Vous êtes sur la page 1sur 95

ABSTRAK

Motivasi belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang yang berupa
kekuatan kompleks, dorongan, kebutuhan, pernyataan, mekanisme, dan aktivitas lain yang
memulai seseorang untuk lebih bersemangat agar tercapai tujuan belajar yang lebih baik. Salah
satu faktor yang berpengaruh adalah pola asuh keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh keluarga dengan motivasi
belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Tamangede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Desain penelitian ini adalah penelitian descriptive correlation, pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara pada 27 responden sesuai dengan 40 item pertanyaan yang
ada di lembar kuesioner, masing-masing responden diwawancarai 1 kali.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33,3 % keluarga menggunakan pola asuh positif
dan 66,7 % keluarga menggunakan pola asuh negatif, sedangkan 59,3 % memiliki motivasi
belajar yang baik dan 40,7 % memiliki motivasi belajar yang kurang.
Kesimpulannya sebagian besar keluarga menggunakan pola asuh positif yang berpengaruh
terhadap motivasi belajar anak usia sekolah. Dari hasil penelitian diharapkan orang tua mulai
mengubah pola asuh yang salah untuk meningkatkan motivasi belajar anak dan adanya penelitian
lebih lanjut untuk menyempurnakan hasil penelitian ini dengan metode dan variabel penelitian
lebih lengkap.

LATAR BELAKANG

Pelayanan keperawatan adalah salah satu bentuk kegiatan di bidang kesehatan, yang
mencakup beberapa sub bidang. Salah satu lingkup keperawatan adalah keperawatan anak,
keperawatan anak merupakan bentuk pelayanan yang tepat dengan cara memberikan pelayanan
sesuai dengan tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak dimulai dari keluarga yaitu orang
tua. Sebaiknya orang tua dapat menyediakan perawatan yang tepat bagi anak, hanya jika mereka
mengenal tahap-tahap Perkembangan normal yang dialami oleh anak-anak untuk mencapai
potensi fisik dan intelektualnya (Elis, 1991).
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari keluarga, eksploitasi ekonomi dan
setiap pekerjaan yang memba-hayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan,
kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritual (Undang-Undang no. 29 tahun 1999
tentang Hak Asasi KUHP Hak anak). Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang
tak dapat dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya, jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya
menjadi sekedar perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan
mendidiknya (Etty, 2003).
Bagi seorang anak, sebelum ia masuk sekolah pendidikan di rumah merupakan pendidikan
dasar bagi anak tersebut. Dalam proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan
disiplin dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas. Membiasakan anak-anak untuk
belajar di rumah merupakan salah satu faktor yang penting, tanyakan apa yang dialaminya,
biarkan anak melepaskan keingi-nannya untuk menceritakan kesulitan pada orang tuanya (Beck,
1998).
Kepribadian anak terbentuk dan berkembang dengan pengaruh yang diterimanya sejak kecil,
pengaruh itu berasal dari lingkungan, terutama rumah atau keluarga anak. Pengaruh diterima
anak dalam bentuk sifat-sifat kepribadian orang tua, sikap, perlakuan dan pendidikan.
(Sujanto, Lubis, & Hadi, 1999). Oleh karena itu perlu diadakan program kesehatan sekolah yang
merupakan bagian dari usaha kesehatan sekolah yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas
bekerjasama dengan guru, pemerintah, masyarakat, orang tua murid dan murid itu sendiri.
Pelaksanaan program kesehatan sekolah diprioritaskan di sekolah-sekolah dasar dengan tujuan
untuk membina dan meningkatkan kesehatan anak sekolah, hingga mereka dapat tumbuh dan
berkembang sebaik-baiknya. Di dalam mencapai tujuan, ada tiga unsur program kesehatan
sekolah yaitu lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, pendidikan kesehatan di sekolah dan
pelayanan kesehatan sekolah (Stanhope, & Lancaster, 1998)
Berdasarkan data di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, bahwa
tiap tahun rata-rata ada 3 sampai 7 siswa yang tidak naik kelas dan survei sementara oleh peneliti
didapatkan bahwa sebagian besar dari siswa sering ditinggal orang tuanya untuk bekerja baik di
lingkungan sekitar atau ke luar negeri. Guru juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara
langsung kepada orang tua siswa. Dalam hal mengajar guru hanya menjadi wali kelas dalam
setahun, sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan anak didiknya pada tahun sebelum dan
sesudahnya. Guru berusaha memperhatikan motivasi belajar anak namun hasilnya belum
maksimal.
PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Adakah hubungan antara pola asuh keluarga
dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01
Taman Gede, Kecamatan Gemuh , Kabupaten Kendal.
Tujuan khusus
1. Mengetahui pola asuh keluarga anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal.
2. Mengetahui motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal.
3. Mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di
SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.

MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi program kesehatan keluarga
Diharapkan dapat membe-rikan informasi tentang pengaruh pola asuh dengan motivasi belajar
anak, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk lebih meningkatkan pendidi-kan bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan agar pengaruh pola asuh yang ada dapat diketahui, sehingga anak bisa
dididik secara sehat dan mengurangi faktor-faktor yang mengganggu perkem-bangan anak.
3. Bagi ilmu keperawatan
Terutama untuk perawat komunitas, dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan
asuhan kepera-watan kepada klien atau masyarakat.
4. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang kepe-rawatan komunitas dan sebagai bahan
pembelajaran sebelum terjun ke masyarakat.

Pola Asuh
Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap
anaknya, metode disiplin meliputi dua konsep yaitu:
a. Konsep negatif disiplin, berarti pengendalian dengan kekuatan, ini merupakan suatu bentuk
pengekangan melalui cara yang tidak disukai dengan cara yang tidak disukai dan menyakitkan.
b. Konsep positif disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disi-plin
dan pengendalian diri ( Hurlock, 1999 ).
Fungsi Pola Asuh
Fungsi pokok dari pola asuh orang tua adalah untuk mengan-jurkan anak menerima
pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan emosi anak kedalam
jalur yang berguna dan diterima secara sosial ( Hurlock , 1999 ).

Jenis Pola Asuh (Nurbiyati, 2005).


a. Authoritarian ( otoriter )
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak, suatu peraturan yang
dicanangkan orang tua dan harus dituruti oleh anak. Pendekatan semacam ini biasanya kurang
responsif pada hak dan keinginan anak.
b. Permisif
Pola pengasuhan ini menggu-nakan pendekatan yang sangat responsif (bersedia mendengar-kan)
tetapi cenderung terlalu longgar. Orang tua memiliki sikap yang relatif hangat dan menerima
sang anak apa adanya, kadang cenderung pada meman-jakan. Anak terlalu dijaga, dituruti
keinginannya dan diberi kebebasan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan.
c. Authoritatif ( demokratis )

Motivasi Belajar

Motivasi
a. Pengertian
Motivasi adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut seseorang
untuk memenuhi kebutuhan serta mengarah-kannya menuju tujuan tertentu (Chaplin, 2001).
Teori-teori motivasi (Shaleh & Wahab, 2004).
1) Teori Hedonisme
Suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia
adalah mencari kese-nangan yang bersifat duniawi.
2) Teori Psikoanalisa ( Naluri )
Naluri merupakan suatu kekuatan biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota tubuh untuk
berlaku dengan cara tertentu dalam keadaan tepat.
3) Teori Reaksi yang dipelajari
Teori ini berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari lingkungan kebudayaan di
tempat orang itu hidup, oleh karena itu disebut juga teori lingkungan kebudayaan.
4) Teori Pendorong (Drive Theory)
Merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang di pelajari. Daya pendorong
adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah
yang umum.
5) Teori Kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah
untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.

Macam-macam motivasi (Chaplin, 2001).


5) Motivasi intrinsik
Ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar.
Misalnya : Orang yang gemar membaca tanpa adanya dorongan dari orang lain.
6) Motivasi ekstrinsik
Yaitu motivasi yang datang karena adanya rangsangan dari luar.
Misalnya : Seseorang murid rajin belajar karena takut pada orang tua.

Belajar
Pengertian
Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan (Morgan,
1978 ).
a. Teori-teori belajar
1) Teori classical conditioning (Pavlov, 1849 – 1936).
Sebuah prosedur penciptaan reflek baru yaitu apabila stimulus yang diadakan selalu disertai
dengan stimulus penguat, maka stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan
respon atau perubahan yang dikehendaki.
Prinsip dan aplikasi classical conditioning :
a) Acquisition/reinforcement : penggunaan penguatan.
b) Pemadaman dan pemuli-han spontan.
c) Generalisasi dan diskri-minasi.
d) Kondisi tanding (counter conditioning).

Kelemahan teori classical conditioning :


a) Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental
yang tidak dapat disaksikan dari luar, kecuali hanya sebagian gejalanya.
b) Peristiwa belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti kegiatan mesin dan
robot, padahal seseorang yang belajar itu memiliki self direction dan self control untuk menolak
atau merespon sesuatu bila tidak ia kehendaki.
c) Proses belajar manusia yang dianalogikan dalam perilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat ada perbedaan yang tajam antar keduanya.
2) Teori instrumental conditi-oning (Skinner, 1904).
Tingkah laku adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu dan dapat diubah
karena terletak diantara dua pengaruh, yaitu penga-ruh yang mendahuluinya (Antecendent) dan
penga-ruh yang mengikutinya (konsekuensi).

Prinsip dan aplikasi instru-mental conditioning :


a) Penguatan/ reinforcement ( positif dan negatif).
b) Pembentukan/ shaping.
c) Pemadaman dan pemuli-han spontan.
d) Generalisasi dan diskrimi-nasi.
e) Hukuman/punishment (positif dan negatif)
Kelemahan Teori instrumental conditioning yaitu pada dasarnya teori ini adalah kelanjutan dari
teori pertama, sehingga kelemahannya sama dengan teori pertama.
3) Teori cognitif learning (Mischel).
Perpaduan konsep-konsep dari kognitif dan psikologi sosial ke konsep tingkah laku didalam
hubungannya dengan interaksi seseorang dengan situasi
Secara khusus ada lima kategori variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang
menerima dan mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan
tingkah laku, kategori yang dimaksud adalah :
a) Kemampuan penyusun, kecakapan menyusun (menghasilkan kognisi dan tingkah laku tertentu).
b) Menyusun strategi dan membentuk pribadi, ini merupakan bagian untuk mengkategorisasikan
kejadian-kejadian serta untuk pernyataan diri.
c) Harapan hasil tingkah laku dan hasil stimulus dalam situasi tertentu.
d) Nilai stimulus yang subjektif, motivasi dan timbulnya stimulus, intensif dan keengganan.
e) Sistem pengaturan diri dan perencanaan, aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan
penampilan dan organisasi urutan tingkah laku kompleks.
4) Teori belajar sosial (Bandura)
Kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil
keputusan menge-nai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian mela-kukan perilaku-
perilaku yang dipilih.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
5) Faktor yang ada pada diri seseorang itu sendiri (faktor indivi-dual). Antara lain : faktor
kematangan/ pertum-buhan, kecerdasan latihan, motivasi dan faktor pribadi.
6) Faktor yang ada diluar individual (faktor sosial). Antara lain : faktor keluarga, guru, sekolah,
lingkungan dan kesempatan yang tersedia.
2. Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang yang berupa
kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutu-han-kebutuhan, pernyataan-
pernyataan, mekanisme dan aktivitas lain yang memulai seseorang untuk lebih bersemangat agar
tercapai tujuan-tujuan belajar yang lebih baik.

Hubungan Pola Asuh dengan Motivasi Belajar

Faktor-faktor motivasi belajar antara lain

Faktor intern
a. Sebab yang bersifat fisik
1) Karena sakit
2) Karena kurang sehat
3) Karena cacat tubuh
b. Sebab psikologis
Intelegensi
Bakat
Minat
Kesehatan mental
3. Faktor keluarga
a. Faktor orang tua
Yang termasuk faktor ini adalah :
1) Pola asuh
2) Hubungan Orang Tua dan Anak.
3) Contoh/bimbingan dari orang tua
b. Suasana rumah atau keluarga
c. Keadaan ekonomi keluarga
Ekonomi yang berlebihan (kaya).
Keadaan ini sebalik-nya dari keadaan yang pertama, di mana ekonomi keluarga berlimpah ruah.
Mereka akan menjadi segan belajar karena ia terlalu banyak bersenang-senang. Mungkin juga ia
dimanjakan oleh orang tuanya, orang tua tidak tahan meli-hat anaknya belajar dengan bersusah
payah. Keadaan seperti ini akan dapat menghambat kema-juan belajar.
4. Faktor sekolah
a. Guru
Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar, apabila:
1) Guru tidak kualified, baik dalam pengam-bilan metode yang digunakan atau dalam mata
pelaja-ran yang dipegang-nya. Hal ini bisa saja terjadi, karena vak yang dipegangnya kurang
sesuai, hing-ga kurang menguasai lebih-lebih kalau kurang persiapan, sehingga cara mene-
rangkan kurang jelas dan sukar di mengerti oleh murid-muridnya.
2) Hubungan guru dan murid kurang baik.
3) Guru menuntut stan-dar pelajaran diatas kemampuan anak,
4) Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesu-litan belajar,
b. Alat pelajaran
c. Kondisi gedung .
d. Kurikulum
5. Faktor massa media dan lingkungan sosial
a. Massa media
b. Lingkungan sosial

Jenis/ Rancangan penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian descriptive corelati-onal yang menggambarkan
hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01
Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal. Dengan pendekatan cross sectional yaitu
mengukur dua variabel secara bersamaan baik variabel independen maupun dependen
(Notoatmodjo, 2003).

Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi adalah seluruh subyek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Arikunto,
2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa kelas IV di SDN 01 Taman Gede,
Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008 sejumlah 27 anak.

Sampel
Pada penelitian ini, Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
sampling jenuh/ sensus yaitu sebanyak 27 siswa kelas IV di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008.
Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang
(Notoatmodjo, 2003).Etika Penelitian
Secara prinsip etika penelitian dapat dibedakan menjadi 2 bagian (Nursalam, 2003) :
Prinsip Manfaat
Bekas subyek
Penelitian ini harus tanpa meninggalkan penderitaan bagi subyek, artinya dalam pengambilan
data tidak akan mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis responden.
Bebas dari eksploitasi
Harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan, informasi yang diberikan tidak
merugikan bagi subyek baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan penelitian.
Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden
Sebelum diberikan lembar observasi, responden diberikan hak untuk memilih untuk ikut/ tidak
menjadi responden, dengan cara memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan
diberlakukan secara manusiawi tanpa adanya sanksi apapun.
Hak untuk mendapatkan jaminan pelayanan
Memberikan penjelasan secara rinci dan bertanggung jawab terhadap suatu subyek.
Informed consent
Subyek harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan, dijelaskan juga bahwa hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Prinsip keadilan
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Diberlakukan secara adil baik sebelum, selama
dan sesudah penelitian tanpa adanya diskriminasi bila subyek keluar dari responden.
Hak dijaga kerahasiaannya
Subyek mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaannya, untuk itu perlu anonimity dan
confidentiality.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Karakteristik Responden penelitian di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Karakteristik Frekuensi Persen


(f) (%)
B. Umur
- 8 Tahun 3 11,1
- 9 Tahun 7 25,9
- 10 Tahun 17 63,0
C. Jenis
Kelamin
- Laki-laki 13 48,1
- Perempuan 14 51,9
D. Tinggal
Bersama
- Orang Tua 22 81,5
- Nenek 3 11,1
- Saudara 2 7,4

38

Dari 27 responden yang diberikan pertanyaan diketahui bahwa sebagian besar berumur 10
tahun yaitu sebesar 17 anak (63,0 %) dan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah
anak perempuan lebih banyak yaitu 14 anak (51,9 %).
Responden dalam penelitian ini paling banyak tinggal bersama orang tua, sebanyak 22
anak (81,5 %) dan hanya 3 anak (11,1 %) yang tinggal bersama nenek kemudian 2 anak sisanya
tinggal bersama saudara.
Pola Asuh
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pola asuh orang tua yang digunakan pada anak usia sekolah
di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Pola Frekuensi Persen


Asuh (f) (%)
Positif (+) 9 33,3
Negatif (-) 18 66,7
Total 27 100

Tabel 4.2 menunjukkan tentang pola asuh yang digunakan pada anak usia sekolah di SD
negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal Tahun 2008. Dari 27 responden,
9 anak (33,3 %) diantaranya berbentuk positif dan yang berbentuk negatif jumlahnya yaitu 18
anak (66,7 %).

Motivasi Belajar
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD Negeri 01
Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Motivasi Frekuensi Persen


Belajar (f) (%)
Baik 16 59,3
Kurang 11 40,7
Total 27 100

Tabel 4.3 menunjukkan tentang motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD negeri 01 Taman
Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Dari 27 responden, yang mempunyai nilai baik yaitu 16 anak (59,3 %) sedangkan
sisanya mempunyai nilai kurang yaitu 11 anak (40,7 %).

Analisa Statistik
Tabel 4.4 Korelasi antara pola asuh keluarga dan motivasi belajar pada anak usia sekolah
di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Variabel r P
Pola 0,449 0,019
Asuh *
Motivasi
Belajar

Tabel 4.4 diketahui bahwa korelasi pada pola asuh keluarga dan motivasi belajar, menunjuk-
kan nilai sehingga data berhubungan, jadi motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01
Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga.
Berdasarkan nilai r didapatkan r = 0,449 sehingga hubungannya termasuk dalam kategori sedang.

