Vous êtes sur la page 1sur 82

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

STEMI (ST ELEVASI MIOCARDIAK


INFARK) INFARK MIOKARD
Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN STEMI
(ST ELEVASI MIOCARDIAK INFARK)
INFARK MIOKARD
1. Definisi
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah
koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan
kerusakan jaringan yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas:
lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (
PKJPDN Harapan Kita, 2001).
2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat
terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham:
 Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
 Merokok sigaret : > 20/hari
 Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
 Hipertensi : > 160/90 mmHg
 Gayahidup monoton
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sbb :
 Riwayat penyakit jantung keluarga
 Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
 Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
 Jenis kelamin pria
 Menggunakan kontrasepsi oral
 Menopause
 Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi
3. Tanda dan gejala
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu desakan,
diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat
nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu
kiri.
4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang
irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau
nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami
nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural mengenai seluruh
tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian
dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferoir, lateral,
posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai
dengan lokasi infark yaitu anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel
kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi
ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda
sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-
sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan
semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu
ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan
otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah
terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding
abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup,
pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta
peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :
 Ukuran infark : infark yang melebihi 40 % miokardium berkaitan dengan insiden syok
kardiogenik tinggi.
 Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya mengurangi fungsi
mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
 Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
 Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteria yang sudah ada atau melalui saluran yang
baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap iskemia yang kronik dan hipoperfusi
regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium terancam.
 Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular : mekanisme ini bekerja untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer.
Kompensasi terhadap infark adalah sebagai berikut :
 Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi.
 Vasokonstriksi umum.
 Retensi natrium dan air.
 Dilatasi ventrikel.
 Hipertropi ventrikel.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik,
lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara
normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin
iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang
T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T
tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard transmural akut :
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama
1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam
sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase
(CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT)
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti
hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d. Angiografi
Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi
langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e. Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada
gambaran yang menunjukan area iskemia.
6. Pengobatan
 Obat anti koagulasi
 Trombolitik
7. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
 Nyeri akut b/d agen injuri fisik
 Intoleransi aktifitas b/d insufisiensi O2
 Cemas b/d ancaman kematian
 PK : Trombosis vena dalam
 PK : Syok kardiogenik
 PK : Gagal jantung kongestif
 PK : IM kambuhan
 PK : Disritmia
Sumber Pustaka
Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif, EGC, Jakarta
Ignatavicius D. Donna & Workman L.M, 2002, Medical Sugical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care, 4th edition, W.B Saunders: Philadelphia
LeMone. Pricilla & Burke M. Karen, 1996, Medical Surgical Critical Thinking in Clien Care,
Addison Wesley Nursing: California
Luckmann & Sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing, 4th ed, W.B Saunders: Philadelphia
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition
http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/08/25/asuhan-keperawatan-dengan-stemi-st-
elevasi-miocardiak-infark-infark-miokard/
LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)

A. DEFINISI

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.

B. PATOFISIOLOGI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).

Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai
epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.
Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.

C. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik

 Penyempitan aterorosklerotik

 Trombus

 Plak aterosklerotik

 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak

 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium

 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit

 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

D. MANIFESTASI KLINIS

a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.

b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d. Bisa atipik:

 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.

 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

E. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:


a. Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.

Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang


didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya
gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.

c. Gagal jantung

d. Syok kardiogenik

e. Perluasan IM

f. Emboli sitemik/pilmonal

g. Perikardiatis

h. Ruptur

i. Ventrikrel
j. Otot papilar

k. Kelainan septal ventrikel

l. Disfungsi katup

m. Aneurisma ventrikel

n. Sindroma infark pascamiokardias

F. PENATALAKSANAAN

a. Syok kardiogenetik

Penatalaksana syok kardiogenetik:

 Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.

 Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15
ug/kgBB/menit.

 Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20
ug/kgBB/menit.

 Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun
dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.

 Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi
invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.

 Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak
membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

b. Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
 Pertahankan preload ventrikel kanan.

 Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10
mmHg (13,6cmH20).

 Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

 Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok
jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.

 Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.

 Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.

 Pompa balon intra-aortik.

 Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)

 Penghambat ACE

 Reporfusi

 Obat trombolitik

 Percutaneous coronari intervention (PCI) primer

 Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).

c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya
aridmia sebelumnya.

Penatalaksana Takikardia vebtrikel:

 Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan kolaps
hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika
gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
 Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi
(tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.

 Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan
darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:

 Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total
maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).

 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.

 Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1
mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.

 Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).

d. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel

 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan
energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J ( klas I)

 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi
amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien

a. Nama:

b. Umur:

c. Alamat:

d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:

f. Status:

2. Riwayat kesehatan

 Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam

 Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:

 Sesak

 Udema

 Nyeri dada

 Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:

 Darah tinggi

 Diabetes

 Penyakit jantung

 Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang sama
dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:

 Riwayat asma

 Diabetes

 Stroke

 Gastritis

 Alergi

3. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum:
 Kesadaran:

4. Pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit

 Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim

b. Elektrokardiografi:

a. Detak jantung ………..

b. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.

b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan nyeri dada.

c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan edema.

d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan nutrisi/peningkatan
kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .

f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan ketakutan, gelisah dan
perilaku takut.

C. INTERVENSI
1. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.

 Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.

 Kriteria hasil:

 Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.


 Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.

 Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.

 Intervensi:

 Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak nyeri)
sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan diaporesis.

 Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena randsang simpatis atau
menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.

 Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas pengurangan nyeri dengan
menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu danri pemberian sampai penghilangan nyeri.

 Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.

 Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.

 Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.

 Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)

2. Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.

 Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam batas normal.

 Kriteria hasil:

 Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen

 Paru bersih dan berat badan stabil.

 Intervensi:

 Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

 Catat DVJ, adanya edema dependen.

 Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbangan cairan.

 Timbang berat badan tiap hari.


 Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

 Berikan diet natrium rendah/minuman.

 Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton dengan hidronolakton
(Aldactone).

 Pantau kalium sesuai indikasi.

3. Intervensi dari perubahan pola nutrisi:

 Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.

 Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.

 Intervensi:

 Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energy; kondisi kulit, kuku,
rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.

 Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.

 Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.

 Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan keseimbangan
nitrogen.

 Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai kebutuhan. Atur
kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.

 Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.

 Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.

4. Intervensi dari intoleransi aktivitas:

 Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.

 Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat.

 Intervensi:
 Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang aktivitas dan
yang diprogramkan.

 Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD menurun, ekstremitas
dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.

 Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru setiap dua jam terhadap
krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.

 Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitude, yang
merupakan sinyal gagal jantung.

 Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.

 Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam
mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam jangkauan,
member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk memastikan periode istirahat tanpa
gangguan.

 Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.

 Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh toleransi
aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan jumlah latihan di tempat
tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien membaik

 Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.

 Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang sesuai.

5. Intervensi untuk diagnosa ansietas:

 Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.

 Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

 Intervensi:

 Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan
menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
 Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.

 Mempertahankan kepercayaan.

 Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan bila pasien
menunjukkan perilaku merusak.

 Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.

 Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di harapkan.
Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten;
ulangi sesuai indikasi.

 Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan
dan masalah.

 Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe kontrol pasien,
jumlah rangsangan eksternal.

 Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.

 Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

 dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.

 dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien

E. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.

b. Pola nafas pasien teratur

c. Cairan dalam tubuh pasien dalam keadaan normal

d. Nutrisi pasien terpenuhi

e. Aktifitas pasien meningkat (normal)


f. Ansietas berkurang atau hilang

DAFTAR PUSTAKA

 Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki

 Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

 Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Jakarta:EGC

 Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

 Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

 Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

 Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC


(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+L
aki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, (diakses 24 Oktober 2012)

 (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), (diakses 24 Oktober


2012)

http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/11/04/laporan-pendahuluan-stemi-st-elevasi-miokard-
infark/
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6


No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL

4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan


inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,


dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
Avf

7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,


V1-V3

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi


di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama


infark.

A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark
transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel
dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non
infark mengalami dilatasi.7
B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke
dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti
tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya
dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya
dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit
terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat,
namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga
sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga
sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6

C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan
menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-
remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada
dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal
atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien
yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke
sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat
dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein
tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi
adanya infark miokard.6,7

E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka
kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi
STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada
2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi
dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse,
sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan
selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..

Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti
umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling
buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik,
walaupun tidak sebaik PCI. 5
F. Penatalaksanaan Fisioterapi

Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out
patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi
fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan
bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan
bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan
mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri.

Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi
dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah,
atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak
pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung
kongestif antara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada
kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat
memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima
instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan
sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah,
relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah
perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan
secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi
otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ” pumping action”
pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem
mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti
duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri
sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha
mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah
diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk
keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html
2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20IMA%20STEMI.html,
diakses 23 Mei 2012)
3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki Kebiasaan Minum
Alkohol, (Online),
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+L
aki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)
4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-manusia.html
5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online),
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei 2012.
6. Anonim. Infark Miokard, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), diakses 29 Mei 2012.

7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-subagiog2a-5321-2-
bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.
9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.
http://zahstraces.blogspot.com/2012/06/st-elevasi-miokard-infark-stemi.html
Definisi

STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri

koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh

pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak.

Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction = STEMI)

merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil,

IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu penyakit dalam, 2006).

2. Etiologi

a. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik

b. Penyempitan aterorosklerotik

c. Trombus

d. Plak aterosklerotik

e. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak

f. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium

g. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit

h. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

i. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

3. Gejala klinis

a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas,

cemas, dan lemas.

b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d. Bisa atipik:

Pada manula: bisa kolaps atau bingung.

Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai

nyeri dada.

Sebagian besar pasien memiliki faktor resiko atau penyakit jantung koroner yang diketahui . 50%

tanpa disertai angina.

4. Komplikasi

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:

a. Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran,

dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling

ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan

bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.

Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel

miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula

pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona

infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi

infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan

penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor

ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya

gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit

pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering

dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan

rontgen dijumpai kongesti paru.

c. Gagal jantung

d. Syok kardiogenik

e. Perluasan IM

f. Emboli sitemik/pilmonal

g. Perikardiatis

h. Ruptur

i. Ventrikrel

j. Otot papilar

k. Kelainan septal ventrikel

l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel

n. Sindroma infark pascamiokardias

4. Patofisiologi

1. Asuhan keperawatan pada pasien STEMI

a. Pengkajian

1) Identitas pasien

a) Nama:

b) Umur:

c) Alamat:

d) Perkerjaan:

e) Tanggal masuk:

f) Status:

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam

b) Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:

(1) sesak

(2) udema
(3) nyeri dada

c) Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya

yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat peNyakit lainnya

seperti:

(1) Darah tinggi

(2) Diabetes

(3) Penyakit jantung

d) Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang

sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:

(1) Riwayat asma

(2) Diabetes

(3) Stroke

(4) Gastritis

(5) Alergi

e) Pemeriksaan fisik

(1) Keadaan umum:

(2) Kesadaran:

(3) TTV:
(a) Nadi:

(b) Napas:

(c) Suhu:

(d) Tekanan darah:

(4) Mata: Pupil; Ukuran pupil; Refleks pupil; Konjungtiva.

