Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh seseorang ahli botani Rusia
Michael Tswett (1980). Seseorang ahli botani Rusia. Nama kromatografi diambil
dari bahasa Yunani (Chromato= penulisan dan grafe=warna). Kromatografi
berarti penulisan dengan warna. Kromatografi adalah cara pemisahan campuran
yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut
diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses
pemisahan dengan kromatografi karena adanya interaksi dengan fase diam terjadi
perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen senyawa analit. Fase
diam dapat berupa bahan berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya
dilapisi pada padatan pendukung Fase gerak merupakan pembawa analit dapat
bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini tidak
hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya dapat
dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap (Denikrisna,2010).
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
senyawa yang akan dipisahkan. Kromatografi digunakan untuk memisahkan
substansi campuran menjadi komponen-komponen. Perbedaan kecepatan
perpindahan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-
masing komponen untuk diserap atau perbedaan distribusi diantara dua fase yang
tidak bercampur.
Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan yaitu
kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan,
kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melekat pada permukaan
padatan halus,kecenderungan molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara
kimia (penukar ion), komponen yang dipisahkan harus larut dalam fase gerak dan
harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fase diam dengan cara
melarut didalamnya teradsopsi atau bereaksi secara kimia (penukar ion), terjadi
berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil
1
pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif),
penetapan kadar dan pemurnian suatu senyawa (Soebagji, 2000).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
digunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit, baik menyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dan
isolasi senyawa murni skala kecil. KLT pada dasarnya sangat mirip dengan
kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat
pada media pemisahnya yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang
tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas.
Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fase diam.
Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase
diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah
kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka, metode ini
sederhana cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan
mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan
(Khopkar,2010).
Kromatografi kolom merupakan piliham yang tepat jika ingin memisahkan
campuran senyawa yang masih dalam bentuk ekstrak. Karena lebih murah dan
tidak memakan waktu yang lama. Hasil dari pemisahan menggunakan kolom
kromatografi ini bisa berupa fraksi-fraksi yang masih berupa campuran dan bisa
juga menghasilkan senyawa yang telah murni. Terkadang dengan menggunakan
kromatografi target pemisahan campuran telah berhasil dilakukan namun akan
mengalami kesulitan jika campuran yang akan dipisahkan dalam jumlah sedikit,
karena ada kecenderungan campuran tersebut akan tertinggal pada fase diam
(Ismiarni,2010).
2
organic. Kromatografi kolom sering kali digunakan untuk memurnikan senyawa
di laboratorium. Kromatografi kolom bekerja berdasarkan skala yang lebih besar
menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal.
Kromatografi kolom merupakan teknik pemisahan berdasarkan pada perbedaan
daya adsorpsi suatu adsorben tertentu terhadap suatu senyawa baik pengotor
maupun senyawa hasil isolasi. Prinsip dari kromatografi kolom ini adalah
adsorpsi (Adnan, 1997).
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang analisis karena
kebanyakan sampel yang akan dianalisi berupa campuran.Untuk memperoleh
senyawa murni dari suatu campuran harus dilakukan proses pemisahan. Berbagai
teknik pemisahan dapat diterapkan untuk pemisahan campuran diantaranya
ekstraksi, destilasi, kristalisasi dan kromatografi. Metode pemisahan pada
kromatografi sangat bergantung dari jenis fase diam yang digunakan. Adapun
maksud dari praktikum ini dilakukan yaitu untuk mengetahui serta memahami
cara-cara pemisahan suatu sampel dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
dan kromatografi kolom serta mengetahui nilai Rf dari sampel tersebut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia
suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam
senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme yaitu struktur
kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara
alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa
kimia dari bermacam-macam jenis tanaman (Harbone, 1987).
Tumbuh-tumbuhan adalah penghasil berbagai jenis senyawa metabolit
sekunder. Kelompok metabolit ini tidak memiliki kaitan langsung dengan
kebutuhan tumbuh-tunbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, tetapi
memiliki fungsi ekologis, seperti serangan organisme lain atau sebagai penarik
serangga untuk penyerbukan. Kelompok senyawa metabolit sekunder adalah
alkaloid, triterpen, steroid, flavonoid, saponin, dan senyawa fenolik (Syahmani, &
Iriani, 2016).
