Vous êtes sur la page 1sur 17

‘ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KHUSUS KEBUTUHAN KHUSUS

PADA ANAK USIA SEKOLAH”

SYAHRIAL IDRIS

15631529

NO ABSEN : 2

PRODI S1 KEPERAWATAN / 5B

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

JANUARI 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, bertolak dari
latar belakang manusia yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan banyak faktor
yang terjadi dan berhubungan dengan masalah kesehatan. Di dalam komunitas
masyarakat suatu daerah bila di klasifikasikan berdasarkan kelompok khusus, yang
sangat rentan terhadap kondisi kesehatan terganggu adalah kelompok khusus anak
usia sekolah. Salah satu upaya yang dilaksanakan adalah meningkatkan pola hidup
masyarakat yang sehat dengan melakukan kegiatan keperawatan pada komunitas /
masyarakat yang didalamnya terdapat kelompok khusus anak sekolah. Dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada kelompok khusus (anak usia sekolah) tidak
terlepas dari proses keperawatan yang merupakan pendekatan dalam pembuatan
asuhan keperawatan dengan langkah – langkah yaitu : Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi. Anak diartikan sebagai
seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam
masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Sedangkan anak usia sekolah dapat diartikan sebagai anak yang
berada dalam rentang usia 6-12 tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain
selain keluarga (Supraptini, 2004). Anak usia sekolah biasa disebut anak usia
pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-12 tahun (Santrock,
2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur yaitu tahap awal 6-7
tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun (DeLaune &
Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005).
Kemampuan kemandirian anak dalam periode ini di luar lingkungan rumah
terutama di sekolah akan terasa semakin besar. Beberapa masalah sudah mampu
diatasi dengan sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri
dengan lingkungan yang ada. Rasa tanggung jawab dan rasa percaya diri dalam
menghadapi tugas sudah mulai terwujud, sehingga ketika anak mengalami
kegagalan sering kali dijumpai reaksi seperti kemarahan dan kegelisahan (Hidayat,
2005)
Tidak seperti bayi dan anak usia pra-sekolah, anak-anak dalam usia sekolah
dinilai sudah mampu untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai sosial. Anak usia
sekolah menurut Erikson dalam Wong (2009) berada dalam fase industri. Anak
mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan pengetahuan dari kemampuan yang
ada (Santrock, 2008). Anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dari aturan yang
diberikan. Anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan
mengembangkan kreativitas, keterampilan, dan keterlibatan dalam pekerjaan yang
berguna secara sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009).
Melihat berbagai masalah kesehatan yang muncul pada kelompok anak usia
sekolah maka diperlukan adanya peran tenga kesehatan dalam membantu
menangani masalah tersebut baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
B. Tujuan
 Tujuan umum

Meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat


menolong diri mereka sendiri (self care) dan tidak terlalu tergantung kepada
pihak lain.

