Vous êtes sur la page 1sur 22

ARAH DAN STRATEGI REVITALISASI PERTANIAN1

Oleh

Achmad Suryana 2

I. PENDAHULUAN

Program Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan Presiden Susilo


Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 merupakan perwujudan
komitmen pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla
pada saat kampanye Pemilu 2004 yang dituangkan dalam “Buku Putih Pemilu
2004 - Membangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera”. Dalam buku
tersebut disebutkan bahwa ada dua agenda dan program untuk membangun
Indonesia yaitu: (1) program perbaikan ekonomi dan kesejahteraan, yang meliputi
revitalisasi pertanian dan pedesaan; revitalisasi kelautan dan wilayah pesisir;
reforma agraria dan daya saing ekonomi pedesaan; dan (2) program
penghapusan kemiskinan, yang meliputi pemantapan ketahanan pangan;
revitalisasi pertanian dan pedesaan; revitalisasi kelautan dan wilayah pesisir; dan
pengembangan infrastruktur pedesaan dan daerah terpencil. Dengan demikian,
program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) merupakan janji
presiden kepada masyarakat Indonesia untuk direalisasikan.
Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi pentingnya program
RPPK tersebut adalah adanya fakta empiris bahwa sektor pertanian, perikanan
dan perkebunan masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional
untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung
mengalami degradasi, sehingga perlu segera direvitalisasi secara sungguh-
sungguh. Revitalisasi pertanian merupakan pernyataan politik pemerintah untuk
menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas pembangunan nasional.
Komitmen Presiden terhadap RPPK diimplimentasikan ke dalam program
pembangunan ekonomi kabinet Indonesia Bersatu yaitu : strategi tiga jalur (triple
track strategy) yang berazas pro-pertumbuhan (pro-growth), pro-kesempatan kerja

1
Makalah disampaikan pada Seminar “Peran Komunikasi Pembangunan Pertanian dalam
Percepatan RPPK”, 9 Agustus 2005. Bogor.
2
Kepala Badan Litbagn Pertanian
IV-190
(pro-employment) dan pro-masyarakat kemiskinan (pro-poor). Strategi tiga jalur
tersebut diimplementasikan ke dalam : (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di
atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2)
pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan
menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan
pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Secara rinci, sasaran program pembangunan nasional tersebut untuk
menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi hanya 8,2 persen pada tahun 2009
dari sekitar 16,6 persen pada tahun 2004. Jumlah pengangguran terbuka juga
akan diusahakan untuk diturunkan dari sekitar 9,5 persen pada tahun 2004
menjadi 5,1 persen pada tahun 2009. Untuk mencapai sasaran tersebut,
pertumbuhan ekonomi diupayakan meningkat dari 5,5 persen pada tahun 2005
menjadi 7,6 persen pada tahun 2009 atau rata-rata tumbuh 6,6 persen per tahun.
Investasi masyarakat diupayakan meningkat dari 16,0 persen tahun 2004 menjadi
24,4 persen tahun 2009, ekspor meningkat dari 5,5 persen menjadi 8,7 persen
dan sektor pertanian (termasuk di dalamnya pertanian, perikanan, dan
kehutanan), industri pengolahan non-migas, dan sektor lain masing-masing
tumbuh rata-rata sekitar 3,5 persen, 8,6 persen, dan 6,8 persen per tahun.
Makalah ini menyajikan uraian arah dan strategi RPPK yang difokuskan
pada Revitalisasi Pertanian karena bidang keakhlian saya pada bidang pertanian.

II. ARAH DAN MASA DEPAN PERTANIAN

A. Pengertian Revitalisasi Pertanian


Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk
menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan
kontekstual; dalam arti menyegarkan kembali vitalitas; memberdayakan
kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional
dengan tidak mengabaikan sektor lain.
Revitalisasi bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan
cara-cara yang top-dwon sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk
menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerja
sama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat
pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang hanya sekedar menghasilkan
komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian mempunyai multi-fungsi yang belum
IV-191
mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat. Pertanian merupakan way of
life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan
pemasok sandang, pangan, dan pakan untuk kehidupan penduduk desa dan kota;
juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan
lingkungan untuk dinikmati (wisata-agro), sebagai penghasil biofarmaka dan
penghasil energi seperti bio-diesel.

B. Arah Masa Depan Kondisi Petani Indonesia


Sampai saat ini petani masih menghadapi masalah dan kendala yang
berkaitan dengan: (a) akses sepenuhnya terhadap layanan dan sumberdaya
produktif; (b) perlindungan usahatani; (c) keberdayaan dalam mengembangkan
kegiatan yang dilakukan; dan (d) rendahnya tingkat pendidikan, status gizi dan
ketahanan pangan serta kesetaraan gender.
Dalam tahun 1993-2003 jumlah petani gurem (dengan luas garapan
kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK (meningkat
2,6% per tahun). Sementara itu, luas lahan semakin berkurang dan
perkembangan kesempatan kerja di luar pertanian terbatas. Jumlah rumah tangga
petani (RTP) menurut Sensus Pertanian (SP) 2003 mencapai 25,58 juta RTP, dan
sekitar 40 persen RTP tergolong tidak mampu.
Kualitas SDM pertanian masih rendah. Menurut data BPS tahun 2002,
tingkat pendidikan tenaga kerja pertanian yang tidak sekolah dan tidak tamat SD
masih sekitar 35 persen, tamat SD 46 persen, dan tamat SLTP 13 persen.
Dibandingkan dengan sektor non pertanian pada tahun yang sama, tingkat
pendidikan tenaga kerja yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD 31 persen,
tamat SLTP sekitar 20 persen, dan tamat SLTA 27 persen.
Status gizi penduduk Indonesia yang sebagian besar petani masih rendah,
walaupun ada perbaikan dari waktu ke waktu. Kualitas konsumsi pada tahun 2002
baru mencapai skor 68,4 PPH (Pola Pangan Harapan). Namun demikian
konsumsi energi sudah mencapai 90,3 persen dari AKG (Angka Kecukupan Gizi).
Diskriminasi upah bagi wanita dan pria masih ditemui di sektor pertanian yang
merugikan peran wanita dalam pembangunan pertanian.
Perlindungan usahatani juga rendah. Belum ada jaminan yang cukup
memadai atas perlindungan usahatani mereka, keculai usahatani padi melalui
pemberlakuan jamainan Harga Pembelian Pemerintah dan pengenaan tarif beras
serta pemberian subsidi dan pengembangan teknologi.
IV-192
Oleh karena itu, ke depan kondisi petani yang diharapkan adalah : (a)
petani memilik akses sepenuhnya terhadap layanan dan sumberdaya produktif; (b)
petani mendapat perlindungan usahatani; (c) petani memiliki keberdayaan dalam
mengembangkan kegiatan yang dilakukan; dan (d) petani mempunyai tingkat
pendidikan, status gizi dan ketahanan pangan serta kesetaraan gender yang
cukup memadai sesuai dengan norma yang berlaku.

c. Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia


Sumberdaya lahan yang dipergunakan untuk produksi pertanian relatif
terbatas. Dalam dekade terakhir, luas lahan pertanian yang sudah diusahakan
sekitar 17,19 persen dari total luas potensi lahan, yang terdiri dari 4,08 persen
untuk areal perkebunan; 4,07 persen untuk lahan sawah; 2,83 persen untuk
pertanian lahan kering dan 6,21 persen untuk ladang berpindah. Perkembangan
luas lahan pertanian, terutama lahan sawah dan lahan kering (tegalan), sangat
lambat, kecuali dibidang perkebunan (Gambar 1).

20000
19000
18000
17000
16000
Luas (x 1.000 ha)

15000
14000
13000
12000
11000
10000
9000
8000
7000
6000
5000
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Tahun
Sawah Lahan Kering Perkebunan Lahan Terlantar

Gambar 1. Perkembangan Penggunaan Lahan Pertanian 1996-2004 (BPS)

Peningkatan jumlah penduduk tahun 2000-2003 sekitar 1,5 persen per


tahun menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan
dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34 ha
per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem (petani dengan
luas lahan garapan < 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi
IV-193
13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 dengan rata-rata peningkatan
jumlah petani gurem sekitar 2,4 persen per tahun.
Konversi lahan pertanian terutama terjadi pada lahan sawah yang
berproduktivitas tinggi, untuk dijadikan lahan permukiman dan industri. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya lahan sawah dengan produktivitas tinggi,
seperti di jalur pantai utara Pulau Jawa dan di sekitar Bandung, mempunyai
prasarana yang memadai untuk pembangunan sektor non pertanian. Konversi
lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun 1999-2002 mencapai
330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun. Luas baku lahan sawah juga
cenderung menurun. Antara tahun 1981-1999, neraca pertambahan lahan sawah
seluas 1,6 juta ha. Namun antara tahun 1999 sampai 2002 terjadi penciutan luas
lahan sawah seluas 0,4 juta ha karena tingginya angka konversi (Tabel 1).

Tabel 1. Neraca luas lahan sawah tahun 1981-1999 dan 1999-2002 (Ha)

Wilayah Konversi Penambahan Neraca


Tahun 1981-1999
Jawa 1.002.055 518.224 -483.831
Luar Jawa 625.459 2.702.939 +2.077.480
Indonesia 1.627.514 3.221.163 +1.593.649
Tahun 1999-2002
Jawa 167.150 18.024 -107.482
Luar Jawa 396.009 121.278 -274.732
Indonesia 563.159 139.302 -423.857

Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa terdapat sekitar 9 juta ha lahan


terlantar yang dewasa ini ditutupi semak belukar dan alang-alang. Pemanfaatan
lahan yang berpotensi ini secara bertahap akan dapat mengantarkan Indonesia
tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi untuk
meningkatkan volume ekspor, apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan.
Di samping itu, sekitar 32 juta ha sumberdaya lahan, terutama di luar Pulau Jawa,
sesuai dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian tanpa mengganggu
keseimbangan ekosistem.
Seperti halnya sumberdaya lahan, sumberdaya air juga semakin terbatas
dan mengalami degradasi. Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi telah
menimbulkan kompetisi penggunaan sumberdaya air untuk pertanian dan non-
pertanian. Pada kondisi demikian maka penggunanan air untuk pertanian
IV-194
biasanya selalu dikorbankan sebagai prioritas terakhir. Selain itu, dalam dekade
terakhir perhatian untuk memelihara jaringan irigasi juga menurun, yang berakibat
pada penurunan intensitas tanam dan produktifitas pertanian. Untuk itu,
peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan langkah penting dan
utama bagi peningkatan produktifitas pertanian.
Berkaitan dengan revitalisasi pertanian, maka arah masa depan kondisi
sumberdaya pertanian Indonesia adalah : (a) terciptanya akses petani terhadap
lahan dan air serta meningkatkan rasio luas lahan per kapita melalui reformasi
keagrariaan untuk, (b) terbentuknya pencadangan lahan abadi untuk pertanian
sekitar 15 juta ha melalui pengendalian konversi, (c) terbentuknya fasilitasi
terhadap pemanfaatan lahan (pembukaan lahan pertanian baru), serta (d)
terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan agroindustri di
pedesaan sebagai sarana penyedia lapangan kerja dan peluang peningkatan
pendapatan serta kesejahteraan keluarga petani.

