Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah 291.145
kasus. Untuk data di Jawa Tengah, mayoritas penderita selama bulan
Januari - Desember 2007 diperkirakan 425 penderita. Peningkatan angka
kejadian Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis di Indoneisa khusunya
Provinsi Jawa Tengah bisa disebabkan karena ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin berkembang dengan pesat, sejalan dengan hal tersebut,
maka permasalahan manusiapun semakin kompleks, salah satunya yaitu
kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak. Hal tersebut menuntut
manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha yang
ekstra, tentunya itu mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang
dapat menyebabkan kerja tubuh yang berat yang dapat menimbulkan
kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh.
Penyebab penyakit hernia yaitu dengan bekerja berat untuk memenuhi
kebutuhan seperti mengangkat benda berat, kebiasaan mengkonsumsi
makanan kurang serat, yang dapat menyebabkan konstipasi sehingga
mendorong mengejan saat defekasi. Selain itu, batuk, kehamilan, dapat
juga berpengaruh dalam meningkatkan tekanan intra abdominal sehingga
terjadi kelemahan otot - otot abdomen yang dapat menimbulkan terjadinya
hernia inguinalis, yang dapat menjadi hernia scrotalis bila kantong hernia
inguinalis mencapai scrotum. Bisa juga karena orang yang mempunyai
penyakit dengan tonjolan dilipat paha kemudian dibawa ke dukun sebelum
dibawa ke rumah sakit atau dokter. Ada pula sebagian masyarakat yang
merasa malu bila diketahui mempunyai penyakit demikian, sehingga hal-
hal inilah yang kadang kala memperlambat penanganan penyakit dan
khususnya hernia. Dapat juga karena sebab didapat atau anomali
congenital.

1
Sebanyak 10% dari populasi mengembangkan beberapa jenis hernia selama
hidup. Sebanyak 50% adalah untuk hernia inguinalis tidak langsung, dimana
pria: wanita memiliki rasio 7:1, sementara 25% adalah untuk hernia inguinalis
langsung. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur hal ini
berhubungan dengan berbagai aktivitas yang memungkinkan peningkatan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan menunjang
(Ericson,2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hernia ?
2. Apa anatomi dan fisiologi pada Hernia?
3. Apakah etiologi dari Hernia ?
4. Apa saja macam-macam Hernia?
5. Apa saja Tanda dan gejala hernia?
6. Bagaimana patofisiologi/pathway dari Hernia ?
7. Apa saja komplikasi pada hernia?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Hernia ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Hernia ?
10. Apa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Hernia ?
11. Bagaimana bentuk perencanaan keperawatan Hernia ?

C. Tujuan Penulisan
Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan pada pasien
Hernia , diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi,
tanda dan gejala pada hernia, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan
penunjang, dan asuhan keperawatan pada klien dengan hernia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati
dinding rongga yang secara normal memamng berisi bagian bagian tersebut
(Nettina,2001).
Hernia Inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk
ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin
inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga
merupakan suatu jaringan lemak/momentum (Erikson, 2009).
Hippocrates menggunakan istilah yunani hernios untuk suatu tonjolan untuk
menggambarkan hernia. Ebers Papirus, sekitar 1550 SM mendeksripsikan
penggunaan istilah truss. Celcius kemudian menggunakan istilah
transillumination untuk membedakan hernia dari hidrokel dn menganjurkan
tekanan bertahap (taxis) dalam pengelolaan hernia inkarserata atau irreducible
hernia (Gray,2008).
Sebanyak 10% dari populasi mengembangkan beberapa jenis hernia selama
hidup. Sebanyak 50% adalah untuk hernia inguinalis tidak langsung, dimana
pria: wanita memiliki rasio 7:1, sementara 25% adalah untuk hernia inguinalis
langsung. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur hal ini
berhubungan dengan berbagai aktivitas yang memungkinkan peningkatan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan menunjang
(Ericson,2009).
Hernia adalah penonjolan lengkungan usus secara abnormal menembus
dinding otot abdomen yang tipis.
(Hurst Marlene, 2011, keperawatan medical-bedah vol.2, Jakarta: EGC,
2015)

