Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
B. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai
epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.
Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.
C. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Penyempitan aterorosklerotik
Trombus
Plak aterosklerotik
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
E. KOMPLIKASI
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
F. PENATALAKSANAAN
a. Syok kardiogenetik
Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15
ug/kgBB/menit.
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20
ug/kgBB/menit.
Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun
dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi
invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak
membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
Pertahankan preload ventrikel kanan.
Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10
mmHg (13,6cmH20).
Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok
jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
Penghambat ACE
Reporfusi
Obat trombolitik
Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya
aridmia sebelumnya.
Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan kolaps
hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika
gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi
(tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan
darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total
maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1
mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan
energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J ( klas I)
Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi
amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:
f. Status:
2. Riwayat kesehatan
Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
Sesak
Udema
Nyeri dada
Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
Darah tinggi
Diabetes
Penyakit jantung
Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang sama
dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
Riwayat asma
Diabetes
Stroke
Gastritis
Alergi
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Kesadaran:
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Elektrokardiografi:
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan nyeri dada.
c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan edema.
d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan nutrisi/peningkatan
kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan ketakutan, gelisah dan
perilaku takut.
C. INTERVENSI
1. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Kriteria hasil:
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak nyeri)
sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan diaporesis.
Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena randsang simpatis atau
menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas pengurangan nyeri dengan
menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu danri pemberian sampai penghilangan nyeri.
Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam batas normal.
Kriteria hasil:
Intervensi:
Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbangan cairan.
Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton dengan hidronolakton
(Aldactone).
Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energy; kondisi kulit, kuku,
rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.
Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan keseimbangan
nitrogen.
Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai kebutuhan. Atur
kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat.
Intervensi:
Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang aktivitas dan
yang diprogramkan.
Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD menurun, ekstremitas
dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.
Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru setiap dua jam terhadap
krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.
Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitude, yang
merupakan sinyal gagal jantung.
Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam
mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam jangkauan,
member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk memastikan periode istirahat tanpa
gangguan.
Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh toleransi
aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan jumlah latihan di tempat
tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien membaik
Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.
Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang sesuai.
Intervensi:
Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan
menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
Mempertahankan kepercayaan.
Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan bila pasien
menunjukkan perilaku merusak.
Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.
Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di harapkan.
Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten;
ulangi sesuai indikasi.
Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan
dan masalah.
Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe kontrol pasien,
jumlah rangsangan eksternal.
Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.
dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien
E. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+L
aki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, (diakses 24 Oktober 2012)
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/11/04/laporan-pendahuluan-stemi-st-elevasi-miokard-
infark/
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5
A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark
transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel
dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non
infark mengalami dilatasi.7
B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke
dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti
tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya
dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya
dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit
terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat,
namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga
sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga
sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan
menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-
remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada
dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal
atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien
yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke
sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat
dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein
tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi
adanya infark miokard.6,7
E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka
kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi
STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada
2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi
dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse,
sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan
selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti
umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling
buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik,
walaupun tidak sebaik PCI. 5
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out
patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi
fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan
bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan
bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan
mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi
dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah,
atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak
pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung
kongestif antara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada
kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat
memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima
instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan
sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah,
relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah
perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan
secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi
otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ” pumping action”
pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem
mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti
duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri
sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha
mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah
diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk
keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html
2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20IMA%20STEMI.html,
diakses 23 Mei 2012)
3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki Kebiasaan Minum
Alkohol, (Online),
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+L
aki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)
4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-manusia.html
5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online),
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei 2012.
6. Anonim. Infark Miokard, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), diakses 29 Mei 2012.
7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-subagiog2a-5321-2-
bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.
9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.
http://zahstraces.blogspot.com/2012/06/st-elevasi-miokard-infark-stemi.html
Definisi
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri
koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu penyakit dalam, 2006).
2. Etiologi
b. Penyempitan aterorosklerotik
c. Trombus
d. Plak aterosklerotik
3. Gejala klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas,
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai
nyeri dada.
