Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KELOMPOK 6
Kebutuhan hidup
(sandang, pangan, papan)
meningkat
Malthusian
Indikator : Lapangan pekerjaan berkurang
Ketersediaan TPT (Tingkat Ketersediaan lahan
pangan berkurang Pengangguran Hasil riset BKKBN Gorontalo pemukiman berkurang
Terbuka)
Neo Malthusian
Pengangguran meningkat
Asupan makanan Indikator : GK Terjadi kerusakan
tidak tercukupi (Garis Kemiskinan) lingkungan
Kemiskinan meningkat
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan
GKM ialah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan
dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Sementara GKNM adalah kebutuhan
minimum untuk rumah, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Garis Kemiskinan
menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per
kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki
rata‐rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Dengan meningkatnya angka kemiskinan, secara tidak langsung juga dapat
menurunkan kualitas pendidikan, yakni menjadikan seseorang berpendidikan
rendah. Terdapat beberapa indikator mengenai pendidikan, yaitu :
1. Angka Melek Huruf (AMH)
AMH adalah proprosi penduduk 15 tahun ke atas terhadap penduduk usia 15
tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis, tanpa harus mengerti apa
yang dibaca/ditulisnya. AMH digunakan untuk melihat pencapaian indikator
dasar yang telah dicapai oleh suatu daerah, karena membaca merupakan dasar
utama dalam memperluas ilmu pengetahuan. AMH merupakan indikator
penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap
pengetahuan. Tingkat melek huruf yang tinggi (atau tingkat buta huruf rendah)
menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan/atau
program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk
memperoleh kemampuan menggunakan kata‐kata tertulis dalam kehidupan
sehari‐hari dan melanjutkan pembelajarannya.
2. Angka Partisipasi Kasar (APK)
APK ialah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu dalam kelompok
usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut terhadap penduduk pada
kelompok usia tertentu. Sejak tahun 2009 Pendidikan Non Formal (Paket A,
Paket B dan Paket C) turut diperhitungkan. APK digunakan untuk
menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum pada suatu tingkat
pendidikan. APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat partisipasi
sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang
pendidikannya. Jika nilai APK mendekati atau lebih dari 100 persen
menunjukkan bahwa menunjukkan ada penduduk yang sekolah belum
mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Hal ini juga dapat
menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu menampung penduduk usia
sekolah lebih daripada target yang sesungguhnya.
3. Angka Partisipasi Murni (APM)
APM adalah proporsi anak sekolah pada satu kelompok usia tertentu yang
bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok usianya terhadap
seluruh anak pada kelompok usia tersebut. APM digunakan untuk mengukur
proporsi anak yang bersekolah tepat pada waktunya. APM menunjukkan
seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan
fasilitas pendidikan sesuai dengan usia pada jenjang pendidikannya.
4. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
APS ialah proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok
umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. APS
digunakan untuk menunjukkan tingkat partisipasi pendidikan menurut
kelompok umur tertentu. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang
yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Pada kelompok
umur mana peluang tersebut terjadi dapat dilihat dari besarnya APS setiap
kelompok umur.
5. Rata-rata Lama Sekolah
Merupakan jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah
diselesaikan dalam Pendidikan Formal (tidak termasuk tahun yang
mengulang). Untuk menghitung Rata‐rata Lama Sekolah dibutuhkan informasi
tentang :
- Partisipasi sekolah
- Jenjang dan jenis pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki
- Ijasah tertinggi yang dimiliki
- Tingkat/kelas tertinggi yang pernah/ sedang diduduki
Perhitungan ini berguna untuk melihat kualitas penduduk dalam hal
mengenyam Pendidikan Formal. Tingginya angka Rata‐rata Lama Sekolah
(MYS) menunjukkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki oleh
seseorang. Semakin tinggi angka MYS maka semakin lama/tinggi jenjang
pendidikan yang ditamatkannya.
6. Angka Putus Sekolah
Merupakan proporsi anak menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak
bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan
tertentu. Adapun kelompok umur yang dimaksud adalah kelompok umur 7‐12
tahun, 13‐15 tahun, dan 16‐18 tahun. Perhitungan ini bermanfaat untuk
mengukur kemajuan pembangunan di bidang pendidikan dan untuk melihat
keterjangkauan pendidikan maupun pemerataan pendidikan pada masing‐
masing kelompok umur (7‐12, 13‐15, dan 16‐18 tahun). Semakin tinggi angka
putus sekolah menggambarkan kondisi pendidikan yang tidak baik dan tidak
merata. Begitu sebaliknya jika angka putus sekolah semakin kecil maka
kondisi pendidikan di suatu wilayah semakin baik.
Contoh APTS7-12 = 10,11% berati secara rata-rata dari 100 anak usia 7-12
tahun yang sedang atau pernah bersekolah terdapat 10 sampai 11 anak yang
putus sekolah dan lebih cenderung 10 anak yang putus sekolah.
Hasaroh, Yunita. 2010. Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk yang
dirawat di RSUP .H. Adam Malik Medan [Skripsi]. Medan : FKM USU
Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan
Kurniawati, Rery dan Yayah Rokayah. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
terhadap Perilaku Drop Out KB di Desa Caringin Kabupaten Pandeglang
Banten”. JURNAL KESEHATAN Poltekkes Banten VOL 6, NO 1 (2015).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VIII/77
tentang Pencemaran Air Dari Badan Air Untuk Berbagai Kegunaan yang
Berhubungan dengan Kesehatan
Purnami, Cahya Tri. 2012. Ilmu Kependudukan. Semarang : UPT UNDIP Press
Semarang
Teori Penduduk dalam http://elisa.ugm.ac.id/ diakses pada 10 September 2015
Utina, Ramli dan Dewi Wahyuni K.Baderan. Dampak Kepadatan Penduduk
terhadap Kondisi Biofisik Lingkungan Hidup di Provinsi Gorontalo. 2013.
Gorontalo : BKKBN Provinsi Gorontalo
Waluyo, Heru. “Tekanan Penduduk dan Dampak Terhadap Lingkungan”. Seminar
“Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup” 30 April 2002. Jakarta :
Kementrian Lingkungan Hidup
http://www.bps.go.id/ diakses pada 11 September 2015
http://data.tnp2k.go.id/ diakses pada 11 September 2015