PEMBAHASAN
Pola Asuh
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua dalam mengasuh
anaknya yang saat ini masih bersekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal dengan cara yang negatif, yaitu sebanyak 66,7 %. Hal itu terlihat misalnya orang tua
memaksa anak melakukan sesuatu dan memberi hukuman kepada anak bila tidak mau
melakukan sesuatu/ perintah, orang tua tidak memenuhi kebutuhan anak dan orang tua jarang
mengajak anak berekreasi.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dilakukan oleh Tarmuji
(2001), mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas remaja, dimana hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang digunakan orang tua berhubungan dengan
agresivitas.

Motivasi Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16 anak (59,3 %) mempunyai motivasi belajar yang
baik, sedangkan 11 (40,7 %) anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal mempunyai motivasi belajar yang kurang baik. Contoh motivasi
belajar yang baik adalah anak belajar/ mengerjakan PR di rumah walaupun tidak ada yang
menyuruh, anak ingin mendapat ranking walaupun tidak diberi hadiah dan anak berangkat ke
sekolah walaupun hujan.
Hal ini menunjukkan ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Istiningsih (2005) tentang Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan
belajar, hasil penelitian menyimpulkan faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan belajar yaitu
faktor motivasi, emosi dan sikap, lingkungan, serta keluarga (orang tua).

Hubungan Pola Asuh dengan Motivasi Belajar


Hasil penelitian menunjuk-kan nilai , sehingga data yang ada dikatakan berhubungan,
jadi motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga (orang tua). Berdasarkan nilai r=
0,449 hubungan keduanya termasuk dalam kategori sedang, karena pola asuh yang negatif
berpengaruh terhadap motivasi belajar yang baik, sebaiknya orang tua lebih meningkatkan pola
asuh agar motivasi belajar anak menjadi lebih baik.

KESIMPULAN
1. Pola Asuh yang berbentuk positif sejumlah 9 anak (33,3 %) sedangkan yang berbentuk negatif
18 anak (66,7 %).
2. Motivasi belajar yang mempunyai nilai baik sebanyak 16 anak (59,3 %) dan yang mempunyai
nilai kurang 11 anak (40,7 %).
3. Ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SD
Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Tahun 2008 yaitu sebesar 0,449
atau termasuk dalam kategori sedang.

SARAN
1. Bagi Orang Tua
Diharapkan mulai mengubah cara pola asuh yang permisif ke pola asuh demokratis atau
kombinasi antar ketiganya, dimana hal ini dapat membantu memberikan motivasi belajar yang
lebih baik bagi anak.
2. Kepala Sekolah SD Negeri 01 Taman Gede
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh keluarga
dengan motivasi belajar anak usia sekolah, maka perlu perencanaan program dengan pendekatan
khusus kepada orang tua dan anak didik tentang metode belajar yang baik.
3. Bagi perawat
Sebagai panduan dalam menberikn. asuhan keperawatan kepada klien atau masyarakat, terutama
yang berhubungan dengan pola asuh keluarga dan motivasi belajar.
4. Kepada peneliti selanjutnya
Mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini yang hanya memberikan kuesioner kepada
27 responden dan meneliti variabel pola asuh saja, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih

DAFTAR PUSTAKA

Amabile, T. M., (1989). Growing up creative, New York : Crown Publ.


Beck, J, (1998). Meningkatkan kecerdasan anak, Jakarta : Pustaka Delapratasa.
Brockopp, D. Y, Hastings, M.T, Tolsma, (1999). Dasar-dasar riset keperawatan, Jakarta : EGC.
Burns, N. , & Grove, S. K. (1991). The practice of nursing reseach : Conducts, critiques and
utilisation. 2nd . Ed w.b Saunders CO. Philadelphia.
Depkes RI, (2001). Pola asuh yang mendukung perkembangan anak, Jakarta : Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat-Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Elis, R. B., (1991). Komunikasi interpersonal dalam keperawatan, Jakarta : EGC.
Etty, M., (2003). Menyiapkan masa depan anak, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Gerungan, W. A., (1998). Psikologi sosial, Bandung : Erlangga.
Hurlock, E. B., (1973). Adolescent develelopment, Megraw Hill New York.
Irwanto, (1997). Psikologi umum, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka utama
Istiningsih, T. H., (2005). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan belajar
pada siswa perawat di sekolah perawat kesehatan PPNI Semarang, Skripsi, Tidak diterbitkan,
FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kaplan, H. J. & Sadock, B. J., (1997). Psikiatri klinis, Jakarta : Binarupa.
Kartono, K., (1985). Peranan keluarga memandu anak, Jakarta : CV. Rajawali.
Kartono, K., (1992). Psikologi anak, Bandung : CV. Mandar Maju.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Nurbiyati, Tati., (2005). Survey mengenai bentuk-bentuk pola asuh orang tua pada penderita
skizofrenia yang dirawat di RS jiwa daerah dr. amino gondohutomo semarang, Skripsi, Tidak
diterbitkan, FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nursalam (2003). Pedoman praktis penyusunan riset keperawatan, Universitas Airlangga Jakarta.
October 24, 2005, From http: // Waspada .co.id/ serba_serbi/ pendidikan/ artikel.php, article.id=67766.
Prakasi, S., (1985). Anak dan perkembangannya, Jakarta : Gramedia.
Pratiknya, A.W.,(1993). Dasar-dasar metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Stanhope, M., & Lancaster, J., (1998). Community health nursing (Perawat kesehatan masyarakat)-
Suatu Proses & Praktek Untuk Peningkatan kesehatan, Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran
Bandung.
Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T., (1999). Psikologi kepribadian, Jakarta : Bumi Aksara.
Sutejdja, H., (1989). Mengapa anak anda malas belajar, Jakarta : Gramedia.
Wahyuning,W.,Jash., & Rachmadiana, M., (2004). Mengkomunikasikan moral kepada anak,
Jakarta : Elek Media Komputindo.
IDENTIFIKASI TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN PRE OPERASI
DI RUANG BEDAH RSI KENDAL

Sri Hesthi S.R, S.Kep, Ns


Dosen Akper Muhammadiyah Kendal
ABSTRAKSI

Tindakan pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan bentuk upaya yang
dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas, dan terhadap jiwa
seseorang. Trauma pada bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan
psikologis pada klien. Respons terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat,
panik tergantung masing-masing individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik pasien pre operasi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, juga
untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
Jenis penelitian ini adalah diskriptif yang dilaksanakan di RSI Kendal. Subyek penelitiannya
adalah semua pasien pre operasi yang berada diruang bedah RSI Kendal pada bulan November
sampai Desember tahun 2008. Sampel diambil sebanyak 94 responden, dengan teknik Random
Sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas
dan reliabilitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pada pasien pre operasi berdasarkan umur
sebagian besar berusia 41 – 56 sebanyak (40,4%) berdasarkan jenis kelamin sebagian besar
berpendidikan SD sebanyak (63,8%), berdasarkan pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai
petani sebanyak (27,7%). Tingkat kecemasan yang dialami pasien pre operasi masuk dalam
kategori sedang sebanyak (52,1%).

Kata kunci : Tingkat kecemasan, Pre operasi

Latar Belakang
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat,
1997). Tindakan pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan bentuk upaya
yang dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas, dan
terhadap jiwa seseorang. Trauma pada bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon
fisiologis dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan penga-laman masa lalu yang
unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang
setiap tindakan pembe-dahan tanpa menghiraukan komplek-sitasnya sebagai peristiwa besar dan
mereka bereaksi dengan takut dan cemas pada tingkat tertentu.
Respon psikologis klien, keluarga dan orang terdekat pembedahan yang direncanakan
tergantung pada pengalaman masa lalu kebanyakan klien mengantisipasi pembedahan dengan
kecemasan dan ketakutan. Hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada
pasien pre operasi antara lain takut terhadap hal-hal yang belum diketahui, misalnya belum
jelasnya diagnosa, karena pengaruh anestesi, nyeri, perubahan bentuk, ketidakmampuan yang
permanen, kurang pengetahuan tentang operasi.
Secara psikis penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena selalu
ada rasa cemas dan takut terhadap penyun-tikan, nyeri luka, anestesi, bahkan terhadap
kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini hubungan baik antara penderita, keluarga, dan
dokter sangat menentukan. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan
sikap terbuka dan penerangan dari dokter dan petugas pelayanan kesehatan lainnya. Atas dasar
pengertian, penderita dan keluarganya dapat memberikan persetujuan dan izin untuk
pembedahan (Syamsuhidajat, 1997).
Menurut Susilawati. et. al (2005) kecemasan adalah kebi-ngungan, kekhawatiran pada
suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan
yang tidak menyenangkan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari dan
dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha
memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat disebabkan
karena adanya suatu ancaman terhadap integritas biologis, konsep diri dan harga diri. Respon
terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat, panik.
Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap
stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis
ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya (Suliswati. et.al. 2005).
Respon psikologis yang muncul pada pasien adalah kecemasan dan ketakutan sebelum
tindakan pembedahan dilakukan. Kecemasan pre operasi ini merupakan suatu respon antisipasi
sebagai suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya
dalam hidupnya, integritas tubuh atau bahkan kehidupan sendiri sedangkan penyebab kecemasan
secara spesifik adalah takut oleh hal-hal yang belum diketahui (kecacatan / kegagalan), takut
anestesi, takut akan nyeri. Adanya respon psikologis yang muncul pada pasien pre operasi akan
diikuti dengan respon fisiologis, seperti : nadi cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan
pernafasan, dilatasi pupil, mulut kering, telapak tangan basah dan gelisah.
Kecemasan sebelum operasi bisa mengakibatkan banyak kesulitan pada pasca bedah. Bila
pasien operasi mengalami cemas maka tindakan bedah bisa ditangguhkan. Kecemasan
mempunyai efek yang besar terhadap respon nyeri. Peningkatan kecemasan akan mengakibatkan
respon nyeri dan penurunan kecemasan akan menurunkan respon nyeri. Dengan demikian jelas
bahwa kecemasan dapat mempengaruhi terutama pada pasien pre operasi, supaya dapat
membantu pasien yang memang dalam keadaan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan
pembedahan, maka perlu dilakukan upaya agar dapat mengurangi kecemasan pada pasien pre
operasi tersebut.
Penelitian tentang kecemasan pada pasien pre operasi ini pernah dilakukan oleh saudari
Indanah (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi di ruang rawat bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan hasil
penelitian dari 67 orang menjalani kecemasan tingkat ringan 25,4%, orang mengalami
kecemasan tingkat sedang 59,7% dan orang yang mengalami kecemasan tingkat berat 14,9%”.
Jadi semua pasien yang akan menjalani operasi mengalami cemas, walaupun tingkat
kecemasannya berbeda-beda.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan jumlah pasien operasi di ruang Bedah Ali
Fatimah (Alfat), raung Usman, ruang VIP, dari bulan Agustus – Oktober tahun 2008 adalah
Agustus 78 pasien, September 67 pasien dan Oktober sebanyak 64 pasien.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Identifikasi Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Ruang Bedah RSI
Kendal” yang akan dilakukan di RSI Kendal.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu
suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dengan menempuh langkah-langkah :
Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data, membuat kesimpulan dan laporan
(Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang akan menjalani operasi di ruang
Bedah RSI Kendal. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik Random
Sampling di mana peneliti memberi hak yang sama kepada subyek untuk memperoleh
kesempatan dipilih menjadi sampel (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini populasi yang ada
sebanyak 124 orang, dan jumlah sample pada penelitian ini adalah 94 pasien.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi, pasien
sadar dan dapat diajak berkomunikasi dengan baik serta kooperatif, pasien bersedia menjadi
responden dan ikut terlibat penelitian, yang ditandai dengan penanda-tanganan pada lembar
persetujuan menjadi responden, pasien pre operasi yang berada di Ruang Rawat Inap Ruang Ali
Fatimah, Ruang Usman dan Ruang VIP, pasien yang dapat membaca dan menulis. Sedangkan
kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa, pasien yang
tidak sadar dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik, pasien yang menolak berpartisipasi
dalam penelitian, pasien yang tidak dapat membaca dan menulis.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survey dan
wawancara. Untuk metode pengolahan data meliputi tiga langkah, yaitu : Memeriksa (editting),
Memberi tanda kode (koding), Tabulasi data (tabulating). Analisa data pada penelitian ini adalah
analisa univariate, dengan menggunakan analisis dekriptif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.

HASIL PENELITIAN
Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSI Kendal yang terletak di JL. Ar – Rahmah No. 17 Weleri
– Kendal. RSI Weleri mempunyai ruang – ruang antara lain : ruang rawat inap terdiri dari ruang
Khotidjah, ruang Usman, ruang Hamzah, ruang Ali Fatimah, ruang VIP, ruang ICU dan ruang
Lukman. Tenaga medis di RSI terdiri dari Dokter, perawat, bidan, tenaga Laboratorium,
Rontgen, Apoteker, tenaga pembantu non medis.
Karakteristik
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Pre Operasi
Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Umur f %
13 – 21 tahun 8 8,5
22 – 40 tahun 17 18,1
41 – 56 tahun 38 40,4
> 56 tahun 31 33,0
Total 94 100,0
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang berusia 41 – 56 tahun sebanyak
38 orang (40,4%). Sebanyak (33,0%) berusia > 56 tahun, sebanyak 17 orang (18,1%) berusia 22
– 40 tahun dan sisanya sebanyak 8 orang (8,5%) berusia 13 – 21 tahun. Umur responden
mayoritas masuk dalam kategori dewasa tengah (usia 41 – 56 tahun), jadi dapat disimpulkan
disebabkan karena pada usia tersebut sistem imunitas tubuh menurun dan di dukung adanya
penurunan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 42 44,7
Perempuan 52 55,3
Total 94 100,0
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien pre operasi dari 94 responden adalah
berjenis kelamin perempuan sebanyak 52 orang (55,3 %) dan sisanya sebanyak 42 orang (44,7
%) berjenis kelamin laki – laki. Jadi dapat disimpulkan karena psikologisnya seorang perempuan
mudah labil sehingga bisa mempegaruhi persepsi indvidu terhadap stimulus atau masalah yang
dihadapi, hal ini menjadikan seorang perempuan lebih mudah mengalami cemas dari pada laki-
laki.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Pendidikan F %
SD 60 63,8
SMP 14 14,9
SMA 14 14,9
Perguruan Tinggi 5 6,4
Total 94 100,0
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa distribusi tingkat pendidikan responden
berpendidikan SD sebanyak 60 orang (63,8%), Berpendidikan SMP sebanyak 14 orang (14,9%).
Berpendidikan SMA sebanyak 14 orang (14,9%). Berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 5
orang (6,4%). Berdasarkan data diatas mayoritas responden berpendidikan SD karena disebabkan
masalah ekonomi yang kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Pekerjaan Pasien Pre Operasi
Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Pekerjaan F %
Tidak bekerja 12 12,8
Buruh 25 26,6
Petani 26 27,7
Wiraswasta 19 20,2
Pelajar 3 3,2
PNS 9 9,6
Total 94 100,0

Dari tabel 5.4. dapat dilhat bahwa 94 distribusi responden berdasarkan pekerjaan dalam
penelitian ini yang bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 26 orang (27,7%), Kemudian diikuti
dengan responden pekerjaan sebagai buruh sebanyak 25 orang (26,6%), bekerja sebagai
wiraswasta sebanyak 19 orang (20,2%), Responden yang tidak bekerja sebanyak 12 orang
(12,8%), PNS sebanyak 9 orang (9,6%) dan sisanya responden dengan pekerjaan sebagai pelajar
sebanyak 3 orang (3,2%). Berdasarkan data diatas mayoritas individu bekerja sebagai petani. dan
dapat disimpulkan sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di desa selain itu juga mata
pencahariannya hanya sebagai petani.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Operasi Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008
di RSI Kendal
Jenis Operasi F %
Granuloma 5 5,3
Lipoma 6 6,3
Haemoroid 10 10,6
Katarak 15 15,9
Hernia 12 12,7
Tumor Mammae 15 15,9
Tonsillitis 8 8,5
BPH 9 9,5
Polip THT 3 3,9
Fistelektomy 5 5,3
Limpadenopati 6 6,3
Total 94 100,0
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden yang melakukan operasi Granuloma
sebanyak 5 (5,3%), Lipoma 6 (6,3%), Haemoroid 10 (10,6), Katarak 15 (15,9), Hernia 12
(12,7%), Tumor Mammae 15 (15,9%), Tonsilitis 8 (8,5), BPH 9 (9,5%), Polip THT 3 (3,19),
Fistelektomi 5 (5,3), dan sisanya Limpadenopati sebanyak 6 (6,3%).
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Kecemasan F %
Ringan 26 27,7
Sedang 49 52,1
Berat 19 20,2
Panik 0 0

Total 94 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecemaan yang dialami pasien pre operasi di RSI
Kendal mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 49 responden (52,1%). Sedangkan
responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 26 orang (27,7%) dan sisanya sebanyak
19 orang (20,2%) adalah responden dengan tingkat kecemasan berat. Berdasarkan data di atas
mayoritas responden mengalami tingkat kecemasan sedang karena gelisah, khawatir dan
berdebar-debar.

