Vous êtes sur la page 1sur 48

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu
hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin
meningkat pula yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab suatu penyakit, yang
mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang
dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini
secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan
hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang
sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam


ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi
yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa
terjadi pada orang dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih
jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi
ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang- tulang tengkorak. Sedang pada orang
dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan


50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-
kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan
distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup
akan menjadi masalah pediatri sosial.

Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada


anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan
kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital
dan resiko terjadi dekubitus.

i
Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan
menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learning berupa
pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.

1.2 Rumusan masalah


1.1.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi kepala?
1.1.2 Apa pengertian dari hidrosefalus?
1.1.3 Apa etiologi dari hidrosefalus ?
1.1.4 Sebutkan klasifikasi dari hidrosefalus ?
1.1.5 Bagaimana patofisiologi dari hidrosefalus ?
1.1.6 Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami hidrosefalus ?
1.1.7 Bagaimana evaluasi diagnostik pada pasien hidrosefalus ?
1.1.8 Bagaimana penatalaksanaan pada hidrosefalus ?
1.1.9 Bagaimana komplikasi yang timbul pada pasien hidrosefalus?
1.1.10 Bagaimana prognosis pada hidrosefalus?
1.1.11 Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier yang harus
dilakukan pada pasien hidrosefalus ?
1.1.12 Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
mengalami hidrosefalus ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan tentang apa itu hidrosefalus dan bagaimana asuhan
keperawatan yang harus dilakukannya

1.3.2 Tujuan khusus


1.3.3 Menjelaskan anatomi dan fisiologi kepala
1.3.4 Menjelaskan tentang hidrosefalus
1.3.5 Menjelaskan etiologi dari hidrosefalus
1.3.6 Menjelaskan klasifikasi dari hidrosefalus
1.3.7 Menjelaskan patofisiologi dari hidrosefalus

2
1.3.8 Menjelaskan manifestasi klinis pada pasien yang mengalami
hidrosefalus
1.3.9 Menjelaskan evaluasi diagnostik pada hidrosefalus
1.3.10 Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien hidrosefalus
1.3.11 Menjelaskan komplikasi yang timbul pada pasien hidrosefalus
1.3.12 Menjelaskan prognosis pada pasien hidrosefalus
1.3.13 Menjelaskan pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang
dilakukan pada pasien hidrosefalus
1.3.14 Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien hidrosefalus

1.4 Manfaat
a. Mengetahui dan menjelaskan apa itu hidrosefalus, cara menanganinya dan
bagaimana asuhan keperawatannya.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kepala (Menurut Maulana, 2010)


A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
B. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah
(kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu
frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya diregio temporal
adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum.

C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Dura mater (luar)
Dura mater secara konvensional
potensial
terdiri (ruang
atas duasubdura)
lapisan yang
yaitu terletak
lapisan endosteal
antara dan lapisan me
dura mater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan
pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan

4
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah
vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningeal terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid (tengah)


Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid
yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
a) Ruang subaraknoid memisahkan lapisan arakhnoid dari pia mater dan
mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan penghubung
seperti selaput yang memepertahankan posisi arakhnoid piamater di bawahnya.
b) Berkas kecil jaringan arakhnoid. Vili arakhnoid, menonjol ke dalam sinus
vena (dural) dura mater.

3. Pia mater (dalam)


Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.

D. Otak
Otak merupakan suatu struktur
gelatin yang mana berat pada orang

5
dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses
penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS)
dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam.
Pleksus koroid adalah jaring-jaring
kapiler berbentuk bungan kol yang

menonjol dari piamater ke dalam dua ventrikel


otak. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena
melalui granulasio arakhnoid yang terdapat
pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari
system ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang

6
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan
ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.
Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen
Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus
Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam
ruang subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis
menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler (Ngastiyah,
1997).
CSS yang berada di ruang subarakhnoid, merupakan cairan yang bersih dan
tidak berwarna. Merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak
dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa
volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume
cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.

