Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A.Latar Belakang
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang
terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam
tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi
pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang
paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak
(Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang biasanya
disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak, terutama pada
penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).
Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang
demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia
6 hingga 36 bulan dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang
demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2
sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya. Sedangkan di India sebesar
5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam adalah kejang
demam sederhana (kejang<15 menit,
fokal atau klonik dan akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang pada
waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplek.
i
2
pada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006). Hasil penelitian prospektif
Sillanpa, dkk (2008), menyebutkan di Finlandia diperoleh insidens rate kejang
demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.
Hasil penelitian Imaduddin (2013), mengatakan kasus kejang demam yang dirawat
di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode Januari 2010 sampai
Desember 2012 adalah 173 kasus anak dengan kejang demam. Sedangkan dari
survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo
Padang pada 13 Januari 2017 ditemukan 216 orang anak dengan kasus kejang
demam pada tahun 2014. Sedangkan dalam satu tahun terakhir terdapat skitar 112
kasus kejang demam pada anak diruangan Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang.
Wastoro, dkk (2011), mengatakan bahwa kejang demam terdiri dari kejang demam
simpleks dan kompleks. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure) biasanya
berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang demam kompleks ( complex febrile seizure ) biasanya terjadi lebih dari 15
menit, dan terjadi kejang berulang atau lebih dari satu kali 24 jam (dalam Nugroho,
2014). Hasil penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan untuk klasifikasi jenis
kejang demam tertinggi terjadi pada kejang demam kompleks sebanyak 91
(60,7%), sedangkan pada kejang demam simpleks sebanyak 59 (39,3%).
3
Penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan bahwa sebagian besar kasus kejang
demam dapat sembuh dengan sempurna, tetapi 2% sampai 7% dapat berkembang
menjadi epilepsi dengan angka kematian 0,64% sampai 0,75%. Kejang demam
dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan
pencapaian tingkat akademik. Beberapa hasil penelitian tentang penurunan tingkat
intelegensi paska bangkitan kejang demam tidak sama, 4% pasien kejang demam
secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat
intelegensi. Menurut Ngastiyah (2014), gambaran klinis yang timbul saat anak
mengalami kejang demam adalah
gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan
atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Akibat dari terjadinya
kejang demam pada anak dan balita akan mengalami penundaan pertumbuhan
jaringan otak.
Penelitian Putra, dkk (2014), mengatakan diagnosa secara dini serta pengelolahan
yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang
diakibatkan karena bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat
dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga. Yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual.
Christian, dkk (2015), menyebutkan ada beberapa hal penting yang harus dimiliki
seorang perawat dalam penanganan anak dengan kejang demam diantaranya
pengalaman primary survey pada anak dengan kejang demam, pengetahuan
perawat pada anak kejang demam, penanganan kejang demam yang tepat,
memahami kesulitan tindakan penanganan pada anak kejang demam dan cara
mengatasi kesulitan pada anak yang mengalami kejang demam.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan tanggal 11 Maret 2017 ditemukan 1 orang
anak dengan diagnosa medis kejang demam kompleks dengan waktu rawatan hari
ke dua diruang ibu dan anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang. Dari
hasil observasi awal tampak perawat ruangan melakukan pengkajian pada status
kesehatan pasien, dilakukan dengan cara alloanamnesa. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik perawat ruangan cendrung hanya melakukan pemeriksaan fisik
secara umum saja pada anak.Perawat ruangan tidak melakukan pemeriksaan
refleks neurologis. Pemeriksaan fisik yang lengkap (head to toe) dan pemeriksaan
neurologis sangat diperlukan untuk mengangkat diagnosa dan intervensi
keperawatan yang tepat pada pasien dengan kejang demam. Diagnosa
keperawatan pada pasien tersebut adalah hipertermi, ketidakefektifan pola napas
dan resiko jatuh. An. M mengalami infeksi pada saluran pernafasan, anak tampak
batuk-batuk dan sesak napas. Hasil observasi tampak perawat memberikan oksigen,
pemenuhan cairan klien dengan pemasangan infus, dan untuk mengatasi kejang
berulang perawat sudah berkolaborasi dengan dokter mengenai sediaan obat
diazepam. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat ruangan cendrung
memberikan kebutuhan fisiologis anak tanpa memberikan kebutuhan psikologis
dan sosial anak serta keluarga. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun
pendokumentasian yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga
perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat.
B.Rumusan Masalah
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam di
Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang pada tahun
2017.
