Vous êtes sur la page 1sur 39

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang
terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam
tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi
pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang
paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak
(Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang biasanya
disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak, terutama pada
penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).

Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang
demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia
6 hingga 36 bulan dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang
demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2
sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya. Sedangkan di India sebesar
5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam adalah kejang
demam sederhana (kejang<15 menit,

fokal atau klonik dan akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang pada
waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplek.

Christopher (2012), menyebutkan 2 samapai 5 % dari seluruh anak di dunia yang


berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90% terjadi ketika
anak berusia <5 tahun. Insiden tertinggi kejang demam terjadi

i
2

pada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006). Hasil penelitian prospektif
Sillanpa, dkk (2008), menyebutkan di Finlandia diperoleh insidens rate kejang
demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.

Penelitian Kurnia (2015), menyebutkan di RSPI Puri Indah Jakarta terjadi


peningkatan angka kejang demam pada anak sebesar ± 6 kali lipat pada Januari –
Juni 2014 dibandingkan pada tahun 2008, total anak dengan kejang demam ada
sebanyak 135 anak dengan kejang demam. Gunawan, dkk (2012), menyebutkan
bahwa 100 anak kejang demam yang dirawat di RSUD

Dr.Soetomo Surabaya mengalami kejang demam pertama kalinya.


Berdasarkan kelompok usia per bulan pada awal pendataan, didapatkan ratarata
usia saat kejang pertama adalah 16,8 bulan, terbanyak pada usia 12 bulan.

Hasil penelitian Imaduddin (2013), mengatakan kasus kejang demam yang dirawat
di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode Januari 2010 sampai
Desember 2012 adalah 173 kasus anak dengan kejang demam. Sedangkan dari
survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo
Padang pada 13 Januari 2017 ditemukan 216 orang anak dengan kasus kejang
demam pada tahun 2014. Sedangkan dalam satu tahun terakhir terdapat skitar 112
kasus kejang demam pada anak diruangan Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang.

Wastoro, dkk (2011), mengatakan bahwa kejang demam terdiri dari kejang demam
simpleks dan kompleks. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure) biasanya
berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang demam kompleks ( complex febrile seizure ) biasanya terjadi lebih dari 15
menit, dan terjadi kejang berulang atau lebih dari satu kali 24 jam (dalam Nugroho,
2014). Hasil penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan untuk klasifikasi jenis
kejang demam tertinggi terjadi pada kejang demam kompleks sebanyak 91
(60,7%), sedangkan pada kejang demam simpleks sebanyak 59 (39,3%).
3

Penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan bahwa sebagian besar kasus kejang
demam dapat sembuh dengan sempurna, tetapi 2% sampai 7% dapat berkembang
menjadi epilepsi dengan angka kematian 0,64% sampai 0,75%. Kejang demam
dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan
pencapaian tingkat akademik. Beberapa hasil penelitian tentang penurunan tingkat
intelegensi paska bangkitan kejang demam tidak sama, 4% pasien kejang demam
secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat
intelegensi. Menurut Ngastiyah (2014), gambaran klinis yang timbul saat anak
mengalami kejang demam adalah

gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan
atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Akibat dari terjadinya
kejang demam pada anak dan balita akan mengalami penundaan pertumbuhan
jaringan otak.

Penelitian Putra, dkk (2014), mengatakan diagnosa secara dini serta pengelolahan
yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang
diakibatkan karena bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat
dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga. Yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual.

Christian, dkk (2015), menyebutkan ada beberapa hal penting yang harus dimiliki
seorang perawat dalam penanganan anak dengan kejang demam diantaranya
pengalaman primary survey pada anak dengan kejang demam, pengetahuan
perawat pada anak kejang demam, penanganan kejang demam yang tepat,
memahami kesulitan tindakan penanganan pada anak kejang demam dan cara
mengatasi kesulitan pada anak yang mengalami kejang demam.