(5) Hidung:

(a) Deformitas (kelainan bentuk)

(b) sekret

(c) septum nasal

(d) pernapasan cuping hidung

(6) Mulut:

(a) deformitas

(b) stomatitis

(c) caries dentis

(7) Telinga:

(a) Deformitas

(b) serumen
(8) Kepala:

(a) Deformitas

(b) Warna rambut

(c) Kekuatan rambut

(d) Nyeri tekan sinus

(9) Leher:

(a) Letak trakea

(b) kelenjar limfe

(c) nadi karotis

(d) vena jugalar

(e) kelenjar limfe

(10) Kulit:

(a) Warna

(b) Elastisitas

(11) Thorax:

(a) Inspeksi: kesimetrisan

(b) Palpasi: nyeri tekan


(c) Perkusi: bunyi

(d) Auskultasi:

(12) Paru:

(a) Kesimetrisan

(b) bunyi napas vesikuler

(13) Jantung: letak jantung

(14) Abdomen:

(a) kesimetrisan,

(b) nyeri tekan,

(c) massa

f) Pemeriksaan penunjang:

(1) Pemeriksaan Laboratorium

(a) Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit

(b) Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim

(1) Elektrokardiografi:

(a) Detak jantung ...........

(a) Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.


a) Penatalaksanaan

(1) Syok kardiogenetik

Penatalaksana syok kardiogenetik:

(a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan

norepinefrin.

(b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15

ug/kgBB/menit.

(c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin

dosis 2-20 ug/kgBB/menit.

(d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75

tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk

revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi

atau tidak ideal dengan tindakan invasif.

(e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal

dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.

(f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik

yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

(2) Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat

(distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana

infark ventrikel kanan:

(a) Pertahankan preload ventrikel kanan.

(b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium

kanan >10 mmHg (13,6cmH20).

(c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

(d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada

blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.

(e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.

(f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.

(g) Pompa balon intra-aortik.

(h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)

(i) Penghambat ACE

(j) Reporfusi

(k) Obat trombolitik

(l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer

(m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).

(3) Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda

bahaya aridmia sebelumnya.

Penatalaksana Takikardia vebtrikel:

(a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan

kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi

awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.

(b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan

hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal

100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.

(c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi

(tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:

(a)) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis

loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50

ug/lg/menit).

(b)) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1

mg/kg/jam.

©) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus

tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.

(d)) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).

Penatalaksana fibrilasi Ventrikel


(a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock

unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200

sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)

(b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik

diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock

unsynchoronized. (klas Iia)

b) Riwayat kesehatan lainnya: Perubahan dari sebelum dan sesudah mengalami penyakit.

(1) Pola eliminasi

(2) Pola nutrisi

(3) Pola aktivitas

(4) Spiritual

(5) Seksual

a. Diagnosa

1) Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.

2) Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan nyeri

dada.

3) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan

edema.

4) Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan

nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.


5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .

6) Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan ketakutan, gelisah

dan perilaku takut.

b. Intervensi

1) Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.

Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:

(a) Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.

(b) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.

(c) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.

Intervensi:

(a) Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0

(tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan diaporesis.

(b) Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena randsang

simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.

(c) Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas pengurangan

nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu danri pemberian sampai

penghilangan nyeri.

(d) Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.

(e) Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.

(f) Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.

(g) Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)


2) Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.

Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam batas

normal.

Kriteria hasil:

(a) Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen

(b) Paru bersih dan berat badan stabil.

(c) Intervensi:

(a) Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

(b) Catat DVJ, adanya edema dependen.

(c) Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbangan

cairan.

(d) Timbang berat badan tiap hari.

(e) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

(f) Berikan diet natrium rendah/minuman.

(g) Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton dengan

hidronolakton (Aldactone).

(h) Pantau kalium sesuai indikasi.

3) Intervensi dari perubahan pola nutrisi:

Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.

Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.

Intervensi:

(a) Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energy; kondisi

kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.


(b) Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.

(c) Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.

(d)Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan

keseimbangan nitrogen.

(e) Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai

kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan

untuk “mencapai”.

(f) Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.

(g) Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.

4) Intervensi dari intoleransi aktivitas:

5) Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama

pemberian obat.

Intervensi:

(a) Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang aktivitas

dan yang diprogramkan.

(b) Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD menurun,

ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.

(c) Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru setiap dua jam

terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.

(d)Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitude,

yang merupakan sinyal gagal jantung.


(e) Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.

(f) Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam

mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam

jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk memastikan periode

istirahat tanpa gangguan.

(g) Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.

(h) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh

toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan jumlah

latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien membaik.

(i) Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.

(j) Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang

sesuai.

6) Intervensi untuk diagnosa ansietas:

7) Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.

Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

Intervensi:

(a) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan

jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.

(b) Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.

(c) Mempertahankan kepercayaan.

(d) Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan bila pasien

menunjukkan perilaku merusak.

(e) Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.
(f) Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di harapkan.

Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi

konsisten; ulangi sesuai indikasi.

(g) Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi

pertanyaan dan masalah.

(h) Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe kontrol

pasien, jumlah rangsangan eksternal.

(i) Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.

(j) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

(k) dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.

(l) dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

c. Implementasi

Implementasi di lakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Evaluasi

Evaluasi di lakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien.


A. Latar Belakang

Penyumbatan koroner atau serangan jantung dan infark miokardium mempunyai arti yang
sama namun istilah yang disukai adalah infark miokardium, di Amerika serikat terjadi jutaan serangan
penyakit ini pertahun. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark miocard akut adalah nekrosis
miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya nyeri dada yang tiba –
tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa
nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap
selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin,
nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah –
muntah.

Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan infark miokardium biasanya pria, diatas 40 tahun
dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh koronernya, sering disertai hipertensi aterial, serangan
bisa terjadi juga pada pria atau wanita muda diawali 30 an atau bahkan 20-an, wanita yang memakai
kontrasepsi, pil, dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi, namun secara keseluruhan,angka
kejadian infark miokardium pada pria lebih tinggi di banding dengan wanita pada semua usia. Meskipun
pasien biasanya pria dan berusia 40 tahun, namun semua umur yang mengalami gejala dan tanda-tanda
yang sudah disebutkan diatas perlu segera ditangani.

B. Tujuan

Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
Akut Miokard Infark / AMI.