3
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Secara anatomi, anterior dinding perut terdiri atas otot-otot
multilamineral, yang berhubungan dengan aponeurosis, vasia, lemak,
dan kulit. Pada bagian lateral, terdapat tiga lapisan otot dengan vasia
oblik yang berhubungan satu sama lain. Pada setiap otot terdapat
tendon yang disebut dengan apponeurosis (Sherewinter, 2009).

2. Fisiologis
Terdapat beberapa mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur dari muskulus oblikus internus abdominis yang menutup
anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya vasia
transversa yang kuat menutupi ligonum Hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot. Pada kondisi patoligi, gangguan pada mekanisme
ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis ( Sjamsuh Hidayat,
2005).

C. Etiologi
Predisposisi penyebab terjadinya hernia ingunalis adalan terdapat defek atau
kelainan berupa sebagian dinding rongga lemak. Penyebab pasti hernia
ingunalis terletak pada lemahnya dinding akibat defek kongenital yang tidak
diketahui. Lemahnya dinding dapat terjadi pada usi lanjut akibat perubahan
struktur fisik dari dinding rongga. Faktor presipitasi dari kondisi hernia
adalah adanya peningkatan tekanan intra abdomen. Tekanan intraabdominal

4
umumnyaa meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Batuk
yang kuat, bersin yang kuat, mengedan akibat sembelit, meniup kuat juga
dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Berbagai profesi dikaitkan
dengan peningkatan tekanan intraabdomen yang tinggi, seperti atlet angkat
besi, balap sepeda, dan berbagai jenis olahraga lain. Yang cenderung
meningkatkan tekanan intraabdomen. Buruh pekerja yang mengangkat beban
berat juga mempunyai resiko terjadi hernia. Bila dua dari faktor ini terjadi
bersamaan, maka individu akan mengalami peningkatan risiko hernia
inguinalis (Brandp, 2008).
Pada hernia inguinallis, frekuensinya pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi
daripada wanita. Keadaan ini dihubungkan pada hernia tidak langsung
(indirek), rute yang dijalani hernia sama seperti pada saat testis bermigrasi
dari rongga perut ke skrotum, struktur anatomis dari kanal inguinal pada pria
lebih besar, serta aktivitas (khususnya pekerjaan) yang menyebabkan
memberikan manifestasi peningkatan tekanan intraabdominal memberikan
predisposisi besar kondisi hernia inguinalis pada pria (Ruhl, 2007).

D. Macam – macam Hernia


1. Hernia Inguinalis / Konginetal
Dapat terjadi karena anomali konginetal atau karena sebab yang
didapat. Lebih banyak pada pria ketimbang wanita. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut ( karena kehamilan,
batuk kronis, ekerjan mengangkat benda berat, mengedan saat defekasi
dan miksi misalnya akibat hipertropi prostat) dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Adanya prosesus vaginalis yang paten
bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan
faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukuup besar. Tekanan
intraabdominal yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik,
hipertropi prostat, konstipasi dan ansietas sering disertai hernia
inguinalis.

5
Secara patofisiologi hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus
kedalam anulus inguinalis diatas kantong skrotum disebabkan oleh
kelemahan atau kegagalan menutup bersifat konginetal. Hernia
inkarserata terjadi bila usus yang prolaps itu menyebabkan kontraksi
suplai darah ke kntong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri dan
gejala-gejala obstruksi usus (perut kembung,nyeri kolik abdomen,tidak
ada platus, tidak ada feses, muntah)
2. Hernia Femoralis
Umumnya dijumpai pada wanita tua, kejadian pada perempuan kira-
kira empat kali pria. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus
femoralis. Secara patofisiologis peninggian intrabdominal akan
mendorong lemak preperitoneal kedalam kanalis femoralis yang akan
terjadi pembukaan jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya
adalah kehamilan multipara, obesitas, dan degeneraasi jaringan ikat
karena usia lanjut. Ada faktor predisposisi kelemahan struktur
aponeurosis dan vaxia transnversa pada orang tua karena
degenerasi/atropi. Tekanan intraabdomen meningkat, pekerjaan
mengangkat benda-benda berat, batu kronik, ganguan BAB, missal
struktur ani, feses keras misalnya BPH, veskolitiasis, sering
melahirkan : hernia femoralis (Karis Yogya,2011).

