Vous êtes sur la page 1sur 7

Peta Kemiringan Peta Geologi Peta Jenis Tanah Peta Curah Hujan Peta Penggunaan Peta Kerentanan

Lereng Lahan Gerakan Tanah

Skoring /
Penilaian

Overlay

Analisa Data

Peta Rawan
Longsor

Validasi

Alur Pikir Metode BBSDLP


No Faktor Bobot (%) Kriteria Nilai
1 Curah Hujan 20 % Sangat basah (>=4000) 5
Basah (>3000-4000) 4
Sedang (>2000-3000) 3
Kering (>1000-2000) 2
Sangat kering (<1000) 1
2 Jenis Batuan 25 % Peka Longsor tinggi 5
Peka Longsor sedang 3
Peka Longsor rendah 1
3 Kelerengan 20 % >45% 5
25-45% 4
12-25% 3
8-15% 2
<8% 1
4 Penggunaan Lahan 10 % Tegalan Sawah 5
Semak Belukar 4
Hutan dan Perkebunan 3
Pemukiman 2
Tambak, waduk, perairan 1
5 Kondisi Tanah 10 % Peka Longsor tinggi 5
Peka Longsor sedang 3
Peka Longsor rendah 1
6 Zona rentan 15 % Sangat tinggi 5
Gerakan Tanah Tinggi 4
Menengah 3
Rendah 2
Sungai 1
1. Curah Hujan
Dalam menentukan skor pada factor curah hujan, BBSDLP (2009) membagi
menjadi lima kelas. Semakin besar curah hujan yang turun maka semakin tinggi
pula skor cura hujannya. Sebab curah hujan yang turun memepngaruhi kondisi air
tanah, sehingga kandungan air pada tanah berlebih yang menyebabkan
meningkatnya massa dan rendahnya tingkat kepadatan dan kekompakan.
Hermawan (2000) mengemukakan bahwa longsoran disebabkan oleh
kondisi tata air tanah dan sifat fisik/mekanik tanah yang tidak baik, sehingga pada
saat musim hujan telah terjadi air tinggi sehingga dapat menimbulkan peningkatan
tekanan air tanah (pore water pressure), penurunan kekuatan dan tahanan geser
tanah akan menyebabkan longsoran.

2. Jenis Batuan
Jenis batuan dibagi berdasar asal bentuknya yaitu batuan vulkanik, sedimen,
karst dan alluvial. Menurut Wilopo dan Agus (2005) batuan alluvial merupakan
batuan hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di wilayah
tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor rendah. Batuan
sedimen dan karst merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut dan
pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan tersebut
terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan ini memiliki
permeabilitas kecil bahkan kedap air kecuali jika batuan banyak memiliki rekahan
atau telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat tahan air sehingga menjadi
akuifer (batuan penyimpan air tanah) ataudapat berfungsi sebagai imbuhan air.
Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor sedang. Sedangkan batuan
vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan. Jenis ini memiliki
sifat kepekaan terhadap longsor tinggi.

3. Kemiringan Lereng
Dalam bencana tanah longsor, faktor kemiringan lahan sangat berpengaruh,
semakin tinggi dan semakin tegak lereng maka kemungkinan terjadinya longsoran
semakin tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan kestabilan lereng, semakin curam
lereng maka lereng akan mengalami tekanan beban yang lebih besar sehingga
makin tidak stabil untuk menahan beban di atasnya dari pengaruh garvitasi bumi.
4. Penggunaan Lahan
Kondisi Penggunaan lahan sebagai faktor penyebab tanah longsor berkaitan
dengan kestabilan lahan. Penggunaan lahan dengan tutupan hutan dan perkebunan
relatif lebih bisa menjaga stabilitas lahan karena sistem perakaran yang dalam
sehingga bisa menjaga kekompakkan antar partikel tanah serta partikel tanah
dengan batuan dasar dan bisa mengatur limpasan dan resapan air ketika hujan.
Permukiman memiliki andil yang lebih kecil karena limpasan air lebih banyak
terjadi di banding genangan dan resapan karena sifat permukaan yang kedap air
baik kondisi tanah permukaan maupun karena penutup tanah berupa beton atau
sejenisnya. Tegalan dan sawah memiliki vegetasi yang tidak bisa menjaga
stabilitas permukaan karena bersifat tergenang, serta memiliki sistem perakaran
yang dangkal sehingga kurang menjaga kekompakkan partikel tanah (Rahmat
2010).

5. Jenis Tanah
Penentuan skor jenis tanah dilakukan berdasarkan tingkat kepekaan terhadap
longsor jenis tanah tersebut, semakin peka terhadap longsor maka semakin tinggi
skor yang diberikan. Menurut BBSDLP (2009) kepekaan jenis tanah terhadap
longsor dibagi menjadi tiga yaitu kepekaan longsor tinggi (Regosol, Litosol,
Renzina, Andosol, Laterik, Grumusol, Podsol, Podsolic), kepekaan longsor sedang
(Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Mediteranian) dan kepekaan longsor
rendah (Alluvial, Gelisol, Planosol, Hidromorf Kelabu, Laterik Air Tanah,
Latosol).