PEMBAHASAN
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang akan dilakukan tindakan operasi
di RSI Kendal, dimana dari hasil penelitian menggambarkan sebagian besar responden berusia
41 – 56 tahun (44,4%) karena pada usia tersebut sistem imunitas tubuh menurun dan didukung
dengan adanya penurunan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit. Berjenis
kelamin perempuan (55,3%) karena psikologisnya seorang prempuan mudah labil sehingga bisa
mempengaruhi persepsi terhadap stimulus atau masalah yang dihadapi, hal ini menjadikan
seorang perempuan lebih mudah cemas dari pada laki-laki. Berpendidikan SD (63,8%) karena
masalah ekonominya kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi,
yang mayoritas berkerja sebagai petani (27,7%) karena bertempat tinggal di desa selain itu mata
pencahariannya sebagai petani. Responden mengalami kecemasan sedang (52,1%), kecemasan
ringan (27,7%) dan kecemasan sedang (20,2%). Hal ini dimungkinkan karena tingkat
pemahamannya kurang sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang tindakan
operasi sehingga menyebabkan individu mudah cemas dengan tingkat kecemasan yang berbeda-
beda.
Menurut Suliswati (2005) kecemasan adalah kebingungan, kekhawatira pada sesuatu yang
akan terjadi degan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu
dan tidak berdaya. Tingkat kecemasan yang masih berat tersebut disebabkan oleh hal yang
mungkin juga dari individu itu sendiri kurang bisa menang-gulangi keadaan tersebut. Hal ini
mungkin bisa disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal, tinggi rendahnya
tingkat kecemasan tersebut juga dipengaruhi oleh mekanisme koping yang berbeda-beda dari
masing-masing responden.
Masih adanya tingkat kecemasan yang masih tinggi tersebut sangat perlu diminimalisir dan
diharapkan bisa menurun sampai tingkat yang paling rendah. Hal tersebut diperhatikan karena
tingkat cemas dapat mempengaruhi kondisi dan mental individu.
Untuk responden yang masih mengalami tingkat kecemasan sedang ditunjukkan 52,1% jug
aperlu diwaspadai jangan sampai naik ke tingkat yang lebih tinggi, selanjutnya 27,7% dalam
tingkat kecemasan ringan. Keadaan ini menampakkan bahwa responden sudah cukup bisa
menghadapi ketegangan dan bisa mempersilahkan diri dalam tingkat cemas yang dialaminya.
Melihat teori kecemasan di atas bahwa individu sebelum operasi mayoritas mengalami
tingkat kecemasan yang berbeda-beda.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
2. Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar responden berusia 41 – 56
tahun.
3. Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berpendidikan SD.
4. Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar responden bekerja sebagai
petani.
5. Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar mengalami tingkat
kecemasan sedang.

SARAN
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Menambah pengetahuan dalam modifikasi pelaksanaan inter-vensi-intervensi pada pasien pre
operasi dan dapat meminimalkan rasa kecemasan menjelang operasi.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan informasi pada pasien pre operasi tentang tindakan bedah dan dapat mem-
pertimbangkan dalam membuat intervensi keperawatan.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perlu dilakukan upaya-upaya berkesinambungan pada pasien pre operasi untuk meningkatkan
tingkat pemahaman responden khususnya yang akan dilakukan operasi, misalnya dengan
kegiatan pendidikan kesehatan sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan.
4. Bagi Program Kesehatan
Sebaiknya perawat lebih mening-katkan program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan,
khususnya pada pasien pre operasi guna meminimalkan kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Azis A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Badudu dan Zain, SM. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi 4).
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Ester Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem Gastro Intestinal. Jakarta : EGC.
Fortinash, K.M & Worret, P.A.H. (2004). Phychiatric Mental Health.
Nursing (3th. ed) United State of American : Mosby
Hastono, Priyo, S. 2001. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Jakarta.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress; Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI.
Kaplan, H.I. dan Sadock, B. J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7 Jilid II, Alih Bahasa Widjaja Kusuma.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Machfoedz, I. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta : Fitramaya
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam @ Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV.
Infomedika.
Ridwan. 2004. Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah atau Swasta. Bandung : Alfabeta
Santoso, Budi, Editor. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006 Defnisi &
klasifikasi. Prima Medika.
Syamsuhidajat, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stuart, W. Gail dan Sundeen, J. Sandra. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Editor Yasmin Asih.
Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta : EGC.
TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROSEDUR
PERAWATAN LUKA POST OPERASI

DI RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL

SITI MUNAWAROH
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal

ABSTRAK

Perawatan luka post operasi merupakan tindakan yang harus diperhatikan setelah pasien
tiba diruangan. Tindakan perawatan luka akan berkualitas bila dalam pelaksanaannya selalu
mengacu pada standar yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik perawat di RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal, mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur
perawatan luka post operasi dan mengetahui gambaran karakteristik responden dengan tingkat
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan observational.
Pengumpulan data dilaksanakan dalam waktu 1 bulan yaitu sejak tanggal 3 Februari sampai
dengan 3 Maret 2009 melalui observasi dan pengisian kuesioner. Sampel penelitian ini adalah
perawat yang bekerja di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak
30 orang dan menggunakan sampling jenuh sebagai teknik pengambilan sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpredikat patuh
dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Dari 30 responden, 25 responden (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat
tidak patuh. Sedangkan karakteristik responden menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
antara umur, jenis kelamin dan lama kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
prosedur perawatan luka post operasi. Selain itu, perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dan yang mengikuti pelatihan akan mempunyai kecenderungan lebih patuh dibandingkan
dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dan yang tidak mengikuti pelatihan.
Berdasarkan hasil tersebut disarankan agar penelitian berikutnya meneliti tentang
hubungan perawatan luka dengan infeksi luka post operasi dan tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

Kata kunci : tingkat kepatuhan, prosedur, perawatan luka post operasi


LATAR BELAKANG
Kemajuan di era globali-sasi pada berbagai bidang termasuk bidang kesehatan mem-
pengaruhi mutu pelayanan yang diterapkan oleh tenaga kesehatan tetapi hal tersebut tidak selaras
dengan yang terjadi pada rumah sakit, dimana sampai sekarang infeksi nosoko-mial masih
merupakan masalah besar dalam dunia kedokteran di negara maju, lebih–lebih lagi di negara
berkembang. Di Amerika Serikat insiden infeksi nosokomial kira – kira 5% dari jumlah 40 juta
pasien yang dirawat tiap tahunnya, angka kematiannya mencapai 1% sedangkan beban biaya
untuk penanggulangan infeksi nosoko-mial mencapai 10 miliar dollar per tahun (Siswosudarmo
dalam Suara Merdeka, 18 Juli 2001).
Sementara di Indonesia, infeksi nosokomial ini kurang men-dapatkan perhatian yang
lebih khu-sus sehingga angka kejadian di setiap rumah sakit cukup tinggi. Sebagai contoh, di
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 1996 terdapat 66 orang mengalami infeksi
nosokomial yang terdiri atas 32 kasus bedah dan 34 nonbedah. Sedangkan kejadian infeksi bedah
mencapai 6,89% dan diruang obsgyn 3,7%. Dari angka tersebut masih mungkin ada kasus yang
tidak terekam karena menurut data di negara maju berpersentase 5 – 10% (Suara Merdeka, 5 Juli
2001).
Menurut Harrison (1999), beberapa infeksi yang lazim didapat di rumah sakit adalah
infeksi traktus urinarius sebesar 40–45%, infeksi lu-ka bedah sebesar 25–30%, pneumo-nia
sebesar 15–20% dan bakteremia terutama dihubungkan dengan alat intravaskuler sebesar 5–7%.
Data tersebut menunjukkan bahwa infeksi luka bedah menduduki urutan nomor dua dengan
jumlah yang cukup besar, hal ini dapat berperan pada 57 % hari perawatan tambahan di rumah
sakit dan 42% biaya tambahan.
Disamping itu, infeksi pada luka setelah pembedahan meru-pakan masalah yang serius
bagi pasien, masalah ini terutama adanya komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi lokal
maupun sistemik (Suriadi, 2004). Lebih lanjut Suriadi mengatakan bahwa hal ini akan
menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar disam-ping lama tinggal jadi
lebih lama, dengan demikian biaya perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi.
Penyembuhan luka meru-pakan masalah utama yang harus dihadapi setelah operasi.
Perawatan luka yang tepat atau berkualitas merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung
dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Tindakan perawatan luka akan ber-kualitas
bila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Sedangkan
penera-pan teknik perawatan luka yang tepat dilakukan baik pada saat pasien ma-sih berada di
ruang operasi maupun setelah dirawat di ruang perawatan.
Menurut Ellis et al.(1996), selama pasien dirawat di ruang pera-watan, perawat adalah
orang yang bertanggung jawab dalam observasi dan pemulihan luka operasi, yaitu dengan
memberikan teknik perawa-tan luka operasi yang aman dan nya-man bagi pasien dengan
berdasarkan pada prinsip – prinsip teknik aseptik.
Berdasarkan studi penda-huluan yang dilakukan oleh peneliti di ruang bedah RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal selama dua hari, mengindikasikan bahwa di ruang bedah RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal telah tersedia SOP tentang perawatan luka post operasi. Akan tetapi, didalam
implementasi SOP tersebut terlihat bahwa masih ada perawat yang tidak melaksanakan salah
satu aitem SOP didalam pelaksanaan perawatan luka post operasi. Sebagai contoh, merawat luka
tanpa menggunakan sarung tangan steril dan melakukan cuci tangan tidak untuk setiap tindakan.
Menurut Long (1996), teknik aseptik pada waktu mengerjakan balutan sangat penting
dilakukan oleh semua petugas – petugas yang kontak terhadap luka bedah karena dapat
mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Secara garis besar masalah dalam penelitian ini dapat dirumus-kan dengan sebuah
pertanyaan bagaimanakah tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan
luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ke-patuhan perawat dalam
pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk pe-nelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui atau
menggambarkan bagaimana tingkat kepatuhan pera-wat dalam pelaksanaan prosedur perawatan
luka post operasi. Pende-katan yang digunakan adalah pende-katan observational yaitu
pengama-tan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek de-ngan
menggunakan seluruh alat indra (Arikunto, 2006), pendekatan dimo-difikasi antara metode
langsung dan tidak langsung yaitu kehadiran observer tidak disembunyikan tetapi tujuan dan
kepentingan subyeknya disembunyikan (Cooper dan Emory, 1996). Dalam penelitian ini objek
yang diamati adalah perawat yang melaksanakan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Ruang
Kenanga, Ruang Flamboyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia RSUD Dr. H. Soewondo Kendal,
yaitu sebanyak 41 orang perawat, terdiri 6 orang perawat di Ruang Kenanga, 8 orang perawat di
Ruang Flamboyan, 8 orang perawat di Ruang Dahlia dan 19 orang pera-wat di Ruang VIP.
Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh, dimana semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2003). Sampel penelitian ini yaitu seluruh
perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi di Ruang Kenanga, Ruang
Flam-boyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dan memenuhi
kriteria inklusi.
Penelitian ini menggu-nakan 2 formulir penelitian berupa checklist yang terdiri dari
lembar observasi tindakan perawatan luka post operasi yang berdasarkan SOP yang ada di
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dan lembar kuesioner untuk karakteristik perawat. Hasil obser-
vasi tindakan perawatan luka diberi tanda () pada kolom “ya “ bila dikerjakan dan tanda ()
pada kolom “tidak” bila tidak dikerjakan. Se-dangkan data karakteristik respon-den diperoleh
secara langsung de-ngan menggunakan lembar kuesio-ner. Pada kuesioner ini menggali tentang
karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ting-kat pendidikan, pelatihan
perawatan luka, lama kerja dan penghasilan.
Hasil analisa data dinya-takan dengan predikat patuh dan tidak patuh. Patuh apabila
mendapat nilai ≥ 90 % dan tidak patuh apabila mendapat nilai <90 %. Data hasil observasi pada
masing–masing res-ponden dikumpulkan dan diolah de-ngan tahapan sebagai berikut, mem-beri
skor pada lembar observasi atau checklist yaitu bila ya (dikerja-kan) mendapat nilai satu (1) dan
bila tidak dikerjakan nilainya nol (0). Selanjut-nya menghitung hasil obser-vasi tiap responden
pada keseluruh aitem, menjumlahkan skor kemudian dicari prosentasenya. Penghitungan dilaku-
kan dengan rumus :
P = Prosentase
x = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (10)
Prosentase yang didapat pada masing–masing responden ke-mudian dikelompokkan
menurut pro-sentase yang sesuai dengan kategori yang telah ditentukan yaitu dalam kategori
patuh dan tidak patuh, ke-mudian dicari tingkat kepatuhan res-ponden secara keseluruhan dengan
rumus :
Keterangan :
P = Prosentase
x = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (30)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 perawat dari 41 orang perawat yang bekerja di
ruang rawat inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, yaitu di Ruang Kenanga, Flamboyan, Dahlia
dan VIP. Dari data yang diperoleh peneliti ada enam karakteristik yang dapat disa-jikan dalam
tabel–tabel sebagai berikut :
1. Umur dan Jenis Kelamin

Total
Jenis Kelamin
Umur Tabel 5.1. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
L P Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Dr.
f % f % f % H. Soewondo Kendal Bulan
20-25 1 14,3 6 85,7 7 100,0
26-30 2 25,0 6 75,0 8 100,0Februari Tahun 2009
31-35 2 40,0 3 60,0 5 100,0
36-40 2 40,0 3 60,0 5 100,0
> 40 - - 5 100,0 5 100,0

Total 7 23,3 23 76,7 30 100 Tabel 5.1. menunjukkan tabel


silang antara umur dan jenis kelamin responden, dapat kita ketahui bahwa responden yang
berjenis kelamin perempuan jumlahnya lebih banyak yaitu 23 orang (76,7%) dibandingkan
dengan laki – laki yang sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan pada karakteristik umur sebagian
besar pada umur 26 – 30 tahun yaitu sebanyak 8 orang tediri dari 2 orang (25,0 %) berjenis
kelamin laki – laki dan 6 orang (75,0 %) berjenis kelamin perempuan, sedangkan usia paling tua
pada kelompok umur lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang yang semua berjenis kelamin
perempuan. Jika dilihat dari karakteristik umur sebagian besar termasuk pada golongan dewasa
dengan distribusi yang cukup merata.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tidak ada kecenderungan antara umur
dengan tingkat kepatuhan, hal ini dimungkinkan karena perawat yang lebih muda belum banyak
pengalaman dalam perawatan luka post operasi, sedangkan perawat yang lebih tua kemungkinan
sudah merasakan adanya kebosanan dalam melakukan tugasnya. Berbeda dengan pendapat
Muclas (1999) yaitu, semakin meningkatnya umur, pengalaman semakin bertambah dan akan
semakin bijaksana dalam bersikap dan mengambil keputusan.
2. Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Tabel 5.2. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja di
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Total
Tingkat Pendidikan
Lama Kerja
SPK DIII
f % f % f %
1 – 5 th - - 10 100,0 10 100,0 7
6 –10 th - - 7 100,0 100,0
11 –15 th - - 7 100,0 7 100,0
> 15 th 2 33,3 4 66,7 6 100,0
Total 2 6,7 28 93,3 30 100

Berdasarkan tingkat pendidikan, pada umumnya perawat di RSUD Dr. H. Soewondo


Kendal adalah DIII (93,3 %) dan SPK (6,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa RSUD telah
berupaya meningkatkan profesionalitas tenaga keperawatan. Banyaknya tenaga keperawatan
profesional merupakan sumberdaya yang potensial bagi pengembangan pelayanan rumah sakit.
Menurut PPNI (1999) dalam Ardine (2005), perawat professional yang dibutuhkan untuk
memberi asuhan keperawatan bermutu adalah perawat yang berpendidikan minimal DIII.
Sedangkan dalam penelitian ini perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan mempunyai kecenderungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tingkat
pendidikannya lebih rendah, hal ini berdasarkan pada hasil penelitian yaitu dari 28 orang berlatar
pendidikan DIII, 24 orang berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan
responden yang berlatar belakang pendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh
dan 1 orang berpredikat tidak patuh.
Lama kerja perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal lebih banyak pada masa 1 – 5
tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang berpredikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh.
Hal ini berkaitan dengan pendidikannya yang baru lulus dari DIII Keperawatan. Sedangkan
perawat dengan lama kerja lebih dari 15 tahun sebanyak 6 orang, 5 orang berpredikat patuh dan
1 orang berpredikat tidak patuh. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan antara
lama kerja dengan tingkat kepatuhan, berbeda dengan pendapat Agustian (2001), semakin lama
kerja seseorang akan menunjukkan pengalaman kerja dan loyalitas pada institusi dan semakin
terampil bekerja.

3. Pelatihan
Tabel 5.3. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pelatihan di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Pelatihan f %

Ya 13 43,3

Tidak 17 56,7

Total 30 100

Dari Tabel 5.3. dapat kita ketahui bahwa sebagian besar res-ponden tidak pernah ikut
pelatihan perawatan luka post operasi yaitu sebanyak 17 orang (56,7 %), sedangkan yang
mengikuti pelatihan sebanyak 13 orang (43,3 %).
Berdasarkan hasil penelitian, perawat yang mengikuti pelatihan akan mempunyai
kecende-rungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tidak mengikuti pelatihan.
Seperti penda-pat Manullang (1999), bahwa kemahiran bekerja tergantung pada tingkat
pendidikan, pengetahuan dan pengalaman seseorang.
4. Penghasilan
Tabel 5.4. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Penghasilan f %

≤ 500.000 11 36,7
500.000 s/d 1.000.000 9 30,0
1.000.000 s/d 1.500.000 8 26,7
> 1.500.000 2 6,6

Total 30 100
Dari Tabel 5.4. dapat kita ketahui bahwa penghasilan respon-den sebagian besar pada
kelom-pok ≤ 500.000 yaitu sebanyak 11 orang (36,7%), sedangkan yang mempe-roleh
penghasilan > 1.500.000 sebanyak 2 orang ( 6,6 % ).