E. Tanda dan Gejala


Menurut Natadidjaja (2002), tanda dan gejal hernia adalah :
1. Penonjolan di daerah inguinal
2. Nyeri pada benjolan/ bila terjadi strangulasi
3. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti
kram dan distensi abdomen
4. Terdengan bising usus pada benjolan
5. Kembung
6. Perubahan pola eliminasi BAB
7. Gelisah

6
8. Dehidrasi
9. Hernia biasanya terjadi/ tampak diatas area yang terkena pada saat
pasien berdiri atau mendorong.
Menurut Mansjoer, A (2000), pada umumnya pasien mengatakan turun berok,
burut atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, bila menangis,
mengedn atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul
kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum
pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak pasien dapat disuruh mengedan
dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak
benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan harus diperiksa apakah benjolan
tersebut dapat dimasukan kembali. Pasien diminta berbaring, bernafas dengan
mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrokum diangkat perlahan-
lahan. Diagnosis pastii hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui
skrokum jari telunjuk dimasukan ke internus. Pada keadaan normal jari tangan
tidak akan masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada mas yang
mennyentuh jari tangan. Bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah
hernia inguinalis lateralis, sedangan bila menyentuh sisi jari maka diagnosis nya
adalah hernia inguinalis medialis.

F. Patofisiologi
a) Narasi
Hernia inguinalis tidak langsung (hernia ingunalis lateralis) dimana
prostusi keluar dari rongga peritoneum melalui anolus anguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudiain hernia
masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, akan menonjol
keluar dari anulus inguinalis ekstrernus. Apabila hernia ini berlanjut,
tonjolan akan sampai ke skrotum pada saat perkembangan janin. Jalur ini
biasanya menutup sebelum kelahiraan, tetapi mungkin tetap terjadi sisi
hernia dikemudian hari (manoharan, 2005).

7
Hernia ingunalis langsung ( hernia ingunalis medialis), dimana kondisi
prostusi langsung kedepan melalui segitiga Hessel bach, daerah yang
dibatasi oleh ligamen inguinalis dibagian inferior, pembuluh epigastrika
inferior dibagian lateral dan di tepi otot rektus dibagian medial. Dasar
segitiiga Hessel bach dibentu oleh vasia transversal yang diperkuat oleh
serat aponeurosis muskulus transversus abdominis yang terkadang tidak
sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia
medialis karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke
skrotum, umunya tidak disertai strangulasi karna cincin hernia longgar.
(Sjamsuhidayat, 2005).
Pada kondisi hernia ingunalis yang bisa keluar masuk atau prostusi dapat
bersifat hilang timbul disebut dengan hernia responibel. Kondisi prostusi
terjadi jika passien melakukan aktivitas berdiri atau mengedan kuat dan
masuk lagi jika berbaring atau distimulasi dengan mendorong masuk
perut. Kondisi ini biasanya tidak memberika manifestasi keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus. Apabila prostusi tidak bisa masuk kembali
kedalam rongga perut, maka ini disebut hernia ireponibel atau hernia
akreta. Kondisi ini biasanya berhubungan dengan perlekatan isi kantong
pada peritonium kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri atau pun
tanda sumbatan usus (Nicks, 2008).