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon spicatus B. B. S.) adalah jenis
tanaman yang sering digunakan sebagai tanaman obat. Tanaman kumis kucing di
Indonesia sering digunakan sebagai obat yang dapat memperlancar pengeluaran
air kemih (diuretik). Ada beberapa peneliti yang menyebutkan tanaman kunis
kucing sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan batuk, encok, masuk
angina dan sembelit (Dalimarta, 2003). Menurut Arief 2005, tanaman kumis
kucing juga dapat digunakan sebagai obat radang ginjal, batu ginjal, kencing
manis, albuminuria dan penyakit syphilis.
Analisis fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui
keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid, dan
steroid, saponin dan tanin. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan senyawa
kimia yang terdapat pada tumbuhan . Analisis ini merupakan tahapan awal dalam
isolasi senyawa bahan alam selanjutnya (Rahim, Awin, Bialangi, & Iyabu, 2014).
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan utnuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
4
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Hal yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi. (Kristiani, Aminah, Tanjung, & Kurniadi,
2008).
Pemilihan pelarut dan metode ekstraksi akan mempengaruhi hasil
kandungan senyawa metabolit sekundernya yang dapat terekstraksi. Pemilihan
pelarut ekstraksi umumnya menggunakan prinsip like disolves like, dimana
senyawa yang non polar akan larut dalam pelarut non polar sedangkan senyawa
yang polar akan larut dalam pelarut polar. (Dewi, Astuti, & Warditiani, 2013).
Beberapa jenis senyawa yang dapat dideteksi secara skrining fitokimia antara lan:
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang tersebar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan
terbentuk kristal, tatapi hanya sedikit yang berupa cairan (Tyler, Brady, &
Robers).
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Pereaksi
mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini
alkaloid akan memberikan endapan berwarna. Pereaksi dragendorff mengandung
bismut nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair. Senyawa positif
mengandung alkaloid, jika setelah penyemprotan dengan pereaksi dragendorff
membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
5
Alkaloid bersifat basa, di alam berada sebagai garam dengan asam-asam
organik. Adanya sifat basa ini mempermudah memisahkan ekstrak total alkaloid
dari komponen lainnya. Demikian juga, adanya nitrogen dalam alkaloid
cenderung membentuk senyawa-senyawa kompleks dengan ion-ion logam berat
yang tidak larut dalam air. Sifat ini dimanfaatkan dalam merancang cara uji yang
cepat dalam mendeteksi alkaloid dalam suatu ekstrak pereaksi tetes yang lazim
digunakan untuk maksud tersebut adalah pereaksi dragendorff dan mayer.
(Syahmani, & Iriani, 2016).
b. Saponin
Saponin merupakan jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin berupa koloid yang larut dalam air dan berbusa
setelah dikocok, memiliki rasa pahit. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah
merah. Terdapat dua jenis saponin yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.
Saponin diketahui mempunyai efek sebagai, anti mikroba, menghambat jamur dan
melindungi tanaman dari serangan serangga (Mien, Calorin, & Firhani, 2015).
6
c. Steroid
Steroid merupakan komponen-komponen pembentuk membran tanaman.
Triterpen dan saponin tersebar hanya dalam kelompok tumbuhan-tumbuhan
tertentu. Karena keterbatasan penyebarannya, dapat dijadikan sebagai masker
taksonomi tumbuh-tumbuhan, misalnya Cimigenol( cimicifuga dahurica),
diosgenin (dioscorea hypoglauca), glycyrrhizin (glycyrrhiza uralensis) adalah
senyawa bioaktif. Cimigenol telah dibuktikan mampu menurunkan kadar
kolesterol dan trigliserida dalam darah, diosgenin meningkatkan eksresi kolesterol
dari cairan empedu dan glycyrrhizin memperlihatkan berbagai efek farmakologi
seperti antiinflamasi, antiviral dan antikanker (Syahmani, & Iriani, 2016).