F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga
tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

G. Inervasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

H. Tekanan Intra Kranial (TIK)


Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan

7
waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15
mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie
menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
I. Ventrikel otak
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah
ventrikel lateral, ventrikel III dan
ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat
di bagian dalam serebrum, masing-
masing ventrikel terdiri dari 5 bagian
yaitu kornu anterior, kornu posterior,
kornu inferior, badan dan atrium.
Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong
unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus
unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah
dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii.
Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah
ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,
cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari
lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak
dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada
penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.

8
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep
ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran
darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per
100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung
pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera
pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari
berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan
untuk meningkatkan ADO.

2.2 Pengertian Hidrosefalus


Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"
yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan
cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS. Harus di bedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa
tekanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran
ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah
terjadinya atrofi otak ( Ngastiyah, 1997).

9
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinalis secara
berlebihan di dalam rongga ventrikulus otak, paling sering terjadi pada neonatus.
Keadaan ini juga dapat ditemukan pada dewasa sebagai akibat cedera atau
penyakit. Pasda bayi, hidrosefalus membuat kepala membesar dan pada bayi
maupun dewasa, kompresi yang ditimbulkan dapat merusak jaringan otak (Mayer,
2003).
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang
tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem
Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang dapat
mengakibatkan gangguan dari cairan serebrospinal yang berubah menjadi banyak,
disebabkan oleh karena obstruksi aliran cairan serebrospinal, gangguan produksi
dan atau produksi cairan serebrospinal yang berlebihan (Aziz, 2006)
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan diruang yang secara normal terdapat
dalam otak, hidrosefalus terjadi apabila produksi cairan otak tidak seimbang
dengan penyerapannya sehingga cairan otak terbendung, sistem ventrikel akan
melebar, dan tekanan dalam rongga kepala akan meningkat (Arif, 2000)

2.3 Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam
ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi (Cristine Brooker : The Nurse’s Pocket Dictionary).
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke
dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat

10
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS)
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan
CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
1.Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%).
Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal,
yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir
atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2.Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom
Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan
cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
3.Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV,

11
yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa pascaerior.

4. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah


Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma
arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni sinus
transverses dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi/buntu ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak
terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan

12
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma (tumor)
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan
apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan
mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

2.4 Klasifikasi
(Menurut Zulkarnain, 2011)
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis
Dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan
tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifest. Sementara itu,
hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang
tersembuni.
2. Waktu pembentukan
Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus
yang terjadi pada neonates atau yang berkembang selama intra uterin disebut
hidrosefalus congenital. Hidroseflaus yang terajdi karena cedera kpala selama
proses kelahiran disebut hidrosefalus infantile. Hidrosefalus akuisita adalah
hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonates atau disebabkan oleh factor-faktor
lain setelah masa neonates (Harsono, 1996).

13
3. Proses terbentuknya
Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut
adalah hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau
gangguan absorpsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus
kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami
obstruksi beberapa minggu (bulan-tahun). Dan diantar waktu tersebut disebut
hidrosefalus subakut.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi
pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik
dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
• Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
• Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

14
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga
perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan
otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada


bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini
tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid
(klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid
untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala
peningkatan ICP)

2. Hydrocephalus non komunikan


Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan.

15
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau
diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa
dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau
bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak
dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim,
tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang
garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.

3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )


Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait,
incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70
tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

2.5 Patofisiologi
Banyak yang menjadi penyebab hidrosefalus antara lain kelainan
bawaan/kongenital, infeksi, neuplasma, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi
pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebri
melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengerut dan menyobek garis
ependimal. Substansia alba di bawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi
menjadi pita yang tipis. Pada substansia grisea terdapat pemeliharaan yang
bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran,
substansia grisea tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan
proses yang tiba-tiba(akut) dan dapat juga selektif bergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus kegawatan. Pada bayi dan anak
kecil, sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan

16
massa cranial. Jika Fontanela anterior tidak tertutup, maka fontanel ini tidak akan
berkembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaduktus menyebabkan
titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan
kepala berbentuk khas, yaitu dahi tampak menonjol secara dominan (dominan
frontal blow). Sindrom dandy-Walker terjadi jika karena adanya obstruksi pada
foraminal di luar pada ventrikel IV. Ventrikel IV melebar dan fosa pascaerior
menonjol memenuhi sebagian besar ruang di bawah tentorium. Klien dengan tipe
hydrochepalus di atas akan mengalamai pembesaran cerebrum yang secara
simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih
tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak,
akibatnya gejala peningkatan tekanan intracranial terjadi sebelum terjadi ventrikel
serebri menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorpsi dan sirkulasi CSS
adalah hydrocephalus tidak komplet. CSS melebihi kapasitas normal system
ventrikel setiap 6-8 jam dan tidak adanya absorpsi total akan menyebabkan
kematian. Ventrikular yang melebar menyebabkan sobeknya garis ependimal
normal, khusunya pada dinding rongga sehingga mengakibatkan peningkatan
absorpsi. Jika rute kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventricular lebih lanjut
maka akan terjadi keadaan kompensasi.
Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar 50-200 mm, praktis sama
dengan 50-200 mmH20. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis
merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medulla spinalis
sehingga volume otak total (kranio spinal) ditambah dengan volume darah dan
likuor merupakan angka tetap (hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan
volume likuor akan menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini terdapat pada
perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah
terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada
hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah
oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri
(Harsono, 1996).
Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari 3 mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor

17
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Sebagai konsekuesi dari 3 mekanisme di atas adalah peningakatan tekanan
intrakranial sebagia upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara
terperinci, namun hal ini bukannlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi
akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda setiap saat
selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1. Kompresi sistem serebro vaskuler
2. Redistribusi dari likuor serebro spinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya
di dalam sistem susunan saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena
tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang
berlebihan akan menyebabkan TIK meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Ada pula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, disamping juga akibat hipervitaminosis
A.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan
meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan
resobrsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai 2
konsikuensi yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan
volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan intrakranial sampai batas
yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena
yang relatif tinggi.

18
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari kompliens
tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi
dengan peningkatan volume vaskuler, dalam hal ini peningkatan tekanan vena
akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya,
bila tengkorak masih dapat menghadaptasi, kepala akan membesar dan volume
cairan akan bertambah. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likour dan
kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan
klinis.

19
WOC Hidrosefalus

Kelainan Infeksi Neoplasma Perdarahan


kongenital

Radang Hydrocephalus Fibrosis


1. Obstruksi salah satu jaringan otak komunikans leptomeningens
tempat pembentukan pada daerah basal
(ventr.III/IV). otak
2. Obstruksi pada duktus 1. Obstruksi tempat
rongga tengkorak. pembentukan/penyerapan
3. Gangguan absorpsi LCS LCS. Obstruksi oleh
(Foramen Mondroe, 2. Rangsangan produksi LCS. perdarahan
Luscha, dan Magendie).

Jumlah cairan dalam


Hydrocephalus Peningkatan jumlah cairan ruang sub araknoid
nonkomunikans serebrospinal meningkat

Pembesaran relatif kepala Peningkatan TIK Tingkatan pembedahan

Kesulitan bergerak Terpasang shunt


Herniasi falks Penekanan
pada saraf
serebri dan ke Adanya Port de
cranial II
Penekanan Kerusakan foramen Entrée dan benda
total mobilitas fisik asing masuk ke
magnum
Papil edema otak
Gangguan Kompresi
integritas kulit batang Risiko infeksi
otak Disfungsi persepsi
visual-spasial dan
kehilangan sensorik
Depresi Respons
saraf inflamasi
kardiovasku- Gangguan
lar dan persepsi
pernapasan sensori visual Hipertermi

Koma

20
Kematian Koma

Penurunan Otak semakin Kerusakan


kesadaran tertekan ke fungsi motorik
bagian bawah
pada batang
Koping otak
Defisit
keluarga
perawatan diri
tidak efektif
Hipotalamus
semakin tertekan

Pembuluh Kejang Mual, Saraf –saraf pusat


darah muntah akan semakin
tertekan tertekan
Resiko cedera
Penurunan
BB
Aliran darah
ke otak↓ Kesadaran Sakit
Kebutuhan menurun kepala
Perfusi jaringan nutrisi : kurang
serebral tidak dari kebutuhan PK : Penurunan Nyeri akut
efektif tubuh kesadaran