8
b) Pathway

Kelemahan dinding abdominal Prostrusi jaringan intraabdominal


Tekanan intraabdominal tinggi melalui kanalis inguinal

Hernia inguinalis lipat paha Hernia inguinalis skrotalis

Gangguan
gastrointestinal:
mual, muntah, serta Hernia iresponibel Hernia responibel
penurunan intake
nutrisi dan cairan
Gangguan pasase Gangguan Prostusi hilang timbul
Hernia inkarserata vaskularisasi
Risiko Hernia stranguata
ketidakseimbangan Ketidaknyamanan area
cairan tubuh Obstruksi inguinal Pembesaran
intestinal Ileus Gangguan suplai inguinal atau soktrum
obstruksi darah ke intestinal
Aktual/risiko syok yang masuk ke
hipovolemik Intervensi bedah relatif
dalam kantung
hernia
Respons sensitivitas Kecemasan
saraf lokal pemenuhan informasi
Nekrosis intestinal

Ketidaknyamanan
abdominal Intervensi bedah

Nyeri

Pascabedah Prabedah

Respon
Kerusakan jaringan Perubahan intake Port de entree psikologis
pasca bedah Nutrisi
pascabedah
Resiko infeksi

Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
9
G. Komplikasi
Menurut mansjoer, A (2000) pemeriksaan pada hernia adalah :
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak bisa dimasukan kembali. Keadaan ini disebut
hernia inguinalis irreponibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan
irreponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding
hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak.
Usus besar lebih sering menyebabkan irreponibilis dari pada usus
halus.
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya
usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus
diikuti dengan gangguan vaskular. Keadaan ini disebut hernia
inguinalis strangulata. Pada keadaan strangulata akan timbul gejala
illeus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulangi
nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi
merah dan pasien menjadi gelisah.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, A (2000), Pemeriksaan penunjang pada hernia adalah :
1. Sinar X abdomen menunjukan abnormalnya kadar gas dalam usus /
obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukan
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah
putih (leukosit : lebih dari 10.0000 – 18.000/mmз) dan
ketidakseimbangan elektrolit.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pre Operasi
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Benjolan daerah skrotum
- Riwayat timbulnya benjolan

b. Pola nutrisi metabolik


- Mual, muntah
- Anoreksia
- Distensi abdomen
- Diit rendah serat
- Demam
c. Pola eliminasi
- Konstipasi
- Sering mengejan
- Kebiasaan BAB/BAK
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kebiasaan mengangkat beban berat
- Pekerjaan klien
e. Pola kognitif dan sensori
- Nyeri
f. Pola reproduksi dan seksual
- Kehamilan pada wanita
- Hipertrofi prostat pada pria

g. Pola mekanisme koping


- Cemas karena operasi
- Cemas akan penyakit

11
2. Post operasi

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


- Keluhan nyeri pada insisi luka.
- Keadaan balutan: ada rembesan
b. Pola nutrisi metabolik.
- Keadaan bising usus.
- Mual, muntah.
- Pemberian diit lunak/saring.
- Demam.
c. Pola eliminasi
- Keluhan BAK dengan pemasangan kateter.
- Konstipasi, retensi.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Tirah baring
- Penggunaan suspensoar (celana penyokong)
e. Pola persepsi dan kognitif
- Nyeri pada luka operasi.
- Pusing.
( Muttaqin Arif & Sari Kumal, 2011, Gangguan gastrointestinal hal : 341 )

B. Diagnosa keperawatan
1. Pre operasi

a. Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan.


b. Kecemasan berhubungan dengan tindakan medik yang akan
dilakukan seperti operasi.
c. Potensial perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi yang jelas dan tepat.