Wong (2008), mengatakan prioritas asuhan pada keperawatan kejang demam


adalah mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari
4

trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,


memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis, dan
kebutuhan penangannya.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan tanggal 11 Maret 2017 ditemukan 1 orang
anak dengan diagnosa medis kejang demam kompleks dengan waktu rawatan hari
ke dua diruang ibu dan anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang. Dari
hasil observasi awal tampak perawat ruangan melakukan pengkajian pada status
kesehatan pasien, dilakukan dengan cara alloanamnesa. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik perawat ruangan cendrung hanya melakukan pemeriksaan fisik
secara umum saja pada anak.Perawat ruangan tidak melakukan pemeriksaan
refleks neurologis. Pemeriksaan fisik yang lengkap (head to toe) dan pemeriksaan
neurologis sangat diperlukan untuk mengangkat diagnosa dan intervensi
keperawatan yang tepat pada pasien dengan kejang demam. Diagnosa
keperawatan pada pasien tersebut adalah hipertermi, ketidakefektifan pola napas
dan resiko jatuh. An. M mengalami infeksi pada saluran pernafasan, anak tampak
batuk-batuk dan sesak napas. Hasil observasi tampak perawat memberikan oksigen,
pemenuhan cairan klien dengan pemasangan infus, dan untuk mengatasi kejang
berulang perawat sudah berkolaborasi dengan dokter mengenai sediaan obat
diazepam. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat ruangan cendrung
memberikan kebutuhan fisiologis anak tanpa memberikan kebutuhan psikologis
dan sosial anak serta keluarga. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun
pendokumentasian yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga
perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan


penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus kejangdemamdi Ruang
Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang pada tahun 2017.

B.Rumusan Masalah
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam di
Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang pada tahun
2017.

C.Tujuan
5

1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
pada tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kejang


demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo
Padang pada tahun 2017.

2. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak


dengan kejang demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tahun 2017.

3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan


kejang demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tahun 2017.

4. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan


kejang demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tahun 2017.

5. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan kasus


kejang demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tahun 2017.

D. Manfaat
1. Institusi tempat penelitian
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah informasi bahan
rujukan atau perbandingan bagi tenaga kesehatan terutama bagi perawat,
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam di
Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang.

2. Pengembangan keilmuan
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
bagi peneliti selanjutnya. Dan juga dapat mengaplikasikan dan menambah
6

wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan


asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam yang

telah dipelajari.
7

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.Konsep Dasar Kasus Kejang Demam


1.Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal
di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan
suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau
febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu
tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).

Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang

diakibatkan karena proses ekstrakranium.

2.Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi
saluran kemih (Lestari, 2016).

Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :

1. Faktor-faktor prinatal

2. Malformasi otak congenital


3. Faktor genetika

4. Demam

5. Gangguan metabolisme
6. Trauma

7. Neoplasma
8. Gangguan Sirkulasi

7
8

3.Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali Kejang demam
yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks.

(Ngastiyah, 2012).`

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam


dibagi 3 jenis, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada


anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat
perkembangan normal, demam bukan

disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.

2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya


kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan
terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur
pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam
sederhana.

3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat


9

dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan
sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor
resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu
bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks
terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat
diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.

4.Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat

diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular

2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau


aliran listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
10

berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan


menderita kejang pada

kenaikan suhu tertentu.


Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (
lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak


teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).
11
13

5.Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien
dengan kejang demam diantaranya :

1. Suhu tubuh mencapai >38⁰C

2. Anak sering hilang kesadaran saat kejang

3. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang
(gejala kejang bergantung pada jenis kejang)

4. Kulit pucat dan membiru

5. Akral dingin

6.Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


1. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat. Sebagai
kompensasi tubuh, pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga
anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan

perifer (Brunner & Suddart, 2013).

2. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena
adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada
anak dengan kejang demam mengalami
vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & yuliani, 2010).

3. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak,
bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang
beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak kejang demam
kompleks adalah penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008).

4. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan
terjadinya gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya,
14

keseimbangan sel otak pun akan terganggu dan terjadi pelepasan muatan
listrik yang menyebar keseluruh jaringan, sehingga menyebabkan kekakuan
otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak.

7.Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:

a.Penatalaksanaan Medis

1)Memberantas kejang secepat mungkin


Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan
utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan,
kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg
dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang
dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur
kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih


kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui
intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang,
diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi
pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah
mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang seringkali


menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui
rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan
dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih
dari 10 kg diberikan 10 mg.

Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status


15

konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak
mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat
mengganggu frekuensi irama jantung.

1. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan
kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap
6 jam sampai keadaan membaik.

2. Memberikan pengobatan rumat


Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan
daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat

tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua


bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.

3. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan

adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.

b.Penatalaksanaan keperawatan
16

1. Pengobatan fase akut

1. Airway

1. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan


dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa
atau bila ada guedel lebih baik.