d. Arah Masa Depan Produk dan Bisnis Pertanian


Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan
(hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan
pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk (product
development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan komoditas.
Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan industri
yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara
(intermediate product), produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama
produk akhir (final product) yang berdayasaing.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri
perdesaan diarahkan untuk: (a) mengembangkan kluster industri, yakni industri
pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta
sarana penunjangnya, (b) mengembangkan industri pengolahan skala rumah
tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan
besar, dan (c) mengembangkan industri pengolahan yang punya dayasaing tinggi
untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Agenda utama pengembangan agroindustri perdesaan adalah
penumbuhan agroindustri untuk membuka lapangan kerja di perdesaan, dengan
kegiatan utama: (a) Fasilitasi penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil

IV-195
pertanian di sentra-sentra produksi; (b) Pengembangan infrastruktur penunjang di
perdesaan, seperti listrik, jalan, dan komunikasi; (c) Pengembangan akses
terhadap permodalan; dan (d) Peningkatan mutu, efisiensi produksi dan
pemasaran.
Dengan demikian masa depan produk dan bisnis pertanian adalah berupa
produk berbasis agroindustri yang memiliki daya saing dan agroservice dengan
kandungan teknologi tinggi.

III. STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Strategi dan Kebijakan Umum Jangka Panjang


Revitalisasi pertanian diarahkan untuk mewujudkan sistem pertanian
industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan
pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian, dengan sasaran sebagai
berikut:

1) Terwujudnya Sistem Pertanian Industrial Yang Berdayasaing. Sistem


pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan
terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply chain) berdasarkan relasi
kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumberdaya nasional,
kearifan lokal serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan.
Sistem pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan
keharusan agar usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh
berkembang secara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan
global yang makin ketat.

2) Mantapnya Ketahanan Pangan Secara Mandiri. Mantapnya ketahanan


pangan secara mandiri berarti terpenuhinya pasokan pangan dan terjaminnya
akses pangan sesuai kebutuhan bagi seluruh masyarakat dengan
mengandalkan produksi dalam negeri dan kemampuan daya beli masyarakat.
Upaya pemantapan ketahanan pangan tidak boleh merugikan, malah harus
didasarkan sebagai bagian integral dari upaya peningkatan kesejahteraan
petani.

3) Terciptanya Kesempatan Kerja Penuh Bagi Masyarakat Pertanian. Dalam


jangka panjang diharapkan seluruh angkatan kerja pertanian mendapatkan
IV-196
pekerjaan penuh sehingga pengangguran terbuka maupun terselubung tidak
lagi terjadi secara permanen. Faktor kunci untuk itu ialah meningkatkan
kesempatan kerja di pedesaan dan mengurangi tekanan penyerapan tenaga
kerja di pertanian.

4) Terhapusnya Masyarakat Pertanian dari Kemiskinan dan Tercapainya


Pendapatan Petani US$ 4500/kapita/tahun. Berkurangnya jumlah
masyarakat tani miskin dan meningkatnya pendapatan petani merupakan
prasyarat terwujudnya kesejahteraan masyarakat tani yang menjadi sasaran
akhir pembangunan pertanian. Ini hanya dapat diwujudkan melalui
peningkatan skala usahatani, peningkatan produktivitas dan pengurangan
tekanan penduduk pada usaha pertanian.

Adapun arah kebijakan yang akan ditempuh dalam pembangunan


pertanian jangka panjang adalah:
a. Membangun basis bagi partisipasi petani;
b. Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian;
c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumberdaya insani pertanian yang
berkualitas;
d. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian:
e. Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna;
f. Mewujudkan sistem inovasi pertanian;
g. Penyediaan sistem insentif dan perlindungan bagi petani;
h. Mewujudkan sistem usahatani bernilai tinggi melalui intensifikasi, diverdifikasi
dan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan;
i. Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan;
j. Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang
kokoh;
k. Menerapkan praktek pertanian dan manufaktur yang baik; dan
l. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan
pertanian.

B. Dukungan Kebijakan Lintas Sektoral


Beberapa dukungan kebijakan yang diperlukan untuk merevitalisasi sektor
pertanian yaitu:

IV-197
a. Kebijakan ekonomi makro yang kondusif, yaitu inflasi yang rendah, nilai tukar
yang stabil dam suku bunga riil positif.
b. Pembangunan infrastruktur pertanian, meliputi pembangunan dan rehabilitasi
jaringan irigasi, perluasan lahan pertanian, terutama di luar Jawa, pencegahan
konversi lahan terutama di Jawa, pengembangan jalan usahatani dan jalan
produksi serta infrastruktur lainnya.
c. Kebijakan pembiayaan untuk mengembangkan lembaga keuangan yang
khusus melayani sektor pertanian, lembaga keuangan mikro, pembiayaan pola
syaraiah, dan lainnya.
d. Kebijakan perdagangan yang memfasilitasi kelancaran pemasaran, baik di
pasar dalam negeri maupun ekspor. Selain itu, untuk melindungi sektor
pertanian dari persaingan di pasar dunia, diperlukan: (a) memperjuangkan
konsep Strategic Product (SP) dalam forum WTO; (b) penerapan tarif dan
hambatan non-tarif untuk komoditas-komoditas beras, kedelai, jagung, gula,
beberapa produk hortikultura dan peternakan.
e. Kebijakan pengembangan industri yang lebih menekankan pada agroindustri
skala kecil di perdesaan dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan
pendapatan petanai.
f. Kebijakan investasi yang kondusif untuk lebih mendorong minat investor dalam
sektor pertanian.
g. Pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran untuk sektor
pertanian dan sektor-sektor pendukungnya.
h. Perhatian pemerintah daerah pada pembangunan pertanian meliputi:
infrastuktur pertanian, pemberdayaan penyuluh pertanian, pengembangan
instansi lingkup pertanian, menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi
dayasaing pertanian, serta alokasi APBD yang memadai.