E. Tingkat Kepatuhan

Setelah dilakukan observasi terhadap perawat tentang pelaksanaan prosedur perawatan


luka post operasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri di dapatkan hasil pengolahan data dengan
distribusi sebagai berikut :
Tabel 5.5. : Hasil Observasi Pelaksanaan Prosedur Perawatan Luka Post Operasi di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Predikat Frekuensi Prosentase


(%)
Tidak patuh 5 16,7
Patuh 25 83,3
Total 30 100

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.5. dari 30 responden yang diobservasi
didapatkan 25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh
dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi. Hal tersebut menggam-barkan
pelaksanaan perawatan luka post operasi dari sebagian besar responden yang diobservasi
berpredikat patuh.
Tabel 5.6. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Umur di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Total
Tingkat Kepatuhan
Umur
Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
20-25 2 28,6 5 71,4 7 100,0
26-30 2 25,0 6 75,0 8 100,0
31-35 - - 5 100,0 5 100,0
36-40 - - 5 100,0 5 100,0
> 40 1 20,0 4 80,0 5 100,0
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.6. dari 30 responden yang diobservasi
didapatkan 7 orang perawat dengan usia 20 – 25 tahun, 5 orang berpredikat patuh dan 2 orang
berpredikat tidak patuh. Untuk perawat dengan usia 26 – 30 tahun sebanyak 8 orang, 6 orang
berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang berusia lebih
dari 40 tahun sebanyak 5 orang, 4 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.7. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Tingkat Kepatuhan Total
Jenis Kelamin
Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
Laki – laki 2 28,6 5 71,4 7 100,0
Perempuan 3 13,0 20 87,0 23 100,0

Total 5 16,7 25 83,3 30 100


Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.7. dari 30 orang responden yang
diobservasi didapatkan 23 orang berjenis kelamin perempuan, 20 orang berpredikat patuh dan 3
orang dengan predikat tidak patuh. Sedangkan jumlah responden laki – laki sebanyak 7 orang, 5
orang berpredikat patuh dan 2 orang dengan predikat tidak patuh.
Tabel 5.8. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Total
Tingkat Kepatuhan
Tingkat
Pendidikan Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
SPK 1 50,0 1 50,0 2 100,0
DIII 4 14,3 24 85,7 28 100,0

Total 5 16,7 25 83,3 30 100


Pada Tabel 5.8. diatas diketahui bahwa dari 30 perawat, 28 orang berpendidikan DIII,
24 orang berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan responden
berpendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak
patuh.

Tabel 5.9. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Lama Kerja di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Lama Tingkat Kepatuhan Total


Kerja
Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
1–5 3 30,0 7 70,0 10 100,0
6 – 10 1 14,3 6 85,0 7 100,0
11 – 15 - - 7 100,0 7 100,0
> 15 1 16,7 5 83,3 6 100,0
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.9. dari 30 responden yang diobservasi
proporsi terbesar didapatkan pada lama kerja 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang
berpredikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat dengan lama kerja
lebih dari 15 tahun sebanyak 6 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak
patuh.
Tabel 5.10. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Pelatihan di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Total
Tingkat Kepatuhan
Pelatihan
Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
Ya 3 23,1 10 76,9 13 100,0
Tidak 2 11,8 15 88,2 17 100,0

Total 5 16,7 25 83,3 30 100

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.8. dari 30 responden yang diobservasi
didapatkan 13 orang mengikuti pelatihan, 10 orang dengan predikat patuh dan 3 orang
berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang tidak mengikuti pelatihan sebanyak 17 orang,
15 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.11. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Tingkat Kepatuhan Total


Penghasilan
Tidak Patuh Patuh
f % f % f %
≤ 500.000 2 18,2 9 81,8 11 100,0
500.000 s/d 1.000.000 3 33,3 6 66,7 9 100,0
1.000.000 s/d 1.500.000 - - 8 100,0 8 100,0
> 1.500.000
2 100,0
- - 2 100,0
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.9. dari 30 responden yang diobservasi
didapatkan 11 orang dengan penghasilan kurang dari 500.000, 9 orang berpredikat patuh dan 2
orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang pendapatannya lebih dari 1.500.000
sebanyak 2 orang dan semuanya berpredikat patuh.
Kepatuhan perawat terhadap prosedur perawatan luka post operasi diukur melalui observasi pada
saat responden melakukan tindakan perawatan luka post operasi. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa dari 30 orang responden, 25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang
(16,7 %) berpredikat tidak patuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Menurut Katz dan Green (1992) dalam Akrodhana (2004), beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan, motivasi, masa kerja, latar
belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan, serta kejelasan prosedur. Berdasarkan observasi
yang dilakukan oleh peneliti faktor yang dimungkinkan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
responden adalah kurang tersedianya fasilitas atau peralatan dan kejelasan prosedur karena
menurut peneliti protap yang sudah ada perlu dilakukan perbaikan.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tidak ada kecenderungan antara umur dengan tingkat kepa-tuhan perawat dalam
pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Tidak ada
kecenderungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepa-tuhan perawat dalam pelaksanaan
prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Perawat dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih patuh diban-dingkan
dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dalam pelaksanaan prosedur perawatan
luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Tidak ada kecen-derungan antara lama
kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pe-laksanaan prosedur perawatan luka post
operasi di RSUD Dr. H. Soe-wondo Kendal. Perawat yang mengi-kuti pelatihan akan
mempunyai ke-cenderungan lebih patuh dibanding-kan dengan perawat yang tidak mengikuti
pelatihan dalam pelaksa-naan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Secara umum bahwa pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal sebagian besar berpredikat patuh hal ini berdasarkan hasil penelitian yaitu dari
30 responden, 25 orang (83,3 %) ber-predikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak
patuh.

Saran

Bagi perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam


perawatan luka post operasi melalui belajar mandiri, pelatihan ataupun seminar yang terkait
karena bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas minimal memenuhi standar yang
ditetapkan
Bagi rumah sakit perlu untuk mengadakan pelatihan dan penilaian ketrampilan tentang
pera-watan luka kepada perawatnya.
Bagi penelitian berikutnya agar dapat melakukan penelitian ten-tang hubungan
perawatan luka de-ngan infeksi luka post operasi dan faktor–faktor yang mempengaruhi
kepatuhan perawat dalam pelaksa-naan prosedur perawatan luka post operasi
DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. G. (2001). ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Arga :
Jakarta

Akrodhana, N. A., (2004). Kepatuhan Petugas Dalam Melaksanakan Prosedur Tetap Menjahit Luka di
Unit Gawat Darurat RSUD Kabupaten Sleman. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK.
Yogyakarta. UGM

Alimul, A. (2003). Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Ardine, A. (2005). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan Melaksanakan Protap
Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi
(tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta : UGM

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Bachsinar, B. (1996). Bedah Minor. Editor : Jonathan Oswari. Jakarta : Hipocrates

Carpenito, L. J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC

Cooper, D. R., dan Emory, C. W. (1996). Metode Penelitian Bisnis. Alih bahasa : Ellen Gunawan. Jakarta
: Erlangga

Daftar Ketenagaan Bidang Pelayanan Keperawatan Badan RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. (2006)

Dep. Kes. (1998). Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jendral
Pelayanan Medik. Jakarta

Ellis, J.R., Nowlis, A.E., & Bentz, M.P. (1996). Modules for basic Nursing Skill. Sixth edition.
Philadelphia : Lippincott

Handayani, T. (2005). Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan
Protap Pemasangan dan Dressing Kateter Uretra di Bangsal Rawat Inap RSUO Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta : UGM

Harrison. (1999). Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC

Long, B. C., (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa :
YIAPK Pajajaran Bandung. Bandung : YIAPK

Machfoedz, Ircham. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta : Fitramaya
Manullang, M. (1999). Pengantar Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Ghalia

Mardalis. (2003). Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara

Muchlas, M. (1999). Perilaku Organisasi. Jilid 1. Program Pendidikan Pasca Sarjana. MMR UGM

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi empat. Alih bahasa
: Renata Komalasari. Jakarta : EGC

Sabiston, C. D., (1995). Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Andrianto, P., Timan. Jakarta : EGC

Schaffer, S.D., Garzon, Heroux, & Korniewicz. (2000). Pencegahan Infeksi & Praktik yang Aman. Alih
bahasa : Setiawan. Jakarta : EGC

Siswosudarmo, R. (2001). Infeksi Nosokomial Masalah Besar. Redneved 18 Juli 2001. dari http://www.
suaramerdeka. com/harian/0107/05/dar 22. htm

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wd. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo

Smith, S. F., Duell, D. J., dan Martin, B. C. (2000). Clinical Nursing Skills : Basic to Advanced Skills.
Fifth edition. New Jersey : Prentice Hall

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta

Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Jakarta : Sagung Seto

Team akreditasi. (1998). Prosedur Tetap Keperawatan. RSUD Dr. H. Soewondo Kabupaten Dati II
Kendal

Wahyuni, A., (2003). Hubungan antara Karakteristik perawat dengan Motivasi Perawat dalam
Menerapkan Komunikasi Terapeutik pada Klien di Rumah Sakit Islam Kendal. Skripsi (tidak
deterbitkan). PSIK – FK Semarang. UNDIP

Walidan, N. S., (2002). Penerapan Teknik Aseptik pada Perawatan Luka Pasca Bedah di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta. UGM
HUBUNGAN SENAM DIABETES MELLITUS DENGAN (DM) KESTABILAN GULA
DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD
KABUPATEN KENDAL

SULASTRI
Dosen AKPER Muhammadiyah Kendal

ABSTRAK

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya
kenaikan glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Sampai saat ini Indonesia memiliki angka
kekerapan kejadian diabetes mellitus antara 1,5 sampai dengan 2,3%.
Penelitian ini menganalisa hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah
pada penderita diabetes mellitus rawat jalan RSUD Kabupaten Kendal dengan desain penelitian
deskriptif korelasi, dengan pendekatan cross sectional, dengan sampel sebanyak 8 orang
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan teknik purposive sampling.
Karakteristik responden, seluruhnya merupakan usia lanjut (50-69 tahun) dengan usia rata-rata
58,8 tahun, 66,67 % dari responden teratur melakukan senam DM, 55,56% dari responden stabil
gula darahnya . Hasil uji Chi Kuadrat 3 kali pengukuran kadar gula darah sesudah senam
diabetes mellitus dan kuesioner pelaksanaan keteraturan senam DM didapatkan, ρ value < α
dimana α = 0,05. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara senam DM dengan
kestabilan gula darah.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara senam diabetes mellitus
(DM) dengan kestabilan gula darah. Diharapkan klub senam diabetes mellitus (DM)
mensosialisasikan program ini kepada warga masyarakat luas dan menambah jadwal senam di
sore hari supaya tidak hanya PNS saja yang dapat mengikuti program ini tetapi juga warga
masyarakat secara umum.

Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan memiliki perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010 “.(1)
Salah satu misi yang ditetapkan untuk mencapai Visi Indonesia Sehat 2010 adalah
mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, termasuk pada pola makan
dan gaya hidup. Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke
penyakit degeneratif yakni penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan stroke.
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya
kenaikan glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-
abad sebelum masehi. Papyrus Ebers di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya
penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing. Kemudian Celsus atau Paracelsus kurang lebih 30
tahun SM juga menemukan penyakit ini. Namun baru 200 tahun kemudian, Aretaeus,
menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyakit ini diabetes dari kata “diabere“ yang
berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Aretaeus
menggambarkan penyakit ini sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urine. (2)
Prevalensi diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) di negara barat  10% dari
diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI). Dari angka prevalensi berbagai negara
tampak bahwa makin jauh letaknya suatu negara dari katulistiwa makin tinggi prevalensi DMTI-
nya. Ini bisa dilihat pada angka-angka berbagai prevalensi DMTI di Eropa. Di bagian utara
Eropa, misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi DMTI-nya merupakan yang tertinggi
di dunia, sedangkan di daerah bagian selatan Eropa misalnya di Malta sangat jarang. (2)
Menurut sebuah penelitian yang telah dilaksanakan, sampai saat ini Indonesia memiliki
angka kekerapan kejadian diabetes mellitus antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado
yang agak tinggi yaitu sebesar 6%. Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta,
kekerapan diabetes mellitus di daerah sub-urban yaitu Depok adalah sekitar 12,8 %, sedangkan
di daerah rural yang dilakukan oleh Agusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat angka itu hanya
1,1%. Angka ini masih lebih besar dari sebuah daerah terpencil di Tanah Toraja yaitu hanya
sekitar 0,8%. Di sini lebih jelas ada perbedaan yang mencolok antara daerah urban dengan rural,
hal ini kemungkinan besar adalah terkait adanya perbedaan gaya hidup antara kedua macam
kelompok masyarakat tersebut. (2)
Perubahan gaya hidup merupakan penyebab utama terjadinya diabetes mellitus di era
globalisasi. Diantara perubahan gaya hidup yang menonjol adalah tingginya konsumsi makanan
gaya barat, gaya hidup stress dan kebiasaan hidup minim gerak. Zimmet menggunakan istilah
“Nintendoisme ” untuk mengungkapkan banyaknya anak-anak yang lebih suka duduk di depan
televisi dan komputer daripada menghabiskan waktu diluar rumah, dibandingkan generasi
sebelumnya. (5)
Jenis olahraga yang baik untuk diabetese adalah olahraga yang memperbaiki jasmani
Senam aerobic yang lebih dikenal dengan senam DM merupakan salah satu olahraga yang
dianjurkan bagi penderita DM karena dapat menaikkan reseptor-reseptor insulin pada sel-sel
tubuh, sehingga efektifitas pemanfaatan glukosa sebagai sumber energi juga meningkat. Selain
kenaikkan kepekaan reseptor-reseptor sel perifer, pemanfaatan glukosa juga menjadi lebih baik,
karena peredaran darah sewaktu melakukan senam DM menjadi lebih intensif. Juga perubahan
kadar calsium (Ca) dalam sel-sel perifer akan meningkatkan pemanfaatan glukosa oleh sel-sel ini
sebagai sumber energi. Senam DM juga dapat menurunkan kadar glukosa darah akibat
pemakaian yang meningkat dan perbaikan dalam glikogenolisis, perbaikan ikatan insulin dengan
reseptornya, dan perbaikan pada sensitivitas insulin serta meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi. (5)

Latihan jasmani dalam wujud senam diabetes mellitus yang diselenggarakan oleh RSUD
Kendal bekerjasama dengan Persadia Kabupaten Kendal tersebut sampai saat ini belum pernah
dilakukan evaluasi . Melihat fenomena serta berbagai pendapat para ahli di atas serta adanya
realita yang ada di RSUD Kendal selama ini, belum pernah dilakukan suatu evaluasi terkait
manfaat senam diabetes mellitus (DM), maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu
“Apakah ada hubungan antara senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada
penderita diabetes mellitus (DM) rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal”.
Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi keteraturan pelaksanaan senam diabetes mellitus pada penderita rawat jalan
yang mengikuti senam diabetes mellitus di RSUD Kendal
b. Mengetahui kestabilan kadar gula darah pada penderita diabetese mellitus rawat jalan yang
mengikuti senam diabetes mellitus di RSUD Kabupaten Kendal
c. Menganalisis hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada
diabetese rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal.

Manfaat Penelitian
Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi
bagi penelitian berikutnya.
Bagi Manajemen RSUD Kendal
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak manajemen RSUD Kendal untuk memberikan
pelayanan yang bersifat holistik terhadap diabetese sebagai rehabilitasi.
Bagi Profesi Keperawatan
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan program profesi keperawatan.
Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan
kestabilan gula darah pada diabetese rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal dan dapat
memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama
menjalani proses perkuliahan.

Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat senam Diabetes Mellitus,
sehingga para diabetese dapat mengontrol glukosa darahnya dan dapat menjaga kesehatannya.

Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan glokosa darah akibat kekurangan insulin baik
(2)
absolute maupun relative. Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.(9) Diabetes mellitus adalah kelainan metabolic karbohidrat dimana glukosa darah
tidak dapat digunakan dengan baik sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. (10)
Diabetes mellitus dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi, diataranya adalah Diabetes
mellitus (DM) tipe I atau IDDM (Insulin Dependen Diabetes). Pada tipe ini sel beta pangkreas
mengalami kerusakan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem imun tubuh,
meningkatkan kerentangan sel beta terhadap virus atau sel beta mengalami degenerasi. Tipe 1
umumnya lebih sering ditemukan pada anak, dan sesuai dengan penyebabnya DM tipe 1
memerlukan suntikan insulin. Komplikasi yang sering menyertainya adalah gangguan pada
pembuluh darah dan syaraf .
Tipe lain dari klasifikasi diabetes mellitus adalah diabetes mellitus (DM) Tipe II atau
NIIDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus). Tipe ini ditandai oleh beberapa gangguan
metabolik seperti adanya gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan adanya penglepasan
glukosa hati yang berlebihan. Kegemukan merupakan factor utama penyebab timbulnya DM
tipe II.