Tujuan khusus:

1. Mengetahui definisi penyakit Akut Miokard Infark.


2. Mengetahui etiologi penyakit Akut Miokard Infark
3. Mengetahui tanda dan gejalah penyakit Akut Miokard Infark.
4. Mengetahui patofisiologi penyakit Akut Miokard Infark.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Akut Miokard Infark .
6. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada penyakit Akut
Miokard Infark.
C. Metode penulisan

Metode Penulisan Deskripti


Metode yang digunakan untuk meneliti masalah-masalah serta mengembangkan apa yang kita
amati dengan menggunakan pemecahan masalah.
Tehnik Pengumpulan Data:
1. Wawancara
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan melaksanakan tanya jawab
secara langsung pada pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan data subyektif yang dapat
mendukung diagnosa.

2. Partisipatif
Dalam hal ini penulis melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk memantau perkembangan dan kesehatan dengan teknik inspeksi, palpas, perkusi,
dan auskultasi dan hasilnya data bersifat subyektif.

3. Studi Kepustakan
Dalam hal ini berguna untuk mendapatkan referensi yang digunakan dan mendukung data-data lain
serta metode kepustakaan yang mendukung pelaksanaan dari studi kasus karya tulis ilmiah.

D. Sitematika penulisan:

Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusunan karya tulis ilmiah ini secara
sistematis dapat di uraikan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang akan diuraikan yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar

Merupakan laporan kasus pada pasien gagal jantung di ruang Sakura RSUD Tidar Magelang
sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi, etiologi, tanda gejalah, patofiologi, pemeriksaan
penunjang dam hasilnya, pathways dan Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan meliputu
pengkajian pengkajian primer dan sekunder, diagnosa keperawatan, dan Intervensi dan Rasional

BAB III : Pembahasan

Merupakan pembahasan kasus pada pasien AMI, guna melihat adanya penyimpangan antara
kasus nyata dengan Konsep teori pada BAB II.

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan laporan materi seminar yang


tertulis pada BAB I.
2. Saran merupakan input yang harus operasional yang dapat ditunjukkan kepada
instansi kesehatan setempat organisasi profesi, maupun anggota profesi institusi

BAB II

KONSEP DASAR

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan secara tiba-tiba
aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi Myocard
Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan
menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan
lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang
diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard
Infarction)merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen
ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi
pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara
mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh
aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti
kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan
karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan
(Santoso, 2005).

2. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis.
Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu
munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau
hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah
miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel
darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat
meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari
nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko biologis
infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko
aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi
sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan
alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama
daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko
tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal
diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia
adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik
sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai
dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif
mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung
koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini
juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin an diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang
tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis
(Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat,
kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil
per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit
(Beers, 2004).

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :

1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region
sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama
beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa
melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang
menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :

a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal

c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal
dalam 3 atau 4 hari

3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.

Skor nyeri menurut White :

0= tidak mengalami nyeri

1= nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas

2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,


mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan
lainnya.

4. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan
menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah kedistal dari tempat penyumbatan terjadi
(Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II, hipertensi, reactive
oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap
faktor-faktor di atasmenimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat
lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan
sel(Ramrakha, 2006).

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian leukosit bermigrasi ke
sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja
mengeliminasikolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos dari tunika media
ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi
ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.
Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri(Price, 2006).

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut
secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan
menyebabkan manifestasiklinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia
miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,obstruksi kritis pada arteri koroner
kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard menurun dan dapat
menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke
subendokard jantungmenyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemiayang
disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengankegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan struktur sel.
Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar
oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asamlaktat dan pH
intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membransel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokardyang
terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yangireversibel berakhir pada infark
miokard (Selwyn, 2005).

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner, maka terjadi infark
miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMIkarena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darahkolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbatcepat (Antman, 2005). Non STEMI
merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat
erosi dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhanoksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001)

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial(nontransmural). Infark miokard


transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga
minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan.
Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokarddan terdiri dari bagian nekrosis yang
telah terjadi pada waktu berbeda-beda(Selwyn, 2005).

5. Pemeriksaan Penunjang dan Hasil


a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
b. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi

d. Sel darah putih


Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses
inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
i. Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
j. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
k. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi
atau fungsi katup.
l. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
m. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah)
n. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan
pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
o. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
p. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan
plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
q. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan
pencitraan talium pada fase penyembuhan.

B. KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN

1. Pengkajian Primer
a. Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
b. Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
 Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri
 Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler
lambat, tidak teratus (disritmia)
 Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
konraktilits atau komplain ventrikel
 Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
 Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
 Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal
jantung atau ventrikel
 Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus
pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga

4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
 Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
 Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
 Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Tanda :

 peningkatan frekuensi pernafasan


 nafas sesak / kuat
 pucat, sianosis
 bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :

 dispnea tanpa atau dengan kerja


 dispnea nocturnal
 batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10. Interkasi social
Tanda :

 Kesulitan istirahat dengan tenang


 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri
Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS

b. Data penunjang lain dan Laboratorium


Tes laboratorium yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:

Jenis
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan
EKG Masa setelah serangan:

Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q


patologis dan elevasi segmen ST

Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang


Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap

Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.

Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino


Laboratorium: transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim (CPK-
MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Enzim/Isoenzim
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi
Jantung
adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan
Radiologi kardiomegali.

Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik
dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya
kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus,
Ekokardiografi
ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade
akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.

Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.

Radioisotop

3. Diagnosa Keperawatan Utama


1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman
kematian.
4.(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6.(Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7.Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan
yang akan datang.
4. Intervensi dan Rasional
1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam varias
catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingg
hemo-dinamik digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepa

Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk


nyeri yang terjadi.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan
perhatian yang tulus kepada klien. Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan mem
adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas
dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan
imajinasi)
Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koron
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.

- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan
Nitro-Dur) simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)

Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nye


pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol
nitrogliserin.
(Visken), propanolol (Inderal)
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol) koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan),


diltiazem (Prokardia).

2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen,
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas menurunkan risiko komplikasi.

3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk,
tekanan abdominal. batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.

Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat


4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien. melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam
suasana tenang bersifat terapeutik.

Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan


kemampuan kerja jantung.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan
Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses
jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap. penyembuhan klien.

6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca


serangan IMA.

3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman


kematian.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau respon verbal dan non verbal yang Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
menunjukkan kecemasan klien. secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang
dapat menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan sebagainya.

Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi,


dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman
2. Dorong klien untuk mengekspresikan
kematian, cemas terhadap ancaman
perasaan marah, cemas/takut terhadap
kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial
situasi krisis yang dialaminya.
dan sebagainya.

Informasi yang tepat tentang situasi yang


dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan
3. Orientasikan klien dan orang terdekat
sekitar dan membantu klien mengantisipasi
terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
dan menerima situasi yang terjadi.
diharapkan.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.

4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti


cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane,
Lorazepam/Ativan).
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan
memungkinkan) rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin berhubungan
dengan nyeri, cemas, peningkatan
katekolamin dan atau masalah vaskuler
sebelumnya. Hipotensi ortostatik
berhubungan dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh
denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.

S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi


mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang
disertai infark yang berat. S4 mungkin
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya
berhubungan dengan iskemia miokardia,
murmur.
kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur
menunjukkan gangguan aliran darah normal
dalam jantung seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.

Krekels menunjukkan kongesti paru yang


mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.

3. Auskultasi bunyi napas.


Makan dalam volume yang besar dapat
meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya
bradikardia.

Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan


4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan
miokard dan menurunkan iskemia.
mudah dikunyah.
Jalur IV yang paten penting untuk pemberian
obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri
dada berulang.

5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai Pacu jantung mungkin merupakan tindakan


kebutuhan klien dukungan sementara selama fase akut atau
mungkin diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem konduksi.
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok
sesuai indikasi.

7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si


pacu jantung bila digunakan.

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah


mental yang tiba-tiba seperti bingung, jantung di samping kadar elektrolit dan variasi
letargi, gelisah, syok. asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.

Penurunan curah jantung menyebabkan


vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit penurunan perfusi perifer (kulit) dan
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi penurunan denyut nadi.
perifer.
Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan
distres pernapasan. Di samping itu dispnea
tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan
komplokasi tromboemboli paru.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi,
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
menimbulkan disfungsi gastrointestinal

Asupan cairan yang tidak adekuat dapat


4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, menurunkan volume sirkulasi yang berdampak
penurunan bising usus, mual-muntah, negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan
distensi abdomen dan konstipasi) organ lainnya. BJ urine merupakan indikator
status hidrsi dan fungsi ginjal.

Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine,
catat berat jenis. Heparin dosis rendah mungkin diberikan
mungkin diberikan secara profilaksis pada
klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial,
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat
darah, BUN, kretinin, elektrolit) tromboplebitis. Coumadin merupakan
antikoagulan jangka panjang.

Menurunkan/menetralkan asam lambung,


7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang
mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi
diperlukan:
gaster khususnya karena adanya penurunan
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din) sirkulasi mukosa.

Pada infark luas atau IM baru, trombolitik


merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk memecahkan
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.
Antasida.

- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)

6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya Indikasi terjadinya edema paru sekunder
krekels. akibat dekompensasi jantung.

2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume
cairan (overhidrasi)

Penurunan curah jantung mengakibatkan


3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air
berat badan setiap hari bila tidak
dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan
kontraindikasi.
cairan positif yang ditunjang gejala lain
(peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan
kelebihan volume cairan/gagal jantung.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang


dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 adanya dekompensasi jantung.
jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
Natrium mengakibatkan retensi cairan
sehingga harus dibatasi.

5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium. Diuretik mungkin diperlukan untuk


6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia mengoreksi kelebihan volume cairan.
indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-
ton/Aldactone) Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik
yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.

8. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan
yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh


terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar kesiapan fisik dan mental klien.
klien.

2. Berikan informasi dalam berbagai variasi Meningkatkan penyerapan materi


proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet pembelajaran.
instruksi ringkas, aktivitas kelompok)

3. Berikan penekanan penjelasan tentang


Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih
faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas,
bermanfaat daripada penjelasan ringkas
obat dan gejala yang memerlukan perhatian
dengan penekanan pada hal-hal penting yang
cepat/darurat.
signifikan bagi kesehatan klien.

Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja


4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen
isometrik, manuver Valsava dan aktivitas serta dapat merugikan kontraktilitas yang
yang memerlukan tangan diposisikan di atas dapat memicu serangan ulang.
kepala.
Meningkatkan aktivitas secara bertahap
meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas
dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan
bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan,
memungkinkan kembalinya pola hidup
kerja ringan, kerja sedang)
normal.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari rabu, tanggal 4-5 april 2012

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 64 tahun
Pendidikan : Tamat SD/sederajad
Pekerjaan : buruh
Status : Kawin
Alamat : keringan Rt 3/1, magelang
No Register : 12 03 27 99
Diagnosa Medis : AMI / STEMI
Penanggung jawab :
Nama : Tn P
Umur :-
Pendidikan : Tamat SLTP / sederajad
Pekerjaan : Buruh
hubungan dengan klien : suami klien
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama

Nyeri dada kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang

 3 jam sebelum masuk RS, klien tiba – tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, lalu oleh
keluarganya klien dibawa ke UGD RSUD TIDAR.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan pernah di okname di Sumah Sakit dank klien tidak mempenyai riwayat penyakit
menular seperti DM, Hepatitis,Asma dan lain-lain .