21
2.6 Manifestasi klinis (Menurut Mayer, 2003)
Pada bayi terdapat tanda dan gejala yang biasanya ditemukan mencakup :
1. Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi (tanda
khas yang paling sering ditemukan ) akibat peningkatan volume cairan
serebrospinalis.
2. Distensi vena-vena kulit kepala akibat peningkatan tekanan cairan
serebrospinalis.
3. Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatan
tekanan cairan serebrospinalis.
4. Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat badan.
5. Depresi atap orbita (atap orbita tertekan) disertai pergeseran bola mata ke
bawah dan sklera yang menonjol sebagai akibat peningkatan tekanan.
6. Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas (rewel), serta tonus
otot yang abnormal sebagai akibat kompresi saraf.
7. Muntah proyektil (muntah menyembur) akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
8. Pelebaran tengkorak untuk mengakomodasi peningkatan tekanan.

Pada dewasa dan anak yang sudah besar, tanda- tanda yang menunjukkan
hidrosefalus meliputi :

1. Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial.


2. Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik.
3. Inkontinensia (ketidakmampuan spinter untuk menahan urine)
4. Gangguan intelektual.

(Menurut Endang, 2011)

Bayi:
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
1. Kepala makin membesar
2. Veba-vena kepala prominen
3. Ubun-ubun melebar dan tegang
4. Sutura melebar

22
5. Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala
6. Perkembangan motorik terlambat
7. Perkembangan mental terlambat
8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
9. Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10. Nistagmus horisontal
11. Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan
penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris
seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.

Anak:
1. Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial
2. Muntah proyektil
3. Nyeri kepala
4. Kejang
5. Kesadaran menurun
6. Papiledema
7. Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.
Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi
pada 1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada
umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan/atau
adanya paralisis n.abdusens.

2.7 Evaluasi diagnostik


(Menurut Mayer, 2003)
1. Foto rontgen kranium memperlihatkan penipisan tulang tengkorak disertai
pemisahan sutura dan pelebaran fontanel.
2. Angiografi memperlihatkan kelainan pembuluh darah yang disebabkan oleh
peregangan.
3. Pemeriksaan CT scan dan MRI menunjukkan variasi densitas jaringan dan
cairan di dalam sistem ventrikulus.
4. Pungsi lumbal mengungkapkan peningkatan tekanan cairan serebrospinalis
pada hidrosefalus komunikantes.
5. Ventrikulografi memperlihatkan dilatasi ventrikulus otak dengan cairan
serebrospinalis yang berlebihan.

23
(Menurut Zulkarnain, 2011)

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
2) Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke
dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor
pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan

24
mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5) Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6) CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan
dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan.
7) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

25
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Mayer, 2003 :
Satu-satunya penanganan pada hidrosefalus adalah dengan koreksi melalui
pembedahan melalui pemasangan :
1. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt)
Untuk mengangkut cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel
lateralis ke dalam kavum peritoneal.
2. Venriculoatrial shunt (pemasangan alat ini lebih jarang dilakukan )
Untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari dari ventrikulus lateralis otak
ke dalam atrium kanan jantung agar cairan tersebut dapat mengalir sendiri ke
dalam peredaran darah vena.
Perawatan supportif juga harus dilakukan pada kasus ini.

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live


sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

28
5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu
selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah
perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)
mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan
sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
7. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.

Terapi

Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

a) Mengurangi produksi CSS

b)Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi

c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

1) Penanganan sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi


hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.

2) Penanganan alternatif ( selain shunting )

Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,


reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu

27
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar
ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.

3) Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )

Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian

2.9 Komplikasi
Komplikasi hidrosefalus menurut Mayer, 2003 :
1. Retardasi mental
2. Gangguan fungsi motorik
3. Kehilangan penglihatan
4. Herniasi otak
5. Kematian akibat peningkatan tekanan intrakranial
6. Infeksi
7. Malnutrisi
8. Infeksi pada shunt (sesudah pembedahan)
9. Septikemia (sesudah pemasangan shunt)
10. Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan
shunt)

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)


1. Peningkatan TIK

2. Pembesaran kepala

3. Kerusakan otak

4. Retardasi mental

28
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen

6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun

7. Kerusakan jaringan saraf

8. Proses aliran darah terganggu

2.10 Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada


atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa
bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus)
sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper,
2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi
sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi
mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut
jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)

29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a. Anamnesis : Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan
intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak
mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang,
muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara disproposional, anak menjadi
lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya
liquor dari hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga
umum terjadi.
Riwaya penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus
sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan
riwayat infeksi.
1. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
2. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
Riwayat perkembangan :
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan
penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.

