Vous êtes sur la page 1sur 10

A.

Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat
bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis
digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan
jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap
(tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium.
B. Pengertian
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit
kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi
yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung
protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein
sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena
kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber
energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila
kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama
maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
C. Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% style=""> : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% style=""> : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
D. Etiologi
1. Marasmus
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena:
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan
dengan orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada
bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau
sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain
seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor disebabkan karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare
kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik.
E. Patofisiologi
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh
selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok
atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25
jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energy. Jika kekurangan makanan ini berjalan menahun, tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh.
2. Kwashiorkor
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan
untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino
dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin hepar, yang
berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat
terjadinya penimbunan lemak di hati.

F. Pathway
G. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun
dapat terjadi bersama-sama.
 Manifestasi Klinik Kwashiorkor
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
Perkiraan Berat Badan (Kg)
 Lahir 3,25
 23-12 bulan (bln + 9)/2
 1-6 tahun (thn x 2) + 8
 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}/2 (Soetjiningsih, 1995).
Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
 1 tahun 1,5 x TB lahir
 4 tahun 2 x TB lahir
 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
 13 tahun 3 x TB lahir
 Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan
batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan
degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus,
osteoporosis dan sebagainya).
 Manifestasi Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah
kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
H. Pencegahan
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin,
menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi,
meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang
menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan
Malnutrisi tersebut antara lain:
1) Program promosi ASI
2) Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil dan
ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya antara
lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan ibu hamil,
program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan tentang proses
pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
3) Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
4) Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan
internal pada dehidrasi karena diare
5) Meningkatkan hasil produksi pertanian
6) Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi utk
anak-anak yg disapih
7) Memperbaiki infrastruktur pemasaran
8) Subsidi harga bahan makanan
9) Pemberian makanan suplementer
10) Pendidikan gizi
11) Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan

I. Penatalaksanaan
1) Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak
sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
2) Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah
3) Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4) Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5) Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi bayi
di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
6) Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
7) Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan
pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
8) Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
9) Pengobatan infeksi
10) Pemberian makanan
11) Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
12) Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi.
J. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare
dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum
dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
e. Penurunan ukuran antropometri
f. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
g. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
h. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
i. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
j. Edema tungkai
k. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
l. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah:
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat, anoreksia dan diare.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori
dan protein yang tidak adekuat.
d. Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian makanan/minuman personde dan
peningkatan sekresi trakheobronkhial.
e. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
3. Rencana Keperawatan
 Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
Kriteria:
- Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami
klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang.
- Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program
Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan
nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat
seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien
2. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan
keluarga untuk melakukannya sendiri.
3. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
4. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.
 Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Tujuan: Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
- Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
- Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal).
- Frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Intervensi:
1. Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai
program rehidrasi.
2. Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang
diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian
infus/selang sonde.
3. Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
4. Hitung balans cairan.
 Diagnosa 3: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.
Kriteria:
- Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
- Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar
usia.
Intervensi:
1. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai usia anak.
2. Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
3. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
4. Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
5. Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
(Puskesmas/Posyandu)
 Diagnosa 4: Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian
makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
- Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami
aspirasi.
- Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Intervensi:
1. Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya
secara berkala.
2. Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-
an/minuman.
3. Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian
makanan/minuman.
4. Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/
minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah
memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
5. Observasi tanda-tanda aspirasi.
 Diagnosa 5: Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Tujuan : Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
- Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping
hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Intervensi:
1. Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
2. Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
3. Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Daftar Pustaka

Behrman. E .R., Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol I, 1999. Jakarta : EGC
Betz, Ceciliy,L. keperawatan pediatric.2002. Jakarta : EGC
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak,1995, Jakarta : EGC
Krisnansari, Diah. 2010. Malnutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health Volume 1. Fakultas
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Vous aimerez peut-être aussi