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung

C. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway

Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sekret

2. Breathing

RR 24 x/menit, irama teratur, dalam, suara nafas vesikuler, tidak ada tarikan otot intercosta, tidak ada
nafas cuping hidung, tidak ada wheezing maupun ronkhi, reflek batuk ada, terpasang O2 3 Liter / menit
dengan nasal kanul

3. Sirkulasi

Tekanan darah 166/95 mmHg, nadi 97 x/menit, teratur, kuat, suhu 36,4 0 C, akral hangat, tidak gelisah,
tidak ada sianosis, kulit tidak pucat, capillary refill < 3 detik, terdapat nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati,
nyeri menetap, seperti ditusuk-tusuk.
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum

Klien tampak lemah

2. Kesadaran

Kompos mentis, GCS 15 ( E4M6V5 )

3. Tanda-tanda vital

TD : 156 / 90 mmHg

HR : 96 x / menit

RR : 24 x / menit

o
Suhu : 36,2 C

SaO2 : 100%

4. BB : 50 kg TB : 155 cm

5. Kepala

Bentuk mesochepal, rambut hitam dan ada sedikit uban, lurus, tidak mudah dicabut, kulit kepala bersih,
tidak ada ketombe

6. Mata

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kurang lebih 3mm, reflek cahaya
mata kanan dan kiri positif, penglihatan baik

7. Telinga

Simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada discharge, tidak ada serumen, pendengaran baik

8. Hidung

Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi, terpasang O2 3 Liter / menit
dengan nasal kanul.
9. Leher

Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid, tidak ada peningkatan JVP, JVP
= R – 2 cmH2O

10. Dada

Paru - paru

I : Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tidak ada tarikan otot intercosta

Pa : Stem fremitus kanan = kiri

Pe : Sonor seluruh lapang paru

Au : Suara dasar vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi

Jantung

I : Ictus cordis tidak tampak

Pa : terdapat pembesaran jantung (Cardiomegali)

Pe : Pekak, konfigurasi jantung dalam batas normal

Au : Bj S1-S2 murni, tidak ada gallop, bising maupun murmur

Abdomen

I : Datar

Au : Bising usus (+), 20 x/menit

Pa : tidak ada pembesaran hepar dan lien

Pe : Timpani
11. Ekstremitas

Ekstremitas atas dan bawah tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat, tonus otot baik, nilai
kekuatan otot 5, pergerakan terbatas, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam
) di tangan kiri.

12. Genitalia

Bersih, tidak ada hemoroid.

E. KEBUTUHAN SEHARI – HARI


1. Makanan dan cairan

Klien selama dirawat di ICU makan dengan diit cair 1700 kkal, selalu menghabikan 1 porsi makanan yang
dihidangkan sesuai diitnya. Saat ini klien sudah tidak mual, tidak muntah, tidak ada anoreksia. Minum 3
–4 gelas / hari, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ).

2. Eliminasi

Pola BAB di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, BAB setiap hari, konsistensi lembek. Pola BAK di
rumah maupun di ICU tidak ada perubahan,  4 – 5 kali / hari.

3. Kenyamanan

Terdapat nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Nyeri bertambah berat bila melakukan aktifitas, skala
nyeri 6.

4. Oksigenasi

Tidak ada dispnea, wheezing maupun ronkhi, terpasang O2 3 L / m dengan nasal kanul.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG tanggal 28 april 2012

Hasil : ST elevasi dan Q patologis

2. Laboratorium darah
a. Tanggal 28 april 2012

Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal

WBC 14.53 uL 4.8-10.8

RBC 36,7 uL M: 4.7-6.1, F: 4.2-5.4

HGB 4,17 g/dL M: 14-18, F:12-16

HCT 29,6 % M: 42-52, F: 37-47

MCV 88,9 fL 79.0-99.0

MCH 33,1 Pg 27.0-31.0

MCHC 14,1 g/dL 150-450

PLT 276 uL 11.5-14.5

RDW-DV 107 fL 35-47

PDW 29 fL 9.0-13.0

MPV 1,13 Fl 7.2-11.1

P-LCR 138 % 15.0-25.0

b. Tanggal 28 maret 2012

Kimia Klinik Profile Lemak

CK-MB : 97* Kolestrol total : 154

Gula Darah Trigeserida : 92

GDS : 76 Fungsi Liver


Fungsi Ginjal AST (SGOT) :446*

Ureum : 24 ALT (SGPT) 188*:

Kratinin : 1.35

Elektrolit

Natrium (Na) : 134*

Kalium (K) : 4.5

Klorida (Cl) : 97

c. Pemeriksaan tanggal 4 april 2012


Elektrolit
Natrium (Na) : 132*
kalium (K) : 3.2*
Klorida (Cl) : 93*
d. Pemeriksaan Radiologi 28 april 2012

Kesan : Cardiomegali dengan tanda –tanda oedema pulmonal.


e. Terapi
Terapi obat tanggal 4 april 2012
Aspelet : 1x1 Methioson : 3x1
KSR : 4x1 Laxadin : 3x1c
Vaclon :1x1 Clopomin : drip 0.9 6mcg.
Diqosin : 1x1 Azp : 3x5mg
terapi obat tanggal 5 april 2012
Aspilet : 1x1 Diazepam : 2x1
KSR : 4x1 Diqoxin : 1x1
Vaclon : 1x1 Methioson : 3x1
Laxadin : 3x1 Cairan Infus RL 20 x/menit
ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem

1. Ds: Iskemia otot jantung Nyeri

Klien mengeluh nyeri dada


kiri seperti ditekan dan
nyeri ulu hati dengan skala
nyeri 6 (rentang 0–10 )

Do:

- Ekspresi wajah tegang

- Klien tampak meringis


kesakitan menahan sakit

- TD : 146 / 95 mmHg

- Nadi : 97 x/menit

2. Ds : Penurunan kontraktilitas Penurunan curah


miokard jantung
Klien mengatakan
badannya terasa lemes dan
mudah capek

Do:

- EKG : ST elevasi dan Q


patologis

- Klien tampak lemah

- TD : 146 / 95 mmHg

- Nadi : 97 x/menit
- Cardiomegali

3. Ds: Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktifitas


suplai oksigen miokard dan
Klien mengatakan dada kiri
kebutuhan tubuh
terasa sakit dan badannya
terasa lemah

Do:

- Klien tampak lemah

- TD : 146 / 95 mmHg

- Nadi : 97 x/menit

- ADL dibantu keluarga dan


perawat

2. Diagnosa
 Definisi diagnosa keperawatan
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa
keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap
sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan tubuh
3. Resiko tinggi Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas dan pembesaran
jantung atau penurunan COP

PERENCANAAN

NO TUJUAN –KRITERIA HASIL INTERVENSI


DP

1. Nyeri hilang / berkurang setelah


- Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
dilakukan tindakan keperawatan
- Kaji tingkat nyeri klien ( kwalitas, durasi, skala )
selama 2 x 24 jam dengan
kriteria hasil : - Ajarkan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
- Pasien mengatakan nyeri hilang /
berkurang - Monitor TTV tiap jam

- Ekspresi wajah rilex - Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan
membatasi pengunjung
- Skala nyeri 0-3
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
- TTV dalam batas normal :
- Kolaborasi pemberian )ksigen
 TD : 120/ 80 mmHg

 Nadi : 60 – 100 x/menit

 RR : 16 – 24 x/menit

 Suhu : 36-37 oC

2. Klien mampu
- catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan darah,
mendemonstrasikan peningkatan sebelum, selama dan sesudah aktifitas
toleransi aktifitassetelah
- batasi aktifitas saat nyeri
dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam dengan kriteria
- berikan aktifitas senggang yang tidak berat
hasil :
- anjurkan klien menghindari tekanan abdomen (
-TTV dalam batas normal mengejan ) saat defekasi

 TD : 120/ 80 mmHg - kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukkan tidak toleransi
terhadap aktifitas
 Nadi : 60 – 100 x/menit
- evaluasi EKG setiap hari
 RR : 16 – 24 x/menit
- kolaborasi : rujuk ke program rehabilitasi jantung
 Suhu : 36-37 oC

- akral hangat

- melaporkan tidak adanya nyeri


dada / nyeri dada terkontrol

3. Tidak terjadi penurunan curah


- Kaji ulang TTV tiap jam
jantung setelah dilakukan
- Kaji ulang adanya sianosis, akral dingin
tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam dengan kriteria hasil : - Anjurkan klien untuk istirahat

- EKG : NSR - Batasi aktifitas klien

- TD : 120/ 80 mmHg - Berikan makanan sesuai diitnya

- Nadi : 60 – 100 x/menit - Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

- RR : 16 – 24 x/menit - Kolaborasi pemberian oksigen

- Urin : 0,5 – 1 cc/ jam

- Tidak ada sianosis

- Akral hangat
CATATAN KEPERAWATAN

NO TGL /JAM IMPLEMENTASI-RESPON EVALUASI TTD


DX

1 4/4/2012 - Memonitor TTV Jam 13.30

8.00 Respon : S : Klien mengatakan nyeri


berkurang dengan skala
TD : 146/95 mmHg
nyeri 4
HR : 97 x/menit
O:
RR : 20 x/menit
- Ekspresi wajah rileks
Suhu : 36,4 oC
- Klien tidak merintih
8.05 - Mempertahankan tirah baring kesakitan

Respon : - TD : 148/90 mmHg

8.10 - Mengajarkan tehnik relaksasi dengan tarik


- N : 88 x/menit
nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-
A: masalah teratasi
pelan melalui mulut
sebagian
Respon : klien mampu melakukan tehnik
P : Lanjutkan intervensi
relaksasai dengan benar
- Observasi TTV tiap jam
- Mempertahankan O2 nasal kanul 3 Liter/menit
- Ajarkan tehnik relaksasi
Respon : Aliran oksigen lancar
- Berikan obat sesuai
8.15 - Mengkaji adanya nyeri
indikasi
Respon : Nyeri dada kiri dengan skala nyeri 5

- Memberikan obat diazepam 5 mg


8.20 Respon : obat diminum klien setelah makan

- Menciptakan suasana tenang

Respon : pengunjung bergantian dan tidak


berkunjung saat klien istirahat / tidur
8.30

10.00

2 4/4/2012 - Menganjurkan klien unutk membatasi aktifitas jam 13.30 :


dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan
8.50 S : klien mengatakan lemes
Respon : klien kooperatif dan bersedia badannya berkurang
memenuhi anjuran perawat
O:
- Menciptakan suasana yang tenag dengan
- Klien tampak lebih segar
membatasi pengunjung
- Klien bedrest
8.55 Respon : keluarga dapat memenuhi anjuran
dari perawat - Terpasang O2 3 L/m

- -
Menganjurkan klien untuk menghindari Terpasang infus RL di
mengejan saat BAB tangan kiri

Respon : klien dapat memahami saran dari - TD 148/90 mmHg


9.00 perawat
- Nadi 88 x / menit
- Memberikan laxadin 1 sendok teh
A: Masalah teratasi sebagian
Respon : obat telah diminum klien
P: Lanjutkan intervensi
- Membantu klien BAK dengan urinal diatas
- Bantu klien dalam AKS
9.05 tempat tidur - Monitor TTV tiap jam

Respon : klien BAK dengan urinal diatas


tempat tidur, urin 100 cc, warna kuning
9.10
transparan

- Membantu klien makan di atas tempat tidur (


menyuapi )