6. Daerah rentan gerakan tanah


Penentuan skor kerentanan gerakan tanah ditentukan berdasarkan
kerentanan terhadap gerakan tanah. Hal ini berhubungan dengan letak suatu
wilayah yang berada pada zona geologi aktif. Suatu wilayah yang berada pada
zona geologi aktif memiliki kerentanan gerakan tanah yang tinggi dimana gerakan
tanah tersebut dapat memicu terjadinya tanah longsor
Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan longsor adalah model
pendugaan yang mengacu pada penelitian BBSDLP (2009) dengan formula sebagai
berikut :
SKOR TOTAL = 0,2FCH+0,25FJB+0,2FKL+0,1FPL+0,1FJT+0,15FKT
Keterangan :
FCH = Faktor Curah Hujan
FJB = Faktor Jenis Batuan
FKL = Faktor Kemiringan Lereng
FPL = Faktor Penutupan Lahan
FJT = Faktor Jenis Tanah
FKT = Faktor Kerentanan Gerakan Tanah
0,25;0,2;0,1 = Bobot Nilai

Skor hasil akhir overlay dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor yaitu :
rendah, sedang dan tinggi berdasarkan nilai rata-rata (Mean) dan standar deviasi (SD)
jumlah skor akhirdengan penentuan selang skor :
Kerawanan sedang : Nilai rata-rata (Mean) ± standar deviasi (SD)
Kerawanan rendah : Nilai minimum - <= Skor
Kerawanan sedang Kerawanan tinggi : >= Skor Kerawanan sedang – Nilai maksimum

Daerah Rawan : Suatu daerah yang dinilai tidak aman sebab sering terjadi peristiwa
berbahaya di tempat tersebut.

Daerah rentan : Suatu daerah yang di nilai tidak aman sebab memiliki beberapa faktor
yang mendukung kemungkinan terjadi peristiwa berbahaya di tempat tersebut.

SPL (Satuan Peta Lahan) : Sekelompok Lahan yang memiliki Karakteristik yang sama

Kekurangan AHP :
1. ketergantungan model AHP pada input utamanya, input utama ini berupa persepsi
seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain
itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian
yang keliru.
2. metode AHP ini hanya metode yang matematis, penggunaan metode ini tanpa
ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari
kebenaran model yang terbentuk.
Ada pendapat lain, bahwa longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang serius
atau erosi massa telah banyak mengikis / mengangkut material tanah karena
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang
besar (Utomo, 1983). Jadi longsor ini berbeda dari bentuk-bentuk erosi lainnya seperti
erosi lembar, erosi percikan, erosi alur, erosi selokan, karena pengangkutan tanah
longsor berlangsung sekaligus (mass movemen) baik cepat atau perlahan-lahan,
sedangkan pengangkutan tanah (materialnya tidak banyak) oleh erosi berlangsung
perlahanlahan. Namun Priyono (2008) menyatakan jika erosi tersebut terus menerus
berlangsung (tidak terkendali) tanah akan menjadi kritis (tidak produktif / tidak subur)
bahkan berpotensi / rentan menimbulkan tanah longsor.
Poerwowidodo (1991) telah menyatakan meskipun suatu daerah curah hujannya
cukup tinggi (> 750 mm / th) jika ditumbuhi banyak tanaman subur yang menutupi
permukaan tanah maka dapat dikatakan relatif aman oleh ancaman erosi atau tanah
longsor.
tanah longsor terjadi karena adanya erosi dibawah permukaan tanah sehingga
terjadi bidang lucur untuk tanah diatasnya sehingga dapat menimbun masyarakat yang
berada didaerah terjadinya tanah longsor.
Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi
yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat
besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur
tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang
terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai
dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan
karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah
jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang
terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun
erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai
yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi
alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.
Termasuk kategori wilayah rawan
Kecamatan
longsor tinggi (lereng curam +
Karangpandan
curah hujan tinggi)

Berpotensi terjadi bencana


Informasi kurang
tanah longsor

Groundcheck dan Data Titik Sistem Informasi

Pengamatan Lapang Longsor Geografis

Analisis Digital Elevation Data Curah


landform Model Hujan

Peta Penggunaan
Peta Bentuk Peta Peta Curah
Lahan
Litologi Kemiringan Hujan
Lereng

Overlay Overlay

Survei lapang dan


Satuan Peta Lahan
AHP analisis laboratorium

Data Hasil Analisis


Peta Sebaran Rawan
Longsor

Validasi

Vous aimerez peut-être aussi