Vous êtes sur la page 1sur 25

1.

2. Menurut Depkes (1996: 113) Akreditasi Rumah Sakit dihubungkan


dengan penilaian mutu. Namun sebenarnya mutu itu sendiri sebagai outcome dari
pelaksanaan akreditasi, sedangkan akreditasi hanya menilai pelayanan tersebut
telah memenuhi standar atau tidak tanpa mengukur mutu pelayanannya.

A. Tujuan

Menurut Depkes RI (1996: 14), Tujuan Umum dari Akreditasi Rumah Sakit
adalah mendapatkan gambaran seberapa jauh Rumah Sakit di Indonesia telah
memenuhi berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan
rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan.

Tujuan Khusus Akreditasi Rumah Sakit:

1. Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada Rumah Sakit yang telah


mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

2. Memberikan jaminan kepada petugas Rumah Sakit bahwa semua fasilitas,


tenaga dan lingkungan yang diperlukan tersedia

3. Memberikan jaminan dan kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat

b. Manfaat

 Bagi Rumah Sakit menurut Depkes RI (1996:14)

a) Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasi antara Rumah Sakit


dan badan akreditasi.
b) Dengan self evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang
berada dibawah standar atau perlu ditingkatkan.

c) Penting untuk rekruitmen dan membatasi turn over staf Rumah Sakit.

d) Status akreditasi menjadi alat untuk negosiasi

e) Status akreditasi menjadi alat pemasaran kepada masyarakat

f) Suatu saat pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai kriteria


untuk memberi izin Rumah Sakit pendidikan

g) Status akreditasi merupakan status simbol bagi Rumah Sakit dan dapat
meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat kepada Rumah Sakit.

 Bagi pemerintah : Depkes (1996:15)

a) Salah satu pendekatan untuk mengingkatkan dan membudayakan konsep


mutu pelayanan Rumah Sakit

b) Memberikan gambaran keadaan perumah sakitan di Indonesia dalam


pemenuhan standar yang ditentukan

 Bagi perusahaan Asuransi

a. Negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan Rumah Sakit

b. Memberi gambaran, Rumah Sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja

 Bagi masyarakat: Depkes (1996: 16)


a. Masyarakat dapat mengenal dan memilih Rumah Sakit yang dianggap
baik pelayanannya

b. Masyarakat akan merasa lebih aman

 Bagi Pemilik Rumah Sakit : Depkes (1996: 16)

a) Pemilik mempunyai rasa kebanggaan

b) Dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi Rumah


Sakit, ini dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada,
sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih mudah tercapai
(efektifitas)

 Bagi Pegawai/Petugas di Rumah Sakit : Depkes (1996:16)

a) Petugas Rumah Sakit merasa lebih senang dan aman serta terjamin
bekerja.

b) Biasanya pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan
mendapat imbalan (materi/non materi) dalam usahanya memenuhi
standar

c) Self assessment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan


standar dan peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai.

Instrumen akreditasi disusun berdasarkan standar pelayanan rumah sakit


yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan SK Menkes Nomor 436/93
Tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan
Medis, disana disebutkan bahwa standar pelayanan rumah sakit terdiri dari 20
pelayanan yaitu :

1. Pelayanan Administrasi dan Manajemen;

2. Pelayanan Medis;

3. Pelayanan Gawat Darurat;

4. Pelayanan Keperawatan;

5. Pelayanan Rekam Medis;

6. Pelayanan Radiologi;

7. Pelayanan Laboratorium;

8. Pelayanan Kamar Operasi;

9. Pelayanan Farmasi;

10.Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);

11.Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;

12.Pengendalian Infeksi;

13.Pelayanan Anestesi;

14.Pelayanan Rehabilitasi Medis;

15.Pelayanan Gizi;
16.Pelayanan Intensif;

17.Strerilisasi Sentral;

18.Pemeliharaan Sarana;

19.Pelayanan Lain, dan

20.Pelayanan Perpustakaan.