30
Pengkajian psikososiospritual :
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang
tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan
sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan,
rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang
diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis
didalam system dukungan individu.

b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran
(GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada
beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka hal-
hal sebagai berikut:
Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi§ sputum,
sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi
dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal
pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada.
Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.

31
Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada
klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan
tingkat kessadaran.

B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan
adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada
keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik
hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau
pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan
konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.

B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
disbanding pengkajian pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan
berbagai deficit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan
intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus
disbanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu
pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang
progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak
menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau
kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula
cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala.

32
Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang subraorbita.
Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam
atau sunset sign.

Pengkajian tingkat kesadaran


Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Gejala khas pada hidrosefalus
tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai
koma.

Pengkajian fungi serebral, meliputi:


Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan
statuss mental tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan penurunan dalam
perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal
sesuai tingkat usia.
Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik didapatkan jika
jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal
kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi.
Disfungsi ini dapat ditunjukka pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anak-
anak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

33
Pengkajin saraf cranial, meliputi:
1. Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan
fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/
anosmia lateral atau bilateral.
2. Saraf II (Optikus): pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil
saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
3. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini
herniasi tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran .
paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi
sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,.
Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada nanak dengan
hidrosefalus.
4. Saraf V (Trigeminius):
5. karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.
6. Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
7. Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi
pendengaran.
8. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang
baik, kesulitan membuka mulut
9. Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala
menghambat mobilitas leher klien
10. Saraf XII (Hipoglosus): Indra pengecapan mengalaami perubahan.

Pengkajian system motorik.


Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan pusat
pengatur motorik.
Tonus otot. Didapatkan menurun sampai hilang
Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas.
Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena
kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.

34
Pengkajian refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus
yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat
refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.

Pengkajian system sensorik.


Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut
klien mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius
eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta
mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.

35
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising
usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya
udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.

B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi
disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum.
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna
kulit; warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan
membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau
syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi.
Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pemeriksaan diagnostic
CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu
protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa
menurun atau tetap

36
Pengkajian Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK,
untuk mencegah resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
1) Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai berat
ringannya truma.
2) Pengobatan anti edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10%.
3) Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
4) Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5%
2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
5) Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi penurunan
produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus (koroidalis).

Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal.
2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.
3. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamasi karena masuknya
bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 390 C.
4. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat trauma.
5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
6. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi
perifer.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah sekunder
akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
8. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke otak ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura
melebar.

37
9. Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi (penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.
10. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan menginterpretasi informasi,
tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis
situasional

Intervensi
1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam klien
tidak mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil : Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4,5,6 tidak terdapat papil edema, TTV dalam batas normal.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi ketat tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara dini
peningkatan TIK peningkatan TIK
2. Tentukan skala coma 2. Penurunan keasadaran
3. Hindari pemasangan infus menandakan adanya peningkatan
dikepala TIK
4. Hindari sedasi 3. Mencegah terjadi infeksi sistemik
5. Jangan sekali-kali memijat atau 4. Karena tingkat kesadaran
memopa shunt untuk memeriksa merupakan indikator peningkatan
fungsinya TIK
6. Ajari keluarga mengenai tanda- 5. Dapat mengakibatan sumbatan
tanda peningkatan TIK sehingga terjdi nyeri kepala
karena peningkatan CSS atau
obtruksi pada ujung kateter
diperitonial
6. Keluarga dapat berpatisipasi
dalam perawatan anak dengan
hidrosefalus