2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,


lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan

3. berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.

2. Breathing

1. Isap lendir sampai bersih

3. Circulation

1. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.

2. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (


berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap

sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter
apakah perlu pemberian obat penenang.

2. Pencegahan kejang berulang

1. Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau


diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat
diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama.

2. Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan


dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.

B.Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam


1.Pengkajian
a.Anamnesis

1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
17

tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan


serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi

serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.

2. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama

Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien


mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.

2. Riwayat penyakit sekarang


Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.

3. Riwayat kesehatan

1. Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien


dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada
anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).

2. Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat


imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi
atau virus seperti virus influenza.

3. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya

b.Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis


2. TTV :

Suhu : biasanya >38,0⁰C


Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
18

Nadi : biasanya >100 x/i

3. BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar
badan yang berarti

4. Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak

5. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.

6. Mulut dan lidah


Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor

7. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus
mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid.

8. Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.

9. Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10. Dada

1. Thoraks

1. Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot


bantu pernapasan

2. Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama

3. Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan


seperti ronchi.

2. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
19

P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang


jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea

midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan,
dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang

intercosta II kanan linea parasternalis kanan.


A: BJ II lebih lemah dari BJ I

1. Abdomen biasanya lemas dan datar, kembung

2. Anus biasanya tidak terjadi kelainan pada


genetalia anak 13)Ekstermitas :

1. Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2


detik, akral dingin.

2. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2


detik, akral dingin.
c.Penilaian tingkat kesadaran

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,


berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

1. Penilaian kekuatan otot


20

Tabel 2.1 Penilaian Kekuatan Otot

Respon Skala

Kekuatan otot tidak ada 0


Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)

2. Pemeriksaan penunjang Menurut Dewi (2011) :

1. EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang
dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.

2. Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama
pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi
mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan usia > 18
bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput
otak, atau ada riwayat yang

menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi :

1. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )

2. Mengalami complex partial seizure

3. Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam


sebelumnya)

4. Kejang saat tiba di IGD

5. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga 1 jam


setelah kejang adalah normal
21

6. Kejang pertama setelah usia 3 tahun


Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1. warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning


santokrom.

2. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-
60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80120ml dan dewasa 130-150ml).

3. Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa


3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).

1. Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CTScan, dan
MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang
baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila
anak menujukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan,
gangguan keseimbangan, sakit kepala

yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.

2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah.

2.Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul


1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


sirkulasi otak

3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


ketidakseimbangan ventilasi perfusi

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia


6. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

7. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau


kejang
22

8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan

gangguan kejang

3.Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan pada Kasus Kejang Demam

N NANDA NOC NIC


o

1 Hipertermia Batasan a.Termoregulasi Perawatan demam


karakteristik Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
1. Apnea 1. Merasa merinding
2. Bayi tidak saat dingin lainya
dapat 2. Monitor warna kulit
mempertahan 2. Berkeringat saat
dan suhu
ka n menyusu panas
3. Monitor asupan dan
3. Gelisah 3. Tingkat pernapasan
keluaran, sadari
4. Hipotensi 4. Melaporkan
perubahan
5. Kulit kenyamanan suhu
kehilangan cairan
kemerahan 5. Perubahan warna yang tak di rasakan
kulit
6. Kulit terasa 6. Sakit kepala 4. Beri obat atau cairan
hangat IV
5. Tutup pasien dengan
7. Latergi selimut atau pakaian
8. Kejang ringan
23

1. Koma 1. Dorong konsumsi


2. Stupor cairan
3. Takikardia 2. Fasilitasi istirahat,
4. Takipnea terapkan
5. Vasodilatasi pembatasan aktivitas
jika di perlukan
Faktor yang 3. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
1. Peningkatan 4. Tingkatkan
laju sirkulasi
metabolisme udara
2. Penyakit 5. Mandikan pasien
3. Sepsis dengan spon hangat
dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan
laporkan adanya
tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake
cairan dan nutrisi
adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan,
dan kelola menurut
resep dan/atau
protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang

1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian

4. Tetap disisi
24

pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat
obatobatan anti
epilepsi
25

dengan benar.