Glukosa Darah
Glukosa dijumpai di dalam aliran darah (disebut kadar gula darah) dan berfungsi sebagai
penyedia energi bagi seluruh sel-sel dan jaringan tubuh. Pada keadaan fisiologis kadar gula darah
sekitar 80-120 mg%. Kadar gula darah dapat meningkat melebihi normal disebut hiperglikemia
bila hasil gula darah puasa lebih dari >126 mg% dan hasil gula darah sewaktu dan dua jam PP
lebih dari >200 mg%, keadaan ini dijumpai pada penderita diabetes mellitus. (11)

Kestabilan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus


Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti stabil adalah mantap, kukuh, tidak goyah;
sedang kestabilan adalah perihal (yang bersifat) stabil.(14) Pada orang normal, glukosa darah
dikatakan stabil bila glukosa darah puasa dibawah 110 mg/dl sedang glukosa darah 2 jam pp
dibawah 140 mg/dl. (5) Menurut Tim Vita Health gula darah dalam jangkauan normal adalah gula
darah puasa < 120 mg/dl, setelah makan < 200 mg/dl.(5)
Pada penyandang diabetes yang tidak terkendali ( tidak stabil ), latihan jasmani akan
menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal.
Pada suatu penelitian didapatkan bahwa penyandang diabetes yang tidak terkendali dengan
glukosa darah sekitar 332 mg/dl, latihan jasmani tidak menguntungkan malah berbahaya.
Keadaan ini diakibatkan oleh adanya peningkatan glukagon plasma dan kortisol, yang pada
akhirnya menyebabkan terbentuknya benda keton. (2)
Sebaiknya bila penyandang diabetes ingin melakukan latihan jasmani, kadar glukosa
darah tidak lebih dari 250 mg/dl. Bila kadar glukosa darah kurang dari 100 mg/ddl, sebaiknya
diberi karbohidrat sebelum dan selama olah raga untuk menghindari hypoglikemi.(2)
Faktor–Faktor yang mempengaruhi Glukosa Darah Pada DM Tipe II

1. Kelainan genetika
2. Usia
3. Gaya hidup
4. Pola makan yang salah

Penatalaksanaan DM Tipe II
Pilar utama pengelolaan diabetes mellitus antara lain perencanaan makan, latihan jasmani,
(2)
obat berkasiat hipoglikemik, dan penyuluhan. Diet yang tepat dan olah raga yang teratur
dapat mengurangi gejala diabetes tipe II, hingga taraf penderitanya tidak perlu lagi tergantung
pada obat.
Pada diabetese yang tidak suka latihan kebugaran, perlu dipikirkan tiga alasan yang baik
untuk mulai berolahraga demi kesehatan diabtese sendiri: Pertama, diet dengan tambahan olah
raga adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan berat badan dan menurunkan kadar gula
darah. Kedua, latihan yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol dan resiko anda
terkena penyakit jantung. Ketiga, dan yang paling penting, olah raga dapat memacu pengaktifan
produksi insulin dan membuat kerjanya menjadi lebih efisien. “olah raga dapat menolong
meningkatkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh, dan memperlancar pengangkutan glukosa,:
kata John Ivy, Ph.D., profesor dan direktur laboratorium kinesiologi pada University of Texas di
Austin. (17)

Beberapa tip yang perlu diperhatikan penyandang DM sebelum melakukan latihan jasmani
a. Untuk menghindari hipoglikemia lakukan latihan jasmani yang teratur, asupan makanan dan
cairan yang cukup serta pemakaian obat-obatan yang tepat/ sesuai.
b. Saat melakukan latihan jasmani sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, dengan intensitas
dan durasi yang sama. Bila hal ini tidak mungkin maka sebaiknya mengatur asupan makanannya,
misalnya bila kadar glukosa darah pada saat tersebut 100-180mg/dl maka dianjurkan makan
makanan tambahan 10-15gr, 15-30 menit sebelum melakukan latihan jasmani.
c. Bila kadar glukosa darah < 100mg/dl, dibutuhkan lebih banyak karbohidrat (25gr), sedangkan
bila kadar glukosa darah > 180mg/dl, tidak diperlukan karbohidrat.
d. Akibat efek latihan jasmani terhadap penggunaan insulin oleh sel tubuh, sebaiknya penyandang
DM tipe I mengurangi dosis insulin dan meningkatkan asupan makan mengawali latihan
jasmani.
e. Pada latihan jasmani yang lebih lama perlu asupan karbohidrat 10-15gr setiap 30 menit.
f. Latihan jasmani harus segera dihentikan pada awal ada gejala hipoglikemia
g. Lakukan pemeriksaan medis dan EKG sebelum memulai latihan jasmani
h. Program latihan jasmani disusun sesuai beratnya penyakit dan tingkat kebugaran.
Menurut Soegondo (2005, hlm.76) untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan
denyut nadi maksimal (MHR) yaitu 220-umur. Hal yang perlu diperhatikan setiap kali
melakukan olahraga adala
tahap-tahap (urutan kegiatan) berikut ini:
1) Pemanasan
Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk
mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti
menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi mendekati intensitas latihan. Selain itu
pemanasan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cidera akibat olahraga. Lama
pemanasan cukup 5-10 menit.
2) Latihan Inti
Pada tahap ini denyut nadi diusahakan mancapai THR (Target Heart Rate atau denyut
nadi target) agar benar-benar bermanfaat. Denyut nadi target ditentukan setelah didapatkan
denyut nadi maksimal. Misal intensitas latihan diprogramkan bagi diabetesi berumur 50 tahun
sebesar 60% maka THR= 60%x(220-50)=102. Sebaiknya THR tidak melebihi 102 kali per menit
bila THR lebih akan menimbulkan resiko yang tidak dingin
3) Pendinginan
Sebaiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah
terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot sesudah olahraga
atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif. Bila olahraga yang
dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit.

4) Peregangan
Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan lebih
elastis. Komponen ini lebih penting pada diabetisi usia lanjut. Pada saat diabetesi akan mengikuti
kegiatan olahraga sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat kebugaran serta kondisi metabolik dari diabetesi. Jika klien hanya
menderita diabetes mellitus (DM) tanpa adanya komplikasi, olahraga dapat dilakukan dan
diabetesi bisa memilih olahraga kesukaannya dengan memperhatikan hal-hal seperti olahraga.
Sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, teratur, dengan intensitas dan durasi yang sama
untuk mencegah terjadinya hipoglikemia

program latihan yang diharuskan bagi penderita diabetes adalah:


a) Continuous atau berkesinambungan .
b) Rhythmical atau berirama
c) Interval atau berselang seling
d) Proggresive
e) Endurance

Gerakan pada senam diabetes mellitus (DM) yaitu:

1. Latihan berdiri di atas jari-jari kaki: berdiri berpegangan punggung kursi, angkat dan
turunkan tubuh dengan berdiri diatas ujung jari kaki, ulangi sampai 20 kali.
2. Menekuk lutut: pegang punggung kursi dengan sebelah tangan, tekuk lutut dalam-dalam
dengan punggung tetap lurus, ulangi sebanyak 5 kali, lalu pada latihan berikutnya
tingkatkan pelan-pelan hingga menjadi 10 kali.
3. Menggoyang-goyangkan kaki: berdirilah dekat meja, tangan yang sebelah berpegangan
pada pinggir meja, satu kaki diletakkan di atas tumpukan buku tebal atau bangku pendek,
sehingga kaki yang lain menjadi tergantung, gerakan kaki yang tergantung itu ke depan
dan ke belakang sampai 10 kali, ganti kaki yang sebelahnya dengan membalik posisi
berpegangan pada meja.
4. Mendorong dinding: letakkan dua tangan di dinding, jauhkan letak kaki dari dinding
dengan kedua telapak kaki tetap menempel di lantai, tekuk kedua lengan 10 kali dengan
selalu menjaga agar punggung dan lutut tetap lurus dan tungkai tetap terangkat,
regangkan urat achilles (pada tumit kaki) dan otot betis, setiap kali menekuk lengan
pertahankan posisi tersebut selama 10 detik.

 Menggelindingkan bola dengan kaki: duduklah di atas kursi dengan punggung tegak,
kedua kaki diletakkan di atas bola, cengkeramlah bola dengan jari-jari kaki kemudian
lepaskan cengkeramnya, ulangi beberapa kali untuk setiap kaki, latihan ini dapat
dilakukan sambil membaca koran atau menonton televisi.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross
sectional. Studi korelasi pada hakikatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara
dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek.(20) Rancangan cross sectional
merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran /pengamatan pada saat
bersamaan (sekali waktu ) antara factor resiko/paparan dan penyakit.(20)

Populasi dan Sempel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti.(20) Populasi dalam
penelitian ini adalah semua diabetese di klub senam diabetes mellitus (DM) rawat jalan RSUD
Kendal yang berjumlah 60 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi.(20) Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota klub senam yang menderita
diabetes mellitus tipe 2 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling,
yaitu cara pengambilan sample untuk tujuan tertentu.(21) Pada penelitian ini kriteria penelitian
sampel dibagi menjadi dua yaitu:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penilaian ini adalah :
1) Peserta senam / aerobik yang bersedia menjadi responden
2) Peserta yang menderita diabetes mellitus tipe II
3) Umur 50 tahun ke atas
4) Bersedia dan mampu mengikuti senam DM / aerobik
5) Telah melakukan senam DM / aerobik secara baik dan benar
6) Peserta yang selalu periksa ke layanan kesehatan dan minum obat secara teratur
7) Peserta yang telah medapatkan layanan konsultasi gizi dan melakukan diit secara teratur
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Bukan penderita DM tipe II
2) Umur di bawah 50 tahun
3) Tidak mampu mengikuti senam DM / aerobik secara teratur, disebabkan cacat fisik atau ada
gangguan lain
4) Olahraga yang dilakukan penderita tidak bersifat aerobik

Uji Validitas
Hasil uji validitas pada kuesiner yang digunakan untuk mengukur keteraturan senam DM
didapatkan validitas item seluruhnya berkisar antara 0,362 - 0,975. Dari uji coba tersebut
terdapat 1 item pertanyaan tidak valid yaitu pertanyaan nomor 4 karena mempunyai nilai r
kurang dari 0,532. Kemudian dilakukan analisis lagi dengan mengeluarkan pertanyaan yang
tidak valid, sehingga didapatkan 6 pertanyaan yang dinyatakan sahih atau reliabel.
Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas menggunakan uji statistik Alpha Cronbach, dari 6 pertanyaan
yang valid didapatkan r hasil 0,941 lebih besar dari α 0,6 yang berarti bahwa ke enam
pertanyaan tersebut reliable untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
Etika Penelitian meliputi:
1. Informed consent
2. Anomity
3. Confidentiality (kerahasiaan)

HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Univariat
Kestabilan Gula Darah Responden
Hasil analisis kestabilan gula darah responden setelah melakukan senam DM dapat dilihat
dalam tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2
Analisis Data Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Di Klub Senam DM RSUD Kendal
Bulan Febuari 2008
Standar Nilai Nilai
Variabel Modus
Mean Median Deviasi Min max

Gula
146,26 150,33 - 49,59 73,33 218
Darah

Dari analisis data diatas didapatkan nilai rata-rata gula darah responden 146,26 mg/dl,
median 150,33 mg/dl, modus tidak ada, standar deviasi 49,59 mg/dl. Nilai minimal 73,33, nilai
masimal 218 mg/dl. Jadi rata-rata gula darah responden adalah 146,26 yang berarti gula darah
tersebut stabil.

Keteraturan Senam DM.


Distribusi frekuensi keteraturan pelaksanaan senam DM responden secara jelas dapat
dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keteraturan Senam DM di Klub Senam DM RSUD
Kabupaten Kendal Bulan Febuari 2008
Keteraturan Frekuensi Prosentase
Senam DM (%)
Teratur 6 66,67
Tidak 3 33,33
Teratur
Total 9 100,00

Dalam tabel 4.3 diatas dari 9 orang responden diketahui 6 responden (66,67%)
melakukan senam DM secara teratur, sedang 3 responden lainnya (33,33%) tidak teratur dalam
melakukan senam DM.

Analisis Bivariat
Penelitian hubungan senam diabetes mellitus dengan kestabilan gula darah pada
penderita Diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal telah dilakukan pada bulan
Febuari 2010, sebanyak 3 kali pengukuran gula darah responden dan penyebaran kuesioner
untuk mengetahui keteraturan responden dalam melakukan senam DM. Untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan yang signifikan antara senam DM dengan kestabilan gula darah
responden dapat dilihat dalam pembahasan pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4.
Hubungan senam diabetes mellitus dengan kestabilan gula darah pada penderita Diabetes
melitus rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal, pada bulan Febuari 2008.

Gula Darah
Jumlah
Senam DM Tidak Stabil Stabil ρ Value
n % n % n %

Tidak 3 100, 0 0,0 3 100,


Teratur
1 16,7 5 83,3 6 100,
Teratur
0,048
Jumlah
4 44,4 5 55,6 9 100,

Berdasarkan uji Chi square dengan menggunakan Fisher Exact test diperoleh nilai ρ =
0,048. Dengan hasil uji Fisher Exact didapatkan ρ value < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ
value < 0,05 , hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan
antara senam DM dengan kestabilan gula darah.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 9 responden peserta senam diabetes mellitus (DM),
responden termuda berusia 50 tahun dan tertua berusia 69 tahun dengan rata-rata umur
responden 58,8 tahun. diketahui dari 9 responden, 5 responden (55,56%) stabil gula darahnya
sedang 4 diantaranya tidak stabil gula darahnya dengan rincian 1 responden (11,11%) dibawah
angka 80 mg/dl dan 3 responden (33,33%) diatas 180 mg/dl. 6 responden (66,67%) melakukan
senam DM secara teratur, sedang 3 responden lainnya (33,33%) tidak teratur dalam
melakukan senam DM. dari 6 responden yang melakukan senam DM secara teratur, 5 responden
(83,3%) diantaranya stabil gula darahnya hanya 1 responden (16,7%) yang tidak stabil gula
darahnya, sedangkan dari 3 responden yang tidak teratur dalam melakukan senam DM tidak ada
yang stabil gula darahnya. Berdasarkan hasil analisa bivariat kadar gula darah responden peserta
senam di Klub Senam Diabetes Mellitus (DM) RSUD Kendal dengan menggunakan uji Fisher
Exact didapatkan ρ value 0,048 < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ value < 0,05, hal ini
menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara senam DM
dengan kestabilan gula darah.
Pada penelitian ini digunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross Sectional yang merupakan jenis penelitian tanpa adanya kelompok pembanding (kontrol).
Dengan tidak adanya kelompok pembanding dalam penelitian ini, maka tidak dapat
membandingkan kadar gula darah antara yang tidak mengikuti senam diabetes mellitus (DM)
dengan yang mengikuti senam.
KESIMPULAN
Hasil penelitian hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah
pada penderita diabetes mellitus (DM) rawat jalan di klub senam RSUD Kabupaten Kendal dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Responden peserta senam diabetes mellitus (DM), berusia 50 tahun keatas dengan rata-rata
umur responden 58,8 tahun.
2. Responden peserta senam DM sebagian besar (55,56%) stabil gula darahnya dengan rata-rata
146,26 mg/dl.
3. Responden peserta senam DM sebagian besar (66,67%) telah melakukan senam secara teratur
(3-4 kali seminggu) dengan rata-rata 3,33 kali seminggu .
4. Terdapat hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah sesudah melakukan senam
diabetes mellitus (DM) pada taraf signifikansi 5%

Saran-saran
1. Untuk kepentingan Klub Senam diabetes mellitus (DM) RSUD Kendal
Berdasarkan kesim-pulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada pengurus dan peserta
Senam diabetes mellitus (DM) untuk mela-kukan senam DM secara benar dan teratur 3-4 kali
semingg agar tetap stabil gula darahnya, mensosialisakan program senam kepada masyarakat
luas, sehingga peserta senam dapat diting-katkan. Selain itu dapat membantu menyediakan fasi-
litas dan pelayanan kepada diabetese untuk menjaga kadar glukosa darahnya dan mengurangi
ketergantungan pada obat-obatan serta menciptakan kualitas keseha-tan yang lebih baik.

2. Untuk kepentingan keilmuan


Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjut-nya dengan
mengikutser-takan variabel-variabel lain yang mungkin mempenga-ruhi kadar glukosa darah
pada diabetese.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2003.

Soegondo, S. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005.

Lampung Post. Wabah Diabetes Ancam Asia, htpp://www.lampungpost.com.. Diperoleh tanggal 20


Nopember 2007.
http://health-Irc. Or. Id

Vitahelth. Diabetes, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2006.

Syaifullah, Noer. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI Edisi III, Jakarta, 1996

Iqbal Mubarak, Wahit dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan komunitas, CV Sagung Seto, Jakarta 2006

Smeltzer,Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2001

Sudoyo,Aru W. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006.

Wiyanti,A&BertRatulangi,B.http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm

Rusdiyanto. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia,


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta, 2006

HalomoanHutagalung.Karbohidrat,File://F:/karbohidrat%20Dr%20Halomoan%20Hutagalung%20Bagi
n%20Fakultas kedokteran Undip,Diperoleh 09/12/2007

Moerdowo,RM. Spektrum DiabetesMellitus, Djambatan Jakarta, Jakarta,1989

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005

Mansyur, Arif . Kapita Selekta Kedokteran, FKUI Edisi III, Jakarta, 2001

Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe -2 di Indonesia, Jakarta, 2006.

Sustrani, dkk. Senam Diabetes Mellitus, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2006

C Ronald Kahn. Joslin’s Diabetes Mellitus : 14th Edition, A Wolters Kluwer Company, 2005

Santoso, Mardi. Senam DM. Persadia DKI Jakarta. (audio), 2007

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta,2005.


