Vous êtes sur la page 1sur 91

ANALISI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEMBANGUNAN PLTU XXX 2X100 MW DAN FASILITAS PENUNJANGNYA DI


KABUPATEN TABALONG, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

1.0. PENDAHULUAN
1.1. Ringkasan Deskripsi Usaha dan / atau Kegiatan
Kegiatan pembangunan PLTU XXX 2x100 MW terdiri dari empat tahap yaitu pra-
konstruksi di lokasi selama 7 bulan, kontruksi ± 33 bulan, dan tahap operasi selama ± 25
tahun, dan akhirnya, setelah berakhirnya Perjanjian Pembelian Listrik (Power Purcase
Agreement) PLTU akan ditransfer ke PLN yang kemudian akan memiliki dan
mengoperasikan pembangkit listrik (pasca operasi). Tata letak pembangunan PLTU XXX
2x100 MW terdiri dari sebuah blok pembangkit listrik, jaringan transmisi 150 kV dan gardu
listrik, fasilitas penanganan dan penampungan batubara, fasilitas pengolahan air baku dan
air limbah, sertas fasilitas pendukung lainnya. Rincian peruntukan tata letak PLTU tertera
pada Tabel 1-1
Tabel 1.1 Luas Area PLTU XXX 2x100 MW
Peruntukan Luas Lahan (ha)

Laydown area 5

Areal parker 0,2

Areal instalasi utama 5

Areal pembangkit utama 1

Macam-macam fasilitas 1

Bangunan administrasi 0,5

Bengkel 0,5

Instalasi pengolahan air limbah 3

Fasilitas lainnya (jalur hijau,dll) 15,8


Instalasi pengolahan air baku 1

Fasilitas penanganan batubara :