 Tujuan khusus
Agar kelompok khususanak usia sekolah dapat meningkatkan
kemampuan mereka dalam hal:
1. Mengidentifikasi permasalahan yang dialami komunitas anak usia
sekolah
2. Melakukan analisis dan sintesa data komunitas anak usia sekolah
3. Merumuskan diagnose keperawatan komunitas anak usia sekolah
4. Membuat perencanaan tindakan terkait diagnose keperawatan
5. Melakukan intervensi sesuai prioritas terhadap komunitas anak usia
sekolah
6. Mengevaluasi tindakan intervensi terhadap anak usia sekolah di
institusi pendidikan
C. Manfaat
1. Membantu anak usia sekolah dalam mencegah terjadinya perilaku berisiko.
2. Memberikan informasi data tentang anak usia sekolah dan resiko yang mungkin
terjadi
3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait
anak usia sekolah
4. Membantu masyarakat khususnya keluarga yang mempunyai anak usia sekolah
dalam memberikaan intervensi.
5. Sebgai bahan informasi tambahan bagi petugas kesehatan dalam memberikan
penanganan masalah kesehatan pada anak usia sekolah dalam hal promotif dan
preventif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
1. Definisi komunitas anak usia sekolah
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu
dengan sistem social tertentu.Komunitas meliputi individu, keluarga,
kelompok/agregat dan masyarakat. Berdasarkan umur kronologis dan
berbagai kepentingan, terdapat berbagai definisi tentang anak usia sekolah
yaitu:
a. Menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu
golongan anak yang berusia antara 7-12 tahun, sedangkan di
Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun.
b. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12
tahun.
2. Konsep Anak Usia Sekolah
Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan
belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan
kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual.
Sedangkan anak usia sekolah dapat diartikan sebagai anak yang berada
dalam rentang usia 6-12 tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain
selain keluarga (Supraptini, 2004). Anak usia sekolah biasa disebut anak
usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-12 tahun
(Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur
yaitu tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-
12 tahun (DeLaune & Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005).
Kemampuan kemandirian anak dalam periode ini di luar lingkungan
rumah terutama di sekolah akan terasa semakin besar. Beberapa masalah
sudah mampu diatasi dengan sendirinya dan anak sudah mampu
menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada. Rasa tanggung
jawab dan rasa percaya diri dalam menghadapi tugas sudah mulai terwujud,
sehingga ketika anak mengalami kegagalan sering kali dijumpai reaksi
seperti kemarahan dan kegelisahan (Hidayat, 2005).
Tidak seperti bayi dan anak usia pra-sekolah, anak-anak dalam usia
sekolah dinilai sudah mampu untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai
sosial. Anak usia sekolah menurut Erikson dalam Wong (2009) berada
dalam fase industri. Anak mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan
pengetahuan dari kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak belajar
berkompetisi dan bekerja sama dari aturan yang diberikan. Anak mulai
ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan mengembangkan
kreativitas, keterampilan, dan keterlibatan dalam pekerjaan yang berguna
secara sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009). Dalam fase ini, perkembangan
anak membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua dan kemampuan
menemukan penerimaan dalam kelompok yang sebaya serta berperan dalam
merundingkan masalah dan tantangan yang berasla dari dunia luar
(Nursalam, 2005)

3. Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya.
Harapan dan tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan
masuk sekolah dasar saat usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2004). Anak usia
sekolah mengalami beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa
kanak-kanak dimana anak mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun
(Hurlock, 2004; Santrock, 2008; Wong, 2009). Dalam tahap perkembangan
anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan kemampuannya
dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari keluarga
serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam kelompoknya.
Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap ini seperti
perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk menghargai
lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2005).
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut
teori tumbuh kembang, yaitu:
a. Perkembangan Kognitif (Piaget)
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada
pada tahap konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah
mulai memandang secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai
anggapan yang sama dengan orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai
hilang, sebab anak mulai memiliki pengertian tentang keterbatasan diri
sendiri. Anak usia sekolah mulai dapat mengetahui tujuan rasional
tentang kejadian dan mengelompokkan objek dalam situasi dan tempat
yang berbeda. Pada periode ini, anak mulai mampu mengelompokkan,
menghitung, mengurutkan, dan mengatur bukti-bukti dalam penyelesaian
masalah. Anak menyelesaikan masalah secara nyata dan urut dari apa
yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia sekolah berada dalam tahap
reversibilitas, yaitu anak mulai memandang sesutau dari arah sebaliknya
atau dapat disebut anak memiliki dua pandangan terhadap sesuatu.
Perkembangan kognitif anak usia sekolah memperlihatkan anak lebih
bersifat logis dan dapat menyelesaikan masalah secara konkret.
Kemampuan kognitif pada anak terus berkembang sampai remaja
(Hurlock, 2004)
b. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten
dimana perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap
diri sendiri yang mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa
pubertas. Anak juga mulai berhadapan dengan tuntutan sosial seperti
memulai sebuah hubungan dalam kelompok. Pada tahap ini anak
biasanya membangun kelompok dengan teman sebaya. Anak usia
sekolah mulai tertarik untuk membina hubungan dengan jenis kelamin
yang sama. Anak mulai menggunakan energi untuk melakukan aktifitas
fisik dan intelektual bersama kelompok sosial dan dengan teman
sebayanya, terutama dengan yang berjenis kelamin sama (Hockenberry &
Wilson, 2007; Wong, 2009)
c. Perkembangan Psikososial
Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan
selalu berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal
tersebut bernilai sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini
anak akan sangat tertarik dalam menyelasaikan sebuah masalah atau
tantangan dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan
anak untuk mengambil setiap peran yang ada di lingkungan sosial
terutama dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak menginginkan
adanya pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam pencapaian
setiap hal yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian dan
kepercayaan diri anak. Anak- anak yang tidak dapat memenuhi standar
yang ada dapat mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009).
Anak yang mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam
menjalankan aktivitasnya (Sarafino, 2006). Pengakuan teman sebaya
terhadap keterlibatan anak di kelompoknya akan memberikan dukungan
positif pada anak usia sekolah. Perkembangan moral anak usia sekolah
menurut Kohlberg berada di tahap konvensional (Muscari, 2005).
Perkembangan moral sejalan dengan cara pikir anak usia sekolah yang
lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007). Anak pada usia sekolah dapat
lebih memahami standar perilaku yang seharusnya mereka terapkan pada
kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap konvensional, mulai memahami
bagaimana harus memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang
ingin diterima oleh mereka dari orang lain (Muscari, 2005; Wong, 2009).
Anak mulai melihat berbagai cara pandang untuk menilai suatu tindakan
benar atau salah (Hockenberry & Wilson, 2007).
4. Anak usia sekolah sebagai kelompok resiko
Anak usia sekolah adalah anak yang memiliki umur 6-12 tahun yang
masi duduk di sekolah dasar dari kelas 1 – 6 dan perkembangan sesuai
usianya. Anak usia sekolah merupakan kelompok resiko yaitu suatu kondisi
yang dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan adanya kejadian
penyakit. Hal ini tidak berarti bahwa jika factor resiko tersebut ada pasti
yang membahayakan kesehatan secara optimal dari populasi. Anak usia
sekolah merupakan populasi resiko karena beberapa hal yaitu:
Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah
Aktivitas fisik anak semakin meningkat
Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya
Masih membutuhkan peran orang tua untuk membantu
memenuhi kebutuhan.
5. Peran Dan Fungsi Keluarga Bagi Anak Usia Sekolah
Tugas perkembangan dalam anak usia sekolah menurut Duval
dam Miller Carter dan Mc Goldrik dalam Friedman (1980) :
1. Mensosialisasikan anak - anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah
dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat
2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
3. Memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga

B. MASALAH YANG SERING TERJADI


Secara epidemiologis penyebaran penyakit berbasis lingkungan di
kalangan anak sekolah di Indonesia masih tinggi. Kasus infeksi seperti
demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pernapasan akut,
serta reaksi simpang terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan
keamanan pangan. Selain itu risiko gangguan kesehatan pada anak akibat
pencemaran lingkungan dari pelbagai proses kegiatan pembangunan makin
meningkat. Seperti makin meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi
gas buang sarana transportasi, kebisingan, limbah industri dan rumah tangga
serta gangguan kesehatan akibat bencana. Selain lingkungan, masalah yang
harus diperhatikan adalah membentuk perilaku sehat pada anak
sekolah.Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD
biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti
gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun,
kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU (remaja), masalah
kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko seperti
merokok, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tak diingini, abortus
yang tidak aman, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Permasalahan lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah
gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak
dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan ini akan mempengaruhi prestasi
relajar dan masa depan anak. Selanjutnya akan divas tentang permaslahan
kesehatan anak usia sekolah di anatarnya adalah penyakit menular, penyakit
non infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perilaku.
Penyakit yang cukup mengganggu dan berpotensi mengakibatkan keadaan
bahaya hingga mengancam jiwa adalah penyakit menular pada anak
sekolah. Sekolah adalah merupakan tempat yang paling penting sebagai
sumber penularan penyakit infeksi pada anak sekolah. Infeksi menular yang
dapat menular di lingkungan sekolah adalah: Demam Berdarah Dengue,
Infeksi Tangan Mulut, Campak, Rubela (campak jerman), Cacar Air,
Gondong dan infeksi mata (Konjungtivitis Virus).
Masalah-masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah
meliputi bahaya fisik dan psikologis:
1. Bahaya Fisik
a. Penyakit Penyakit infeksi pada usia sekolah jarang sekali terjadi
dengan adanya kekebalan yang didapat dari imunisasi yang pernah
didapatkan semasa bayi dan diulang pada kelas satu atau enam,
tetapi berbahaya adalah penyakit palsu atau khayal untuk
menghindarkan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Penyakit yang sering ditemui adalah penyakit yang berhubugan
dengan keberhasilan diri anak.
b. Kegemukan Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan
pada kelenjar, tetapi akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi.
Bahaya kegemukan yang mungkin dapat terjadi: anak kesulitan
mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan kesempatan untuk
mencapai keterampilan yang penting untuk keberhasilan sosial, dan
teman-temannya sering mengganggu dan mengejek dengan sebutan-
sebutan “gendut” atau sebutan lain sehingga anak merasa rendah
diri.
c. Kecelakaan Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain
yang menghasilkan keterampilan tertentu. Maskipun tidak
meninggalkan bekas fisik, kecelakaan yang dianggap sebagai
kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan berbahaya bagi
psikologisnya sehingga anak merasa takut terhadap kegiatan fisik.
Bila hal ini terjadi dapat berkembang menjadi rasa malu yang
mempengaruhi hubungan sosial.
d. Kecanggungan Pada masa ini anak mulai membandingkan
kemampuannya dengan teman sebaya. Bila muncul perasaan tidak
mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
e. Kesederhanaan Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak
pada saat apapun. Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai
perilaku yang kurang menarik sehingga anak menafsirkan sebagai
penolakan yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri
anak.
2. Bahaya Psikologis
a. Bahaya dalam berbicara Ada empat bahaya dalam berbicara yang
umum terdapat pada anak usia sekolah: kosakata yang kurang dari
rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat
komunikasi dengan orang lain, kesalahan dalam berbicara, seperti
salah ucap dan kesalahan tata bahasa, cacat dalam bicara seperti
gagap atau pilar, akan membuat anak menjadi sadar diri sehingga
anak hanya berbicara bila perlu, anak yang mempunyai kesulitan
berbicara dalam bahasa yang digunakan di lingkungan sekolah akan
terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa
bahwa ia “berbeda” dan pembicaraan yang bersifat egosentris, yang
mengkritik dan merendahkan orang lain, dan yang bersifat membual
akan ditentang oleh temannya.
b. Bahaya emosi Anak akan dianggap tidak matang baik oleh teman-
teman sebaya maupun orang dewasa, bila ia masih menunjukkan
pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan, seperti marah
yang meledak-ledak, dan juga bila emosi yang buruk seperti marah
dan cemburu masih sangat kuat sehingga kurang disenangi orang
lain.
c. Bahaya bermain Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan
merasa kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainan dan
olahraga yang penting untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang
dilarang berkhayal karena membuang waktu atau dilarang
melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan mengembangkan
kebiasaan penurut yang kaku.
d. Bahaya dalam konsep diri Anak yang mempunyai konsep diri yang
ideal biasanya merasa tidak puas pada perlakuan orang lain. Bila
konsep sosialnya didasarkan pada berbagai stereotip, ia cenderung
berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan
orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi maka itu cenderung
menetap dan terus memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian
sosial anak.
e. Bahaya moral Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan
perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak: - Perkembangan
kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan
konsep-konsep media masa tentang benar dan salah yang tidak
sesuai dengan kode orang dewasa. - Tidak berhasil mengembangkan
suara hati sebagai pengawas dalam terhadap perilaku. - Disiplin
yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang
sebaiknya dilakukan. - Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas
anak. - Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah
begitu memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan. - Tidak
sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah.
f. Bahaya yang menyangkut minat Ada dua bahaya yang umum
dihubungkan dengan minat masa kanak-kanak: pertama, tidak
berminat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman-teman
sebaya, dan kedua, mengembangkan sikap yang kurang baik
terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya, seperti kesehatan
atau sekolah.
g. Bahaya dalam penggolongan peran seks Ada dua bahaya yang
umum dalam penggolongan peran seks: kegagalan untuk
mempelajari organ seks, dan ketidakmampuan untuk melakukan
peran seks yang disetujui. Bahaya yang pertama cenderung
berkembang bila anak dibesarkan oleh keluarga ketika orang tuanya
melakukan peran seks yang berbeda dengan orang tua teman-
temannya. Bahaya yang kedua berkembang bilamana anak
perempuan dan laki-laki diharapkan melakukan peran-peran
tradisional.
h. Bahaya dalam perkembangan kepribadian Ada dua bahaya yang
serius dalam perkembangan kepribadian periode ini. Pertama,
perkembangan konsep diri yang buruk yang mengakibatkan
penolakan diri, dan kedua, egosentrisme yang merupakan lanjutan
dari awal masa kanak-kanak. Egosentrisme merupakan hal yang
serius karena memberikan rasa penting diri yang palsu.
i. Bahaya hubungan keluarga Pertentangan dengan anggota-anggota
keluarga mengakibatkan dua hal: melemahkan ikatan keluarga dan
menimbulkan kebiasaan pola penyesuaian yang buruk, serta
masalah-masalah yang dibawa keluar rumah.

C. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT KOMUNITAS TERKAIT ANAK


USIA SEKOLAH
 PERAN
1) Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di sekolah, perawat
mempunyai peran:
 Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik
dengan melakukan pengumulan data, analisis data, serta
perumusan dan prioritas masalah;
 Menyusun perencanaan kegiatan UKS bersama dengan Tim
Pembina UsahaKesehatan Di Sekolah (TPUKS);
 Melaksanakan kegiatan UKS sesuai dengan rencana kegiatan
yang disusun;
 Menilai dan memantau hasil kegiatan UKS;
 Mencatat dan melaporkan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan;
2) Sebagai pengelola kegiatan UKS, perawat kesehatan yang bertugas
di puskesmas menjadi salah seorang anggota dalam TPUKS atau
dapat juga ditunjuk sebagai seorang koordinator UKS di tingkat
puskesmas. Bila perawat kesehatan ditunjuk sebagai koordinator
maka pengelolaan pelaksanaan UKS menjadi tanggung jawabnya
atau paling tidak ikut terlibat dalam tim pengelola UKS.
3) Sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan, peranan perawat
kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan dapat dialkukan
secara langsung (melalui penyuluhan kesehatan yang bersifat umum
dan klasikal) atau tidak langsung sewaktu melakukan pemeriksaan
kesehatan peserta didik secara perseorangan.
 FUNGSI
 Memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu
dan memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi
yang ada di sekolah.
 Memberikan kontribusi untuk mempertahankan dan
memperbaiki lingkungan fisik dan sosial sekolah.
 Menghubungkan program kesehatan sekolah dengan program
kesehatan masyarakat yang lain.