C. Strategi dan Kebijakan Khusus Jangka Panjang

C.1. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan


Pokok-pokok kebijakan ketahanan pangan yang harus mendapat prioritas
dalam pembangunan jangka panjang yaitu; (a) mengembangkan sistem
pengaturan perdagangan pangan yang adil, (b) melakukan pengendalian konversi
lahan, (c) meningkatkan produktivitas usaha pangan, (d) peningkatan pengelolaan
konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang, (e) meningkatkan kutu

IV-198
dan keamanan pangan, (f) melakukan antisipasi terhadap dinamika perubahan
iklim dan sumberdaya air, (g) meningkatkan pengelolaan pertumbuhan penduduk
dan (h) mengembangkan aliansi solidaritas masyarakat mengatasi masyarakat
mengatasi kerawanan pangan.
Langkah-langkah kebijakan operasional pembangunan ketahanan pangan
nasional dilakukan dengan: (a) Pengembangan produksi dan ketersediaan
pangan, melalui pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksi pangan
nasional, peningkatan produksi pangan domestik meliputi volume, kualitas dan
keragamannya, serta pengembangan teknologi; (b) Distribusi dan akses pangan
melalui pemanfaatan wahana perdagangan internasional, dilaksanakan dengan
menfasilitasi dan mengatur ekspor, impor pangan, yang berorientasi pasar dan
berpihak pada keseimbangan kepentingan produsen maupun konsumen; serta
peningkatan efesiensi sistem distribusi pangan; (c) Pengelolaan terhadap
permintaan dan konsumsi pangan melalui pengembangan konsumsi pangan
beragam, bergizi dan berimbang serta; peningkatan penghasilan dan daya beli
masyarakat terhadap pangan.

C.2. Strategi dan Kebijakan Pembiayaan Pertanian


Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan pembiayaan
pertanian adalah sebagai berikut: (a) menyempurnakan kebijaksanaan
pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas petani dan
pelaku agribisnis terhadap sumber pembiayaan; (b) mengembangkan pola subsidi
bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani kecil di pedesaan; (c)
mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi UMKM
agribisnis; (d) mengembangkan pembiayaan pola bagi hasil/syariah untuk
pembiayaan sektor pertanian; (e) Mengembangkan lembaga keuangan khusus
pertanian dan lembaga keuangan mikro (LKM) pedesaan untuk pembiayaan
UMKM agribisnis; (f) mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim
kredit agribisnis yang mudah diakses oleh petani; (g) mensosialisasikan sumber-
sumber pembiayaan yang telah ada; (h) meningkatkan kerja sama dengan
lembaga keuangan dan negara donor di luar negeri untuk pengembangan
pembiayaan agribisnis; dan (i) meningkatkan partisipasi/memobilisasi dana
masyarakat untuk pengembangan agribisnis.

IV-199
C.3. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ekspor Produk Pertanian
Target ekspor komoditas pangan, perkebunan, dan peternakan tahun 2005
diharapkan dapat mencapai 7,8 miliar dollar AS. Nilai expor diharapkan tumbuh
minimal 5 persen per tahun, sehingga tahun 2009 total ekspor dapat mencapai 12
miliar dollar AS. Strategi pengembangan ekspor yang perlu ditempuh adalah:

a) Meningkatkan daya saing produksi dalam negeri melalui:


i. Pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian untuk mampu
mengakses teknologi pengolahan hasil dan informasi pasar,
ii. Menumbuh kembangkan industri pengolahan hasil pertanian di perdesaan
untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian,
menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
iii. Meningkatkan volume, nilai dan keragaman produk ekspor baik segar
maupun olahan,
iv. Penumbuhan kawasan agroindustri melalui Pelayanan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (P3HP),
v. Pengembangan sarana dan prasarana pasar termasuk cold storage dan
packing house,
vi. Harmonisasi tarif, pajak/pungutan ekspor & standardisasi mutu,

b) Peningkatkan pangsa pasar ekspor melalui:


i. Pengembangan informasi pasar & market intelligence,
ii. Penguatan diplomasi, negosiasi dalam membuka pasar,
iii. Perluasan akses pasar melelui promosi dan pengembangan Free Trade
Area (FTA),
iv. Peningkatan kerjasama internasional,
v. Peningkatan kemampuan negosiasi dan diplomasi (sekretariat WTO,
training, magang), dan
vi. Sosialisasi hasil-hasil negosiasi & diplomasi

C.4. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Produk Pertanian Baru


Untuk mempercepat peningkatan nilai tambah yang pada gilirannya akan
berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pelakunya, maka strategi
pengembangan komoditi pertanian harus difokuskan kepada produk hilir
IV-200
agroindustri. Mengingat besarnya investasi untuk mengembangkan produk hilir,
maka komoditi yang akan dikembangkan produk hilirnya harus dipilih yang
mempunyai nilai tambah besar, investasinya tidak terlalu besar, pasar produknya
cukup luas, penguasaan sumberdaya manusia mencukupi dan tersedianya
berbagai prasyarat normatif lain yang mampu dipenuhi. Untuk itu pengembangan
komoditi akan diprioritaskan kepada komoditi sebagai berikut: (1) Padi; (2)
Jagung; (3) Kedelai; (4) Pisang; (5) Jeruk; (6) Bawang merah; (7) Anggrek; (8)
Kelapa Sawit; (9) Karet; (10) Kakao; (11) Kelapa; (12) Tebu; (13) Sapi; (14) Ayam