Areal larian air permukaan 1

Tempat penampungan batubara 2

Ash disposal 6

Total 42

Koridor jalur transmisi listrik yang menghubungkan gardu induk ke titik


interkoneksi dengan gardu PLN adalah sekitar 5 km. luas tapak proyek untuk setiap menara
transmisi adalah sekitar 400 m2 dan akan diadakan oleh XXX, dan kemudian dialihkan ke
PLN sebelum operasi komersil pembangkit listrik. Area titik interkoneksi dengan gardu
PLN adalah sekitar 0,3 ha dan dimiliki oleh PLN. Jaringan transmisi 150 kV dan fasilitas
interkoneksi di gardu PLN XXX terdiri dari menara, dan aksesoris yang terkait (“Fasilitas
Khusus”). Spesifikasi bahan, desain, dan pembangunan Fasilitas Khusus tersebut akan
sesuai dengan persyaratan PLN.
Gambar 1.1 Tata Letak PLTU dan Fasilitasnya
Listrik yang yang dihasilkan oleh PLTU akan dikirimkan ke switchyard PLTU
melalui trafo pembangkit dari switchyard PLTU tersebut, listrik akan dikirimkan ke gardu
induk PLN XXX yang terletak sekitar 5 km melalui jaringan transmisi SUTT 150 kV. Pada
gardu induk PLN XXX akan dialokasikan area khusus untuk XXX guna membangun dan
memasang fasilitas interkoneksi. Fasilitas Khusus akan dirancang untuk menangani
frekuensi kerja 50 Hz dengan 3 fase, dan dapat menahan hubungan listrik pendek (short
circuit) 40 kA selama 1 detik. Fasilitas ini akan memiliki sirkuit ganda dengan konduktor
150 kV guna mendukung aliran listrik sebesar 200 MW.
Sebelum beroperasi, jaringan transmisi tersebut harus diperiksa untuk kelengkapan
peralatannya, termasuk prosedur pemasangannya. Sebelum dioperasikan, jaringan tersebut
harus menjalani prosedur commissioning dan pengetesan guna menguji rating maksimum
dari pembangkit listrik dan system transmisi. Setelah Fasilitas Khusus selesai , XXX akan
mengalihkan kepemilikan Fasilitas Khusus tersebut kepada PT. PLN sesuai dengan
Perjanjian Pembelian Listrik (Power Purcase Agreement). Selanjutnya PT. PLN
bertanggung jawab atas operasi dan pengelolaan lingkungan atas Fasilitas Khusus tersebut,
termasuk jaringan transmisinya.
Gambar 1.2 Rencana Tata Letak Jaringan Transmisi
Gambar 1.3 Rencana Tata Letak Gardu Induk PLN Tanjung
1.1.1 Tahap Pra-Kontruksi
1.1.1.1 Pengadaaan Lahan
A. Pengadaan Lahan untuk Blok PLTU
Lahan seluas 42 hektar (ha) yang akan digunakan sebagai tapak bangunan utama
PLTU berikut sarana dan prasarana penunjangannya adalah lahan milik negara (Areal
Penggunaan Lain = APL). Sebelumnya tidak ada proses pembebasan lahan, karena XXX
mengakusisi lahan tersebut dari PT. XAA yang telah mendapatkan Hak Penggunaan Lahan
(HPL) dari Pemerintah Kabupaten Tabalong. Lahan tersebut telah mendapatkan Hak Guna
Bangunan (HGB) atas nama PT. XAA dengan luas awal 100 Ha. Saat ini, lahan tersebut
dibagi menjadi 2 HGB, masing-masing seluas 42 Ha dan 58 Ha dengan persetujuan
Pemerintah Kabupaten Tabalong. Lahan dengan HGB seluas 42 Ha tersebut yang diakusisi
oleh XXX. Dengan demikian, tidak ada lahan milik masyarakat atau pihak lain atau lahan
yang hak pemakainya diberikan kepada masyarakat atau pihak lain.
Sesuai dengan Keputusan Bupati Tabalong No. 188.45/148/2014 tentang pemberian
izin lokasi untuk pembangunan PLTU 2x100 MW PT. XXX, pada Ayat 1, 5, 9 menyatakan
bahwa:
 Keputusan Izin Lokasi ini tidak mengurangi hak keperdataan bagi pemilik tanah
yang berada dalam lokasi, dan apabila ternyata di dalam areal tersebut terdapat hak-
hak masyarakat maupun kepentingan pihak lain, menjadi kewjiban PT. XXX untuk
menyelesaikan secara baik kepada berhak menurut ketentuan dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku atau Peraturan Daerah Kabupaten Tabalong yang
berhubungan dengan perizinan dengan dikoordinasikan melalui Pemerintah
Kabupaten Tabalong serta dihindari adanya tindakan yang dapat menimbulkan
keresahan (Ayat 1);
 Pembayaran ganti kerugian tanah serta tanam tumbuh dan atau bangunan yang ada
di atasnya ataupun barang-barang lain milik pemegang Hak Atas Tanah tidak
dibenarkan dilaksanakan melalui perantara dalam bentuk dan nama apapun juga
melainkan harus dilakukan secara langsung kepada yang berhak (Ayat 5);
 Izin lokasi ini hanya diberikan untuk kegiatan perolehan tanah dalam rangka
Pembangunan PLTU 2x100 MW (Ayat 9).
B. Pengadaan Lahan untuk Menara Transmisi dan Fasilitas Interkoneksi pada Gardu Induk
PLN Tabalong
Panjang jaringan transmisi seluruhnya mencapai ± 5 km. Menara transmisi akan
dibangun di atas tanah milik PT. XXX , yang akan diperoleh dari PT. ABC. Luas lahan yang
dibutuhkan untuk masing-masing tapak menara sekitar 20m x 20m (400m2). Sedangkan
untuk Gantry dibutuhkan lebar sekitar 550 m2 . Tapak menara berlokasi di Kelurahan A dan
desa B, kecamatan C. Lahan tersebut saat ini berupa lahan perkebunan dan lahan kosong
(semak belukar). Saat ini, lahan tersebut sudah dibebaskan kecuali ± 4000 m2 di antaranya
belum dibebaskan dari tiga orang pemilik yang berbeda. Fasilitas interkoneksi PT. PLN akan
mengalokasikan lahan seluas 0,3 hektar bersebelahan dangan gardu induk eksisting
Tabalong milik PT. PLN di desa B untuk XXX membangun gardu induk.

1.1.1.2 Survey dan Persiapan


Kegiatan berikut ini akan dilakukan sebelum dimulainya pekerjaaan konstruksi :
 Survey topografi dan penyelidikan geoteknik;
 Pembangunan kantor lapangan untuk Pemrakarsa Proyek dan Kontraktor;
 Pembangunan fasilitas sementara untuk air dan listrik;
 Pembangunan pengolahan air limbah sementara;
 Pembangunan insfrastruktur sementara seperti jalan proyek, tempat parkir, tempat
berteduh, kawat pagar dan pintu gerbang;
 Pembangunan fasilitas sementara termasuk gudang, ruangan pertolongan pertama,
laboratorium lapangan untuk pengujian pekerjaan sipil dan persiapan area
penyimpanan.