Dari 20 (dua puluh) pelayanan rumah sakit ini kemudian disusunlah instrumen
akreditasi lengkap berjumlah 16 (enam belas) pelayanan dan bukan 20 (dua puluh)
pelayanan, hal ini dikarenakan ada penggabungan-penggabungan pelayanan yaitu
Sterilisasi Sentral dimasukkan kedalam instrumen Pengendalian Infeksi,
Pemeliharaan Sarana dan Perpustakaan dimasukkan kedalam instrumen Pelayanan
Administrasi dan Manajemen, dan Pelayanan Anestesi dimasukkan kedalam
instrumen Pelayanan Intensif dan Pelayanan Kamar Operasi.

Akreditasi dengan 16 (enam belas) pelayanan tersebut adalah :

a. Akreditasi tingkat dasar dengan 5 (lima) Pelayanan, terdiri


dari :

1. Pelayanan Administrasi dan Manajemen;

2. Pelayanan Medis;

3. Pelayanan Gawat Darurat;

4. Pelayanan Keperawatan dan

5. Pelayanan Rekam Medis


b. Akreditasi tingkat lanjut dengan 12 (dua belas) Pelayanan,
terdiri dari :

1. Pelayanan Administrasi dan Manajemen;

2. Pelayanan Medis;

3. Pelayanan Gawat Darurat;

4. Pelayanan Keperawatan;

5. Pelayanan Rekam Medis;

6. Pelayanan Kamar Operasi;

7. Pelayanan Laboratorium;

8. Pelayanan Radiologi;

9. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;

10. Pengendalian Infeksi;

11. Pelayanan Farmasi dan

12. Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3).

c. Akreditasi tingkat lengkap dengan 16 (enam belas) Pelayanan, terdiri dari :

1. Pelayanan Administrasi dan Manajemen;


2. Pelayanan Medis;

3. Pelayanan Gawat Darurat;

4. Pelayanan Keperawatan;

5. Pelayanan Rekam Medis;

6. Pelayanan Kamar Operasi;

7. Pelayanan Laboratorium;

8. Pelayanan Radiologi;

9. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;

10. Pengendalian Infeksi;

11. Pelayanan Farmasi;

12. Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan


Bencana (K-3);

13. Pelayanan Rehabilitasi Medis;

14. Pelayanan Intensif;

15. Pelayanan Gizi dan

16. Pelayanan Darah.


Masing-masing pelayanan tersebut diatas terdapat instrumen standar dan parameter
dan masing-masing standar dalam setiap pelayanan memiliki jumlah parameter
yang berbeda.

Adapun 7 (tujuh) standar pada masing-masing pelayanan terdiri dari :

a) Standar 1 : Falsafah dan Tujuan

b) Standar 2 : Administrasi dan Pengelolaan

c) Standar 3 : Staf dan Pimpinan

d) Standar 4 : Fasilitas dan Peralatan

e) Standar 5 : Kebijakan dan Prosedur

f) Standar 6 : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

g) Standar 7 : Evaluasi dan Pengendalian Mutu

KRITERIA KELULUSAN

Kelulusan dibagi menjadi 4 tingkat.