Sebagian besar pasien memiliki faktor resiko atau penyakit jantung koroner yang diketahui . 50%
4. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor
ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
4. Patofisiologi
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
a) Nama:
b) Umur:
c) Alamat:
d) Perkerjaan:
e) Tanggal masuk:
f) Status:
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
(1) sesak
(2) udema
(3) nyeri dada
c) Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya
yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat peNyakit lainnya
seperti:
(2) Diabetes
d) Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang
sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
(2) Diabetes
(3) Stroke
(4) Gastritis
(5) Alergi
e) Pemeriksaan fisik
(2) Kesadaran:
(3) TTV:
(a) Nadi:
(b) Napas:
(c) Suhu:
(5) Hidung:
(b) sekret
(6) Mulut:
(a) deformitas
(b) stomatitis
(7) Telinga:
(a) Deformitas
(b) serumen
(8) Kepala:
(a) Deformitas
(9) Leher:
(10) Kulit:
(a) Warna
(b) Elastisitas
(11) Thorax:
(d) Auskultasi:
(12) Paru:
(a) Kesimetrisan
(14) Abdomen:
(a) kesimetrisan,
(c) massa
f) Pemeriksaan penunjang:
(1) Elektrokardiografi:
(a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
norepinefrin.
(b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15
ug/kgBB/menit.
(c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin
(d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75
tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi
(e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal
(f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
(distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana
(b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium
(d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada
blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
(e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
(f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
(j) Reporfusi
(m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).
(a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan
awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
(b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan
hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal
(c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi
(a)) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis
loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50
ug/lg/menit).
(b)) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/jam.
©) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus
tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200
(b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik
diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock
b) Riwayat kesehatan lainnya: Perubahan dari sebelum dan sesudah mengalami penyakit.
(4) Spiritual
(5) Seksual
a. Diagnosa
2) Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan nyeri
dada.
3) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan
edema.
b. Intervensi
Kriteria hasil:
(c) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
(a) Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0
(tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan diaporesis.
(b) Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena randsang
(c) Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas pengurangan
nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu danri pemberian sampai
penghilangan nyeri.
(d) Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
(e) Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
(f) Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam batas
normal.
Kriteria hasil:
(c) Intervensi:
(c) Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbangan
cairan.
(e) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
(g) Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton dengan
hidronolakton (Aldactone).
Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
(a) Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energy; kondisi
(c) Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
(d)Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan
keseimbangan nitrogen.
(e) Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai
kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan
untuk “mencapai”.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Intervensi:
(a) Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang aktivitas
(b) Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD menurun,
(c) Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru setiap dua jam
terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.
(d)Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitude,
(f) Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam
jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk memastikan periode
(g) Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.
(h) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh
toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan jumlah
latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien membaik.
(i) Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.
(j) Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang
sesuai.
Intervensi:
(a) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan
(b) Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
(d) Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan bila pasien
(e) Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.
(f) Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di harapkan.
Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi
(g) Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi
(h) Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe kontrol
(i) Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.
(k) dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.
c. Implementasi
d. Evaluasi
Penyumbatan koroner atau serangan jantung dan infark miokardium mempunyai arti yang
sama namun istilah yang disukai adalah infark miokardium, di Amerika serikat terjadi jutaan serangan
penyakit ini pertahun. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark miocard akut adalah nekrosis
miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya nyeri dada yang tiba –
tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa
nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap
selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin,
nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah –
muntah.
Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan infark miokardium biasanya pria, diatas 40 tahun
dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh koronernya, sering disertai hipertensi aterial, serangan
bisa terjadi juga pada pria atau wanita muda diawali 30 an atau bahkan 20-an, wanita yang memakai
kontrasepsi, pil, dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi, namun secara keseluruhan,angka
kejadian infark miokardium pada pria lebih tinggi di banding dengan wanita pada semua usia. Meskipun
pasien biasanya pria dan berusia 40 tahun, namun semua umur yang mengalami gejala dan tanda-tanda
yang sudah disebutkan diatas perlu segera ditangani.
B. Tujuan
Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
Akut Miokard Infark / AMI.
Tujuan khusus:
2. Partisipatif
Dalam hal ini penulis melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk memantau perkembangan dan kesehatan dengan teknik inspeksi, palpas, perkusi,
dan auskultasi dan hasilnya data bersifat subyektif.
3. Studi Kepustakan
Dalam hal ini berguna untuk mendapatkan referensi yang digunakan dan mendukung data-data lain
serta metode kepustakaan yang mendukung pelaksanaan dari studi kasus karya tulis ilmiah.
D. Sitematika penulisan:
Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusunan karya tulis ilmiah ini secara
sistematis dapat di uraikan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang akan diuraikan yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Merupakan laporan kasus pada pasien gagal jantung di ruang Sakura RSUD Tidar Magelang
sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi, etiologi, tanda gejalah, patofiologi, pemeriksaan
penunjang dam hasilnya, pathways dan Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan meliputu
pengkajian pengkajian primer dan sekunder, diagnosa keperawatan, dan Intervensi dan Rasional
Merupakan pembahasan kasus pada pasien AMI, guna melihat adanya penyimpangan antara
kasus nyata dengan Konsep teori pada BAB II.