V. IMPLEMENTASI REVITALISASI PERTANIAN DALAM PROGRAM


DEPARTEMEN PERTANIAN, 2004-2009

A. Sasaran Pembangunan 2005-2009


Sasaran pembangunan pertanian 2005-2009 dikelompokan menjadi tiga
yaitu:

1. PDB, Investasi, dan Kesempatan Kerja


(1) Selama periode 2005-2009 target pertumbuhan PDB sektor pertanian
dalam arti sempit meningkat dari 2,97 persen pada tahun 2005 menjadi
3,58 persen pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,29 persen.
Target pertumbuhan tersebut di atas pertumbuhan tahun 2004 yang
hanya mencapai sekitar 2 persen. Berdasarkan harga konstan tahun
2000, PDB sektor pertanian akan meningkat dari Rp 198 trilyun pada
tahun 2005 menjadi Rp 226 trilyun pada tahun 2009. Rincin PDB menurut
subsektor disajikan pada Tabel 1.

(2) Selama periode 2005-2009, dengan target PDB sektor pertanian seperti
di atas, total investasi yang dibutuhkan sektor pertanian sebesar Rp 77,07
dengan rata-rata Rp 14,40 trilyun per tahun. Rincin kebutuhan investasi
menurut subsektor disajikan pada Tabel 1.

(3) Selama periode 2005-2009, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian


diproyeksikan meningkat dari 41,3 juta orang pada`tahun 2005 menjadi
44,5 juta orang pada tahun 2009. Penyerapan tenaga kerja sektor
pertanian pada tahun 2005 sedikit lebih besar dibanding tahun 2004 yang
hanya mencapai 39 juta orang. Kesempatan kerja yang diciptakan sektor
pertanian pada tahun 2009 sebesar 97,47 persen dari target kesempatan
IV-201
kerja sektor pertanian umum (pertanian, kehutanan dan perikanan)
adalah 42,19 persen dari target kesempatan kerja nasional. Rincin
penyerapan tenaga kerja menurut subsektor disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkiraan PDB, Kebutuhan Investasi, dan Penciptaan Kesempatan Menurut Sub
Sektor Pertanian, Tahun 2005-2009

Subsektor
Sektor
Uraian Tanaman Horti- Perke- Peter- Pertanian
Pangan kultura bunan nakan
PDB (Rp trilyun)
§ 2005 77 46 48 28 198
§ 2009 79 53 61 33 226
Pertumb. PDB (%/th)
§ 2005 0,43 2,86 6,01 4,11 2,97
§ 2009 1,08 4,57 6,49 4,58 3,58
§ Rataan 0,89 3,38 6,27 4,37 3,29
Investasi (Rp trilyun)
§ 2005-2009 30,05 9,92 20,52 16,12 77,07
§ Per th 5,08 1,98 4,10 3,22 14,40
Penyerapan TK (jt orang)
§ 2005 27,2 3,4 6,3 4,3 41,3
§ 2009 25,9 4,9 7,9 5,8 44,5
1) 3)
§ Relatif (%) 58,18 11,05 17,74 13,02 97,47
2) 4)
§ Relatif (%) 56,70 10,77 17,29 12,69 42,19
1)
Keterangan: Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian
2)
Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian nasional
3)
Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja pertanian umum
4)
Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja nasional

2. Ketahanan Pangan
(1) Selama periode 2005-2009, pertumbuhan produksi tanaman pangan
diproyeksikan mengalami peningkatan berkisar 0,35 – 6,50 persen per
tahun. Pada periode yang sama pertumbuhan produksi tanaman
hortikultura dan perkebunan diproyeksikan mengalami peningkatan
masing-masing berkisar 2,94 – 8,41 persen dan 0,79 - 7,09 persen per
tahun. Sementara pertumbuhan produksi peternakan diproyeksikan
mengalami peningkatan berkisar 0,08–10,25 persen per tahun. Secara
rinci proyeksi produksi menurut komoditas pada masing-masing subsektor
disajikan pada Tabel 2.

(2) Selama periode 2005-2009 konsumsi bahan pangan utama (beras,


jagung, kedelai dan gula) diproyeksikan mengalami peningkatan berkisar
1,21 – 3,57 persen per tahun. Secara rinci perkembangan konsumsi
menurut komoditas adalah sebagai berikut:

IV-202
• Konsumsi beras akan meningkat dari 36,08 juta ton pada tahun 2005
menjadi 37,96 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,21
persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut sama
dengan rata-rata peningkatan produksi. Neraca mengalami defisit yang
cenderung meningkat selama 2005-2009 yaitu dari 313 ribu ton pada
tahun 2005 menjadi 445 ribu ton pada tahun 2009. Defisit tersebut
sangat tipis, yaitu sekitar 0,73 – 1,17 persen atau rata-rata 0,89 persen
dari konsumsi.

• Konsumsi jagung akan meningkat dari 12,14 juta ton pada tahun 2005
menjadi 13,72 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,01
persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi terrsebut lebih
lambat dibanding dengan rata-rata peningkatan produksi sebesar 4,23
persen per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun
yaitu dari 320 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 14 ribu ton pada tahun
2007 dan setelah itu mengalami surplus yang meningkat dari 116 ribu
ton pada tahun 2008 menjadi 254 ribu ton pada tahun 2009. Defisit dan
surplus tersebut masih tipis yang masing-masing merupakan 0,11 –
2,64 persen dan 0,87 – 1,82 persen dari konsumsi.

• Konsumsi kedelai akan meningkat dari 2,39 juta ton pada tahun 2005
menjadi 2,57 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,74
persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut lebih
lambat dibanding dengan rata-rata peningkatan produksi 6,50 persen
per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun selama
2005-2009 yaitu dari 1,61 juta ton pada tahun 2005 menjadi 1,57 juta
ton pada tahun 2009. Defisit tersebut masih sangat besar yang
merupakan 61,06–67,45 persen atau rata-rata 64,27 persen dari
konsumsi.