1. Akreditasi Tingkat Dasar


RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila hanya 4 (empat) bab
yang mempunyai nilai diatas 80% dan 11 (sebelas) bab lainnya minimal
nilainya diatas 20% Bila nilai dari 11 bab lainnya ada yang diatas 60%
makar umah sakit dapat :
- dilakukan remedial (re-survei) 3 – 6 bulan lagi, pada 11 bab lainnya
yang nilainya diatas 60 %.
- Bila keberatan dilakukan remedial, maka status akreditasi tingkat
dasar dapat ditetapkan.
2. Akreditasi Tingkat Madya
RS mendapat sertifikat tingkat madya bila 8 (delapan) bab mendapat nilai
80% dan nilai 7 (tujuh) bab lainnya minimal diatas 20% Bila nilai dari 7
(tujuh) bab lainnya ada yang diatas 60% maka rumah sakit dapat:
- dilakukan remedial (re-survei) 3 – 6 bulan lagi, pada 7 (tujuh) bab
lainnya yang nilainya diatas 60 %.
- Bila keberatan dilakukan remedial, maka status akreditasi tingkat
Madya dapat ditetapkan.
3. Akreditasi Tingkat Utama
RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila ada 12 (dua belas) bab
mempunyai nilai minimal 80% dan 3 (tiga) bab lainnya minimal diatas 20%
Bila nilai bab yang lainnya diatas 60% maka rumah sakit dapat mengajukan
Re- survei (Remedial) Bila nilai dari 3 (tiga) bab lainnya ada yang diatas
60% maka rumah sakit dapat :
- dilakukan remedial (re-survei) 3 – 6 bulan lagi, pada 3 (tiga) bab
lainnya yang nilainya diatas 60 %.
- Bila keberatan dilakukan remedial, maka status akreditasi tingkat
utama dapat ditetapkan.
4. Akreditasi Tingkat Paripurna
RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila setiap bab dari
standar akreditasi rumah sakit mempunyai nilai minimal 80 %.

Rumah sakit yang mendapat status akreditasi Dasar, Madya, atau Utama, pada
waktu dilakukan akreditasi ulang 3 (tiga) tahun lagi, harus terjadi peningkatan
status akreditasinya dari akreditasi pertama.

b) Komite Farmasi Terapi (KFT) adalah kelompok penasehat bagi staf medik yang
secara organisasi bertindak sebagai garis komunikasi atau penghubung antara
staf medik dan instalasi farmasi rumah sakit. KFT merupakan suatu Tim
yang beranggotakan para dokter dan sarjana farmasi yang berfungsi
dalam membantu pimpinan Rumah Sakit untuk menentukan kebijaksanaan
penggunaan obat dan pengobatan.
c)
d) TUGAS KOMITE FARMASI DAN TERAPI RUMAH SAKIT :
e) 1, Memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat obatan.
f) 2. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat obatan
di RS dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala.
g) 3, Menyusun Standart Terapi bersama sama dengan staf medik.
h) 4. Melaksanakan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik
bersama sama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
i)
PANITIA FARMASI & TERAPI :
j) Ø Adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis
dengan staf farmasi serta tenaga kesehatan lainnya.
k) Ø Sekurang kurangnya terdiri dari 3(tiga) dokter, Apoteker dan perawat. Dokter
bisa lebih dari tiga sesuai SMF yang ada.
l) Ø Ketua Panitia Farmasi & Terapi dipilih dari dokter yang ada. Jika ada ahli
Farmakilogi klinik maka sbg ketua. Sekretaris Apoteker dari IFRS.
m) Ø Mengadakan rapat secara teratur sedikitnya 2 (dua) bulan sekali. Untuk RS besar
1(satu) bulan sekali
n)
o) TUJUAN :
p) 1. Menerbitkan kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta
evaluasinya.
q) 2. Melengkapi sttaf fungsional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
r)
s) FUNGSI & RUANG LINGKUP :
t) Ø Mengembangkan Formularium dan merevisinya.
u) Ø Dasar Pemilihan Obat pada efek terapi, keamanan serta harga obat, juga
minimalisasi duplikasi tipe obat.
v) Ø Mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis
obat yang diusulkan anggota staf medis
w) FORMULARIUM adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia
farmasi dan Terapi untuk digunakan di RS pada batas waktu tertentu.
x)
y) Komposisi Formularium :
z) 1. Halaman judul,
aa) 2. Daftar anggota PFT,
bb) 3. Daftar isi, Informasi tentang kebijakan & prosedur,
cc) 4. Produk yang diterima, lampiran.
dd)
ee)Pedoman penggunaan formularium :
ff) 1. Membuat kesepakatan antara staf medis berbagai disiplin ilmu
dengan PFT untuk menentukan tugas dan fungsi, serta tujuan organisasi
gg) 2. Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur, harus
menyesuaikan sistim yang berlaku dengan kebutuhan tiap institusi.
hh) 3. Nama obat tercantum adalah nama obat generic
ii) 4. Membatasi jumlah produk obat yang tersedia
jj) 5. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian
kk) 6. Apoteker bertanggung jawab menentukan jenis obat generik yang
sama untuk disalurkan ke dokter sesuai produk asli yang diminta.
ll) 7. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pertimbangan farmakologi dan terapi
mm) 8. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan
sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
nn)
oo) Mekanisme rekapitulasi obat formularium :
pp) 1. Menyebarluaskan usulan obat formularium ke semua anggota
panitia farmasi dan terapi.
qq) 2.Merekapitulasi obat usulan formularium menjadi draf formularium
(CD)
rr) 3.Menyebarluaskan draf formularium (CD) keanggota panitia farmasi
dan terapi untuk diperiksa kembali apakah obat usulannya sudah masuk
ss) 4.Mengumpulakan draf formularium (CD)
tt) 5.Memeriksa kembali kemuadian di buat bentuk buku dan disyahkan oleh
Ketua panitia farmasi dan terapi serta direktur.