BAB II
KONSEP DASAR
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan secara tiba-tiba
aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi Myocard
Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan
menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan
lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang
diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard
Infarction)merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen
ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi
pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara
mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh
aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti
kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan
karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan
(Santoso, 2005).
2. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis.
Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu
munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau
hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah
miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel
darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat
meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari
nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko biologis
infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko
aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi
sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan
alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama
daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko
tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal
diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia
adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik
sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai
dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif
mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung
koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini
juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin an diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang
tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis
(Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat,
kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil
per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit
(Beers, 2004).
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region
sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama
beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa
melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang
menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal
dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
4. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan
menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah kedistal dari tempat penyumbatan terjadi
(Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II, hipertensi, reactive
oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap
faktor-faktor di atasmenimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat
lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan
sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian leukosit bermigrasi ke
sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja
mengeliminasikolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos dari tunika media
ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi
ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.
Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut
secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan
menyebabkan manifestasiklinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia
miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,obstruksi kritis pada arteri koroner
kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard menurun dan dapat
menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke
subendokard jantungmenyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemiayang
disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengankegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan struktur sel.
Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar
oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asamlaktat dan pH
intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membransel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokardyang
terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yangireversibel berakhir pada infark
miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner, maka terjadi infark
miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMIkarena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darahkolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbatcepat (Antman, 2005). Non STEMI
merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat
erosi dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhanoksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001)
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekles
b. Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri
Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler
lambat, tidak teratus (disritmia)
Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
konraktilits atau komplain ventrikel
Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal
jantung atau ventrikel
Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus
pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Tanda :
Jenis
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan
EKG Masa setelah serangan:
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik
dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya
kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus,
Ekokardiografi
ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade
akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.
Radioisotop
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam varias
catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingg
hemo-dinamik digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepa
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan
Nitro-Dur) simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen,
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas menurunkan risiko komplikasi.
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk,
tekanan abdominal. batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
menunjukkan kecemasan klien. secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang
dapat menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan sebagainya.
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan
memungkinkan) rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin berhubungan
dengan nyeri, cemas, peningkatan
katekolamin dan atau masalah vaskuler
sebelumnya. Hipotensi ortostatik
berhubungan dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh
denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya Indikasi terjadinya edema paru sekunder
krekels. akibat dekompensasi jantung.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume
cairan (overhidrasi)
8. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan
yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari rabu, tanggal 4-5 april 2012
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 64 tahun
Pendidikan : Tamat SD/sederajad
Pekerjaan : buruh
Status : Kawin
Alamat : keringan Rt 3/1, magelang
No Register : 12 03 27 99
Diagnosa Medis : AMI / STEMI
Penanggung jawab :
Nama : Tn P
Umur :-
Pendidikan : Tamat SLTP / sederajad
Pekerjaan : Buruh
hubungan dengan klien : suami klien
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
3 jam sebelum masuk RS, klien tiba – tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, lalu oleh
keluarganya klien dibawa ke UGD RSUD TIDAR.
Klien mengatakan pernah di okname di Sumah Sakit dank klien tidak mempenyai riwayat penyakit
menular seperti DM, Hepatitis,Asma dan lain-lain .
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung
C. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sekret
2. Breathing
RR 24 x/menit, irama teratur, dalam, suara nafas vesikuler, tidak ada tarikan otot intercosta, tidak ada
nafas cuping hidung, tidak ada wheezing maupun ronkhi, reflek batuk ada, terpasang O2 3 Liter / menit
dengan nasal kanul
3. Sirkulasi
Tekanan darah 166/95 mmHg, nadi 97 x/menit, teratur, kuat, suhu 36,4 0 C, akral hangat, tidak gelisah,
tidak ada sianosis, kulit tidak pucat, capillary refill < 3 detik, terdapat nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati,
nyeri menetap, seperti ditusuk-tusuk.
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Tanda-tanda vital
TD : 156 / 90 mmHg
HR : 96 x / menit
RR : 24 x / menit
o
Suhu : 36,2 C
SaO2 : 100%
4. BB : 50 kg TB : 155 cm
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut hitam dan ada sedikit uban, lurus, tidak mudah dicabut, kulit kepala bersih,
tidak ada ketombe
6. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kurang lebih 3mm, reflek cahaya
mata kanan dan kiri positif, penglihatan baik
7. Telinga
Simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada discharge, tidak ada serumen, pendengaran baik
8. Hidung
Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi, terpasang O2 3 Liter / menit
dengan nasal kanul.