Adapun struktur dasar steroid dapat dilihat pada Gambar 3:
d. Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder, turunan terpenoid yang
kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena (2-metilbutana-1,3 drena) yaitu
kerangka karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik
dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida atau asam karboksilat (Balafif,
Andayani, & Gunawan, 2014).
7
Adapun struktur dasar triterpenoid dapat dilihat pada Gambar 4:
8
selain kromatografi kertas. Eluen adalah bagian ‘’pembawa’’ dari fase gerak. Ia
menggerakan analit melalui kromatrograf gas, eluennya adalah gas pembawa.
Elusi adalah proses ekstraksi satu bahan dari bahan lainnya dengan cara mencuci
menggunakan pelarut; seperti dalam pencucian resin penukar ion yang telah jenuh
untuk menghilangkan ion yang tertangkap. Elusi adalah proses menyingkirkan
analit dan adsorben dengan mengalirkan suatu pelarut, disebut dengan ‘’eluen’’ ,
melewati kompleks penjerap analit. Seiring ‘’elusi’’ molekul pelarut, atau
pergerakan turun melalui kromatografi kolom, mereka melewati kompleks
penjerap-analit dan bisa menggantikan analit dalam berikatan dengan penjerap.
Setelat molekul pelarut menggantikan analit, analit dapat dikeluarkan dari kolom
untuk dianalisis. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa fase gerak yang keluar
dari kolom biasanya dialirkan menuju detector atau dikumpulkan untuk analisis
komposisi.
Kromatografi kolom adalah metode yang digunakan untuk memurnikan
bahan kimia tunggal dari campurannya. Metode ini sering digunakan untuk
aplikasi preparasi pada skala mikrogram hingga kilogram. Keuntungan utama
kromatografi kolom adalah biaya yang rendah dan kemudahan membuang fase
diam yang telah digunakan. Kemudahan pembuangan fase diam ini mencegah
kontaminasi silang dan degradasi fase diam akibat pemakaian ulang atau daur
ulang. Komponen-komponen tunggal tertahan oleh fase diam secara berbeda satu
sama lain pada saat mereka bergerak bersama eluen dengan laju yang berbeda
melalui kolom. Diakhir kolom, mereka terelusi satu per satu. Selama keseluruhan
proses kromatografi, eluen dikumpulkan sesuai fraksi-fraksinya. Fraksi-fraksi
dapat dikumpulkan secara otomatis oleh pengumpul fraksi. Produktivitas
kromatografi dapat ditingkatkan dengan menjalankan beberapa kolom sekaligus.
Disini, diperlukan pengumpulan multi aliran. Komposisi aliran eluen dapat
dimonitor dan masing-masing fraksi dianalisa senyawa terlarutnya, misalnya
dengan kromatografi, absorpsi sinar UV atau fluoresiensi. Senyawa berwarna
(atau senyawa berfluoresiensi di bawah lampu UV) dapat terlihat di dalam kolom
sebagai pita-pita bergerak.