38
2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan nyeri
kepala klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala
nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR
normal.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji pengalaman nyeri pada 1. Membantu dalam mengevaluasi
anak, minta anak menunjukkan rasa nyeri.
area yang sakit dan menentukan 2. Pujian yang diberikan akan
peringkat nyeri dengan skala meningkatkan kepercayaan diri
nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = anak untuk mengatasi nyeri dan
nyeri sekali) kontinuitas anak untuk terus
2. Bantu anak mengatasi nyeri berusaha menangani nyerinya
seperti dengan memberikan dengan baik.
pujian kepada anak untuk 3. Perubahan TTV dapat
ketahanan dan memperlihatkan menunjukkan trauma batang otak.
bahwa nyeri telah ditangani 4. Pemahaman orang tua mengenai
dengan baik. pentingnya kehadiran, kapan anak
3. Pantau dan catat TTV harus didampingi atau tidak,
4. Jelaskan kepada orang tua berperan penting dalam
bahwa anak dapat menangis menngkatkan kepercayaan anak.
lebih keras bila mereka ada, 5. Teknik ini akan membantu
tetapi kehadiran mereka itu mengalihkan perhatian anak dari
penting untuk meningkatkan rasa nyeri yang dirasakan.
kepercayaan.
5. Gunakan teknik distraksi seperti
dengan bercerita tentang
dongeng menggunakan boneka,
nafas dalam, dll.

39
3. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena masuknya
bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 39¬0 C.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
hipertermi teratasi
Kriteria hasil : Suhu klien dalam batas normal (36,0-37,50)
INTERVENSI RASIONAL
1. Mandikan klien dengan 1. Meningkatkan kenyamanan klien
menggunakan air hangat 2. Lingkungan yang nyaman akan
2. Ciptakan lingkungan yang mampu meningkatkan perbaikan
nyaman bayi klien status kesehatan klien.
3. Sesuaikan temperatur ruangan 3. Menjaga suhu yang sesuai dalam
dengan kebutuhan klien meningkatkan perbaikan status
4. Berikan kompres hangat kesehatan klien.
4. Menurunkan suhu tubuh klien
sehingga dapat berada dalam
batas normal

4. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat trauma,
pemasangan drain/shunt
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam tidak terdapat tanda-
tanda infeksi
Kriteria hasil : TD dalam batas normal, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
kemerahan
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda infeksi( 1. Mengetahui penyebab terjadinya
letargi, nafsu makan menurun, infeksi
ketidakstabilan, perubahan 2. Mencegah timbulnya infeksi
warna kulit) 3. Asupan nutrisi dapat membantu
2. Lakukan rawat luka menyembuhkan luka
3. Pantau asupan nutrisi 4. Antibiotik dapat mencegah
4. Kolaborasi dalam pemberian

40
antibiotik timbulnya infeksi

5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam Tidak terjadi peningkatan
TIK
Kriteria hasil :Tanda vital normal, pola nafas efektif, reflek cahaya positif, tidak
tejadi gangguan kesadaran, tidak muntah dan tidak kejang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi ketat tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara dini
peningkatan TIK peningkatan TIK
2. Tentukan skala coma 2. Penurunan keasadaran
3. Hindari pemasangan infus menandakakan adanya
dikepala peningkatan TIK
4. Hindari sedasi 3. Mencegah terjadi infeksi sistemik
5. Jangan sekali-kali memijat atau 4. Karena tingkat kesadaran
memopa shunt untuk memeriksa merupakan indikator peningkatan
fungsinya TIK
6. Ajari keluarga mengenai tanda- 5. Dapat mengakibatan sumbatan
tanda peningkatan TIK sehingga terjadi nyeri kepala
karena peningkatan CSS atau
obtruksi pada ujung kateter
diperitonial
6. Keluarga dapat berpatisipasi
dalam perawatan anak dengan
hidrosefalus

6. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi


perifer.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

41
INTERVENSI RASIONAL
1. Ubah posisi setiap 2 jam 1. Menghindari tekanan dan
2. Observasi terhadap eritema, meningkatkan aliran darah
kepucatan, dan palpasi area 2. Hangat dan pelunakan adalah
sekitar terhadap kehangatan dan tanda perusakan jaringan
pelunakan jaringan tiap 3. Mempertahankan keutuhan kulit
mengubah posisi 4. Mencegah resiko infeksi
3. Jaga kebersihan kulit seminimal nosokomial
mungkin hindari trauma 5. Mencegah resiko infeksi
terhadap panas terhadap kulit nosokomial
4. Instruksikan pengunjung untuk
mencuci tangan saat memasuki
dan meninggalkan ruangan klien
5. Cuci tangan sebelum dan
sesudah setelah melakukan
perawatan kepada klien