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Dalam memberikan asuhan keperawatan pada kelompok anak usia
sekolah menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien
(anak usia sekolah) digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah,
demografi, suku bangsa, nilai dan keyakinan dengan 8 (delapan) subsistem
yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan
dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan dan rekreasi. (Anderson, Mc Farlane,2000 dalam
Ervin, 2002).
A. Pengkajian
 Data Inti komunitas terdiri dari :
1. Demografi: Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah
anak usia menurut jenis kelamin, golongan umur.
2. Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.
3. Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang
dianut oleh anak usia usia sekolah berkaitan dengan
pergaulan, agama yang dianut, fasilitas ibadah yang ada,
adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan
yang dikerjakan oleh anak usia sekolah.
 Data Subsistem
1. Lingkungan Fisik
Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah,
kebersihan lingkungan, aktifitas anak sekolah di lingkungannya,
data dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
Auskultasi :Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak
usia sekolah dari guru kelas, kader UKS dan kepala sekolah
melalui wawancara.
Angket :Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia
sekolah yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
2. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah,
bentuk pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan
konseling bagi anak usia sekolah melalui wawancara.
3. Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang
tua siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan
melihat data di staff tata usaha sekolah.
4. Keamanan dan transportasi
a. Keamanan: adanya satpam sekolah,petugas penyeberang
jalan.
b. Transportasi: jenis transportasi yang dapat digunakan anak
usia sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput
siswa.
5. Politik dan pemerintahan
kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah dan tata
tertib sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa.
6. Komunikasi
a. Komunikasi formal: media komunikasi yang digunakan
oleh anak usia sekolah untuk memperoleh informasi
pengetahuan tentang kesehatan melalui buku dan
sosialisasi dari pendidik.
b. Komunikasi informal: komunikasi/diskusi yang
dilakukan anak usia sekolah dengan guru dan orang tua,
peran guru dan orang tua dalam menyelesaikan dan
mencegah masalah anak usia sekolah, keterlibatan guru
dan orang tua dan lingkungan dalam menyelesaikan
masalah anak usia sekolah.
7. Pendidikan
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum
yang digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar
di sekolah.
8. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat
saran penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan
seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.
B. AnalisaData

DATA MASALAH

1. Lingkungan Fisik:
- Adanya kebiasaan pada Defisit kebersihan diri pada
lingkungan anak usia sekolah kelompok anak usia sekolah
yang kurang baik bagi
perkembangan anak yaitu
orang tua dan lingkungan
anak yang membiasakan anak
tidak menggosok gigi sebelum
tidur sehingga kebiasaan ini
diikuti anak usia sekolah.

2. Keamanan dan transportasi Resiko terjadinya kejadian karies


- Kebiasaan jajan sembarangan
gigi pada kelompok anak usia
- Kebiasaan menggosok gigi
sekolah
sebelum tidur

3. Komunikasi
Resiko penyalahgunaan media cetak
a. Komunikasi formal
dan elektronik pada anak untuk
memperoleh informasi yang tidak
sesuai dengan perkembangannya.

Ketidakefektifan komunikasi anak


b. Komunikasi informal
dengan orang tua

C. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit kebersihan diri pada kelompok anak usia sekolah


berhubungan dengan kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah
yang kurang baik.
2. Risiko terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia sekolah
berhubungan dengan kebiasaan anak usia sekolah tidak menggosok
gigi sebelum tidur, mayoritas jenis jajanan anak usia sekolah adalah
permen, anak usia sekolah beralasan tidak menggosok gigi karena
tidak disuruh oleh orang tuanya.
3. Risiko penyalahgunaan media cetak dan elektronik pada anak untuk
memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan perkembangannya
berhubungan dengan sumber informasi yang digunakan anak untuk
mengetahui informasi tentang gosok gigi sebelum tidur bersumber
dari media khusunya televisi tentang iklan pasta gigi.
4. Ketidakefektifan komunikasi anak dengan orang tua berhubungan
dengan anak jarang diskusi dengan orang tua untuk menyelesaikan
masalah

