Vous êtes sur la page 1sur 7

Asam sitrat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Sifat-sifat
Umum
Nama Asam sitrat

C6H8O7, atau:
Rumus
kimia
CH2(COOH)•COH(COOH)•CH2(COOH)
Bobot
192,13 u
rumus
asam 2-hidroksi-1,2,3-
Nama lain
propanatrikarboksilat
Sifat perubahan fase
Titik lebur 426 K (153 °C)
Temperatur
penguraian 448 K (175 °C)
termal
Sifat asam-basa
pKa1 3,15
pKa2 4,77
pKa3 6,40
Sifat padatan
ΔfH0 -1543,8 kJ/mol
S0 252,1 J/(mol·K)
Cp 226,5 J/(mol·K)
Densitas 1,665 ×103 kg/m3
Keamanan
Efek akut Menimbulkan iritasi kulit dan mata.
Efek kronik Tidak ada.
Informasi lebih lanjut
Sifat-sifat NIST WebBook
MSDS Hazardous Chemical Database
Satuan SI digunakan jika mungkin. Kecuali
dinyatakan lain, digunakan kondisi standar.

Disclaimer and references

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah
tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang
baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan
minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam
siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme
makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah
lingkungan dan sebagai antioksidan.

Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada
konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau
(misalnya jeruk nipis dan jeruk purut).

Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 (strukturnya ditunjukkan pada tabel informasi
di sebelah kanan). Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-
1,2,3-propanatrikarboksilat.

Daftar isi

[sembunyikan]

 1 Sifat fisika dan kimia


 2 Sejarah
 3 Pembuatan
 4 Kegunaan
 5 Keamanan

[sunting] Sifat fisika dan kimia

Sifat-sifat fisis asam sitrat dirangkum pada tabel di sebelah kanan. Keasaman asam sitrat
didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan.
Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan
dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi
dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-
ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang
kesadahan air (lihat keterangan tentang kegunaan di bawah).

Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk
kristal tersebut dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air), atau bentuk monohidrat yang
mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk anhydrous asam
sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari
kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah
menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di atas 74 °C.
Secara kimia, asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya. Jika dipanaskan di
atas 175 °C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan air.

[sunting] Sejarah

Asam sitrat diyakini ditemukan oleh alkimiawan Arab-Yemen (kelahiran Iran) yang
hidup pada abad ke-8, Jabir Ibn Hayyan. Pada zaman pertengahan, para ilmuwan Eropa
membahas sifat asam sari buah lemon dan limau; hal tersebut tercatat dalam
ensiklopedia Speculum Majus (Cermin Agung) dari abad ke-13 yang dikumpulkan oleh
Vincent dari Beauvais. Asam sitrat pertama kali diisolasi pada tahun 1784 oleh kimiawan
Swedia, Carl Wilhelm Scheele, yang mengkristalkannya dari sari buah lemon. Pembuatan
asam sitrat skala industri dimulai pada tahun 1860, terutama mengandalkan produksi
jeruk dari Italia.

Pada tahun 1893, C. Wehmer menemukan bahwa kapang Penicillium dapat membentuk
asam sitrat dari gula. Namun demikian, pembuatan asam sitrat dengan mikroba secara
industri tidaklah nyata sampai Perang Dunia I mengacaukan ekspor jeruk dari Italia.
Pada tahun 1917, kimiawan pangan Amerika, James Currie menemukan bahwa galur
tertentu kapang Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat secara efisien, dan
perusahaan kimia Pfizer memulai produksi asam sitrat skala industri dengan cara
tersebut dua tahun kemudian.

[sunting] Pembuatan

Dalam proses produksi asam sitrat yang sampai saat ini lazim digunakan, biakan kapang
Aspergillus niger diberi sukrosa agar membentuk asam sitrat. Setelah kapang disaring
dari larutan yang dihasilkan, asam sitrat diisolasi dengan cara mengendapkannya dengan
kalsium hidroksida membentuk garam kalsium sitrat. Asam sitrat di-regenerasi-kan dari
kalsium sitrat dengan penambahan asam sulfat.

Cara lain pengisolasian asam sitrat dari hasil fermentasi adalah dengan ekstraksi
menggunakan larutan hidrokarbon senyawa basa organik trilaurilamina yang diikuti
dengan re-ekstraksi dari larutan organik tersebut dengan air.

[sunting] Kegunaan

Limun, jeruk dan buah-buahan semacam ini mengandung banyak asam sitrat.

Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan
pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Kode asam sitrat sebagai
zat aditif makanan (E number ) adalah E330. Garam sitrat dengan berbagai jenis logam
digunakan untuk menyediakan logam tersebut (sebagai bentuk biologis) dalam banyak
suplemen makanan. Sifat sitrat sebagai larutan penyangga digunakan sebagai pengendali
pH dalam larutan pembersih dalam rumah tangga dan obat-obatan.

Kemampuan asam sitrat untuk meng-kelat logam menjadikannya berguna sebagai bahan
sabun dan deterjen. Dengan meng-kelat logam pada air sadah, asam sitrat
memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan berfungsi dengan baik tanpa
penambahan zat penghilang kesadahan. Demikian pula, asam sitrat digunakan untuk
memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat penghilang kesadahan dengan
menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada bahan penukar ion tersebut
sebagai kompleks sitrat.

Asam sitrat digunakan di dalam industri bioteknologi dan obat-obatan untuk melapisi
(passivate) pipa mesin dalam proses kemurnian tinggi sebagai ganti asam nitrat, karena
asam nitrat dapat menjadi zat berbahaya setelah digunakan untuk keperluan tersebut,
sementara asam sitrat tidak.

Asam sitrat dapat pula ditambahkan pada es krim untuk menjaga terpisahnya
gelembung-gelembung lemak.

Dalam resep makanan, asam sitrat dapat digunakan sebagai pengganti sari jeruk.

[sunting] Keamanan

Asam sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan
pengawasan makanan nasional dan internasional utama. Senyawa ini secara alami
terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan kelebihan asam sitrat dengan mudah
dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh.

Paparan terhadap asam sitrat kering ataupun larutan asam sitrat pekat dapat
menyebabkan iritasi kulit dan mata. Pengenaan alat protektif (seperti sarung tangan
atau kaca mata pelindung) perlu dilakukan saat menangani bahan-bahan tersebut.

Sabun dan Deterjen


Ditulis oleh Achmad Lutfi pada 27-02-2009

Limbah domestik kerapkali mengandung sabun dan diterjen. Keduanya merupakan sumber
potensial bagi bahan pencemar organik. Sabun adalah senyawa garan dari asam-asam lemak
tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak
dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan
dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari ion sabun. Suatu
gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang
panjang sebagai “ekor“.
Dengan adanya minyak, lemak dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya,
kecenderungan untuk ‘ekor” dari anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian
“kepala” tetap tinggal dalam larutan air.

Oleh karena itu sabun mengemulsi atau mengsuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses
ini, anion-anion membentuk partikel-partikel micelle seperti gambar berikut.

Gambar 3 Bentuk partikel-partikel koloid Micelle dari sabun

Keuntungan yang utama dari sabun sebagai bahan pencuci terjadi dari reaksi dengan kation-
kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut.

2 C17H35COO-Na+ + Ca2+ –> Ca(C17H35CO2)2(s) + 2 Na+

Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari mahnesium atau kalsium.
Keduanya tidak seluruhnya efektif seperti bahanbahan pencuci. Bila sabun digunakan dengan
cukup, semua kation divalen dapat dihilangkan oleh reaksinya dengan sabun, dan air yang
mengandung sabun berlebih dapat mempunyai kemampuan pencucian dengan kualitas yang
baik.

Begitu sabun masuk ke dalam buangan air atau suatu sistem akuatik biasanya langsung
terendap sebagai garam-garam kalsium dan magnesium, oleh karena itu beberapa pengaruh
dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akhirnya dengan biodegridasi, sabun
secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan. Oleh kerena itu i terlepas dari
pembentukan buih yang tidak enak dipandang, sabun tidak menyebabkan pencemaran yang
penting.

Deterjen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-
garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air
sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam
kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu
karakteristik yang tidak nampak pada sabun.

Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi
dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik.
Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-
padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi
karena struktur “Amphiphilic” yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang
bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan
bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.

Senyawa ini suatu surfaktan alkil sulfat, suatu jenis yang banyak digunakan untuk berbagai
keperluan seperti shampo, kosmetik, pembersih, dan loundry. Sampai tahun 1960-an
sufaktan yang paling umum digunakan adalah alkil benzen sulfonat. ABS suatu produk
derivat alkil benzen. ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai
oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada strukturnya. Oleh kerena
itu ABS kemudian digantikan oleh surfaktan yang dapat dibiodegradasi yang dikenal dengan
Linier Alkil Sulfonat (LAS). Sejak LAS menggantikan ABS dalam deterjen masalah-masalah
yang timbul seperti penutupan permukaan air oleh gumpalan busa dapat dihilangkan dan
toksinitasnya terhadap ikan di air telah banyak dikurangi.