12
2. Post operasi

a. Nyeri berhubungan dengan insisi luka operasi.


b. Potensial injuri pada luka operasi berhubungan dengan masih
lemahnya area operasi.
c. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah dan follow up.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah

C. Perencanaan
1. Pre operasi

Diagnosa Intervensi Rasional


1. Nyeri berhubungan a. Kaji intensitas nyeri, a. Mempermudah
dengan adanya lokasi, jenis. pengelolaan, daya tahan
benjolan. tubuh dan pengurasan
b. Observasi TTV (TD, N, nyeri.
S).
b. Mengkaji tanda-tanda
c. Beri posisi tidur yang syok.
nyaman: semi fowler.
c. Mengurangi ketegangan
d. Anjurkan pasien untuk abdomen.
mengurangi
aktivitasnya. d. Aktivitas yang berlebihan
dapat meningkatkan
e. Anjurkan pasien untuk nyeri.
melakukan teknik
relaksasi: nafas dalam. e. Teknik relaksasi dapat
mengurangi ketegangan
f. Anjurkan untuk tidak abdomen.
mengejan.
f. Mencegah terjadinya
g. Kolaborasi dengan peningkatan tekanan
medik. intraabdomen.

g. Menentukan pemberian
terapi selanjutnya.

2. Kecemasan a. Kaji tingkat kecemasan a. Mengetahui sejauh mana


berhubungan dengan pasien. kecemasannya.
tindakan medik yang
akan dilakukan b. Dorong klien untuk b. Mengurangi kecemasan

13
seperti operasi. mengungkapkan dan menimbulkan
kecemasannya. kepercayaan diri pasien.

c. Libatkan keluarga yang c. Mengurangi kecemasan


dekat dengan pasien. dan menimbulkan
kepercayaan diri.
d. Berikan informasi yang
jelas setiap prosedur d. Mengurangi kecemasan
tindakan yang akan dan menimbulkan
diberikan. kepercayaan diri pasien

e. Bantu klien untuk e. Membantu mengurangi


mengidentifikasi kecemasan.
penggunaan koping
yang positif.
f. Mengurangi kecemasan
f. Beri penyuluhan klien.
tentang prosedur pre-
operasi dan post
operasi.

3. Potensial perubahan a. Kaji intake output. a. Sebagai dasar dalam


nutrisi: kurang dari merencanakan asuhan
kebutuhan tubuh b. Beri makanan dalam keperawatan.
berhubungan dengan porsi kecil tapi sering.
mual, muntah. b. Merangsang nafsu makan
c. mual dan muntah. dalam mencegah
c. Merangsang nafsu makan
dan mencegah mual
d. Sajikan makanan yang muntah.
hangat.
d. Menentukan kegunaan
e. Timbang berat badan nutrisi pasien
tiap hari. terpenuhi/tidak.

e. Menentukan rencana
pemberian nutrisi agar
kebutuhan nutrisi
terpenuhi
4. Kurang pengetahuan a. Kaji tingkat a. Mempermudah dalam
tentang proses pengetahuan tentang pemberian informasi
penyakit proses penyakit. sesuai dengan tingkat
berhubungan dengan pengetahuan.
kurangnya informasi b. Jelaskan proses
yang jelas dan tepat penyakit. b. Pasien perlu mengerti
tentang kondisi dan cara

14
c. Motivasi pasien untuk untuk mengontrol
menghindari timbulnya serangan nyeri.
faktor/situasi yang dapat
menyebabkan timbulnya c. Dapat menurunkan
nyeri. insiden/beratnya serangan

d. Kaji pasien untuk d. Merupakan langkah


mengidentifikasikan untuk
sumber nyeri dan membatasi/mencegah
benjolan, serta terjadinya nyeri.
diskusikan jalan keluar
untuk menghindarinya. e. Mengurangi faktor resiko
terjadinya komplikasi.
e. Anjurkan pasien untuk
mengontrol berat badan,
menggunakan teknik
yang benar dalam
mengangkat beban berat
dan menggunakan
celana penyokong.