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah sekunder


akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan baik
Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal,
tidak adanya mual-muntah

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan kebersihan mulut 1. Mulut yang tidak bersih dapat
dengan baik sebelum dan mempengaruhi rasa makanan dan
sesudah mengunyah makana meninbulkan mual
2. Tawarkan makanan porsi kecil 2. Makan dalam porsi kecil tetapi
tetapi sering untuk mengurangi sering dapat mengurangi beban
perasaan tegang pada lambung saluran pencernaan. Saluran

42
3. Atur agar mendapatkan nutrien pencernaan ini dapat mengalami
yang berprotein/ kalori yang gangguan akibat hidrocefalus
disajikan pada saat individu 3. Agar asupan nutrisi dan kalori
ingin makan klien adeakuat
4. Timbang berat badan pasien saat 4. Menimbang berat badan saat baru
ia bangun dari tidur dan setelah bangun dan setelah berkemih
berkemih pertama. untuk mengetahui berat badan
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mula-mula sebelum mendapatkan
mengenai kebutuhan kalori nutrient
harian yang realistis dan 5. Konsultasi ini dilakukan agar
adekuat. klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya.

8. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan aliran darah ke otak
ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura melebar.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
perfusi jaringan serebral kembali efektif
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi pupil atau perubahan 1. Memberikan deteksi awal dan
tanda-tanda vital, penurunan intervensi untuk meminimalkan
tingkat kesadaran dan/atau penekanan intrakranial
fungsi motor 2. Perubahan pada tekanan
2. Baringkan klien (tirah baring) intrakranial akan dapat
total dengan posisi tidur menyebabkan risiko terjadinya
terlentang tanpa bantal. herniasi otak.
3. Monitor tanda-tanda vital, 3. Mengetahui keadaaan umum klien
seperti suhu, dan frekuensi 4. Hemoglobin berperan dalam
pernapasan. pengangkutan oksigen ke jaringan
4. Monitor kadar hemoglobin otak
dalam darah (nilai normal : 9,0-
14,0 g/dL)

43
9. Gangguan sensori persepsi visual b.d perubahan sensori persepsi (penekanan
cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
gangguan sensori persepsi visual klien berkurang
Kriteria hasil : Kemampuan penglihatan klien meningkat, Sunset phenomenon
berkurang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Gunakan siaran TV sebagai 1. Meningkatkan kemampuan
bagian dari rencana program sensorik klien
stimulasi sensorik 2. Kemerahan pada mata
2. Monitor adanya tanda menunjukkan iritasi ringan
kemerahan pada mata klien 3. Menyentuh mata bagian dalam
3. Bantu klien untuk tidak dapat meningkatkan resiko infeksi
menyentuh mata bagian dalam dan iritasi

10. Kurang pengetahuan orang tua b.d penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita
anaknya
Kriteria hasil : Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat
berkurang , orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan
dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan

44
INTERVENSI RASIONAL
1. Beri kesempatan orang tua untuk 1. Keluarga dapat mengemukakan
mengekspresikan kesedihannya perasaannya sehinnga perasaan
2. Beri kesempatan orang tua untuk orang tua dapat lebih lega
bertanya mengenai kondisi 2. Pengetahuan orang tua bertambah
anaknya mengenai penyakit yang di derita
3. Jelaskan tentang kondisi oleh anaknya sehinnga kecemasan
penderita, prosedur, terapi dan orang tua dapat berkurang
prognosanya. 3. Pengetahuan kelurga bertambah
4. Ulangi penjelasan tersebut bila dan dapat mempersiapkan
perlu dengan contoh bila keluarga dalam merawat klien
keluarga belum mengerti post operasi
4. Keluarga dapat menerima seluruh
informasi agar tidak menimbulkan
salah persepsi.