2 Ketidakefektifan 1. Status sirkulasi Terapi oksigen


1. Tekanan 1. Periksa mulut,
perfusi jaringan
darah hidung, dan
serebral sistol sekret trakea
2. Pertahankan jalan
Faktor resiko 2. Tekanan napas yang paten
1. Gangguan darah 3. Atur peralatan
serebrovasku
diastol oksigenasi
ler
3. Tekanan nadi 4. Monitor aliran
2. penyakit
4. PaO2 (tekanan oksigen
neurologis
parsial oksigen
dalam darah arteri) 5. Pertahankan
5. PaCO2 (tekanan posisi
parial karbondioksida dalam pasien
darah arteri 6. Observasi tanda-
6. Saturasi oksigen tanda
7)Urine output hipoventilasi
8)Capillary refill. 7. Monitor adanya
kecemasan pasien
2. Status neurologi
terhadap
1. Kesadaran
oksigenasi.
2. Fungsi sensorik dan
motorik kranial
Manajemen edema
3. Tekanan
serebral
intrakranial
1. Monitor
4. Ukuran pupil
adanya
5. Pola istirahat-tidur
kebingungan,
6. Orientasi kognitif perubahan pikiran,
7)Aktivitas kejang keluhan pusing,
8)Sakit kepala. pingsan
2. Monitor
tanda-
tanda
vital
3. Monitor
karakteristik
cairan
serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistens
i
4. Monitor status
pernapasan:
frekuensi, irama,
kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
26

Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam
berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti
kejang sesuai
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang
yang penting
untuk bicara pada
pasien
9. Posisikan
tinggi
27

kepala 30o atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor
tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor
intake dan
output
4. Monitor suhu
dan jumlah
leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk

mengoptimalkan perfusi
serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan
TIK dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan
28

abnormal (misalnya,
cheynestokes,
kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
29

dan bernapas
berlebihan)
1. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit

2. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
3. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign.

3 Ketidakefektifan a.Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola napas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan karakteristik 1. Frekuensi trakea dengan tepat
1. Bradipnea pernapasan 2. Pertahankan
2. Dispnea 2. Irama pernapasan kepatenan jalan
3. Penggunaan 3. Kedalaman nafas
otot bantu pernapasan 3. Berikan oksigen
4. Penggunaan otot tambahan seperti
penapasan
bantu nafas yang diperintahkan
4. Penurunan
5. Suara nafas 4. Monitor aliran
kapasitas vital
tambahan oksigen
5. Penurunan
6. Retraksi dinding 5. Periksa perangkat
tekanan
dada 7)Dispnea saat pemberian oksigen
ekspirasi istirahat secara berkala untuk
6. Penurunan 8)Atelektasis. memastikan bahwa
tekanan kosentrasi yang telah
inpsirasi b.Status pernapasan : di tentukan sedang
di berikan
7. Pernapasan kepatenan jalan nafas
6. Pastikan
bibir Kriteria Hasil :
penggantian masker
8. Pernapasan 1. frekuensi
oksigen/kanul nasal
cuping hidung pernapasan
setiap kali
9. Pola nafas 2. pernapasan perangkat diganti
abnormal cuping 7. Pantau adanya
10. Takipnea. hidung
tanda-
3. mendesah
tanda keracunan
Faktor yang
oksigen dan kejadian
berhubungan atelektasis.
1. Cedera medula
Monitor neurologi
spinalis
1. Pantau ukuran pupil,
2. Gangguan
bentuk kesimetrisan
neurologis
dan reaktivitas
3. Nyeri 2. Monitor
30

tingkat
kesadaran
3. Monitor GCS

4. Monitor
status
pernapasan.
31

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari penyebab
perubahan vital sign.

Gangguan
4 pertukaran gas a.status pernafasan : a.monitor vital sign
. berhubungan pertukaran gas
dengan Tindakan keperawatan:
ketidakseimbanga Kriteria hasil:
1. Memonitor tekanan
n ventilasi 1. Tekanan parsial darah, nadi, suhu, dan
oksigendalam status pernafasan,
daraharteri(po2)
2. Memonitor Denyut
2. Tekanan parsial jantung
oksigendalam
3. Memonitor suara
daraharteri(pco2)
paruparu
3. Saturasi oksigen
4. Memonitor warna
4. Keseimbanganventila
kulit
siperfusi
5. Meniai CRT
5. Dyspneapada saat
istirahat
b.monitor pernafasan Tindakan
6. Sianosis
keperawatan:

1. Memonitortingkat, irama,
kedalaman, dan
respirasi
2. Memonitor gerakandada
3. Monitor bunyi
pernafasan
4. Auskultasi bunyi paru
5. Memonitordyspneadan
halyang meningkatkan
dan memperburuk
32

jaringan
5. Ketidakefektifan a.Cardiopulmonaly terapi oksigen)
perfusi perifer 1. Monitor kemampuan
status (Status pasien dalam
kardiopulmonal) mentoleransi
kebutuhan oksigen
Kriteria hasil : saat makan
1. Tekanan darah 2. Observasi cara
sistolik masuknya oksigen
2. Tekanan darah yang menyebabkan
diastolik hipoventilalsi
3. Nadi perifer
4. Saturasi oksigen 3. Monitor
perubahan
5. Indeks kardio
warna kulit pasien
6. Sianosis
4. Monitor posisi pasien
7. Edema perifer
untuk membantu
8. Kedalaman pernafasan masuknya oksigen
5. Monitor keefektifan
terapi oksigen
6. Memonitor
b.Status pernafasan penggunaan oksigen
1)Menilai pernafasan saat pasien
1. Irama pernafasan
2. Kedalaman pernafasan beraktivitas
3. Volume tidal
4. Saturasi oksigen menajemen sensasi
5. sianosis perifer
6. Clubbing of finger 1. Memonitor perbedaan
7. Gasping terhadap rasa
(terengahengah)
tajam,tumpul,panas
atau dingin
2. Monitor adanya mati
c.Vital sign rasa,rasa geli.
1. Rentang nadi radial 3. Diskusikan tentang
2. Rentang pernafasan adanya kehilangan
3. Tekanan darah sistolik sensasi atau
4. Tekanan darah diastol perubahan
5. Tekanan nadi sensasi
6. Kedalaman saat 4. Minta keluarga untuk
inspirasi memantau perubahan

warna kulit setap hari

7. Gangguan a.pertumbuhan Stimulasi Tumbuh


pertumbuhan dan Kembang
perkembangan Kriteria hasil: 1. kaji tingkat
1)Persentil berat badan untuk tumbuhkembang anak
usia 2. ajarkan untuk
33

1. Percentil berat untuk intervensi dengan


tinggi terapi rekreasi dan
2. Tingkatberat badan aktivitas
3. Massa tubuh 1. berikan aktivitas
yang sesuai,
1. Penggunaandisiplin yang sesuai menarik, dan
usia dapat dilakukan
2. Merangsangperke mbangan oleh anak
kognitif 2. Rencanakan
3. Merangsangpemba ngunan bersama anak
aktivitas dan
sasaran yang
memberikan
kesempatan
untuk
keberhasilan
3. Berikan pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak
pada
keluarga
manajeme
n nutrisi
1.Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan

ahli gizi untuk

menentukan jumlah
kalori dan
3. nutrisi yang
dibutuhkan ien.
pas
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
Fe
5. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
6. Berikan substansi gula

7. Yakinkan diet yang


dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
34

8. Berikan makanan yang


terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
1. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
2. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
3. Kaji
kemampua
n

pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
35

8 Resiko cidera a.Kontrol resiko Manajemen lingkungan


Faktor resiko Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
1. Eksternal 1. Klien terbebas dari yang aman untuk
1. Gangguan cidera
2. Klien mampu pasien
fungsi
kognitif menjelaskan cara 2. Identifikasi
atau metode untuk kebutuhan keamanan
2. Agens
nosokomial mencegah cidera pasien sesuai dengan
3. Klien mampu kondisi
2. Internal
fisik
1. Hipoksia menjelaskan faktor
3. Dan fungsi kognitif
jaringan resiko dari
pasien dan riwayat
2. Gangguan lingkungan
penyakir dahulu
sensasi 4. Menggunakan
pasien
(akibat dari fasilitas kesehatan
4. Memasang side rail
cedera yang ada
5. Mampu mengenali tempat tidur
medula
perubahan status 5. Menyediakan tempat
spinalis, dll)
kesehatan. tidur yang aman dan
3. Malnutrisi.
bersih
b.Kejadian jatuh 6. Membatasi
pengunjunng
1. Jatuh dari
tempat 7. Memberikan
tidur penerangan yang
2. Jatuh saat di cukup
pindahkan. 8. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi
pasien selama
kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat
obatobatan anti
epilepsi dengan
benar.
36

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi
resiko
jatuh
2. Sediakan
pengawasan ketat
dan /atau alat

pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC

Christian,W.,dkk. Pengalaman Perawat dalam Penanganan pada Anak dengan Kejang


Demam di Ruangan IGD RSUD Karangayar.2015. Stikes Kusuma Husada.
SurakartaDiaskes. http://download.portalgaruda.org. Diaskes tanggal : 07 maret
2017

Christopher, F, L, et al, 2012. Seizures in Children. Emedicine health.

http://www.emedicinehealth.com/seizures_in_children/article_em.htm. Diakses
pada 10 januari 2017

Darmandi, dkk. (2012). Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Kejang Demam,
Lampung. . http://download.portalgaruda.org. diaskes paada tanggal : 11Juni 2016

Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC. hlm 92-93.