• Konsumsi gula akan meningkat dari 3,30 juta ton pada tahun 2005
menjadi 3,82 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,57
persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut lebih
lambat dibanding dengan rata-rata peningkatan produksi 7,09 persen
per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun selama
2005-2009 yaitu dari 1,13 juta ton pada tahun 2005 menjadi 0,97 juta

IV-203
ton pada tahun 2009. Defisit tersebut masih cukup besar yang
merupakan 25,5–34,4 persen atau rata-rata 29,79 persen dari
konsumsi.

Tabel 2. Proyeksi produksi menurut komoditas pada masing-masing subsektor


pertanian, 2005-2009

Tahun Pertumbuhan
Subsektor
2005 2009 (%/th)
A. Tanaman Pangan
1. Padi 55,03 57,71 1,21
2. Jagung 11,82 13,97 4,23
3. Kedelai 0,78 1,00 6,50
4. Kacang Tanah 0,83 0,85 0,48
5. Ubi Kayu 19,57 19,90 0,39
6. Ubi Jalar 1,88 1,91 0,35
B. Hortikultura
1. Kentang 1,05 1,21 3,68
2. Cabai 1,11 1,24 2,94
3. Bawang Merah 0,82 1,10 7,65
4. Kubis 1,40 1,61 7,65
5. Tomat 0,73 0,87 4,64
6. Wortel 0.38 0.44 4,17
7. Pisang 4,53 6,07 7,43
8. Mangga 1,68 2,23 7,35
9. Jeruk 1,62 1,84 3,37
10. Durian 0,82 1,15 8,41
11. Pepaya 0,67 0,85 6,12
12. Nenas 0,74 0,93 5,83
13. Alpukat 0,30 0,39 6,83
C. Perkebunan
1. Kelapa Sawit 13,15 16,74 6,21
2. Karet 1,95 2,34 4,79
3. Kakao 0,64 0,79 4,79
4. Kopi 0,75 0,89 5,30
5. Kelapa 3,29 3,39 0,79
6. Lada 0,10 0,13 6,48
7. Tembakau 0,23 0,31 7,03
8. Gula 2,16 2,85 7,09
D. Peternakan
1. Daging Sapi 0,39 0,44 3,01
2. Daging Kerbau 0,046 0,047 0,68
3. Daging Kuda 1,59 1,60 0,08
4. Kambing 0,07 0,08 2,00
5. Daging Domba 0,09 0,10 3,02
6. Daging Babi 0,19 0,21 2,40
7. Daging Unggas 1,52 2,01 7,61
8. Telur 1,14 1,60 8,74
9. Susu 0,66 0,98 10,25

IV-204
(5). Sasaran pembangunan pertanian 2005-2009 pada aspek diversifikasi
konsumsi pangan perlu memperhatikan Pola Pangan Harapan (PPH) yaitu
meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan dan menurunnya
ketergantungan pada satu jenis pangan pokok tertentu. Sasaran PPH pada
tahun 2009 adalah 96,6 persen dengan kontribusi padi-padian maksimal 51,6
persen, lemak dan minyak 10 persen, sedangkan kontribusi minimal untuk
umbi-umbian adalah 5,7 persen, pangan hewani 11,2 persen, buah/biji
berminyak 3 persen, kacang-kacangan 4,8 persen, gula 5 persen, sayur dan
buah 5,7 persen dan sumber pangan lainnya 3 persen. Pencapaian sasaran
PPH sebesar 100 persen akan dicapai pada tahun 2010 sesuai dengan
sasaran Indonesia sehat 2010.

3. Nilai Tambah dan Dayasaing

(1) Selama periode 2005-2009 keragaman produk olahan komoditas pertanian


diproyeksikan meningkat rata-rata 5 persen per tahun.
(2) Selama periode 2005-2009 nilai ekspor komoditas pertanian juga
diproyeksikan meningkat dengan laju 11,34 persen per tahun, lebih tinggi
dibanding laju nilai impor yang hanya mencapai 3,91 persen per tahun.
Dengan kondisi demikian, neraca perdagangan diproyeksikan meningkat
dari U$ 3,9 milyar pada tahun 2005 menjadi U$ 7,7 milyar pada tahun 2009
atau meningkat rata-rata sebesar 17,11 persen per tahun. Total devisa
bruto yang mampu disumbangkan sektor pertanian diproyeksikan
meningkat dari US 7,8 milyar pada tahun 2005 menjadi US$ 12,3 milyar
pada tahun 2009.
(3) Selama periode 2005-2009 akan terjadi peningkatan efisiensi produksi
yang dicerminkan oleh menurunnya biaya produksi per unit dengan laju 5
persen per tahun.

4. Kesejahteraan Petani
(1) Selama periode 2005-2009, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian
diperkirakan meningkat dari Rp 4,80 juta pada tahun 2005 menjadi Rp 5,08
juta per kapita per tahun atau rata-rata meningkat sebesar 1,40 persen per
tahun.

IV-205
(2) Selama periode 2005-2009 persentase penduduk miskin di perdesaan
mengalami penurunan dari 18,90 persen pada tahun 2005 menjadi 15,02
persen pada tahun 2009.

D. Program
Program Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009 ada tiga yaitu; (1)
Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis;
dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.