1.

uu)Komite Farmasi Terapi (KFT) adalah kelompok penasehat bagi staf medik yang
secara organisasi bertindak sebagai garis komunikasi atau penghubung antara
staf medik dan instalasi farmasi rumah sakit. KFT merupakan suatu Tim
yang beranggotakan para dokter dan sarjana farmasi yang berfungsi
dalam membantu pimpinan Rumah Sakit untuk menentukan kebijaksanaan
penggunaan obat dan pengobatan.
vv)
ww) TUGAS KOMITE FARMASI DAN TERAPI RUMAH SAKIT :
xx)¡ Memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat obatan.
yy)¡ Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat obatan di
RS dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala.
zz)¡ Menyusun Standart Terapi bersama sama dengan staf medik.
aaa) ¡ Melaksanakan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik
bersama sama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
bbb)
ccc) PANITIA FARMASI & TERAPI :
ddd) ¡ Adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf
medis dengan staf farmasi serta tenaga kesehatan lainnya.
eee) ¡ Sekurang kurangnya terdiri dari 3(tiga) dokter, Apoteker dan perawat. Dokter
bisa lebih dari tiga sesuai SMF yang ada.
fff)¡ Ketua Panitia Farmasi & Terapi dipilih dari dokter yang ada. Jika ada ahli
Farmakilogi klinik maka sbg ketua. Sekretaris Apoteker dari IFRS.
ggg) ¡ Mengadakan rapat secara teratur sedikitnya 2 (dua) bulan sekali. Untuk RS
besar 1(satu) bulan sekali
hhh)
iii) TUJUAN :
jjj) ¡ Menerbitkan kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta
evaluasinya.
kkk) Melengkapi sttaf fungsional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
lll)
mmm)
nnn) FUNGSI & RUANG LINGKUP :
ooo) ¡ Mengembangkan Formularium dan merevisinya.
ppp) ¡ Dasar Pemilihan Obat pada efek terapi, keamanan serta harga obat, juga
minimalisasi duplikasi tipe obat.
qqq) ¡ Mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis
obat yang diusulkan anggota staf medis.
rrr)
sss) KEWAJIBAN PANITIA FARMASI & TERAPI :
ttt) ¡ Memberi rekomendasi pada pimpinan RS utk mencapai budaya pengelolaan &
penggunaan obat secara rasional.
uuu) ¡ Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis & terapi, formularium RS,
Pedoman Penggunaan Antibiotika, dll.
vvv) ¡ Melaksanakan pendidikan dlm bidang pengelolaan & penggunaan obat
terhadap pihak2 lain
Definisi Perencanaan Obat
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun
daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep
kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan,
menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal
sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.
II.2 Tujuan Perencanaan Obat
Beberapa tujuan perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun
kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya
kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan
persediaan farmasi secara efektif dan efisien.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan
perencanaan obat, yaitu :
a. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat
mencapai tujuan dan sasaran.
b. Persyaratan barang meliputi : kualitas barang, fungsi barang, pemakaian satu
merk dan untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang berlaku.
c. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
d. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
II.3 Prinsip Perencanaan Pengadaan Obat
Ada 2 cara yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu berdasarkan
:
a. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat, dari data statistik berbagai
kasus penderita dengan dasar formularium Rumah Sakit, kebutuhan disusun
menurut data tersebut.
b. Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi
atau akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Data kebutuhan tersebut kemudian dituangkan dalam rencana operasional
yang digunakan dalam anggaran setelah berkonsultasi dengan Panitia Farmasi dan
Terapi.
II.4 Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat
Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :
1. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka
menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan
pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim perencanaan
pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan
dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait dengan masalah obat.
2. Tahap Perencanaan
a. Tahap pemilihan obat
Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan
kebutuhan, dengan prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan digunakan atau
dibeli.
b. Tahap perhitungan kebutuhan obat
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat.
Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan obat
yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu. Metode yang biasa digunakan
dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu :
- Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam
memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi
obat tahun sebelumnya.
- Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian
penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
- Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat.
Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi
dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan
populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.
- Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat
berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam
sistem kesehatan yang sama.
II.5 Definisi Pengadaan Obat
Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di Rumah
Sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar
farmasi.
II.6 Siklus Pengadaan Obat
Pada siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan
dalam menentukan jumlah obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan
kualitas obat-obat yang diterima.
Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan kebutuhan, penyesuaian
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, penetapan atau pemilihan
pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status pemesanan, penerimaan dan
pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan pengumpulan
informasi penggunaan obat. Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya
obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan mutu yang terjamin serta
dapat diperoleh pada saat diperlukan.
II.7 Jenis Pengadaan Obat di Rumah Sakit
Jenis pengadaan obat di Rumah Sakit dibagi menjadi :
a. Berdasarkan dari pengadaan barang, yaitu :
 Pengadaan barang dan farmasi
 Pengadaan bahan dan makanan
 Pengadaan barang-barang dan logistik
b. Berdasarkan sifat penggunaannya :
 Bahan baku, misalnya : bahan antibiotika untuk pembuatan salep
 Bahan pembantu, misalnya : Saccharum lactis untuk pembuatan racikan puyer
 Komponen jadi, misalnya : kapsul gelatin
 Bahan jadi, misalnya : bukan kapsul antibiotika, cairan infus
c. Berdasarkan waktu pengadaan, yaitu :
 Pembelian tahunan (Annual Purchasing)
Merupakan pembelian dengan selang waktu satu tahun
 Pembelian terjadwal (Schedule Purchasing)
Merupakan pembelian dengan selang waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan
ataupun 6 bulan
 Pembelian tiap bulan
Merupakan pembelian setiap saat di mana pada saat obat mengalami kekurangan.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama ketersediaan obat
dan biaya total kesehatan. Manajemen pembelian yang baik membutuhkan tenaga
medis. Proses pengadaan efektif seharusnya :
 Membeli obat-obatan yang tepat dengan jumlah yang tepat
 Memperoleh harga pembelian serendah mungkin
 Yakin bahwa seluruh obat yang dibeli standar kualitas diketahui
 Mengatur pengiriman obat dari penyalur secara berkala (dalam waktu
tertentu), menghindari kelebihan persediaan maupun kekurangan persediaan
 Yakin akan kehandalan penyalur dalam hal pemberian serius dan kualitas
 Atur jadwal pembelian obat dan tingkat penyimpanan yang aman untuk
mencapai total lebih rendah.
II.8 Metode Pelaksanaan Pengadaan Obat
Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat, baik dari pemerintah,
organisasi non pemerintahan dan organisasi pengadaan obat lainnya. Sesuai dengan
keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelakasanaan Barang dan
Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan
pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode pengadaan barang dan
jasa, yaitu :
1. Pembelian
a. Pelelangan (tender)
b. Pemilihan langsung
c. Penunjukan langsung
d. Swakelola