Aziz Alimul H. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Salemba Medika,
Jakarta, 2007

Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2009

.Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Edisi 1 Cet 7. Bumi Aksara, Jakarta, 2004.
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN
PASIEN PRE OPERASI DI RUANG RAWAT INAP
RSI KENDAL

Oleh. YULIA ARDIYANTI

ABSTRACT

THE CORELATION FACTORS OF THE CLASS ANXIOUSNESS FOR PRE


SURGICAL OPERATION PATIENT IN TREATMENT ROOM OF HOSPITAL ISLAM
KENDAL

The anxiousness defines a confuseness,a worriness for future situation without any clear
reasons, and it is related to unsure emotion and powerless. The main reasons is still unreveal,
however based on the writer’s predispotition, it can be concuded that : There are factors which
influence the class of anxiousness for pre surgical operation patient. The aim of this research is
to investigate : there are correlation between age, gender, education and earnings with the class
of anxiousness for pre surgical operation patient.
This is a descriptive analyze research, and uses a cross sectional design research. Beside
that, the writer also uses a chi – square test to gender and spearman’s rho test for education, age
and earnings. The object of this research is all of pre surgical operation patient in treatment room
og general hospital Islam Kendal since Nopember 26 to December 27, 2008. in doing this
research, the writer uses 97 people as sample, and in supporting this ata the writer giver a
questioner to every respondent directly.
The result of this research shows that there are significant correlation between age,
gender, education, and earnings with the class of anxiousness for pre surgical operation patient.
The class of anxiousness for pre surgical operation patient in general hospital Islam Kendal is
low because about 49 responden only or 50,5 %.

erence : 12 (1997-2004)
e key word : age, education, gender, earnings, the class of anxiousness for pre surgical operation patient.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan suatu reaksi emosional

tertentu pasien, reaksi tersebut jelas atau tersembunyi. Anxietas pre operatif perupakan suatu

respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman

terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau bahkan kehidupan itu sendiri (Brunner &

Suddarth, 2002).

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara

invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat,

1997).

Pasien pre operatif dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anetesia, takut

terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan dan takut tentang deformitas atau

ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau anxietas. Selain

ketakutan-ketakutan tersebut pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial,

tanggung jawab terhdap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan prognosa yang

buruk atau probabilitas kecacatan dimasa yang akan datang dan ancaman ketidakmampuan

permanen yang lebih jauh, hal ini memperberat ketegangan emosional yang sangat hebat yang

diciptakan oleh prospek pembedahan. Adanya respon psikologis yang muncul pada pasien pre

operasi akan diikuti dengan respon fisiologis, seperti ; nadi cepat, peningkatan tekanan darah,

peningkatan pernafasan, dilatasi pupil, mulut kering, telapak tangan basah dan gelisah (Brunner

& Suddarth, 2002).

Menurut Susilawati. Et al (2005) kecemasan adalah kebingunan, kekhawatiran pada suatu

yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak

menentu dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang

tidak meyenangkan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha

memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat disebabkan

karena adanya suatu ancaman terhadap integritas biologis, konsep diri dan harga diri. Respon

terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.

Adanya kecemasan yang dialami oleh pasien pre operasi akan memberikan pengaruh

dalam penyembuhan luka post operasi. Pasien yang mengalami kecemasan akan sedikit

melakukan mobilisasi sehingga proses penyembuhan luka operasi akan mengalami hambatan.

Sedangkan pasien yang telah mempunyai pengetahuan sehingga tidak mengalami kecemasan

atau berupa kecemasan ringan akan melakukan mobilisasi sehingga mempercepat penyembuhan

luka operasi.

Kasus pembedahan, berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSI Kendal dari bulan Juli –

September 2008 terdapat 254 kasus pembedahan dengan rincian operasi besar 126 kasus, operasi

sedang 76 kasus dan operasi kecil 52 kasus. (Rekam Medik RSI Kendal).

Dari hasil observasi terhadap pasian yang akan menjalani operasi, pasien dihantui adanya

rasa kecemasan dan disertai dengan kemauan untuk penolakan tindakan pembedahan tersebut

dan keinginan untuk mencari alternatif tindakan yang lain, walaupun sebelumnya pasien sudah

diberitahu tentang prosedur persiapan operasi yang harus dijalani. Dari fenomena inilah yang

membuat penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai bahan penelitian.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat dianggat adalah

“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang

rawat inap RSI Kendal ?”


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

c. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan umur.

d. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan jenis kelamin.

e. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi terhadap status pendidikan.

f. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan tingkat sosial ekonomi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi serta sebagai pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Bagi Profesi

Dapat menambah pengeta-huan tentang tingkat kece-masan pada pasien pre operasi dan untuk

memper-timbangkan dalam membe-rikan intervensi pada pasien pre operasi yang mengalami

kecemasan sesuai tingkat kecemasannya.

3. Bagi Pengembangan Pendidikan Keperawatan


Berguna sebagai wacana ilmiah dan sumber penge-tahuan dalam modifikasi pelaksanaan rencana

asuhan pada pasien pre operasi untuk meminimalkan rasa kecema-san menjelang operasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Karakteristik Individu :

1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat Pendidikan
4. Sosial ekonomi

Variabel Independen Variabel Dependen

B. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan non-eksperimen dengan desain penelitian deskriptif analitik melalui

pendekatan cross sectional, yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran /

pengamatan pada saat bersamaan (Alimul, 2003).

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi adalah kum-pulan individu yang akan diukur atau diamati cirinya. Dalam

penelitian ini yang menjadi populasi adalah se-mua pasien pre operasi di RSI.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Arikunto, 1998). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien pre

operasi di RSI Kendal. Pengambilan sampel yang digunakan adalah secara total populasi.

3. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien yang akan menjalani operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

b. Pasien berusia lebih dari 12 tahun.

c. Pasien yang bersedia menjadi responden.

4. Kriteria Eksklusi
a. Pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.

b. Pasien tuli dan tidak bisa bicara.

c. Pasien yang tidak bisa baca tulis

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat
Tempat yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di RSI Kendal

2. Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan bulan Nopember – Desember 2008

E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran

No. Variabel Definisi Kategori Skala


1. Umur Usia pasien pada 13-21 tahun Ordinal
saat penelitian yang 22-40 tahun
diyatakan dalam 41-56 tahun
tahun >56 tahun
2. Jenis Kelamin Ciri seks kelamin Laki-laki Nominal
primer Perempuan
3. Pendidikan Tingkat pendidikan SD Ordinal
formal yang pernah SMP
diikuti pasien SMA
D3
S1
4. Sosial ekonomi Jumlah pendapatan Rendah Ordinal
pasien selama 1 (< 500.000)
bulan
Sedang
(500.000 s/d
1.000.000)
Tinggi
(> 1.000.000)
5. Tingkat Kecemasan Respon psikologik Ringan Ordinal
terhadap stress Sedang
yang mengandung Berat
komponen fisiologi Panik
dan psikologi

F. Alat penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat Penelitian

Penelitian ini menggu-nakan kuesioner sebagai alat penelitiannya. Kuesioner adalah

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden.

Metode kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner langsung,

kelebihan metode ini adalah memudahkan responden untuk menjawab pertanyaan, karena tinggal

memilih jawaban yang sesuai dengan keadaannya.

2. Cara Pengumpulan data

Cara pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematis standar untuk memperoleh

data yang diperlukan, hal ini berguna untuk memecahkan masalah (Arikunto, 1998).

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Peneliti mengajukan ijin pada Direktur RSI Kendal untuk mengadakan penelitian.

b. kemudian peneliti menga-dakan pedekatan dengan responden agar calon res-ponden bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini dan menandatangani surat persetujuan menjadi

responden.
c. Peneliti memberi penjela-san kepada responden ten-tang tujuan penelitian ini.

d. Responden diberi kuesi-oner untuk diisi sesuai de-ngan petunjuk yang telah diberikan, responden

dia-rahkan supaya mengisi semua pertanyaan yang ada dan apabila telah selesai dikembalikan

kepada peneliti.

e. Setelah semua kuesioner terkumpul, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisa data.

G. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data

1. Tehnik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing
Editing adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui, dengan cara peneliti

melakukan pengecekan kelengkapan data-data yang ada, jika ditemui data yang salah

pengisiannya maka data tidak dipergunakan.

b. Coding
Teknik ini dilaku-kan dengan memberikan tanda-tanda pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, selan-jutnya dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk

memudahkan pengolahan.

c. Tabulating
Sebelum data dike-lompokkan menurut kate-gori yang telah ditentukan, selanjutnya

ditabulasikan dengan melakukan penen-tuan data, sehingga dipero-leh frekuensi dari masing-

masing variabel penelitian. Kemudian memindahkan data ke dalam tabel-tabel yang sesuai

dengan kriteria.

2. Teknik Analisa Data

a. Analisis univariat.
Tehnik analisa data yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah analisis uni-variat yang
dilakukan ter-hadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002).
b. Analisis bivariat.
Analisis bivariat yang dila-kukan terhadap dua varia-bel yang juga berhubungan atau berkorelasi.
Pengola-han data menggunakan computer dengan SPSS ver.11
Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas data. Hasil uji normalitas data
menunjuk-kan bahwa data terdis-tribusi tidak normal se-hingga uji korelasi meng-gunakan
Spearman’s.
Ha diterima jika p value < 0,05, dan Ha di tolak jika p value > 0,05.
H. Etika Penelitian

Menurut Alimul (2003), masalah etika dalam penelitian keperawatn meliputi :

1. Informed consent (Lembar persetujuan penelitian)

Adanya persetujuan antara peneliti dengan respon-den, peneliti memberi-kan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dengan tujuan subyek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subyek ber-sedia maka mereka harus

menandatangani lembar perse-tujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak pasien.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti tidak memberi-kan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data..

3. Kerahasiaan (convidentiality)

Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tersebut yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Analisis Univariate

1. Umur responden

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Frekuensi Persentase


13-21 tahun 9 9,3
22-40 tahun 43 44,3
41-56 tahun 31 32,0
>56 tahun 14 14,4

Total 97 100

Dari tabel 1 tampak bahwa sebagian besar responden mempunyai rentang umur 22-40

tahun yaitu 43 responden atau 44,3 %, umur 41-56 tahun sebesar 31 responden atau 32 %, umur

> 56 tahun sebesar 14 responden atau 14,4 % dan umur 13 – 21 tahun sebesar 9 responden atau

9,3 %.

2. Jenis Kelamin Responden

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Frekuensi Persentase


Kelamin
Laki-laki 55 56,7
Perempuan 42 43,3
Total 97 100

Dari tabel 2 menunjukkan bahwa, sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 55

responden atau 56,7 % dan perempuan sebesar 42 responden atau 43,3 %.

3. Pendidikan Terakhir

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Frekuensi %
Terakhir
SD 35 36,1
SMP 13 13,4
SMA 32 33,0
D3 14 14,4
S1 3 3,1
Total 97 100

Dari tabel 3 tampak bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD

yaitu 35 responden atau 36,1 %, SMA 32 responden atau 33 %, D3 sebanyak 14 responden atau

14,4 %, SMP sebanyak 13 responden atau 13,4 % dan S1 sebanyak 3 responden atau 3,1 %.

4. Sosial Ekonomi Responden

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi (Pendapatan)

Pendapatan Frekuensi %
Rendah (< 500.000) 55 56,7
Sedang (500.000 s/d 28 28,9
1.000.000) 14 14,4
Tinggi (> 1.000.000)
Total 97 100

Dari tabel 4 tampak bahwa sebagian besar res-ponden mempunyai tingkat pendapatan

perbulan yang rendah (< Rp 500.000) yaitu sebesar 55 responden atau 56,7 %, pendapatan

sedang 28 responden atau 28,9 % dan pendapatan tinggi sebanyak 14 responden atau 14,4 %.

5. Tingkat Kecemasan

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Tkt Kecemasan Frekuensi %


Ringan 49 50,5
Sedang 39 40,2
Berat 8 8,2
Panik 1 1,0
Total 97 100

Dari tabel 5 tampak bahwa sebagian besar res-ponden mempunyai tingkat kecemasan

ringan yaitu 49 responden atau 50,5 %, tingkat kecemasan sedang 39 responden atau 40,2 %,

tingkat kecemasan berat 8 responden atau 8,2 % dan panic sebanyak 1 responden atau 1 %.

B. Hasil Analisis Bivariate

1. Hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

Tabel. 6 Distribusi frekuensi tentang hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di
ruang rawat inap RSI Kendal

Umur Tingkat Kecemasan P


(tahun) Ringan Sedang Berat Panik value
Total
n % n % n % n % n %
13 – 21 1 1,0 4 4,1 3 3,1 1 1,0 9 9,3 0,004
22 – 40 21 21,6 19 19,6 3 3,1 - - 43 44,3
41 – 56 17 17,5 12 12,4 2 2,1 - - 31 32
> 56 10 10,3 4 4,1 - - - - 14 14,4
Jumlah 49 50,4 39 40,2 8 8,2 1 1,0 97 100

Dari table 6, menun-jukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami tingkat

kecemasan ringan berumur 22 – 40 tahun sebesar 21 responden (21,6 %), umur 41 – 56 tahun

sebesar 17 responden (17,5 %), umur > 56 tahun sebanyak 10 responden (10,3 %) dan umur 13 –

21 tahun sebanyak 1 responden (1,0 %).. Respon-den yang mengalami kecema-san sedang

sebagian besar berumur 22 – 40 tahun seba-nyak 19 responden (19,6 %), yang berumur 41 – 56

tahun sebanyak 12 responden (12,4 %), yang berumur 13 – 21 tahun dan > 56 tahun masing-

masing 4 responden (4,1 %). Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat berumur 13 –

21 tahun dan 22 – 40 tahun masing-masing 3 responden (3,1 %). Sedangkan responden yang

mengalami tingkat kecemasan panic berumur 13 – 21 tahun hanya 1 responden (1,0 %).

Bila dilihat dengan statistic hubungan antara umur respon-den dengan tingkat kecemasan pre

operasi didapatkan p value 0,004. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05 berarti ada

hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

2. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI

Kendal

Tabel. 7 Distribusi frekuensi tentang hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di ruang rawat inap RSI
Kendal
Jenis kelamin Tingkat Kecemasan P
Ringan Sedang Berat Panik value
Total
n % N % n % n % n %
Laki-laki 35 36,1 19 19,6 1 1 - - 55 56,7 0,003
Perempuan 14 14,4 20 20,6 7 7,2 1 1,0 42 43,3
Jumlah 49 50,5 39 40,2 8 8,2 1 1,0 97 100
Berdasarkan table 7, menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan sebagian besar

dialami oleh responden laki-laki sebanyak 35 responden (36, 1 % ), pada responden wanita

sebanyak 14 responden (14,4 %). Tingkat kecemasan sedang pada responden perempuan lebih

besar yaitu 20 responden (20,6 %), responden laki-laki sebanyak 19 responden (19,6 %). Tingkat

kecemasan berat pada responden perempuan sebanyak 7 responden (7,2 %), pada responden laki-

laki sebanyak 1 responden (1,0 %). Sedangkan tingkat kecemasan panic dialami oleh responden

perempuan sebanyak 1 responden (1,0 %).

Bila dilihat dengan statistic hubungan antara jenis kelamin responden dengan tingkat

kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,003. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05

berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre

operasi.

3. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap

RSI Kendal

Tabel. 8 Distribusi frekuensi tentang hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

Tingkat Kecemasan P
Ringan Sedang Berat Panik value
Pendidikan Total
N % n % n % n % n %
SD 8 8,2 19 19,6 7 7,2 1 1,0 35 36,1 0,000
SMP 8 8,2 5 5,2 - - - - 13 13,4
SMA 21 21,6 11 11,3 - - - - 32 33
D3 11 11,3 2 2,1 1 1,0 - - 14 14,4
S1 1 1 2 2,1 - - - - 3 3,1
Jumlah 49 50,5 39 40,2 8 8,2 1 1,0 97 100
Berdasarkan table 8, menunjukkan bahwa respon-den yang mengalami tingkat kecemasan

ringan dengan pendidikan SMA sebanyak 21 responden (21,6 %), pendi-dikan D3 sebanyak 11

responden (11,3 %), pendidikan SMP dan SD masing-masing 8 responden (8,2 %). Tingkat

kecemasan sedang dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 19 responden (19,6 %), pendidikan

SMA 11 responden (11,3 %), pendidikan SMP 5 responden (5,2 %) dan pendidikan D3 dan S1

masing-masing 2 responden (2,1 %).

Hasil analisis statistic berkaitan dengan hubungan antara tingkat pendidikan responden

dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa p

value < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi.

3. Hubungan social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat

inap RSI Kendal

Tabel. 9 Distribusi frekuensi tentang hubungan social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

Tingkat social Tingkat Kecemasan P


ekonomi Ringan Sedang Berat Panik value
Total
n % n % n % n % n %
Rendah 20 20,6 27 27,8 7 7,2 1 1,0 55 56,7 0,001
Sedang 18 18,6 10 10,3 - - - - 28 28,9
Tinggi 11 11,3 2 2,1 1 1 - - 14 14,4
Jumlah 49 50,5 39 40,2 8 8,2 1 1,0 97 100

Dari table 9, menun-jukkan bahwa responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan

dengan tingkat social ekonomi rendah sebanyak 20 responden (20,6 %), tingkat social ekonomi

sedang seba-nyak 18 responden (18,6 %), tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 11 responden

(11,3 %). Tingkat kecemasan sedang pada responden dengan tingkat social ekonomi rendah

seba-nyak 27 responden (27,8 %), tingkat social ekonomi sedang sebanyak 10 responden (10,3

%) dan tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 2 responden (2,1 %). Tingkat kecemasan berat

pada responden dengan social ekonomi rendah seba-nyak 7 responden (7,2 %) dan tingkat social

ekonomi tinggi sebanyak 1 responden (1,0 %). Tingkat kecemasan panic dia-lami oleh responden

dengan tingkat social ekonomi rendah sebanyak 1 responden (1,0 %).