9
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
1. Kaca arloji
2. Timbangan analitik
3. Sendok tanduk
4. Seperangkat alat perkolasi
5. Tabung reaksi
6. Pipet
7. Alat-alat gelas
8. Plat KLT
9. Tangas air
10.Kertas saring
11.Pipa kapiler
12.Chamber
3.2 Bahan
1. Bahan untuk pembuatan ekstrak
a. Ekstrak Meniran
b. Etanol 95 %
2. Bahan untuk identifikasi senyawa kimia
a. Ekstrak kental
b. Serbuk magnesium
c. HCl pekat
d. Kloroform
e. Pereaksi Liebermann Burchard
f. Pereaksi Mayer
g. Pereaksi Dragendorff
h. Aquadest
i. HCl 2 N
j. Asam Anhidrat
10
k. H2SO4 pekat
l. FeCl3
m. Asam asetat glasial
n. SbCl3
3. Bahan untuk kromtografi lapis tipis
a. Ekstrak kental
b. Eluen
4. Bahan untuk kromatografi kolom
a. Ekstrak kental
b. Eluen
c. Silika gel
3.3 Prosedur Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Tanaman Kumis Kucing
11
Memanaskan cairan penyari hingga cairan penyari
menguap dan mengekstraksi serbuk sampel
Siapkan ekstrak
Siapkan ekstrak
12
Tambahkan H2SO4 melalui dinding tabung sampai
terjadi 2 lapisan berwarna
Tambahkan pereaksi LB
Warna bir atau hijau (positif tidak hanya glikosida
jantung, tetapi semua steroid dan triterpen)
13
e. Uji Identifikasi Terpenoid dan Steroid
1) Identifikasi Steroid dengan uji Liebermann Burchard
3) Identifikasi Triterpenoid
Panaskan
Warna merah muda menunjukan adanya steroid dan
triterpenoid
14
f. Uji Identifikasi Saponin
15
4. Kromatografi Kolom
16
BAB IV
HASIL
17
Gambar hasil KLT sinar UV
18
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan uji identifikasi senyawa
kimia atau senyawa sekunder dengan reaksi warna dan melakukan pemisahan
senyawa sekunder dari ekstrak menggunakan metode kromatografi. Identifikasi
yang dilakuakan pada ekstrak yang sudah dibuat dengan metode soxletasi.
Adapun simplisia yang digunakan pada percobaan kali ini adalah tanaman kumis
kucing. Uji yang dilakuakan pada tanaman kumis kucing ini karena tanaman
kumis kucing dipercaya dan digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman obat dan
ada beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa tanaman kumis kucing
dapat dijadikan alternative untuk pencegahan penyakit kencing manis. Tumbuhan
kumis kucing ini mengandung bahan bioaktif seperti saponin dan tanin serta
flavonoid, steroid dan alkaloid (Azis, Prayitno, Hadikusumo, & Santosa, 2013).
Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi pada simplisia adalah etanol.
Pemilihan pelarut pada prosses ekstraksi ini karena zat kimia yang ada pada
tanaman kumis kucing ini bersifat polar, oleh karena itu etanol merupakan pilihan
pelarut yang cocok untuk proses ekstrasi. Setelah proses ekstraksi maka akan
dilanjutkan proses uji identifikasi senyawa sekunder dengan menggunakan uji
warna. Uji warna yang dilakukan untuk mengetahui senyawa apa yang terkandung
dalam simplisia tanaman kumis kucing. Ada beberapa uji senyawa senyawa yang
dilakukan diantaranya uji flavonoid, tannin, glikosida, alkaloid, steroid dan uji
saponin. Senyawa senyawa tersebut merupakan senyawa sekunder, dari beberapa
identifikasi yang dilakukan pada simplisia ada beberapa hasil yang tidak sesuai
dengan teori. Ketidaksesuaian ini dikarenakan beberapa faktor yang
mempengaruhi antara lain: ketidaktelitian pada saat pengujian, kesterilan alat dan
bahan yang diguankan, dan faktror simplisia yang tumbuh di daerah dan pada saat
pengambilan tanaman. Dari hasil yang didapatkan senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada tanaman kumis kucing adalah senyawa sekunder flavonoid.