1.1.1.3 Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi


Pada masa konstruksi, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat beban puncak
diperkirakan sebanyak kurang lebih 700 orang. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
tersebut dilakukan penerimaan tenaga kerja secara bertahap yang disesuaikan dengan
kebutuhan, tahapan pembangunan dan kualifikasi calon tenaga kerja. Penduduk setempat
yang memenuhi persyaratan tenaga kerja yang telah ditetapkan, akan mendapatkan prioritas
utama dalam penerimaan tenaga kerja tersebut. Jumlah tenaga local yang direkrut sebanyak
664 orang dan tenaga asing sebanyak 34 orang. Perkiraan jumlah tenaga kerja ini sudah
termasuk tenaga kerja untuk kontruksi fasilitas lainnya, seperti jalur transmisi, system pipa
air baku, dll.
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menunjuang pembangunan menara SUTT 150
kV meliputi tenaga ahli berbagai disiplin ilmu (teknik sipil, mekanik, listrik, dan geoteknik),
tenaga commissioning, dan tenaga pelaksana (supervisi dan tenaga buruh). Berdasarkan
tenaga yang diperlukan tersebut, keahlian yang akan diisi oleh penduduk sekitar adalah
sebagian dari supervisi dan tenaga buruh seperti buruh bangunan, tukang kayu, tenaga
keamanan, dan lain-lain. Setelah proyek SUTT 150 kV selesai maka akan dilakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga kontruksi, sesuai dengan perjanjian kontrak
kerja yang telah disepakati sebelumnya.

1.1.2 Tahap Kontruksi


1.1.2.1 Persiapan Lahan
Kegiatan penyiapan lahan yang akan dilakukan meliputi pekerjaan pembersihan
lahan, galian dan pengurugan, stabilisasi lereng dan pekerjaan pagar pada lokasi proyek.
Rincian masing-masing pekerjaan adalah sebagai berikut :
 Pembersihan Lahan
Pekerjaan pembersihan meliputi pembersihan lahan dari tumbuhan-tumbuhan,
pengupasan tanah pucuk (top soil), termasuk pembuatan jalan sementara menuju
area penempatan material hasil pembersihan. Top soil akan ditempatkan di pinggiran
lokasi yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan landscaping.

 Pekerjaan Galian, Pengurugan, Grading dan Kompaksi


Pekerjaan ini akan dilakukan sesuai dengan kondisi lahan. Penggalian akan
dilakukan pada daerah yang terlalu tinggi dari elevasi yang direncanakan, sedangkan
pengurugan akan dilakukan pada daerah yang lebih rendah dengan material urugan
yang memenuhi kriteria tanah urugg untuk kemudian dipadatkan.
 Stabilisasi Lereng
Stabilisasi lereng perlu dilakukan apabila lokasi yang dipilih memiliki perbedaan
tinggi yang cukup signifikan, sehingga diperlukan beda elevasi antara bangunan
utama pembangkit dengan bangunan penunjang seperti coal yard, tempat
penampungan abu batubara, atau switchyard. Jenis stabilitas lereng sangat
tergantung dari kondisi beda tinggi, dan kondisi tanah

 Pemasangan Pagar

1.1.2.2 Mobilisasi Peralatan dan Material


Mobilisasi peralatan merupakan kegiatan mendatangkan alat berat, mesin produksi
dan/atau alat penunjang yang akan digunakan pada tahap kontruksi maupun operasional
PLTU 2x100 MW. Alat berat yang akan digunakan diantaranya ; 11 unit crane, 35 truk, 10
unit trailer, 6 unit bulldozer, 2 unit wheel loader, 4 unit shovel hidrolik, 4 unit excavator, 8
unit forklift, dan 2 unit compactor. Sama halnya dengan mobilisasi peralatan, kegiatan
mobilisasi material juga merupakan kegiatan yang mendatangkan bahan-bahan bangunan
dan penunjang lainnya yang akan digunakan untuk pembangunan PLTU, seperti kayu, besi,
seng, batu bata, dll.
Bila mungkin, pengadaan peralatan dan material akan berasal dari para pemasok di
Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Sebaliknya, pengadaan peralatan dan
material dapat dilakukan dari luar X dan diangkut ke lokasi pembangkit listrik melalui jalur
laut dan/atau darat. Ada dau jalur alternatif untuk transportasi darat guna mengangkut
peralatan dan material; melalui jalan umum milik provinsi dari B ke T (lokasi proyek)
dan/atau jalan tambang eksisting milik ABC (Houling Road).
Peralatan dan material kontruksi untuk menara jaringan transmisi akan diangkut dari
area penyimpanan sementara (temporary storage area) dengan truk, trailer dan/atau mesin-
mesin yang mudah dipindahkan ke lokasi menara. Jika aksesnya sulit, alat-alat yang ringan
akan dibawa secara manual sedangkan yang lebih berat akan menggunakan truk kecil atau
kendaraan lain menuju ke lokasi pembangunan. Pemasangan jaringan transmisi akan
dilakukan oleh tenaga manusia dengan bantuan peralatan dan mesin khusus. Menara tersebut
akan dibangun menggunakan material self-supporting hot dip galvanized structural steel.
1.1.2.3 Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendukung
1. Pekerjaan Sipil
Pekerjaan sipil terdiri dari pekerja tanah dan pekerja jalan. Pekerjaan tanah
mencakup pekerjaan tanah pembersihan lahan, penggalian, pengurugan dan grading hingga
level yang diperlukan untuk pembangunan PLTU. Pekerjaan kontruksi akan diatur
sedemikian rupa untuk menjamin keselamatan dan akses yang efisien untuk area kerja, area
penyimpanan, workshops, kantor lapangan dan tempat parkir kendaraan. Jika
memungkinkan, jalan proyek akan disesuaikan dengan jalur jalan permanen dan akan di
kontruksi secara menerus sesuai dengan kebutuhan dan detail desain, yang akan
memungkinkan untuk digunakan setelah pekerjaan kontruksi telah selesai. Pembangunan
jalan terdiri dari jalan utama dengan lebar 7 m, jalan sekunder dengan lebar 4 m dan bahu
jalan selebar 1 m. Tiap jalan terdapat trotoar beton. Semua jalan akan diaspal.