Bila dilihat dengan sta-tistic hubungan antara social ekonomi responden dengan tingkat

kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05

berarti ada hubungan yang signifikan antara social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien

pre operasi.

PEMBAHASAN

A. Umur Responden

Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah mengalami stress dari pada

umur tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Usia muda biasanya mudah me-ngalami

cemas / stres dikarena-kan peningkatan masalah yang mungkin sering dialami oleh seseorang.
Prevalensi kecemasan terjadi pada umur 9 – 17 tahun sebanyak 13 %, usia 18 – 54 tahun

sebanyak 26, 4 % dan umur 55 tahun atau lebih sebanyak 11, 4% (Fortinash et al, 2003).

Hasil penelitian tentang hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien pre

operasi di ruang rawat inap RSI Kendal menunjukkan bahwa sebagian besar responden menga-

lami tingkat kecemasan ringan yang berumur pada rentang 22 – 40 tahun sebanyak 21

responden atau 21, 6 %. Hasil uji statistic juga memberikan hasil p value 0,004 dimana p value

< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan

tingkat kecemasan.

Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada, dimana responden yang

mayoritas mengalami ting-kat kecemasan ringan berusia 22 – 40 tahun. Sedangkan responden

yang mengalami tingkat kecema-san panic hanya 1 responden pada rentang usia 13 – 21 tahun.

Usia muda biasanya mudah mengalami cemas / stres dikarenakan bertumpuknya ma-

salah yang mungkin sering dialami oleh seseorang. Walau umur sukar ditentukan karena

sebagian besar pasien melapor-kan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang dapat

mereka ingat. Tapi sering kali kecemasan terjadi pada usia 20 – 40 tahun (Sulistyawati, 1998).

B. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian dida-patkan sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan

ringan, yang mayoritas dialami oleh responden laki-laki yaitu se-besar 35 responden atau 36, 1

%. Sedangkan responden perempuan sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu

20 responden atau 20,6 % dan yang mengalami tingkat kecemasan ringan hanya 14 responden

atau 14,4 %.
Perempuan dengan ting-kat kecemasan panic 1 responden (1 %) sedangkan responden

laki-laki tidak ada yang mengalami tingkat kecemasan panic. Demi-kian juga responden

perempuan yang mengalami tingkat kecema-san berat sebanyak 7 responden (7,2 %) sedangkan

responden laki-laki hanya 1 responden (1 %). Uji statistic yang dilaksana-kan memberikan hasil

p value 0,003 atau p value < 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan tingkat kecemasan.

Umumnya wanita lebih mudah mengalami stres, tetapi umur wanita lebih tinggi dari pria.

Diperkirakan jumlah mereka yang mengalami gang-guan kecemasan sampai 5 % dari jumlah

penduduk yang ada, dengan perbandingan wanita dan pria 2 banding 1 dan diperkirakan antara 2

– 4 % diantara penduduk di suatu kehidupan pernah mengalami gangguan cemas (Sulistyawati,

1998). Menurut Fortinash, et al (2003), kecema-san terjadi dua kali lebih sering pada perempuan

dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan perem-puan lebih cenderung emosi yang dipakai

sedangkan laki-laki cenderung memakai rasio.

Berdasarkan hasil peneli-tian memberikan gambaran bahwa memang perempuan lebih

mudah mengalami stress dimana responden perempuan mengalami tingkat kecemasan yang lebih

tinggi dibandingkan responden laki-laki yang sebagian besar hanya mengalami tingkat

kecemasan ringan dan sedang.

C. Tingkat Pendidikan

Menurut Soewandi (2001), faktor ekonomi, pengetahuan dan latar belakang pendidikan

juga mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah pada

individu akan menyebabkan individu tersebut mudah mengalami stress.


Seseorang yang mempu-nyai tingkat pendidikan yang tinggi tentunya juga akan berpe-

ngaruh pada tingkat pengetahu-annya tinggi dimana akan terdapat perbedaan perilaku dengan

seseorang yang berpe-ngetahuan rendah. Mereka akan lebih mudah untuk menerima informasi,

khususnya berkaitan dengan tindakan operasi baik itu tentang persiapan, pelaksanaan sampai

dengan perawatan pasca operasi. Begitupun halnya dengan kecemasan pasien pre operasi juga

akan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan juga pengalaman yang tidak menyenangkan yang

pernah dialami (Sulistyawati, 1998).

Penelitian yang dilakukan memberikan hasil bahwa seba-gian besar responden

mengalami tingkat kecemasan ringan dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 21

responden (21,6 %). Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat 76 responden (7,2 %)

dengan tingkat pendidikan SD. Dari hasil uji statistic didapatkan bahwa p value 0,000 atau p

value < 0,05 sehingga ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat

pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori dimana responden yang mengalami

tingkat kecemasan berat adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan SD.

D. Tingkat Sosial Ekonomi

Faktor ekonomi, penge-tahuan dan latar belakang pendi-dikan juga mempunyai pengaruh

terhadap tingkat kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah pada individu akan menyebabkan

individu tersebut mudah menga-lami stress (Soewandi, 2001). Tingkat pendidikan dan status

ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah me-

ngalami stres dibanding dengan mereka yang tingkat pendidikan dan status ekonominya tinggi

(Sulistyawati, 1998).
Hasil penelitian meng-gambarkan bahwa sebagian besar responden mengalami tingkat

kecemasan sedang dengan tingkat social ekonomi rendah yaitu 27 responden (27,8 %). Respon-

den yang mengalami tingkat kecemasan panic terdapat 1 responden (1 %) yaitu respon-den yang

mempunyai tingkat social ekonomi rendah sedangkan responden dengan tingkat social ekonomi

tinggi tidak ada mengalami reaksi kecemasan hingga pada tingkat panic.

Hasil penelitian yang didapatkan telah sesuai dengan teori dimana responden yang

memiliki tingkat social ekonomi rendah berpeluang untuk mengalami tingkat kecemasan yang

tinggi. Meskipun pada saat ini untuk keluarga miskin sudah mendapatkan jaminan pelayanan

oleh pemerintah lewat askeskin, tapi mereka masih berpeluang mengalami kecemasan karena

masih mempunyai tanggungan untuk keluarga yang ditinggalkan di rumah.


DAFTAR PUSTAKA
Alimul Azis. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika., Jakarta : EGC.

Ester Monica, 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem Gastro intertinal. Jakarta : EGC

Fortinash, K.M dan Worret, P.A.H. 2004. Phychiatric Menthal Health Nursing (3th.ed). United States of
American : Mosby

Kaplan H.I dan Sadock B.J. Alih Bahasa dr. Widjaya Kusuma. 1997. Sinopsi Psikiatri. Jakarta :
Binarupa Aksara.

Long Barbara C. 1997. Buku Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran.

Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi,
Tesis dan Isstrumen Penelitian Keparawatan. Jakarta : Salemba Medika

Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Stuart, W. Gail dan Sundeen, J. Sandra. Editor Yasmin Asih. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta : EGC
PROFIL PEROKOK REMAJA PADA SMA MUHAMMADIYAH WELERI
TINJAUAN EPIDEMIOLOGI
TEGUH ANINDITO, SKM
Dosen AKPER Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
Rokok adalah tembakau kering yang dibungkus dengan daun nipah misalnya kertas atau
daun jagung, yang biasanya dibakar untuk dihisap asapnya oleh manusia. Penggunaan rokok
sebagai kesenangan sudah dimulai sejak lama. Sekarang rokok telah dihisap oleh para remaja
bahkan anak-anak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil remaja yang berkaitan dengan kebiasaan
merokok yaitu perokoknya. Jenis rokok yang disukai dan karakteristik lingkungan yang
berkaitan dengan kebiasaan merokok.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei secara deskriptif sebagai sebuah studi
kasus dimana peneliti ingin mengetahui perokok remaja di SMA Muhammadiyah Weleri.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perokok sebanyak 33,24 % dari keseluruhan 423
responden dengan proporsisiswa laki-laki 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka menyukai
rokok putih dan berfilter, dan merokok pertamakali akibat pergaulan dengan teman bermain.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sudah sebagian besar siswa menjadi perokok
meskipun masing-masing tergolong perokok ringan. Jenis rokok menunjukkan adanya kesadaran
bahaya rokok. Dan kebiasaan merokok berkaitan dengan lingkungan teman bermain. Untuk itu
perlu kiranya dilakukan upaya intensif dari pihak Dinas Kesehatan, Sekolah dan kalangan ulama
untuk menekan jumlah perokok dan akibatnya.
Kata kunci : epidemiologi, profil, perokok
LATAR BELAKANG

Sejak diketahui adanya pemakaian rokok oleh masyarakat Indian kuno sampai sekarang
penyebaran pembuatan dan penggunaannya sudah tanpa batas. Rokok sebagai komoditas jual
yang merata sehingga mudah didapatkan dimanapun, sekalipun di wilayah yang jauh dari
produsen.
Terlebih di wilayah Kendal yang jelas merupakan daerah produsen tembakau bahan dasar
rokok. Yang berpusat di Kecamatan Gemuh dan Weleri. Siswa SMU Muhammadiyah Weleri
sebagian besar berasal dari dua Kecamatan di atas. Yang notabene lingkungan juga
dimungkinkan ada hubungannya dengan kebiasaan merokok. Karena kurang lebih selama satu
bulan juga ikut mengelola hasil tanaman tembakau membantu orang tua.
Karena pembeli dan pemakai rokok tidak pernah diadakan pembatasan usia, maka
terjadilah peningkatan jumlah perokok seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dimulai
dari Perang Dunia I, terjadilah peningkatan jumlah perokok secara masal, bahkan pada tahun
1916 masyarakat Amerika telah merokok 25 biliun batang rokok putih dan menjadi 450 biliun
pada tahun 1951. Hampir di semua negara berkembang paling sedikit 50% pria dewasa terikat
dengan penggunaan tembakau, karena merokok merupakan kebiasaan yang disenangi kaum pria.
Sedangkan perempuan kurang dari 5% kecuali di Bangladesh, Nepal dan Thailand. (3)
Angka kematian bagi perokok 70 % lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
terutama bagi pria umur 45-54 tahun. Penelitian di Inggris menunjukkan, jumlah perokok 25
batang setiap hari (berumur 35 tahun) 40 % akan meninggal sebelum berumur 65 tahun. Jika non
perokok, hanya 15 % yang meninggal sebelum 65 tahun (4)
Bahaya lain akibat rokok yang diakibatkan oleh zat yang terkandung dalam asap rokok
adalah penyakit jantung koroner, merangsang terjadinya kanker. Meningkatnya resiko penyakit
saluran pernapasan, pada wanita hamil dapat terjadi kematian dan cacat janin, meningkatnya
tekanan darah, mengganggu fertilitas, peningkatan prevalensi gondok. Selain itu juga
menghambat buang air kecil dan menimbulkan amblyopia. Menyebabkan addiksi karena rokok
membuat keinginan merokok terus-menerus. Dan terakhir rokok adalah sebagian dari sumber
polusi. (5)
Di Indonesia sejak jaman raja-raja Mataram digunakan rokok dari kelembak, biasanya
tembakau dicampur dengan kemenyan. Dalam beberapa etnik ditemukan acara persembahan
rokok sebagai upacara ritual.
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia membuat estimasi bahwa pertambahan
konsumsi rokok 3,5 % setiap tahun. Sehingga pada tahun 1995 jumlah perokok di Indonesia
sebanyak 45 juta orang. Untuk pria perokok umur 10 tahun ke atas dan 3,2 juta orang untuk
wanita perokok umur 10 tahun ke atas.
Suatu survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di Jakarta untuk melihat :
Menjadi Perokok dan Perilaku Perokok pada tahun 1989/1990 menunjukkan bahwa dari perokok
laki-laki ada 58,9 %, perokok setiap hari ada 33,1 %, perokok kadang-kadang 25,8 % serta
perokok bekas 5,3 %. Perokok wanita ada 3,8 %, perokok setiap hari ada 1 %, perokok kadang-
kadang 2,8 % dan perokok bekas 0,6 %.
Pada laki-laki rata-rata mulai merokok pada usia 19 tahun dengan jenis rokok yang
disukai adalah rokok kretek. Di Jakarta Selatan, di antara anak-anak berumur 12-18 tahun 80 %
telah menjadi perokok. Di SLTA hampir 50 % murid laki-laki menjadi perokok dan 10 % murid
perempuan menjadi perokok.(5)
SMU adalah sekolah dengan siswa yang homogen dari jenis kelamin. Kalau penelitian
diambil di SMK Ekonomi (SMEA) jumlah siswa perempuan lebih mendominasi. Dapat diduga
hasilnya akan banyak didapatkan yang menjawab tidak merokok. Sedangkan kalau di SMK
Teknik (STM) siswa laki-laki lebih mendominasi. Maka hasilnya dimungkinkan data siswa
perempuan sangat kurang. Padahal ada dugaan sementara, bahwa siswa perempuan juga ada
yang merokok.
Dilatar belakangi oleh perkembangan kepribadian usia remaja berupa kehidupan sosial
yang terikat pada kelompok sebaya. Dan tugas perkembangan berupa pencapaian kebebasan
(7)
emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya Maka remaja mudah sekali meniru teman
sebayanya merokok agar dianggap anggota kelompok. Meskipun banyak juga yang merokok
karena bapaknya merokok sebanyak 73 % dan 8 % karena ibunya merokok menurut survei
(5)
Yayasan Jantung Indonesia. Apalagi menurut survei terhadap anak sekolh juga menunjukkan
bahwa mereka yang kurang pandai di sekolah adalah perokok. Mereka berusaha membuat
dirinya tampak dewasa untuk mengkompensasi kegagalan mereka di kelas. (8)
Dari itu mempelajari profil perokok remaja menjadi penting karena akan dapat diketahui
berbagai hal yang menyebabkan mereka menjadi perokok dari sisi responden, rokoknya sendiri
dan lingkungan yang mempengaruhi. Agar dapat memberikan sumbang saran untuk menekan
prevalensi perokok dan bahayanya. Meskipun halangannya juga banyak karena promosi begitu
gencar dan menarik. Sedangkan kemudahan membeli rokok sudah tanpa batas waktu, tempat dan
usia pembeli.
Berkaitan dengan itulah penulis terdorong untuk meneliti profil perokok remaja. Sebab
bukan tidak mungkin mereka akan melanjutkan kebiasaan ini hingga masa tuanya. Padahal
merokok merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Dan bukti nyata dapat
dilihat sehari-hari para pelajar yang masih berseragam dan masih dalam jam sekolah atau pulang
sekolah dengan tanpa malu-malu merokok.

PERUMUSAN MASALAH
Penulisan skripsi dimaksudkan untuk mengungkap : Bagaimanakah profil perokok
remaja SMU Muhammadiyah Weleri tahun 2000 ?.
TUJUAN
Untuk mengetahui profil perokok remaja meliputi karakteristik siswa perokok, jenis dan
macam rokok dan lingkungan yang berhubungan dengan kebiasaan merokok pada SMU
Muhammadiyah Weleri, Kendal tahun 2000 ditinjau dari sisi epidemiologi yaitu host yaitu
perokoknya, agent yaitu rokoknya dan environment yaitu lingkungan.

F. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan survei secara deskriptif sebagai sebuah studi kasus dimana peneliti
ingin mengkaji profil perokok remaja di SMA Muhammadiyah Weleri Kendal .

POPULASI DAN SAMPEL


Populasi
Populasi rujukan
Populasi rujukan adalah siswa SMA Muhammadiyah Weleri.
Populasi Studi
Populasi studi adalah siswa di SMA Muhammadiyah Weleri, sama dengan Populasi Sasaran
karena merupakan penelitian dengan pengambilan populasi secara sensus.
Sampel
Sampel tidak diambil karena semua populasi dihitung (sensus).

PEMBAHASAN
Jumlah Perokok
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah perokok sebanyak 32,4 % (lihat tabel 1). Bila
dibandingkan dengan survey yang dilakukan Depkes RI di Jakarta Selatan tahun 1989/1990
sebanyak 80 %, berarti hasilnya ada di bawahnya.

Jenis Kelamin Perokok


Hasil penelitian menunjukkan responden perokok terbanyak pada jenis kelamin laki-laki 52,8 %
berarti di atas survey seperti tersebut di atas yang hasilnya 50 %. Dan berada di bawah angka
hasil survei Depkes RI di Jakartra yaitu sebanyak 58,9%. Sedangkan wanita sebanyak 2,9 %
dibanding 10 % berarti masih di bawahnya.

Umur Mulai Merokok


Dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar mulai merokok pada usia 16-18 tahun sebanyak
73,1 % hal ini berarti di atas rata-rata di Jakarta Selatan yaitu 12-18 tahun. Dan di bawah angka
di Jakarta yaitu 19 tahun.

Jumlah Batang Rokok yang Dihisap Tiap Hari.