Senyawa flavonoid yang terdapat pada ekstrak dari simplisia tanaman kumis
kucing ditandai dengan perubahan warna dari merah jingga menjadi merah, hal
itu menunjukan adanya flavanon, flavonol, dan dehidrovlavonol. Kemudian ketika
19
senyawa metabolit sekunder yang ada pada ekstrak simplisia tanaman kumis
kucing diketahui maka akan dilakukan pemisahan senyawa sekunder tersebut
dengan menggunakan metode kromatografi. Metode kromatografi yang digunakan
pada pemisahan senyawa atau zat aktif yang ada pada ekstrak tersebut adalah
metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom. Berdasarkan hasil
kromatografi lapis tipis dalam percobaan ini praktikan melakukan kromatografi
lapis tipis untuk menguji adanya kandungan metabolit sekunder flavonoid dari
simplisia kumis kucing, cara kromatografi lapis tipis dilakukan dengan
memasukkan plat yang sudah ditotolkan ekstrak kedalam chamber yang
sebelumnya sudah berisi eluen etanol. Hasil dapat diketahui positif jika terlihat
pada bagian bawah ekstrak yang telah didiamkan naik kebagian atas plat yang
sebelumnya sudah diberikan tanda, untuk memastikan apakah ekstrak dari kumis
kucing tersebut positif mengandung flavonoid maka dilakukan kembali
penyinaran dengan menggunakan sinar ultraviolet senyawa alam akan
berfluorisensi memancarkan cahaya tampak akan dikenai sinar UV atau
mengabsorbsi sinar UV, senyawa yang mengabsorbsi sinar UV akan nampak
sebagai daerah gelap dibawah UV oleh karena itu digunakan sinar UV dengan
tujuan untuk mendeteksi senyawa yang dapat berfluorisensi dimana senyawa
tersebut mengandung gugus kromofor 254 nm dan 366 nm digunakan untuk
melihat noda pada plat KLT sehingga dapat diidentifikasi senyawa yang ada,
maksud angka 254 adalah plat menampakan noda atau bercak pada saat disinari
dengan sinar UV 254 nm dan jika disinari dengan sinar UV 366 nm maka plat
akan nampak gelap dan noda pun akan nampak gelap juga sehingga jarak noda
tidak dapat diketahui dan Rf tidak dapat dihitung. pada saat penyinaran plat dapat
terlihat jelas bahwa terdapat bercak berwarna merah dibagian atas plat sehingga
dari penyinaran tersebut menandakan bahwa ekstrak dari simplisia kumis kucing
positif mengandung flavonoid. Berdasarkan hasil dari kromatografi kolom
dilakukan dengan cara memasukkan kapas kedalam alat kromatografi kolom
setelah itu fase diam berupa silica gel lalu dimasukkan fase gerak berupa eluen
yang sesuai dengan simplisia yang digunakan, untuk simplisia kumis kucing eluen
yang harus digunakan ialah klorofom dan etil asetat dengan perbandingan 60 : 40,
fase gerak yang digunakan tersebut memiliki sifat non polar: semi polar dikatakan
20
non polar karena klorofom yang bersifat non polar memiliki massa yang ebih
tinggi dibandingkan dengan etil asetat yang memiliki sifat semi polar sehingga
eluen dari kloroform : etil asetat menghasilkan sifat non polar. Dengan demikian
jika komponen larut dalam eluen ini dan tdak tertahan pada fase diam maka dapat
dipastikan bahwa senyawa yang ada dalam fraksi yang diuji banyak mengandung
senyawa bersifat non polar, fase gerak non polar hanya dapat menarik senyawa
non polar pada fraksi. Hasil dari tetesan kromatografi kolom dilakukan penotolan
kembali pada plat untuk kromatografi dengan menggunakan perlakuan yang sama
seperti kromatografi kolom bahwa setelah itu dilakukan kembali penyinaran
dengan sinar ultraviolet nomor 366 nm yang terlihat berwarna biru dan pada saat
dilakukan penyinaran terlihat dengan jelas bahwa terdapat bercak berwarna merah
dibagian atas kertas,hal ini menandakan bahwa ekstrak dari simplisia kumis
kucing tersebut positif mengandung senyawa metabolit sekunder.
21
BAB VI
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, M., Kazmi, I., Khan, R., Sing, R., Chauhan, M., & Anwar, F. (2012).
Bryophyllum Pinnatum: A Review. International Journal of
Research in Bioligical Sciences, 2 (14), 143-149.
Agustin, F., & Putri, W. D. K. (2014). Pembuatan Jelly Drink Averrhoa Bilimbi
L. (Kajian Proporsi Belimbing Wuluh: Air dan Konsentrasi
karagenan). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3), 1-9.