2. Pembangunan Pondasi Menara Jaringan Transmisi


Tipe pondasi yang akan dibangun sangat ditentukan oleh kondisi tanah dan hasil
penyelidikan tanah. Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan pada pembuatan pondasi adalah
: penggalian, pembuatan rangka, dan pengecoran, Spesifikasi pondasi yang digunaka untuk
menopang menara antara lain :
1). Pondasi Jangkar Batu (Rock Anchors)
2). Pondasi Blok dan Cerobong (Pad and Chimney)
3). Pondasi Pancang (Pile Foundation).

3. Pendirian Menara Jaringan Transmisi


Setelah selesai pembuatan pondasi, kegiatan dilanjutkan dilakukan dengan pendirian
menara. Pada pelaksanaannya, semua bahan dan material sidah dirancang sedemikian rupa
(know down system) dan telah dipersiapkan dilapangan. Semua material menara harus
dilapisi oleh zinc / galvanized. Pembangunan menara harus memperhatikan kondisi dasar
yang akan dibebani pada menara tersebut.
Tabel 1-2 Spesifikasi Umum Menara
Spesifikasi Satuan Nilai

Clearance

Pada tanah normal, terbuka & lahan pertanian M 9

Pada akses pejalan kaki M 9

Di persimpangan jalan utama M 12

Di atas pohon M 5,5

Pada persimpangan rangkaian listrik M 5

Pada persimpangan saluran telepon M 5

Kota/ daerah hunian M 12

Pada persimpangan jalur transmisi M 4,5

Sumber : PT XXX, 2012

Menara akan dirancang untuk menahan beban horizontal dan vertikal yang mungkin
timbul dengan mempertimbangankan kondisi lokasi proyek.

4. Penarikan Kabel Jaringan Transmisi (Stringing)


Penarikan kabel (stringing) dilakukan setelah seluruh atau beberapa menara seksi
berurutan berdiri. Penarikan penghantar dilakukan dari satu seksi berikutnya secara
beruruntan. Lokasi penempatan drum konduktor, tensimeter, dan peralatan lainnya
dilakukan pada menara dengan tipe tension. Setelah drum komduktor disusun sedemikian
rupa, ujung konduktor disambungkan dengan york dan kekabel pancingan. Kabel pancingan
inilah yang ditarik beramai-ramai oleh pelaksana ke tempat mesin penarik ditempatkan.
Selanjutnya mesin penarik difungsikan pararel dengan mesin penegang di drum site dan satu
orang lagi peralatan yang sama berada di areal mesin penarik. Pemilihan konduktor
didasarkan pada kebutuhan energi yang akan disalurkan oleh konduktor tersebut. Demikian
juga dengan sistem tegangan yang digunakan, pemilihan konduktor juga menentukan
tegangan yang dapat dipikul.