C.Tujuan
5
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
pada tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Institusi tempat penelitian
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah informasi bahan
rujukan atau perbandingan bagi tenaga kesehatan terutama bagi perawat,
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam di
Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang.
2. Pengembangan keilmuan
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
bagi peneliti selanjutnya. Dan juga dapat mengaplikasikan dan menambah
6
telah dipelajari.
7
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan
suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau
febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu
tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang
2.Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi
saluran kemih (Lestari, 2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
1. Faktor-faktor prinatal
4. Demam
5. Gangguan metabolisme
6. Trauma
7. Neoplasma
8. Gangguan Sirkulasi
7
8
3.Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali Kejang demam
yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks.
(Ngastiyah, 2012).`
dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan
sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor
resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu
bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks
terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat
diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.
4.Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
5.Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien
dengan kejang demam diantaranya :
3. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang
(gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
5. Akral dingin
2. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena
adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada
anak dengan kejang demam mengalami
vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & yuliani, 2010).
3. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak,
bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang
beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak kejang demam
kompleks adalah penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008).
4. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan
terjadinya gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya,
14
keseimbangan sel otak pun akan terganggu dan terjadi pelepasan muatan
listrik yang menyebar keseluruh jaringan, sehingga menyebabkan kekakuan
otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak.
7.Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a.Penatalaksanaan Medis
konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak
mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat
mengganggu frekuensi irama jantung.
1. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan
kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap
6 jam sampai keadaan membaik.
b.Penatalaksanaan keperawatan
16
1. Airway
2. Breathing
3. Circulation
sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter
apakah perlu pemberian obat penenang.
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
17
2. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
3. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
b.Pemeriksaan fisik
3. BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar
badan yang berarti
4. Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.
7. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus
mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid.
8. Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9. Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10. Dada
1. Thoraks
2. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
19
midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan,
dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
Respon Skala
1. EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang
dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama
pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi
mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan usia > 18
bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput
otak, atau ada riwayat yang
2. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-
60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80120ml dan dewasa 130-150ml).
1. Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CTScan, dan
MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang
baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila
anak menujukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan,
gangguan keseimbangan, sakit kepala
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah.
gangguan kejang
3.Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan
laporkan adanya
tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake
cairan dan nutrisi
adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan,
dan kelola menurut
resep dan/atau
protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi
24
pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat
obatobatan anti
epilepsi
25
dengan benar.
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam
berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti
kejang sesuai
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang
yang penting
untuk bicara pada
pasien
9. Posisikan
tinggi
27
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor
tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor
intake dan
output
4. Monitor suhu
dan jumlah
leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan
TIK dalam jangkauan
tertentu.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan
28
abnormal (misalnya,
cheynestokes,
kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
29
dan bernapas
berlebihan)
1. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
2. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
3. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign.
tingkat
kesadaran
3. Monitor GCS
4. Monitor
status
pernapasan.
31
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari penyebab
perubahan vital sign.
Gangguan
4 pertukaran gas a.status pernafasan : a.monitor vital sign
. berhubungan pertukaran gas
dengan Tindakan keperawatan:
ketidakseimbanga Kriteria hasil:
1. Memonitor tekanan
n ventilasi 1. Tekanan parsial darah, nadi, suhu, dan
oksigendalam status pernafasan,
daraharteri(po2)
2. Memonitor Denyut
2. Tekanan parsial jantung
oksigendalam
3. Memonitor suara
daraharteri(pco2)
paruparu
3. Saturasi oksigen
4. Memonitor warna
4. Keseimbanganventila
kulit
siperfusi
5. Meniai CRT
5. Dyspneapada saat
istirahat
b.monitor pernafasan Tindakan
6. Sianosis
keperawatan:
1. Memonitortingkat, irama,
kedalaman, dan
respirasi
2. Memonitor gerakandada
3. Monitor bunyi
pernafasan
4. Auskultasi bunyi paru
5. Memonitordyspneadan
halyang meningkatkan
dan memperburuk
32
jaringan
5. Ketidakefektifan a.Cardiopulmonaly terapi oksigen)
perfusi perifer 1. Monitor kemampuan
status (Status pasien dalam
kardiopulmonal) mentoleransi
kebutuhan oksigen
Kriteria hasil : saat makan
1. Tekanan darah 2. Observasi cara
sistolik masuknya oksigen
2. Tekanan darah yang menyebabkan
diastolik hipoventilalsi
3. Nadi perifer
4. Saturasi oksigen 3. Monitor
perubahan
5. Indeks kardio
warna kulit pasien
6. Sianosis
4. Monitor posisi pasien
7. Edema perifer
untuk membantu
8. Kedalaman pernafasan masuknya oksigen
5. Monitor keefektifan
terapi oksigen
6. Memonitor
b.Status pernafasan penggunaan oksigen
1)Menilai pernafasan saat pasien
1. Irama pernafasan
2. Kedalaman pernafasan beraktivitas
3. Volume tidal
4. Saturasi oksigen menajemen sensasi
5. sianosis perifer
6. Clubbing of finger 1. Memonitor perbedaan
7. Gasping terhadap rasa
(terengahengah)
tajam,tumpul,panas
atau dingin
2. Monitor adanya mati
c.Vital sign rasa,rasa geli.