D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Sasaran Metode


1. Risiko 1. Jangka 1. Lakukan Kepala Komunikasi
terjadinya Panjang pendekatan sekolah, guru dan informasi
kejadian terbentukny secara dan petugas
karies gigi a kelompok formal UKS.
pada agregat anak usia dengan
anak usia sekolah kepala
sekolah peduli sekolah,
berhubungan terhadap guru dan
dengan kesehatan petugas
kebiasaan gigi UKS.
anak usia
sekolah tidak
menggosok 2. Jangka 2. Berikan Kelompok Ceramah dan
gigi sebelum Pendek penyuluhan anak usia diskusi
tidur, - Kelomp kesehatan sekolah
mayoritas ok anak tentang
jenis jajanan usia karies gigi
anak usia sekolah pada
sekolah tidak kelompok
adalah mengala anak usia
permen, anak mi sekolah.
usia sekolah karies 3. Demonstras Edukasi dan
beralasan gigi ikan cara demonstrasi
tidak - Kelomp menggosok
menggosok ok anak gigi dengan
gigi karena usia baik dan
tidak disuruh sekolah benar pada
oleh orang mendap kelompok
tuanya. atkan anak usia
pengeta sekolah
huan 4. Beri
yang kesempatan
cukup pada
tentang kelompok
pencega anak usia
han sekolah
masalah untuk
karies bersama-
gigi sama
mempraktik
an cara
menggosok
gigi dengan
baik dan
benar
5. Lakukan
kerjasama Monitoring
dengan
puskesmas
setempat
untuk
melakukan
monitoring
terhadap
kelompok
anak usia
sekolah

E. Implementasi

Diagnosa Keperawatan Kegiatan


1. Risiko terjadinya kejadian karies 1. Melakukan pendekatan secara formal dengan
gigi pada agregat anak usia kepala sekolah, guru, dan etugas UKS
sekolah berhubungan dengan
kebiasaan anak usia sekolah tidak 2. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang
menggosok gigi sebelum tidur, karies gigi pada kelompok anak usia sekolah
mayoritas jenis jajanan anak usia
sekolah adalah permen, anak usia 3. Mendemonstrasikan cara menggososk gigi
sekolah beralasan tidak dengan baik dan benar pada kelompok anak
menggosok gigi karena tidak usia sekolah
disuruh oleh orang tuanya
4. Memberi kesempatan pada kelompok anak
usia sekolah untuk bersama-sama
mempraktikan cara menggosok gigi dengan
baik dan benar

5. Melakukan kerjasama dengan puskesmas


setempat untuk melakukan monitoring
terhadap kelompok anak usia sekolah

F. Evaluasi
Evaluasi hasil dapat diketahui melalui peningkatan pengetahuan
kelompok anak usia sekolah tentang cara menggosok gigi dengan baik
dan benar, yang dilihat dari antusias anak usia sekolah dalam
mempraktikan cara menggosok gigi dengan baik dan benar.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

 KESIMPULAN
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu
dengan sistem social tertentu.Komunitas meliputi individu, keluarga,
kelompok/agregat dan masyarakat.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada kelompok anak usia
sekolah menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien
(anak usia sekolah) digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah,
demografi, suku bangsa, nilai dan keyakinan dengan 8 (delapan) subsistem
yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan
dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

 SARAN
 Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu
menyelesaikan masalah kesehatan pada komunitas anak usia
sekolah.
 Dibutuhkan peran serta orang tua,guru, dan anggota masyarakat
untuk mendukung keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada
komunitas anak usia sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi,ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas :Teori dan


praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pembina UKS Pusat. 1996. Pedoman Pengembangan Pembinaan UKS. Jakarta:
Depkes RI.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Pratik. EGC. Jakarta.

Ananto, P. 2006. Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar Dan Madrasah Ibtidaiyah.
Bandung: Yrama Widya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Untuk Tenaga Kesehatan,


Usaha Kesehatan Sekolah di Tingkat Sekolah Dasar.

Vous aimerez peut-être aussi