2. Produksi
a. Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri.
b. Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit
c. Obat untuk penelitian
3. Kerjasama dengan pihak ketiga
4. Sumbangan
5. Lain-lain
II.9 Kriteria Umum Pemilihan Pemasok
Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk Rumah Sakit, adalah :
1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi
dan penjualan (telah terdaftar).
2. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.
3. Suplier dengan reputasi yang baik.
4. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk
obat.
II.10 Beberapa Prinsip Praktek Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang
baik dan merupakan standar universal mencakup aspek :
a. Pengadaan Obat merujuk kepada obat generik
b. Pengadaan Obat terbatas kepada DOEN atau daftar formularium Rumah Sakit
c. Pengadaan obat secara terpusat dan dengan jenis terbatas akan menurunkan
harga
d. Pengadaan secara kompetitif
 Pada tender terbatas, hanya suplier yang telah melewati prakualifikasi yang
diizinkan mengikuti.
e. Adanya komitmen pengadaan
 Suplier harus menjamin pasokan obat yang kontraknya telah ditandatangani
f. Jumlah obat yang diadakan harus sesuai dengan perkiraan kebutuhan nyata
 Gunakan penghitungan berdasarkan konsumsi kebutuhan masa kros cek
dengan pola penyakit dan jumlah kunjungan
 Lakukan penyesuaian terhadap stok over, stok out, obat expired
 Lakukan penyesuaian dan perhitungan terhadap kebutuhan program dan
perubahan pola penyakit (utamanya) lansia
g. Lakukan Manajemen Keuangan yang baik dan Pembayaran Pasti
 Kembangkan kepastian pembayaran
 Mekanisme pembayaran yang pasti akan dapat menurunkan harga
h. Prosedur tertulis dan transparan
 Kembangkan dan ikuti prosedur tertulis seperti pada Kepres nomor 18 tahun
2000
 Umumkan hasil pelelangan kepada publik
i. Pembagian Fungsi
 Pembagian fungsi membutuhkan keahlian tertentu
 Beberapa fungsi akan melibatkan beberapa tim, unit individu dalam aspek
perencanaan kebutuhan, pemilihan jenis obat, pemilihan suplier dan pelelangan
j. Program Jaminan Mutu Produk
 Pastikan ada keharusan melakukan jaminan mutu produk dalam setiap
dokumen
 Jaminan Mutu Produk Termasuk : Sertifikasi, test lab, mekanisme laporan
terhadap obat yang diduga tidak memenuhi syarat
k. Lakukan Audit tahunan dan Publikasikan hasilnya.
 Untuk menguji kepatuhan terhadap prosedur pengadaan, kepastian
pembayaran dan faktor lain yang berhubungan
 Sampaikan hasilnya kepada pengawas internal atau eksternal
l. Buat Laporan Periodik terhadap Kinerja Pengadaan
 Buat laporan untuk indikator kinerja dibandingkan dengan target setidaknya
setahun sekali
 Gunakan indikator kunci seperti : rasio harga terhadap harga di pasar (market),
rencana pengadaan dan realisasi