Dari hasil penelitian didapatkan, jumlah batang rokok yang dihisap responden perokok masih
tergolong sebagai pertokok ringan. Karena responden menjawab, menghisap dalam jumlah kecil
yaitu 1-3 batng tiap hari sebanyak 19,1 %, 4-6 batang tiap hari sebanyak 13,1 % dan kalau perlu
saja 52,5 %. Berarti kalau dibandingkan dengan survei di Jakarta masih di atasnya karena
jumlahnya 84,7 % dibandingkan dengan 50,8 %.

Tingkat Pengetahuan Responden Perokok tentang Rokok


Tingkat pengetahuan responden perokok tentang rokok sebagian besar sangat kurang, karena
yang pernah belajar hanya 3,6 % Dan yang pernah membaca referensi tentang rokok hanya 21,9
%. Dan yang sedikit tahu jumlahnya 43,8 %.

Anggapan Responden Perokok tentang Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan


Sebagian besar dari mereka menganggap rokok berbahaya (70,1 %), Tetapi tetap saja mereka
merokok karena kurang peduli dan kurangnya kesadaran akibat kurangnya pengetahuan, apa
akibatnya kalau menghisap rokok.

Tujuan Merokok
Sama dengan hasil sebelumnya, mereka sebenarnya dapat saja meninggalkan kebiasaan buruk
merokok, karena hanya 3,7 % yang merasa kecanduan. Tetapi tetap saja hal itu dilakukan.
Jumlah terbesar dari mereka (43,8 %) merokok karena basa-basi. Jadi mereka termasuk perokok
psychosocial smoking. Karena dalam keadaan tertentui saja mereka perlu menghisap rokok, jadi
keinginan un tuk merokok sangat kecil. Dibandingkan dengan survei di Jakarta, alasan
merokoknya berbeda karena alasannya adalah kenikmatan, kecanduan dan untuk ketenangan.

Jenis Rokok yang Dihisap Responden


Sebagian besar dari responden perokok menyadari bahaya rokok, meskipun tetap menghisapnya.
Terbukti ada upaya minimal dengan menghisap rokok putih, jumlah mereka ada 76,6 %. Hal ini
berarti lebih bagus daripada hasil survei Yayasan Jantung Indonesia pada tahun 1990 dengan
jumlah 95 % menghisap rokok kretek.

Macam Rokok yang Dihisap Responden.


Seperti hasil di atas sebagian besar mereka menyadari bahaya merokok terbukti ada upaya
dengan menghisap rokok yang di bagian batang pangkalnya terdapat filter/penyaring, yaitu
sebanyak 92,7 %. Meskipun sebenarnya kalau kita bandingkan menurut teori, ada atau tidaknya
filter tidak ada perbedaan kadar tar dan nikotin yang dihisap. Karenanya filter tidak dapat
melindungi perokok.

Kedalaman Penghisapan
Hanya sebagian kecil yang menghisap dengan dalam sampai ke dada (13,9 %) dan sebagian di
dada (15,3 %), Jadi merekalan yang mempunyai resiko terbesar menerima dampak buruk akibat
merokok di kemudian hari. Dibandingkan dengan survei di Jakarta sebesar 4,9 % berarti berada
di atasnya.

Frekuensi Responden Menelan Asap Rokok


Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menelan asap rokok tiap hisapan yaitu sebanyak
29,9 %.

Ada Tidaknya Keluarga Responden yang Merokok


Responden Perokok menjawab, keluarga perokok dominan yaitu 69,3 %, hal itu berati pengaruh
keluarga juga berperan dalam hal proses pembentukan perilaku diantaranya meniru merokok.

Keluarga Responden Perokok yang Merokok


Sebagian besar dari mereka, ayah mereka adalah perokok(68,4 %) tetapi masih di bawah hasil
survei Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 sebesar 73 %. Dan yang ibunya merokok sebesar
3,2 % yang masih di bawah hasil survei di atas yaitu sebanyak 8 %.

Yang Mempengaruhi Merokok Pertama Kali


Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh teman bermain (57,7 %) tetapi masih di bawah hasil
survei Yayasan Jantung Indonesia (1990) sebanyak 70 %.

Efek Apabila Meninggalkan Rokok


Sebagian besar dari mereka menjawab hanyamulut terasa kecut, dan apabila jawaban bervariasi,
maka mulut terasa kecut juga ikut dipilih (45,1 %). Hal itu berarti sebenarnya mereka tidak
sampai pada taraf kecanduan. Maka sebenarnya mereka sebagian besar mempunyai peluang
untuk meninggalkan kebiasaan buruk merokok.

Sikap terhadap Perokok Lain yang Asapnya Mengenai Reponden Perokok


Mereka kurang menyadari bahwa asap yang keluar dari rokok langsung dibandingkan dengan
yang dari mulut orang lain, lebih berbahaya asap orang lain. Terbukti bersikap biasa saja
sebanyak 41,6 % dan masa bodoh sebanyak 7,3 %. Sedangkan yang menghindar dan mungkin
tidak suka sebanyak 35,8 %.

Sikap Responden Perokok terhadap Perokok Lain di Sekolah


Pada umumnya perokok akan membiarkan orang lain merokok, tetapi hasil menunjukkan bahwa
mereka tetap peduli lingkungan dengan adanya sebagian dari mereka yang mengingatkan
temannya untuk tiodak merokok di sekolah sdebanyak 41,6 %.
Sikap Responden Perokok bila Diingatkan
Cukup bagus sikap sebagian dari merekakarena langsung berhenti bila diingatkan yaitu sebanyak
54 %. Tetapi yang memprihatinkan adalah yang masa bodoh sebanyak 18,2 % dan pindah tempat
sebanyak 27,8 %. Hal ini berarti ada kemungkinan berhasil untuk dijadikan strategi anti rokok di
sekolah.

Sikap Apabila Ada Guru Datang


Masih adanya sikap segan terhadap Guru terbukti mereka langsung berhenti merokok apabila ada
Guru datang sebanyak 84,7 %. Hal ini mendukung untuk diadakannya operasi anti rokok di
lingkungan sekolah secara rutin. Hanya saja tindakan ini menjadi kendala apabila para Guru dan
karyawan tidak memberi contoh dengan tidak merokok di lingkungan sekolah.

Kebiasaan Merokok Dikaitkan dengan Tingkat Pengetahuan Responden


Pada umumnya tingkat pengetahuan responden tentang rokok sangat rendah, terbukti mereka
kebanyakan tahu dari iklan. Yang malah isinya cenderunmg membuat mereka lebih tertarik
untuk merokok. Walaupun pada label dan akhir iklannya tetap dicantumkan oleh perusahaan
berupa peringatan dari pemerintah. Untuk yang tidak merokok ada penambahan jumlah pada
yang tidak tahu, hal diakibatkan oleh ketidak tertarikan responden terhadap rokok. Apalagi
sebagian besar dari responden bukan perokok adalah wanita.

Kebiasaan Merokok Dikaitkan dengan Keluarga Responden yang Merokok


Pada responden perokok menjawab bahwa keluarga mereka yang merokok sebagian besar adalah
ayah mereka, sama dengan yang tidak merokok yang bahkan dengan prosentase besar. Hal ini
berarti sesuai dengan tabel 14 yang menunjukkan bahwa yang mempengaruhi mereka merokok
lebih dipengaruhi oleh teman bermain. Karena pengaruh keluarga tidak terlalu berdampak
dengan jelas pada yang tidak merokok.
KESIMPULAN
Hasil penelitian dan analisa dalam pembahasan disimpulkan bahwa :
Sebagian dari siswa SMU Muhammadiyah Weleri pada tahun 2000 adalah perokok yaitu
sebanyak 32,4 % dari seluruh siswa yang menjadi responden. Prevalensi untuk siswa laki-laki
adalah 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka mulai merokok pada umur anara 16-18 tahun. Jadi
mereka kebanyakan merokok begitu memasuki SMU. Mereka umumnya menyadari bahaya
rokok dan akibatnya tetapi tetap saja merokok meskipun dengan tujuan sekedar basa-basi.
Mereka menyukai rokok putih dan berfilter.
Lingkungan yang berhubungan dengan kebiasaan mereka menjadi perokok adalah teman
bermain. Karena meskipun dominasi keluarga (orangtua dan saudara) merokok, sebagian besar
dari mereka tetap tidak merokok.

SARAN
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
Kepada Instansi dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten :
Agar secara rutin memprogramkan upaya penyuluhan tentang bahaya rokok kepada para siswa
SMU wilayahnya. Serta memasyarakatkan budaya bebas asap rokok di lingkungan sekolah
(SMTP dan SMU).
Kepada Institusi dalam hal ini SMU :
Agar lebih mendukung upaya pencegahan bahaya rokok dengan melarang kantin sekolah menjual
rokok. Dan dianjurkan agar semua staf dan pengajar tidak merokok di lingkungan sekolah untuk
memberi contoh.
Penulis lain
Agar melakukan penelitian dengan jumlah populasi dan sampel yang lebih besar.
Orang Tua Siswa
Agar ikut mendukung dilaksana-kannya program anti rokok dengan memberi contoh di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Semarang, 2005.
Astrup P, Kjeldsen K. Carbon Monoxide, Smoking and Atherosclerosis. Med Clin North Am 1973;
58:323-50.
Azrul Azwar, Joedo Prihartono, Metodologi Penelitian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1987, hal 54-55.
Ball K, Turner R. Smoking and The Heart. Lancet 1974; 2:822-6.
Barry J, Mead K, Nabel EG, Rocco MB, Campbell S, Fenton T, Mudge GHJr, Selwyn AP. Effect or
Smoking on the Activity of Ischemic Heart Disease. JAMA 1989; 261:398-402.
Bhisma Mukti, Prinsip dan Metode Riset Epidemologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
1997.
Boedhi Darmojo R, Anityo Muchtar. Survey Penyakit Jantung Iskemik pada Pengendara Becak di
Semarang. Naskah lengkap Kopapdi II. Surabaya 1973, hal. 28-36.
Boedhi Darmojo R. Penyelidikan Beberapa Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard. Naskah
lengkap Kopapdi III. Bandung 1975.
Boedhi Darmojo R. Survey Penyakit Jantung Iskemik pada Segolongan Pegawai Negeri di Semarang.
Naskah lengkap Kopapdi II. Surabaya 1973, hal 22-7.
Budi purwono, EB, Kebiasaan Merokok Penderita Infark Miokard, Semarang, Laboratorium Ilmu
Penyakit Dalam, FK Undip, RS Dr Kariadi Semarang, 1990
Budioro, Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyaerakat, FKM Undip, Semarang 1998
Gary D. Friedman, Prinsip-prinsip Epidemiologi, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1993.
Gerungan, WA, Psikologi Sosial, Eresco, Jakarta, 1957
Heliovaara M, Karnoven MJ, Punsar S. Importance of Coronary Risk Factors in the Presence or
Absence of Myocardial Ischemia. Am J Cardiol 1982; 50:1248-52.
Holbrook JH. Tobacco. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. Part I. Eeleventh edition. Editors
by : Braunwald, Iselbacher, Petersdorf, Wilson, Martin, Fauci. Toronto : Mc. Graw-Hill Book
Company, 1987 : 855-7.
Juustila H. Medical, Occupational and Smoking Characteristics Related to Ischaemic Heart Disease in
Men and Women. Acta Med Scand 1977; Suppl 613.
Kannel WB, Thom TJ. Insidence, Prevalence, and Mortality of Cardiovascular Disease. In : The Heart.
Part V. Sixth Edition. Editors by: Hurst, Logue, Rackley, Schlant, Sonnenblick, Wallace,
Wenger. Toronto: Mc Graw-Hill Book Company, 1986:557-60.
Kannel WB. Update on the Role of Cigarette Smoking in Coronary Artery Disease. Am Heart J 1981;
101:319-28.
Keenan RM, Hatsukami DK, Anton DJ. The Effects of Short-term Smokeless Tobacco Deprivation on
Performance. Psychopharmacology 1989; 98:126-30.
Manalu, H, Sikap dan Perilaku Pemuda Mengenai Merokok di DKI Jakarta, MKMI No. 5, Jakarta, 1993
: 270
Mangku Sitepoe, Usaha Mencegah Bahaya Merokok, Grasindo, Jakarta, 1997.
Mc Kenna WJ, Chew CYC, Oakley CM. Myocardial Infarction With Normal Coronary Angiogram.
Possible Mechanism of Smoking Risk in Coronary Artery Disease. Br Heart J 1980; 43:493-8.
Moelyoto Hadipoero, Pengaruh Rokok pada Penyakit Jantung Aterosklerotik, Kumpulan Cemarajh pada
Simposium Penyakit Jantung Aterosklerotik, Surabaya, Universitas Airlangga Fakultas
Kedokteran, 1971.
Nooman G. Passive Smoking in Enclosed Public Places. Med. J. Aust 1976; 2:68-70
Noor Nasri Noor, Prof, Dr, MPH, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Ribeiro P, Walesby R, Edmonson S. Colagen Content of Atherosclerotic Arteries is Higher in Smoker
than in non-smoker. Lancet 1983; 1:1070-2.
Russel MAH. Cigarette Dependence: I-nature and classification. BMJ 1971; 2:330-1.
Russell MAH, Cole PV, Brown E. Absorption by non Smoker of Carbon Monoxide from Room Air
Polluted by Tobacco Smoke. Lancet 1973; 1:576-9.
Sumarno, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Siswa SLTA Merokok di Kecamatan Banyumanik
Semarang, , Skripsi FKM Undip Semarang, 1996 : 8
Tim Pengembangan MKDK, IKIP Semarang, Psikologi Perkembangan, IKIP Press, Semarang, 1989
Tjandra Yoga Aditama, Dr., Kanker Paru, Arcan, Jakarta, 1995.
WHO. Community Prevention and Control of Cardiovascular Diseases. WHO Tech Rep Ser 1986; 732.
WHO. Controlling the Smoking Epidemic. WHO Tech Rep Ser 1979; 636..
WHO. Smoking Control Strategies in Developing Countries. WHO Tech Rep Ser 1983; 695.
Wilhelsen L. Coronary heart disease: Epidemiology of Smoking and Intervention Studies of Smoking.
Am Heart J 1988; 115:242-9.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka Jakarta, 1984, hal 830.

Fistulotomy
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search

A fistulotomy is the surgical opening of a fistulous tract. They can be performed by excision of
the tract and surrounding tissue, simple division of the tract, or gradual division and assisted
drainage of the tract by means of a seton; a cord passed through the tract in a loop which is
slowly tightened over a period of days or weeks.

Fistulas can occur in various areas of the human body, and the location of the fistula influences
the necessity of the procedure. Some, such as ano-vaginal and perianal fistulas are chronic
conditions, and will never heal without surgical intervention.

Introduksi

a. Definisi

Fistulotomy merupakan tindakan bedah untuk mengobati anal fistula dengan cara membuka
saluran yang menghubungkan anal canal dan kulit kemudian mengalirkan pus keluar.
Fistulotomy dikerjakan bila saluran fistula melewati spingter ani, dan bila tidak melewati
spingter ani maka dilakukan Fistulectomy.

b. Ruang lingkup

Kelainan perianal yang menimbulkan saluran penghubung yang abnormal antara kulit dan anal
canal yang membutuhkan tindakan pembedahan

c. Indikasi operasi

Untuk mengalirkan pus serta menutup saluran fistula serta mempertahankan fungsi defekasi tetap
normal

d. Macam operasi

Fistulotomi simple – seton

e. Kontra indikasi

Fistel perianal yang disebabkan proses keganasan


f. Diagnosis Banding

 Inflammatory bowel disease


 Hydradenitis superativa
 Sinus pilonidal

g. Pemeriksaan penunjang

 CT Scan
 Fistulografi
 MRI

Teknik Operasi

A. Posisi pasien litotomi atau knee chest :

1. Dilakukan anestesi regional atau general

2. Sebelum melakukan operasi sangat penting untuk meraba adanya jaringan fibrotik saluran
fistel di daerah perianal maupun dekat linea dentata, sehingga dapat ditentukan asal dari fistel

3. Dengan tuntunan rektoskopi dicari internal opening dengan cara memasukkan methilen blue
yang dapat dicampuri perhidrol

4. Bila internal opening belum terlihat dilakukan sondage secara perlahan dengan penggunaan
sonde tumpul yang tidak kaku kedalam fistula dan ujung sonde diraba dengan jari tangan
operator yang ditempatkan dalam rektum

5. Bila internal opening telah ditemukan, dengan tuntunan sonde, dapat dilakukan fistulotomi
yaitu dengan cara insisi fistula searah panjang fistula dan dinding fistula dilakukan curettage
untuk pemeriksaan patologi. Hati-hati jangan sampai memotong sfingter eksterna.

6. Luka operasi ditutup dengan tampon.

h. Komplikasi Operasi

Komplikasi yang dapat timbul berupa perdarahan, inkontinensia fecal, retensio urine, infeksi,
serta komplikasi akibat anesthesia.

i. Mortalitas

Tergantung dari penyakit yang mendasarinya

j. Perawatan pasca Bedah


Hari pertama penderita sudah diperbolehkan makan. Antibiotika dan analgetik diberikan selama
3 hari. Pelunak feces dapat diberikan pada penderita dengan riwayat konstipasi sebelumnya.
Tampon anus dibuka setelah 2×24 jam atau jika terdapat perdarahan dapat dibuka sebelumnya.
Rawat luka dilakukan setiap hari. Setelah penderita mampu mobilisasi, penderita diminta rendam
duduk 2x sehari dengan larutan Permanganas Kalikus (KMNO4) selama 20 menit.

k. Follow-Up

Follow up luka dilakukan tiap minggu hingga luka sembuh.

http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/09/fistulotomy-dan-fistulectomy/

Vous aimerez peut-être aussi