Dewi, R. 2011.Waspadai Penyakit pada Anak.Jakarta : Indeks Penerbit

Gunawan, P.I., dkk. 2012. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang pada Anak.
http://download.portalgaruda.org. Diaskes pada tanggal 10 Januari 2017

Imaduddin, K., dkk, 2013. Gambaran Elektrolit Gula Darah Pasien Kejang Demam yang di
Rawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Periode Januari 2010-2012.http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diaskes Pada 16 Januari
2017

Kakalang, J.P, dkk, 2016. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof.
Dr. R. D. Kondou Manado periode Januari 2014-Juni
2016.http://download.portalgaruda.org . Diaskes pada tanggal 13 Januari 2017

Kurnia, P & Anggraeni, L.D, Rustika, 2014. Analisis Perbedaan faktor – faktor pada Kejang
Demam Pertama dengan Kejang Demam Berulang pada Balita di RSPI Puri Indah
Jakarta. http://download.portalgaruda.org . Diaskes pada tanggal 6 April 2017.

Lestari, T, 2016.Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika

Maling, dkk, (2016). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat TerhadapPenurunan Suhu
Tubuh pada Anak Umur 1-10 Tahun dengan Hipertermiadi RSUD Tugurejo
Semarang. http://download.portalgaruda.org. diaskespaada tanggal : 11 Juni 2016
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2012-2014. (Budi


Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2012. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC

Nugroho, W.W., dkk, 2014. Penyakit-penyakit yang Menyertai Kejadian Kejang


Demam Anak di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
http://download.portalgaruda.org. Diaskes pada 15 Januari 2017

Nurindah,D, dkk (2014). Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor Alpha
Plasma Dengan Kejang Demam Sederhana Pada Anak.
http://id.portalgaruda.org. Diaskes tanggal 19 Juni 2017

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


(edisi 4). Jakarta: Salemba Medika. Diakses
dalam: http://ners.unair.ac.id/materikuliah/3-
2Metodologi_Nursalam_EDISI%204-
21%20NOV.pdf,diakses tanggal 18 Januari 2017

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Purnasiswi, S, dkk, 2008. Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam pada Anak di Instalasi
Rawat Inap Rs. Bethesda Yogyakarta, Vol.03 No. 02 Mei
2008.http://id.portalgaruda.org. Diaskes tanggal 09 Januari 2017

Putra, H.R., dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Kejang Demam dengan
Penanganan Kejang Demam pada Anak di Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) dan
Ruangan Perawatan Intensif (RIP) IRNA E RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
http://download.portalgaruda.org. Diaskes pada tanggal 10 Januari 2017,

Ridha, N.H, 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak, Yogyakarta : Pustaka Penerbit

RST.TK.III Dr. Reksodiwiryo, 2016. Laporan Rekam Medik Chronic Kidney Desease.
Padang: Bagian Rekam Medik

Sarah, R.E. (2016). Manajemen Kejang Demam Sederhana dengan Riwayat Kejang
Demam pada Balita Usia 13 Bulan. Lampung. http://download.portalgaruda.org.
diaskes paada tanggal : 11 Juni 2016
Setiawati, Tia. (2009). Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta : Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Indonesia. http://download.portalgaruda.org.diaskes paada tanggal :
11 Juni 2016

Suprapti. (2008). Perbedaan Pengaruh Kompres Hangat dengan Kompres DinginTerhadap


Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Anak karena Infeksi di BPRSUD Djojonegoro
Temanggung.http://digilib.unimus.ac.id/diaskes padatanggal 13 Juni 2016

Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta:

Sagung Seto

Wastoro Dadiyanto, M. Heru Muryawan, Anindita S, Buku ajar IKA. Departemen

Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011;13

Widagdo, 2012. Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang Demam. Jakarta :
CV Agung Seto

Wijaya, Andra.S& Yessi,M.P. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa Teori Dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika

Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. Schwartz. 2009. Buku

Ajar Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC

Vous aimerez peut-être aussi