Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis
adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar
gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan.
Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Bilous, 2013).
Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes mellitus cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi
meningkat,pola hidup, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik
kurang (Smeltzer & Bare, 2012). Laporan dari WHO mengenai studi
populasi DM di berbagai Negara, jumlah penderita diabetes mellitus pada
tahun 2013 di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan
diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika
Serikat (17,7 juta jiwa) (Darmono, 2007). Pada tahun 2010 jumlah penderita
DM di Indonesia minimal menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita.
Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
meningkat menjadi 21,3 juta. Angka kesakitan dan kematian akibat DM di
Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan
gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat
karbohidrat (Depkes RI, 2013).

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Militus
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian DM
2) Mengetahui etiologi DM
3) Mengetahui faktor predisposisi DM
4) Mengetahui patofisiologi DM
5) Mengetahui tanda gejala DM
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang DM
7) Mengetahui pathway DM
8) Mengetahui pengkajian pada klien dengan DM
9) Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan DM
10) Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada klien dengan DM

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Usia Lanjut
2.1.1 Pengertian
Usia lanjut adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60
tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (potensial)
maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif
dalam pembangunan (tidak potensial)
2.1.2 Perubahan Kondisi Fisik Usia Lanjut
Masa usia lanjut dimulai sejak seseorang menginjak usia 60 tahun,
akan tetapi proses kelainan fisik sudah dimulai sejak 40 tahun.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia tersebut adalah :
1) Perubahan warna rambut karena hilangnya pigmen
2) Kelainan gigi geligi yang sering berakibat gangguan
mengunyah
3) Gangguan pencernaan dan proses absorbsi makanan di
dalam usus yang menyebabkan lebih sensitif terhadap makanan
pedas dan berbumbu
4) Kulit menjadi kering dan terjadi hiperpigmentasi
5) Tonus otot berkurang sehingga wajah menjadi keriput,
otot lengan dan kaki lembek.
Sejak usia tersebut akan dimulai terjadinya kelainan fisik atau
gangguan kesehatan yang merupakan tanda awal dari kelainan
degeratif misalnya infeksi seperti penyakit influenza dan diare. Selain
itu sering muncul gejala-gejala penyakit degeneratif lain seperti kencing
manis, darah tinggi, kelainan kardiovaskuler. Untuk meminimalkan
kelainan yang terjadi pada usia lanjut, perlu dilakukan upaya
pencegahan sejak usia dewasa muda agar selalu mengikuti pola hidup
sehat
2.1.3 Masalah-Masalah pada Usia Lanjut
1) Osteoporosis
Adalah penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya masa
tulang akibat proses menua, yang dapat menyebabkan tulang
menjadi kropos dan rapuh sehingga mudah patah, hal ini terjadi
karena adanya penyusutan jaringan tulang
2) Penyakit Jantung Koroner
Kelainan jantung yang disebut penyakit jantung koroner
merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada usia lanjut. Dan
ternyata penyakit jantung koroner telah banyak ditemukan pada
usia 50 tahun. Terjadinya penyakit jantung koroner ada kaitannya
dengan keadaan tekanan darah yang tinggi, tingginya kadar lemak
dalam darah, tingginya kadar gula darah, dan kelebihan berat badan
3) Kelainan Aliran Darah Ke Otak
Adalah gangguan aliran darah pada susunan saraf pusat/otak yang
sering terjadi pada usia lanjut dapat berupa perdarahan atau
kekurangan aliran darah yang dapat mengakibatkan kematian atau
gejala sisa yang bersifat menetap seperti kelumpuhan sebagian atau
kedua anggota gerak dan ketidakmampuan bicara, yang dapat
menganggu aktifitas lansia
4) Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan pada usia lanjut berupa kelainan refraksi
disebabkan oleh prose sdegenratif dan bersifatnya fisiologis.
Kelainan ini terjadi karena daya akomodasi yang menurun dan
disebabkan oleh perubahan tonus otot mata
5) Gangguan Fungsi Reproduksi
Gangguan reproduksi yang berkaibat pada gangguan hubungan
seksual dapat terjadi pada usia lanjut baik pada laki-laki maupun
perempuan. Pada perempuan gangguan fungsi reproduksi
disebabkan karena berkurangnya hormon estrogen, sehingga vagina
teras kering dan sakit bila bersenggama. Gangguan pada laki-laki
yang sering adalah masalah impotensi, gangguan ereksi dan
terjadinya pembesaran prostrat.
6) Gangguan Kesehatan Lainnya
Kecuali gangguan karena beberapa penyebab diatas, pada usia
lanjut dapat terjdi juga beberapa penyakit lainnya, seperti :
a) Gangguan pencernaan : diare, konstipasi
b) Kelainan endokrin : kecing manis
c) Kelainan tulang : rematoid artritis
2.1.4 Pembinaan Usia Lanjut
Upaya-upaya kesehatan yang dilakukan dalam mencakup upaya
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif melalui pendekatan yang