Respon : klien menghabiskan 1 porsi makanan


yang disediakan sesuai diitnya

- memberikan obat aspilet, vacloh, digoxin,


dopamine masuk melalui IV perbolus 0.96
12.00 mcg/dl 50cc

3 4/4/2012 - Mengkaji adanya sianosis, akral dingin Jam 13.30

8.30 Respon : tidak ada sianosis, akral hangat S:

- Memonitor TTV klien mengatakan lemes


badannya berkurang
9.00 Respon :
O:
TD : 150/124 mmHg
- Klien tampak lebih segar
HR : 92 x/menit
- Klien bedrest
RR : 18 x/menit
- EKG : ST elevasi, Q
Suhu : 36,3 oC
patologis
- Menganjurkan klien untuk banyak istirahat
- TD : 148/90 mmHg
9.15 Respon : klien dapat memahami saran dari
- N : 88 x/menit
perawat
- Sesak nafas berkurang
- Memberikan klien makanan sesuai diitnya
- RR 24x/mnt
Respon : klien makan 1 porsi makanan yang
dihidangkan sesuai diitnya - Nafas cepat dan dangkal,
irama teratur
12.00 - Memberikan obat, Diazepam 5 mg,
- TD 140 / 90 mmHg

- Nadi 120x/menit

A : masalah teratasi
sebagian

P : lanjutkan intervensi :
12.05 observasi TTV tiap jam

1 5/4/2012 - Mengkaji adanya nyeri Jam 13.30

07.00 Respon : Nyeri dada kiri dengan skala nyeri 5 S: Klien mengatakan sudah
tidak nyeri lagi
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan tarik
nafas panjang dan mengeluarkannya pelan- O :
07.05
pelan melalui mulut
- Ekspresi wajah rileks
Respon : klien mampu melakukan tehnik
- Klien tidak merintih
relaksasai dengan benar
kesakitan
- Mempertahankan O2 nasal kanul 3 Liter/menit
- TD: 120/80 mmHg
Respon : Aliran oksigen lancar
- N : 80 x /menit
- Mempertahankan tirah baring
A: masalah teratasi
07.10 Respon : klien bedrest
P: Pertahankan intervensi
- Memonitor TTV
- Observasi TTV tiap jam
Respon :
- Ajarkan tehnik relaksasi
07.15 TD : 130/90 mmHg
- Berikan obat sesuai
HR : 84 x /menit indikasi
08.00 RR : 18 x /menit

Suhu : 36,1 oC

- Memberikan Diazepam 1 c

Respon : obat diminum klien setelah makan

- Menciptakan suasana tenang

Respon : pengunjung bergantian dan tidak


berkunjung saat klien istirahat / tidur
08.15

10.00

2 5/4/2012 - Memonitor TTV Jam 13.30

8.00 Respon : S: klien mengatakan


badannya sudah tidak
TD : 130/90 mmHg
lemes lagi
HR : 84 x/menit
O:
RR : 18 x/menit
- Klien tampak segar
Suhu : 36,3 oC
- Klien bedrest
8.15 - Mengkaji adanya sianosis, akral dingin
- EKG : ST elevasi, Q
Respon : tidak ada sianosis, akral hangat patologis
- Memberikan klien makanan sesuai diitnya - TD : 120/80 mmHg

8.30 - Respon : klien makan 1 porsi makanan yang


- N : 80 x/menit
dihidangkan sesuai diitnya
A : masalah teratasi
- Memberikan obat Aspilet, Diazepam 5 mg,
12.00 Tidak terjadi penurunan
KSR, Vacloh, Digoxin, methioson,
curah jantung
Respon : obat telah diminum klien
P: pertahankan intervensi :
- Menganjurkan klien untuk banyak istirahat
- observasi TTV tiap jam
Respon : klien dapat memahami saran dari
perawat

3 5/4/2012 - Menganjurkan klien untuk menghindari


jam 13.30 :
mengejan saat BAB
07.00 S: klien mengatakan
Respon : klien dapat memahami saran dari badannya tidak lemas lagi
perawat
O:
- Membantu klien BAK dengan urinal diatas
- Klien tampak segar
8.00 tempat tidur
- Klien bedrest
Respon : klien BAK dengan urinal diatas
tempat tidur, urin 100 cc, warna kuning - Terpasang O2 3 L/m
transparan
- Terpasang infus RL di
- Membantu klien makan di atas tempat tidur tangan kiri
(menyuapi)
- TD 120/80 mmHg
9.00 Respon : klien menghabiskan 1 porsi
- Nadi 80 x / menit
makanan yang disediakan sesuai diitnya
A: Masalah teratasi
- Pemberian obat laxadin 1c
P: Pertahankan intervensi
Respon : obat masuk per oral
- Bantu klien dalam AKS
- Menciptakan suasana yang tenang dengan
membatasi pengunjung - Monitor TTV tiap jam

9.15 Respon : keluarga dapat memenuhi anjuran


dari perawat
10.00

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan secara tiba-
tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-
tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya Nyeri dada yang tiba –
tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa
nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap
selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin,
nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah –
muntah, dan kebanyakan dari penderita AMI/STEMI akan mengalami kematian.

B. Saran
Semoga apa yang kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai
masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik bagi pasien. Kelompok sadar bahwa
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kelompok berharap agar makalah ini
menjadi motivasi bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik sehingga menambah
wawasan bagi semua. Kelompok juga berharap agar aplikasi perawatan pasien dengan Akut Limb Iskemi
dapat di laksanakan sesuai dengan tata laksana dalam perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9

. Jakarta: EGC

Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute MyocardialInfarction;Harrison’s Principles


of Medicine 15th edition, page 1-17

Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal 173-181

. Jakarta: Universitas Indonesia

Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek . Jakarta: FK

UkridaSudiarto’s handout. 2011. Acut Coronary Syndrome


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000195.htmhttp://www.escardio.org/guidelines-
surveys/escguidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-AMI-FT.pdf

Vous aimerez peut-être aussi