikasi: analgesik Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang
sistem saraf simpatis
Antiansieta, missal lorazepam (ativan), diazepam (valium) Dapat mengurangi tegangan dan
ketidaknyamanan diperberat oleh stres

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
1) Peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
2) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit di
atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik
meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada,
keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan Menyebutkan
parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada
merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas
Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, missal: menggunakan kursi saat mandi,
duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan Teknik
menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri terhadap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
(Doenges, dkk. 1999)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik
sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik, Usia, keadaan emosi
seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal, Neurologik ,dll.
Orang yang sugah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak komplikasi yang
diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris, CHF, gagal ginjal, infark miokard, dll.
4.2 Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas medis
sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan
juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum teruji kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2. Jakarta: EGC.
Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1. Elsevier :St.
Louis Missouri 63146.
Diklat PJT–RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4. Jakarta: RSCM.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Vous aimerez peut-être aussi