tepat, koordinasi yang baik dan terpadu secara teknis dan manajerial
dengan tujuan mengusahakan masa tua yang bahagia dan berguna
2.1.5 Pelayanan Usia Lanjut
1) Upaya memelihara kondisi kesehatan, dengan aktifitas fisik,
kemampuan dan mental yang mendukung antara lain melalui
deteksi dini dan pemeriksaan berkala usia lanjut olahraga dna
kegiatan kerohanian serta rekreasi
2) Melakukan diagnosa dini dan pengobatan secara tepat
3) Memelihara kemandirian usia lanjut secara maksimal
4) Memberikan moral dan perhatian yang maksimal agar usia lanjut
hidup tenang di akhir hayat
2.2 Teori Penuaan
Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang
universal, tidak seorangpun mengetahui penyebab penuaan atau mengapa
manusia mejadi tua pada usia yang berbeda-beda. Secara umum, teori
penentuan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu teori generic dan teori
nongenetik (Pudjiastutik, 2003 : 4-5)
2.2.1 Teori Genetik
Memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada nukleus sel
2.2.2 Teori Hayflick
Menurut studi hayflick dan Moorehead (1961), penuaan
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek
kumulatif dari tidak normalnya sel dan kemunduran sel dalam organ
2.2.3 Teori Rekanaman/Crascription
Merupaan tahap awal dalam pemindahan informasi dari DNA ke
sintesis protein
2.2.4 Teori Non Genetik
Memfokuskan lokasi diluar nukleus sel, seperti organ, jaringan dan
sistem
2.2.5 Teori Radikal Bebas
Karena radikal bebas mampu merusak membran sel, lisosom,
mitokondria dan inti melalui reaksi kimia. Hasil reaksi radikal bebas
adalah turunnya aktivitas enzim, kerusakan fungsi membran dan
menyebabkan sel – sel tidak dapar regenerasi
2.2.6 Teori Autoimun
Diakibatkan oleh antibody yang bereaksi terhadap sel normal dan
merusaknya. Rekasi ini terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal
dan memproduksi antibody yang salah. Akibatnya antibody itu bereaksi
terhadap sel normal, disamping sel abnormal yang menstimulasi
pembentukannya
2.2.7 Teori Hormonal
Donner Denkle percaya bahw apusat penuaan terletak pada otak
yang didasarkan pada studi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat
menjadi fatal apabila tidak diobati dengan tiroksin, sebab seluruh
manifestasi dari penuaan akan tampak, seperti penurunan sistem
kekebalan kulit, keriput dan penurunan metabolisme secara perlahan
2.2.8 Teori Pembatasan Energi
Diet nutrisi tinggi yang rendah kalori berguna untuk meningkatkan
fungsi tubuh agar tidak cepat tua. Tinggi rendahnya diet mempengaruhi
perkembangan umur dan adanya penyakit.
Selain teori genetik dan non genetik, juga terdapat teori kejiwaan
sosial yang dikutip dari keperawatan gerontik karangan Wahyudi
Nugroho (2000 : 18)
2.3 Konsep Penyakit DM
2.3.1 Pengertian
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2013).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2015).

2.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

2.3.3 Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

2.3.4 Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia
pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai
gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada
pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru
terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa
terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila
pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat
relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis
dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun
dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa
terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat
banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan
gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme
serebral tampak lebih jelas.

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis
DM (mg/dl).

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena : <100 = bukan DM
100 – 200 = belum pasti DM
>200 = DM
- Darah kapiler : <80 = bukan DM
80 – 100 = belum pasti DM
> 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena : <110 = bukan DM
110 – 120 = belum pasti DM
> 126 = DM
- Darah kapiler : <90 = bukan DM
90 – 110 = belum pasti DM
> 110 = DM
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

2.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data subjektif
1. Identitas pasien
a. Nama klien
b. Nomer RM
c. Jenis kelamin
d. Umur
e. Status perkawinan
f. Pekerjaan
g. Agama
h. Alamat
i. Tangga MRS
j. Diagnosa medis
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
3. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
4. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
5. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
6. Integritas Ego
Stress, ansietas
7. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
8. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
9. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
10. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
11. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
12. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
3.2 Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

3.3 Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek


Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta


: Balai Penerbit FKUI, 2002.

Vous aimerez peut-être aussi