Macam-Macam Distribusi Obat


a. Berdasarkan ada tidaknya satelit farmasi atau depo farmasi:
1) Sentralisasi
Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dipusatkan pada satu
tempat di Instalasi Farmasi (unit/bagian distribusi perbekalan farmasi). Seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi untuk unit pelayanan/ruang rawat baik untuk
kebutuhan individu pasien maupun kebutuhan dasar ruang rawat disuplai langsung
dari pelayanan farmasi pusat.
2) Desentralisasi
Pelayanan farmasi mempunyai cabang di dekat unit pelayanan/ruang rawat yang
disebut depo/satelit farmasi. Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
tidak langsung dilayani oleh pelayanan farmasi pusat tetapi disuplai dari
depo/satelit tersebut. Ada 4 sistem distribusi perbekalan farmasi yaitu :
a) Sistem persediaan lengkap di ruang rawat (Ward Total Floor Stock).Seluruh
persediaan obat kebutuhan pasien disimpan di ruang rawat, dan pengelolaannya
menjadi tanggung jawab perawat. Kebutuhan obat pasien langsung dilayani oleh
perawat di ruang rawat, sehingga farmasis tidak terlibat sama sekali dalam proses
pengkajian resep sebelum obat disiapkan.
b) Sistem resep individual (pesanan obat secara individual). Sistem ini memberikan
pelayanan kepada pasien secara individual dan cara ini memudahkan penarikan
pembayaran atas obat yang diberikan kepada pasien.
c) Kombinasi sistem resep individual dengan Total Floor Stock. Pada sistem ini
distribusi obat terutama dilakukan berdasarkan resep individual dikombinasikan
dengan total floor stock untuk perbekalan farmasi tertentu dan dalam jumlah
terbatas. Sistem ini umumnya digunakan pada rumah sakit yang menarik biaya
pengobatan secara individual.
d) Sistem dosis unit.
Pada sistem dosis unit, permintaan obat pada instruksi pengobatan tidak diserahkan
seluruhnya tetapi disiapkan hanya untuk kebutuhan 24 jam, dan obat dikemas
dalam bentuk satuan dosis unit/ wadah plastik kecil untuk satu waktu pemberian
(satu kemasan untuk satu waktu pemberian, yaitu pagi, siang, sore, dan malam).

b. Berdasarkan Sistem distribusi di unit pelayanan rawat inap.


1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock). Pendistribusian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang
rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus
dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
a) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di
atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
b) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
c) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

SISTEM DISTRIBUSI OBAT


Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya
satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi
dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di
ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit

Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap


1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita,
sedangkan sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan
didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan
obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama
penderita rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut.
Dalam sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep yang ditulis oleh
dokter.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari
IFRS. Resep orisinal oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai
dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan
kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval
dispensing pada sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk
seorang pasien untuk 3 hari telah dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih dari 3
hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS untuk di-refill. Biasanya obat yang
disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual


1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat
di ruang pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi
obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A
dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS
dengan perawatan pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah
sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan metode yang sesuai dalam
penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan memberikan layanan kepada pasien
secara individual.
2. SISTEM DISTRIBUSI OBAT PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG (TOTAL
FLOOR STOCK)
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang
penyimpanan obat di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS.
Obat yang didispensing dalam sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang
biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan resep obat yang
harus dibayar sebagai biaya obat.
Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah
ditetapkan PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih
luka, larutan antiseptic dan obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang
disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/ unit
obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.

Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS

Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh
apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat
terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang
sesuai di setiap daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep
kemudian diberikan kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat
menyiapkan semua obat yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di ruangan
sesuai resep dokter untuk diberikan kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan
intravena. Persediaan obat di ruangan dikendalikan oleh instalasi farmasi.

3. SISTEM DISTRIBUSI OBAT KOMBINASI RESEP INDIVIDUAL DAN


PERSEDIAAN DI RUANG
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi
resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di
ruangan yang terbatas. Sistem ini merupakan perpaduan sistem distribusi obat
resep individual berdasarkan permintaan dokter yang disiapkan dan distribusikan
oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari persediaan obat yang
terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat yang disediakan di ruangan perawatan
pasien merupakan obat yang sering diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari
diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas.
Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan, ditetapkan
oleh PFT dengan pertimbangan dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan
Keperawatan. Sistem kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja
IFRS.

Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di
ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat

Keterbatasan
II. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep
individual)
III. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat
terjadi.
IV. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat

Vous aimerez peut-être aussi