Sampah dan buangan-buangan kotoran dari rumah tangga, pertanian dan pabrik/industri dapat
mengurangi kadar oksigen dalam air yang dibutuhkan oleh kehidupan dalam air. Di bawah
pengaruh bakteri anaerob senyawa organik akan terurai dan menghasilkan gas-gas NH3 dan
H2S dengan bau busuknya. Penguraian senyawa-senyawa organik juga akan menghasilkan
gas-gas beracun dan bakteri-bakteri patogen yang akan mengganggu kesehatan air.

Ditergen tidak dapat diuraikan oleh organisme lain kecuali oleh ganggang hijau dan yang
tidak sempat diuraikan ini akan menimbulkan pencemaran air. Senyawa-senyawa organik
seperti pestisida (DDT, dikhloro difenol trikhlor metana), juga merupakan bahan pencemar
air. Sisa-sisa penggunaan pestisida yang berlebihan akan terbawa aliran air pertanian dan
akan masuk ke dalam rantai makanan dan masuk dalam jaringan tubuh makhluk yang
memakan makanan itu.

Bahan pencemar air yang paling berbahaya adalah air raksa. Senyawasenyawa air raksa dapat
berasal dari pabrik kertas, lampu merkuri. Karena pengaruh bakteri anaerob garam anorganik
Hg dengan adanya senyawa hidrokarbon akan bereaksi membentuk senyawa dimetil mekuri
(CH3)2Hg yang larut dalam air tanah dan masuk dalam rantai makanan yang akhirnya
dimakan manusia.

Energi panas juga dapat menjadi bahan pencemar air, misalnya penggunaan air sebagai
pendingin dalam proses di suatu industri atau yang digunakan pada reaktor atom,
menyebabkan air menjadi panas. Air yang menjadi panas, selain mengurangi kelarutan
oksigen dalam air juga dapat berpengaruh langsung kehidupan dalam air.

Kata Pencarian Artikel ini:


DETERJEN, bahan kimia sabun, sabun dan deterjen, sabun, pencemaran air oleh deterjen, sabun dan
detergen, bahan kimia dalam sabun, kimia organik dalam sabun, bahan kimia deterjen, tegangan
permukaan air sabun

Sebagai bahan pembersih lainnya, deterjen merupakan buah kemajuan teknologi yang
memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah dengan
bahan kimia lainnya seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. sekitar tahun
1960-an, deterjen generasi awal muncul menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan
(surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang mampu menghasilkan busa. Namun karena
sifat ABS yang sulit diurai oleh mikroorganisme di permukaan tanah, akhirnya digantikan
dengan senyawa Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relatif lebih akrab dengan
lingkungan.

Pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS.
Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa
alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah,
kestabilannya dalam bentuk krim/pasta dan busanya melimpah.

Penggunaan sabun sebagai bahan pembersih yang dilarutkan dengan air di wilayah
pegunungan atau daerah pemukiman bekas rawa sering tidak menghasilkan busa. Hal itu
disebabkan oleh sifat sabun yang tidak akan menghasilkan busa jika dilarutkan dalam air
sadah (air yang mengandung logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan deterjen
dengan air yang bersifat sadah, akan tetap menghasilkan busa yang berlimpah.

Sabun maupun deterjen yang dilarutkan dalam air pada proses pencucian, akan membentuk
emulsi bersama kotoran yang akan terbuang saat dibilas. Namun ada pendapat keliru bahwa
semakin melimpahnya busa air sabun akan membuat cucian menjadi lebih bersih. Busa
dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan
adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan tanpa perlu adanya busa.

Opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang melimpah menunjukkan daya kerja
deterjen adalah menyesatkan. Jadi, proses pencucian tidak bergantung ada atau tidaknya
busa atau sedikit dan banyaknya busa yang dihasilkan. Kemampuan daya pembersih deterjen
ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan
efektif. Tetapi, mencuci dengan air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi
untuk pakaian berwarna, sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas.

Pemakaian deterjen juga kerap menimbulkan persoalan baru, terutama bagi pengguna yang
memiliki sifat sensitif. Pengguna deterjen dapat mengalami iritasi kulit, kulit gatal-gatal,
ataupun kulit menjadi terasa lebih panas usai memakai deterjen.

Komentar

Vous aimerez peut-être aussi