2. Post operasi

Diagnose Intervensi Rasional


1. Nyeri berhubungan a. Kaji intensitas, lokasi dan a. Menentukan tindakan
dengan insisi luka karakteristik nyeri. selanjutnya.
operasi.
b. Observasi tanda-tanda b. Peningkatan tanda vital
vital. merupakan indikator
adanya nyeri.
c. Pertahankan istirahat
dengan posisi yang c. Menghilangkan
nyaman < semi fowler> tegangan abdomen
yang bertambah karena
d. Anjurkan teknik relaksasi posisi terlentang.
nafas dalam.
d. Mengurangi rasa nyeri.
e. Dorong klien untuk

15
ambulasi dini. e. Meningkatkan
normalisasi fungsi
f. Anjurkan klien untuk organ mencegah
membatasi aktifitas komplikasi selama
seperti tidak proses penyembuhan.
mengangkat beban berat,
tidak mengejan. f. Mengurangi nyeri.

2. Potensial injuri pada a. Anjurkan menekan insisi a. Batuk dan bersin


luka operasi luka operasi bila meningkatkan tekanan
berhubungan dengan batuk/bersin. intra abdominal dan
masih lemahnya area stressing pada insisi.
operasi. b. Observasi tanda-tanda
vital. b. Untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
c. Berikan hidrasi adekuat
2-3 liter/hari dan c. Supaya tidak terjadi
makanan yang cukup konstipasi.
serat.
d. Edema dan perdarahan
d. Periksa scrotum, catat dapat terjadi 2-3 hari
tanda edema dan post operasi.
hematoma.
e. Membantu menyokong
e. Gunakan celana scrotum dan
penyokong (suspensoar). mengurangi edema
serta memperkuat
dinding abdomen.
3. Kurang pengetahuan a. Hindari mengangkat a. mencegah komplikasi
tentang perawatan di beban berat, mengejan. setelah operasi.
rumah dan follow
up. b. Beri diit tinggi serat b. Mencegah konstipasi
seperti sayur-sayuran dan dan mencegah
buah-buahan serta hiperperistaltik usus.
minum 2-3 liter.
c. mengetahui
c. Lakukan follow up secara perkembangan status
teratur. kesehatan klien.

d. Anjurkan menggunakan d. Menyokong daerah


celana penyokong. yang telah dioperasi
yang memungkinkan
akan kembali lagi bila
tidak ada sokongan
dikarenakan masih
lemahnya daerah

16
operasi.
4. Resiko infeksi a. Observasi tanda-tanda a. Sebagai indikator
berhubungan dengan vital, adanya demam, adanya
insisi bedah menggigil, berkeringat. infeksi/terjadinya sepsis.

b. Observasi daerah luka b. Deteksi dini terjadinya


operasi, adanya proses infeksi.
rembesan, pus, eritema.
c. Pengetahuan tentang
c. Berikan informasi yang kemajuan situasi
tepat, jujur pada memberikan dukungan
pasien/orang terdekat. emosi, membantu
mengurangi ansietas.
d. Kolaborasi dengan medik
untuk terapi antibiotik. d. Membantu menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhan bakteri.

D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan terjadi setelah mendapat intervensi keperawatan pada
pasien hernia inguinalis, meliputi hal-hal berikut.
1. Keseimbangan cairan optimal
2. Tidak terjadi syok hipovolemik
3. Nyeri berkurang atau teradaptasi
4. Informasi kesehatan terpenuhi
5. Intake nutrisi harian terpenuhi
6. Tidak terjadi infeksi luka pasca bedah
7. Tingkat kecemasan berkurang

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hernia Inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal
masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah
dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus,
tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak/momentum (Erikson,
2009).

B. Saran
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam
pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar.
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk
mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien hernia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. 2002.Keperawatan Medikal


Bedah. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I.
Hurst Marlene, 2011, Keperawatan Medikal- Bedah, Jakarta : Buku kedokteran
EGC.
Doengoes, E. Marilynn (1993). Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care. Alih bahasa: I Made Kariasa, S.Kp (1993).
Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.

19

Vous aimerez peut-être aussi