9. Leher
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid, tidak ada peningkatan JVP, JVP
= R – 2 cmH2O
10. Dada
Paru - paru
I : Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tidak ada tarikan otot intercosta
Jantung
Abdomen
I : Datar
Pe : Timpani
11. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat, tonus otot baik, nilai
kekuatan otot 5, pergerakan terbatas, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam
) di tangan kiri.
12. Genitalia
Klien selama dirawat di ICU makan dengan diit cair 1700 kkal, selalu menghabikan 1 porsi makanan yang
dihidangkan sesuai diitnya. Saat ini klien sudah tidak mual, tidak muntah, tidak ada anoreksia. Minum 3
–4 gelas / hari, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ).
2. Eliminasi
Pola BAB di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, BAB setiap hari, konsistensi lembek. Pola BAK di
rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, 4 – 5 kali / hari.
3. Kenyamanan
Terdapat nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Nyeri bertambah berat bila melakukan aktifitas, skala
nyeri 6.
4. Oksigenasi
Tidak ada dispnea, wheezing maupun ronkhi, terpasang O2 3 L / m dengan nasal kanul.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG tanggal 28 april 2012
2. Laboratorium darah
a. Tanggal 28 april 2012
PDW 29 fL 9.0-13.0
Kratinin : 1.35
Elektrolit
Klorida (Cl) : 97
Do:
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
Do:
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- Cardiomegali
Do:
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
2. Diagnosa
Definisi diagnosa keperawatan
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa
keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap
sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan tubuh
3. Resiko tinggi Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas dan pembesaran
jantung atau penurunan COP
PERENCANAAN
- Ekspresi wajah rilex - Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan
membatasi pengunjung
- Skala nyeri 0-3
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
- TTV dalam batas normal :
- Kolaborasi pemberian )ksigen
TD : 120/ 80 mmHg
RR : 16 – 24 x/menit
Suhu : 36-37 oC
2. Klien mampu
- catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan darah,
mendemonstrasikan peningkatan sebelum, selama dan sesudah aktifitas
toleransi aktifitassetelah
- batasi aktifitas saat nyeri
dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam dengan kriteria
- berikan aktifitas senggang yang tidak berat
hasil :
- anjurkan klien menghindari tekanan abdomen (
-TTV dalam batas normal mengejan ) saat defekasi
TD : 120/ 80 mmHg - kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukkan tidak toleransi
terhadap aktifitas
Nadi : 60 – 100 x/menit
- evaluasi EKG setiap hari
RR : 16 – 24 x/menit
- kolaborasi : rujuk ke program rehabilitasi jantung
Suhu : 36-37 oC
- akral hangat
- Akral hangat
CATATAN KEPERAWATAN
10.00
- -
Menganjurkan klien untuk menghindari Terpasang infus RL di
mengejan saat BAB tangan kiri
- Nadi 120x/menit
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi :
12.05 observasi TTV tiap jam
07.00 Respon : Nyeri dada kiri dengan skala nyeri 5 S: Klien mengatakan sudah
tidak nyeri lagi
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan tarik
nafas panjang dan mengeluarkannya pelan- O :
07.05
pelan melalui mulut
- Ekspresi wajah rileks
Respon : klien mampu melakukan tehnik
- Klien tidak merintih
relaksasai dengan benar
kesakitan
- Mempertahankan O2 nasal kanul 3 Liter/menit
- TD: 120/80 mmHg
Respon : Aliran oksigen lancar
- N : 80 x /menit
- Mempertahankan tirah baring
A: masalah teratasi
07.10 Respon : klien bedrest
P: Pertahankan intervensi
- Memonitor TTV
- Observasi TTV tiap jam
Respon :
- Ajarkan tehnik relaksasi
07.15 TD : 130/90 mmHg
- Berikan obat sesuai
HR : 84 x /menit indikasi
08.00 RR : 18 x /menit
Suhu : 36,1 oC
- Memberikan Diazepam 1 c
10.00
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan secara tiba-
tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-
tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya Nyeri dada yang tiba –
tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa
nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap
selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin,
nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah –
muntah, dan kebanyakan dari penderita AMI/STEMI akan mengalami kematian.
B. Saran
Semoga apa yang kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai
masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik bagi pasien. Kelompok sadar bahwa
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kelompok berharap agar makalah ini
menjadi motivasi bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik sehingga menambah
wawasan bagi semua. Kelompok juga berharap agar aplikasi perawatan pasien dengan Akut Limb Iskemi
dapat di laksanakan sesuai dengan tata laksana dalam perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9
. Jakarta: EGC
Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal 173-181