Azis, A., Prayitno, T. A., Hadikusuma, S. A., & Santoso, M. (2013). Uji
Ekstrak Etanol Kumis Kucing (Orthosipon sp.) Sebagai Pengawet
Alami Kayu. Jurnal Ilmu Kehutanan, 7 (1), 48-56.
Dumeva, A., Syarifah, & Fitriah, S. (2016). Pengaruh Ekstrak Batang Brotowali
(Tinospora Crispa) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes agypti.
Jurnal Biota, 2(2), 166-172.
Hartono, Nurwati, I., Ikasari, F., & Wiryanto. (2005). Pengaruh Ekstrak
Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Terhadap Peningkatan
Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih Akibat Pemberian
Asetanimofen. Jurnal Biologi FMIPA UNS Surakarta, 3(2), 57-60.
23
PERTANYAAN
24
penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu
melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai
kedalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondes=nsasi didalamnya,
meneteskan ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang
diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai
tinggi maksimalnya terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni
berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil juga
simplisia selalu baru, artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif
berlangsung secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara
kontinyu). Kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi
cukup lama (sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan energy tinggi (listrik
gas), selanjutnya simpilisia dibagian tengah alat pemanas langsung
berhubungan dengan labu, dimana pelarut meguap. Pemanasan bergantung
pada lama ekstraksi, khususnya titik didih bahan pelarut yang digunakan dapat
berpengaruh negative terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu
(glikosida,alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi yang terakumulasi
dalam labu mengalami beban panas dalam waktu lama.
4. Apakah fungsi senyawa metaboit sekunder bagi tumbuhan?
Jawab:
Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya untuk mengatasi hama dan
penyakit, menarik pollinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya,
metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan
lingkungannya.
5. Apakah fungsi dilakukannya uji identifikasi senyawa kimia/ metabolit
sekunder?
Jawab:
senyawa sebagai hasil metabolit sekunder atau metabolit sekunder telah banyak
digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat obatan dan
sebagainya serta sangat banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang digunakan obat-
obatan yang dikenal sebagai obat tradisional sehingga diperlukan penelitian
tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa
25
kimia yang berfungsi sebagai obat. Senyawa-senyawa kimia yang merupakan
hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat
diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu
terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid.
6. Bagaimanakah prinsip dari metode KLT?
Jawab:
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan
kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak,
serta kepolaran dan ukuran molekul. Pada kromatografi lapis
tipis, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi
dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan
menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut
pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben
alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif
polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina
(gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka
senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan
prinsip “like dissolved like”.
7. Apakah tujuan pembuatan eluen dari 2 atau lebih pelarut organik?
Jawab:
Tujuan pembuatan eluen adalah untuk pelarut yang dipakai dalam proses
migrasi/pergerakan dalam membawa komponen-komponen zat sampel atau
fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan.
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Dan juga
pembuatan eluen didasarkan pada polaritas senyawa yang biasanya merupakan
26
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan
perbandingan tertentu.
27
kali, wadah eluen sferis atau corong pisah bersumbat yang sudah diisi eluen
diletakkan di bagian atas kolom.
Komponen-komponen tunggal tertahan oleh fasa diam secara berbeda satu
sama lain pada saat mereka bergerak bersama eluen dengan laju yang
berbeda melalui kolom. Di akhir kolom, mereka terelusi satu per satu.
Selama keseluruhan proses kromatografi, eluen dikumpulkan sesuai fraksi-
fraksinya. Fraksi-fraksi dapat dikumpulkan secara otomatis oleh
pengumpul fraksi. Produktivitas kromatografi dapat ditingkatkan dengan
menjalankan beberapa kolom sekaligus. Di sini, diperlukan pengumpul
multi aliran. Komposisi aliran eluen dapat dimonitor dan masing-masing
fraksi dianalisa senyawa terlarutnya, misalnya dengan kromatografi,
absorpsi sinar UV atau fluoresensi. Senyawa berwarna (atau senyawa
berfluoresensi di bawah lampu UV) dapat terlihat di dalam kolom sebagai
pita-pita bergerak.
28