45
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS
2. Penyebab hidrosefalus adalah karena kongenital, infeksi, neuplasma/tumor, dan
perdarahan
3. Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
4. Gejala dari hidrosefalus antara lain, pembesaran kepala, gangguan intelektual,
penurunan kesadaran, kulit kepala tipis, muntah proyektil, Cracked-pot sign,
sunset phenomena,dan Cerebral cry.
5. Penanganan hidrosefalus adalah dengan Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt)
dan Venriculoatrial shunt
6. Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari hidrosefalus adalah : Retardasi mental;
Gangguan fungsi motorik; Kehilangan penglihatan; Herniasi otak; Kematian
akibat peningkatan tekanan intrakranial; Infeksi; Malnutrisi; Infeksi pada shunt
(sesudah pembedahan); Septikemia (sesudah pemasangan shunt); Ileus
paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan shunt)

46
4.2 Saran
1. Kepada orang tua khususnya harus lebih waspada dalam memerhatikan
tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak
2. Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu,
keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat
memerhatikan adanya pembesaran kepala atau hidrosefalus karena bila hak
tersebut dibiarkan bisa berakibat fatal

47
DAFTAR PUSTAKA

Ethel, Sloane. 1994. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Ngastiyah, 1997. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Mayer, Brena. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Zulkarnain. 2011. Asuhan keperawatan hidrosefalus. http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 15 Oktober 2012 pada
pukul 15:16
Rizki. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/09/asuhan-
keperawatan-hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012
pada pukul 8:13
Yudi. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
http://yuudi.blogspot.com/2012/06/askep-hidrosefalus.html. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2012 pada pukul 8:13

Endang. 2012. Hidrosefalus (um).


.http://bedahmataram.org/index.php?option=com_content&view=article&i
d=140:hidrosefalus-um-heading&catid=36:laporan-kasus-bedah-
umum&Itemid=76. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul
20:27 WIB

48

Vous aimerez peut-être aussi

  • Bab IV
    Bab IV
    Document1 page
    Bab IV
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Bab IV
    Bab IV
    Document10 pages
    Bab IV
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Fix Gerontik
    Fix Gerontik
    Document55 pages
    Fix Gerontik
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Bab IV
    Bab IV
    Document1 page
    Bab IV
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Fix Gerontik
    Fix Gerontik
    Document53 pages
    Fix Gerontik
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Makalah Kejang Demam Pada Anak
    Makalah Kejang Demam Pada Anak
    Document17 pages
    Makalah Kejang Demam Pada Anak
    Shabiela Mafazah
    Pas encore d'évaluation
  • 316 559 2 PB
    316 559 2 PB
    Document10 pages
    316 559 2 PB
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Form Pengkajian Keperawatan Keluarga
    Form Pengkajian Keperawatan Keluarga
    Document3 pages
    Form Pengkajian Keperawatan Keluarga
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Resume
    Resume
    Document18 pages
    Resume
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Fix Gerontik
    Fix Gerontik
    Document55 pages
    Fix Gerontik
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Kesja
    Kesja
    Document1 page
    Kesja
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Annisa Rahmah Isnaeni Bab II
    Annisa Rahmah Isnaeni Bab II
    Document21 pages
    Annisa Rahmah Isnaeni Bab II
    heri
    Pas encore d'évaluation
  • Tugas Kesja
    Tugas Kesja
    Document15 pages
    Tugas Kesja
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Dapus
    Dapus
    Document1 page
    Dapus
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • LP Hydrosefalus
    LP Hydrosefalus
    Document17 pages
    LP Hydrosefalus
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Tes Denver
    Tes Denver
    Document26 pages
    Tes Denver
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Document2 pages
    Kata Pengantar
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kegiatan Field Study
    Laporan Kegiatan Field Study
    Document4 pages
    Laporan Kegiatan Field Study
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I Pendahuluan 1.1.latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1.latar Belakang
    Document21 pages
    Bab I Pendahuluan 1.1.latar Belakang
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kegiatan Field Study
    Laporan Kegiatan Field Study
    Document4 pages
    Laporan Kegiatan Field Study
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • BAB I Anaisa Swot
    BAB I Anaisa Swot
    Document17 pages
    BAB I Anaisa Swot
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 1 Sudah Siap
    Bab 1 Sudah Siap
    Document8 pages
    Bab 1 Sudah Siap
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Document6 pages
    Abs Trak
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation
  • Disleksia Pada Anak
    Disleksia Pada Anak
    Document11 pages
    Disleksia Pada Anak
    Kristen Richardson
    Pas encore d'évaluation
  • Cover
    Cover
    Document1 page
    Cover
    wina widiawati
    Pas encore d'évaluation