D.1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan
ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh
rumah tangga, aman dikonsumsi dengan harga yang terjangkau. Ketahanan
pangan mencakup komponen: (1) ketersediaan pangan, (2) distribusi dan
konsumsi pangan, (3) penerimaan oleh masyarakat, (4) diversifikasi pangan, dan
(5) keamanan pangan.
Program peningkatan ketahanan pangan merupakan fasilitasi bagi
terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat
dan halal. Ketahanan pangan rumahtangga berkaitan dengan kemampuan
rumahtangga untuk dapat akses terhadap pangan di pasar. Dengan demikian
ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh kemampuan daya beli
rumahtangga. Sejalan dengan itu maka peningkatan pendapatan rumahtangga
merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumahtangga.
Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan
ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan.
Tujuan program ketahanan pangan adalah untuk memfasilitasi terjaminnya
masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal.
Sasaran yang ingin dicapai adalah: (1) dicapainya ketersediaan pangan tingkat
nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal, (2)
meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat, dan (3)
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan
pangan. Khusus untuk beras, BAPPENAS menetapkan sasaran pemenuhan
konsumsi beras dari produksi dalam negeri sebesar 90-95 persen. Selain itu

IV-206
diharapkan pula ada peningkatan dalam konsumsi pangan yang berasal dari
produk ternak (daging, telur, susu).
Untuk mencapai tujuan dan sasaran di atas, Program Peningkatan
Ketahanan Pangan dijabarkan lebih lanjut ke dalam beberapa subprogram, yaitu:
(1) Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Pangan, (2) Pengembangan
Diversifikasi Produksi dan Konsumsi Pangan, (3) Penerapan Standar Kualitas dan
Keamanan Pangan, (4) Penurunan Tingkat Kerawanan Pangan, (5)
Pengembangan dan Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Ketahanan
Pangan, dan (6) Pengembangan Manajemen Pembangunan Ketahanan Pangan.
Rencana tindak program peningkatan ketahanan pangan, antara lain: (1)
Intensifikasi dan ekstensifikasi produksi komoditas pangan pokok, (2)
Pengembangan sumber pangan alternatif lokal, (3) Pengembangan pola konsumsi
pangan lokal non-beras (4) Pengembangan dan perbaikan jaringan irigasi, (5)
Pengembangan jaringan usahatani, (6) Fasilitasi sistem penyediaan sarana
produksi, (7) Pengembangan jaringan permodalan, (8) Pengembangan
perbenihan, (9) Fasilitasi subsidi input produksi, (10) Pengembangan jasa alsin
pertanian, (11) Perumusan dan penetapan kebijakan harga pangan, (12)
Pengelolaan tata niaga pangan, (13) Pengamanan produksi pertanian dan
perkarantinaan, (14) Penyusunan dan penerapan standar kualitas dan keamanan
pangan, (15) Pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, (16)
Penguatan lembaga ketahanan pangan masyarakat, (17) Pengembangan
teknologi pengurangan kehilangan hasil, (18) Pengembangan teknologi
sumberdaya alam, (19) Pengembangan teknologi pengolahan pangan tradisional,
(20) Pengembangan teknologi perbaikan mutu dan keamanan pangan, dan (21)
Penyelarasan kebijakan dan program peningkatan ketahanan pangan.

D.2. Program Pengembangan Agribisnis


Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu
ditempuh adalah memperluas cakupan kegiatan ekonomi produktif petani serta
peningkatan efisiensi dan dayasaing. Perluasan kegiatan ekonomi yang
memungkinkan dilakukan adalah: (1) peningkatan nilai tambah melalui
pengolahan dan perbaikan kualitas; dan (2) mendorong kegiatan usahatani secara
terpadu mencakup beberapa komoditas (sistem integrasi tanaman-ternak atau
sistem integrasi tanaman-ternak-ikan).

IV-207
Peningkatan efisiensi dan dayasaing dilakukan dengan pendekatan
agribisnis yang mencakup agribisnis hulu, kegiatan usahatani, agribisnis hilir dan
jasa penunjang. Berdasarkan komoditas, pengembangan agribisnis mencakup
komoditas-komoditas unggulan lingkup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
maupun peternakan. Walaupun komoditas yang perlu dikembangkan akan
bervariasi antar daerah sesuai potensinya, namun secara nasional prioritas
pengembangan difokuskan pada komoditas yang memiliki kontribusi dan potensi
yang cukup besar dilihat dari aspek pemenuhan ketahanan pangan, penyediaan
bahan baku industri, peningkatan ekspor atau substitusi impor maupun perluasan
kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Dengan demikian, program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi: (1)
berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan
berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan dayasaing yang tinggi
baik di pasar domestik maupun internasional, dan (2) meningkatnya kontribusi
sektor pertanian dalam perekonomian nasional, terutama melalui peningkatan
devisa dan pertumbuhan PDB.
Sasaran dari program ini adalah: (1) berkembangnya usaha di sektor hulu,
usahatani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa penunjang; (2)
meningkatnya pertumbuhan PDB sektor pertanian; dan (3) meningkatnya ekspor
produk pertanian segar dan olahan.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran di atas, Program Pengembangan
Agribisnis dijabarkan lebih lanjut ke dalam beberapa subprogram, yaitu: (1)
Peningkatan Produksi, Kualitas Produk Pertanian dan Efisiensi Usaha, (2)
Pengembangan Agroindustri Perdesaan, (3) Pengembangan Pemasaran Produk
Pertanian, (4) Pengembangan Sarana dan Prasarana Pertanian, (5)
Pengembangan dan Diseminasi Inovasi Pertanian untuk Mendorong
Pengembangan Agribisnis, (6) Pengembangan Manajemen Pembangunan
Agribisnis, dan (7) Sub Program Khusus Pengembangan Pertanian Komersial.
Rencana tindak program pengembangan agribisnis, antara lain: (1)
Penyusunan peta pewilayahan komoditas, (2) Pengembangan sentra produksi
komoditas unggulan, (3) Penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan
kewirausahaan, (4) Pengkajian aspek sosial ekonomi dan kebijakan komoditas
pertanian komersial, (5) Pengembangan varietas/jenis ternak unggul, (6)
Pengembangan teknologi perbaikan sistem produksi komoditas pertanian, (7)
Pengembangan teknologi mekanisasi pertanian untuk peningkatan produktivitas
IV-208
dan efisiensi, serta pemanfaatan sumberdaya energi terbarukan, (8)
Pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi, (9) Pemanfaatan bioteknologi
untuk perbaikan tanaman dan ternak, (10) Penerapan teknologi pasca panen, (11)
Pengembangan agroindustri di kawasan sentra produksi, (12) Pengembangan
komoditas komersial, (13) Pengembangan kelembagaan dan informasi pasar, (14)
Bimbingan teknis sistem produksi pertanian (Good Agriculture Practices/GAP),
(15) Pengamanan produksi pertanian dan perkarantinaan, (16) Penyesuaian
kebijakan tarif impor dan subsidi ekspor, (17) Pengembangan kerjasama dan
perdagangan internasional, (18) Sosialisasi dan penerapan peraturan
perkarantinaan dan SPS (sanitary and phyto-sanitary), (19) Pengembangan
lembaga sistem jaminan mutu, (20) Pengembangan pola kemitraan usaha di
bidang pertanian, (21) Pengembangan pola contract farming, (22) Pengembangan
promosi produk pertanian, (23) Pengembangan infrastruktur perdesaan, dan (24)
Penyelarasan kebijakan dan program pengembangan agribisnis.