1. Rentang nadi radial 3. Diskusikan tentang
2. Rentang pernafasan adanya kehilangan
3. Tekanan darah sistolik sensasi atau
4. Tekanan darah diastol perubahan
5. Tekanan nadi sensasi
6. Kedalaman saat 4. Minta keluarga untuk
inspirasi memantau perubahan
menentukan jumlah
kalori dan
3. nutrisi yang
dibutuhkan ien.
pas
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
Fe
5. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
6. Berikan substansi gula
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
35
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi
pasien selama
kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat
obatobatan anti
epilepsi dengan
benar.
36
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi
resiko
jatuh
2. Sediakan
pengawasan ketat
dan /atau alat
pengikatan
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC
http://www.emedicinehealth.com/seizures_in_children/article_em.htm. Diakses
pada 10 januari 2017
Darmandi, dkk. (2012). Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Kejang Demam,
Lampung. . http://download.portalgaruda.org. diaskes paada tanggal : 11Juni 2016
Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC. hlm 92-93.
Gunawan, P.I., dkk. 2012. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang pada Anak.
http://download.portalgaruda.org. Diaskes pada tanggal 10 Januari 2017
Imaduddin, K., dkk, 2013. Gambaran Elektrolit Gula Darah Pasien Kejang Demam yang di
Rawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Periode Januari 2010-2012.http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diaskes Pada 16 Januari
2017
Kakalang, J.P, dkk, 2016. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof.
Dr. R. D. Kondou Manado periode Januari 2014-Juni
2016.http://download.portalgaruda.org . Diaskes pada tanggal 13 Januari 2017
Kurnia, P & Anggraeni, L.D, Rustika, 2014. Analisis Perbedaan faktor – faktor pada Kejang
Demam Pertama dengan Kejang Demam Berulang pada Balita di RSPI Puri Indah
Jakarta. http://download.portalgaruda.org . Diaskes pada tanggal 6 April 2017.
Maling, dkk, (2016). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat TerhadapPenurunan Suhu
Tubuh pada Anak Umur 1-10 Tahun dengan Hipertermiadi RSUD Tugurejo
Semarang. http://download.portalgaruda.org. diaskespaada tanggal : 11 Juni 2016
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nurindah,D, dkk (2014). Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor Alpha
Plasma Dengan Kejang Demam Sederhana Pada Anak.
http://id.portalgaruda.org. Diaskes tanggal 19 Juni 2017
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-
Purnasiswi, S, dkk, 2008. Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam pada Anak di Instalasi
Rawat Inap Rs. Bethesda Yogyakarta, Vol.03 No. 02 Mei
2008.http://id.portalgaruda.org. Diaskes tanggal 09 Januari 2017
Putra, H.R., dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Kejang Demam dengan
Penanganan Kejang Demam pada Anak di Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) dan
Ruangan Perawatan Intensif (RIP) IRNA E RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
http://download.portalgaruda.org. Diaskes pada tanggal 10 Januari 2017,
Ridha, N.H, 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak, Yogyakarta : Pustaka Penerbit
RST.TK.III Dr. Reksodiwiryo, 2016. Laporan Rekam Medik Chronic Kidney Desease.
Padang: Bagian Rekam Medik
Sarah, R.E. (2016). Manajemen Kejang Demam Sederhana dengan Riwayat Kejang
Demam pada Balita Usia 13 Bulan. Lampung. http://download.portalgaruda.org.
diaskes paada tanggal : 11 Juni 2016
Setiawati, Tia. (2009). Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta : Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Indonesia. http://download.portalgaruda.org.diaskes paada tanggal :
11 Juni 2016
Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta:
Sagung Seto
Widagdo, 2012. Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang Demam. Jakarta :
CV Agung Seto