D.3. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani


Kesejahteraan meliputi dimensi yang luas, namun untuk lebih
menyederhanakan persoalan, definisi kesejahteraan dalam dokumen ini dibatasi
pada kesejahteraan ekonomi atau lebih spesifik lagi pendapatan rumah tangga.
Segala upaya yang dilakukan dalam pembangunan pertanian selayaknya didorong
untuk mewujudkan kesejahteraan petani; disamping tujuan-tujuan lainnya.
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk memfasilitasi
peningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan, peningkatan akses
terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan, dan
perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: (1)
meningkatnya kapasitas dan posisi tawar petani, (2) semakin kokohnya
kelembagaan petani, (3) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya
produktif; dan (4) meningkatnya pendapatan petani.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran di atas, Program Peningkatan
Kesejahteraan Petani dijabarkan lebih lanjut ke dalam beberapa subprogram,
yaitu: (1) Pemberdayaan Petani, (2) Pengembangan SDM Aparatur, (3)
Pengembangan Kelembagaan, (4) Peningkatan Akses Petani terhadap
Sumberdaya Produktif, (5) Perlindungan Petani dan Pertanian, (6) Pengembangan
diversifikasi usaha rumahtangga, (7) Pengkajian dan Percepatan Diseminasi

IV-209
Inovasi Pertanian, (8) Upaya Khusus Penanggulangan Kemiskinan, dan (9)
Pengembangan Manajemen Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Rencana tindak program peningkatan kesejahteraan petani antara lain: (1)
Penyuluhan, pelatihan dan pendampingan petani, (2) Peningkatan kewirausahaan
petani melalui penyetaraan pendidikan, (3) Pendidikan tingkat menengah untuk
generasi muda tani, (4) Penguatan kelembagaan penyuluhan dan pertanian lain di
perdesaan, (5) Pengembangan diversifikasi usaha rumahtangga berbasis
pertanian, (6) Advokasi penataan hak pemilikan, sertifikasi dan pencegahan
konversi lahan, (7) Perumusan kebijakan penataan, pemanfaatan dan pajak
progresif lahan, (8) Pemberian insentif usaha dan promosi investasi, (9)
Pengembangan tata guna air dan konservasi lahan, (10) Fasilitasi investasi dan
kemitraan usaha, (11) Perlindungan usaha pertanian, (12) Perumusan dan
advokasi kebijakan perlindungan petani, (13) Pengkajian teknologi spesifik lokasi,
(14) Pengembangan model kelembagaan usahatani berbasis inovasi pertanian
(15) Peningkatan infrastruktur perdesaan, (16) Peningkatan partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan, (17) Penyelasaran kebijakan dan program dalam
peningkatan kesejahteraan petani, dan (18) Koordinasi kebijakan nasional
penanggulangan kemiskinan.

PENUTUP

Tujuan jangka panjang adalah untuk mewujudkan sistem pertanian


industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan
pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian, dimana dalam operasionalnya
dibutuhkan serangkaian kebijakan baik dari Departemen pertanian maupun di luar
Departemen Pertanian. Oleh karena itu, keberhasilan sasaran revitalisasai
pertanian sangat ditentukan oleh formulasi kebijakan yang sinergis antar
departemen dan kooordinasi pelaksanaannya.
Revitalisasi pertanian merupakan pekerjaan besar yang harus
dilaksanakan secara bertahap. Oleh karena itu, sasaran program revitalisasi
jangka panjang perlu dijabarkan ke dalam sasaran program lima tahunan secara
konsisten. Dengan pola seperti itu, diharapkan program lima tahunan dari suatu
departemen,khususnya Departemen Pertanian harus taat azas agar menjajdi
program berkelanjutan.
IV-210
Sumber makalah ini diambil dari tiga dukomen formal yaitu : (1) Revitalisasi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan – Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian; (2) Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang – Departemen
Pertanian; (3) Rencana Strategis Pembangunan Pertanian, 2005-2009 –
Departemen Pertanian.

D:\data\data\Anjak-2005\Arah dan Strategi Revitalisasi

IV-211

Vous aimerez peut-être aussi