5. Pembangunan Bangunan Utama PLTU


Sebagian besar struktur bangunan utama dan pondasi mesin termasuk pondasi untuk
generator turbin, boiler, dan turbin akan menggunakan pondasi tiang, jika diperlukan, sesuai
kapasitas yang diperlukan sesuai dengan uji tanah. Bangunan lain, jika memungkinkan akan
menggunakan pondasi setempat. Seluruh bangunan, mesin dan peralatan yang akan terpapar
oleh angin akan menggunakan desain angina dengan kecepatan sebesar 100 km/jam sesuai
dengan kode desain ASCE 7-10
 Steam Generating Unit
Tipe boiler : Drum/natural circulation
Tekanan uap operasi : Fixed pressure
Desain dan pabrik : ASME Code
Bahan bakar utama : Batubara
Bahan bakar awal : Solar
Instalasi boiler : Outdoor type
Boiler akan dilengkapi dengan water cooled furnace, steam water separating drum,
super heater, attemperator, economizer, air heater, soot blower, coal firing system,
draft system, perpipaan, peralatan instrumentasi dan kendali, insulation, refractory,
dan blow down tank.

 Generator Turbin
Tipe Turbin : Condensing
Jumlah Turbin : 2 unit
Daya : 100 MW Net Power
Untuk meningkatkan efisiensi, PLTU akan menggunakan peralatan high pressure
turbine. Turbin juga dilengkapi dengan electrohydraulic governing system untuk
pengaturan aliran uap sesuai dengan beban. Sistem pelumasan turbin terdiri diri
tangki baja, pompa utama pelumasan yang dikompel dengan turbin, pompa pelumas
dengan penggerak motor, pompa pelumas DC untuk operasi darurat , pendingan
pelumas, dll. Turbin akan didukung oleh pondasi beton bertulang yang akan
dirancang untuk menahan beban statis dan dinamis yang disebabkan oleh muatan
mesin dan seismic. Lokasi turbin dan tempat untuk bongkar muat juga disediakan di
dalam area tersebut .

Tabel 1-3 Komponen PLTU


No. Tipe Komponen
A Mechanical
A.1 Steam Generator
1 Support structure
2 Economizer
3 Water Walls
4 Water cooled cyclone
5 Superheater
6 Integral piping
7 Sootblowers
8 Circulating fluidized bed
9 Coal storage silos, and silos for bed make-up material and crushed limestone
Measuring coal feeders, delivery chutes and bed screw feeder units, also
10
the feeding systems for bed make-up material and crushed limestone
11 Cyclone solids return system with HP fluidizing blowers
12 Oil Burners
13 Tubular air heaters
14 Associated ductwork, dampers and dust hoppers
15 Associated piping, valves
16 Refractory, insulation, lagging
17 instrumentation and controls

A.2 Steam Turbines and Generators


1 Steam Turbine
2 Main steam stop and control valves
3 Electro-hydraulic governor and power of system
4 Generator
5 Static Exciter and high speed voltage regulator
Steam turbine and generator instrumentation, monitoring and protection
6 systems
7 HP bypass system
8 Five (5) steam extraction points
9 Steam seal system
10 Lubrication oil system together with storage and purification systems

A.3. Feed Water System


1 One (1) deaerating heater with storage tank
2 Three (3) fixed speed electric motor driven feedwater pumps
3 A Feed water flow regulating station
4 Two (2) high-pressure heater stages
5 Associated piping, and valves
6 Instrumentation, Controls and protection systems

A.4. Condensate System


1 Two (2) 100% duty condensate pumps
2 Two (2) low-pressure heaters
3 Condensate pumps suction strainers
4 Associated piping and valves
5 instrumentation, controls and protection systems

A.5. Closed Cooling water System


1 Two (2) closed cooling water heat exchangers per unit
2 Two (2) closed cooling water pumps per unit
3 One (1) stand pipe and head tank per unit
4 various equipment heat exchangers for each unit

A.6. Raw Water Transfer and Treatment System


1 Approx. 11 Km HDPE PE-100 pipelines
2 Three (3) intake pumps and three (3) booster pumps
3 Ultra-filtration unit
4 Raw water storage pond
5 Clarified water storage tank

A.7. Demineralization Treatment Plant


1 Two (2) ion exchangers (capacity: 30 m³/hari
2 Two (2) transfer pumps
3 Demineralization water tank

A.8. Wastewater Treatment System


1 Wastewater pond
2 Clarifier
3 Thickener
4 Oil separator
5 Coal settling pond
6 Sludge pond
7 Equalizing pond
8 Dehydrator

A.9. Bag Filter System


1 Pulse jet bag filter with two (2) trains per unit

A.10. Steam Generator Light Fuel Oil storage and Transfer System
1 One (1) steal vertical cylindrical light fuel oil storage tank
2 One (1) horizontal centrifugal fuel unloading pump
3 Two (2) horizontal centrifugal steam generator fuel oil supply pumps

A.11. Coal Supply, Receiving and Handing System


1 Weigh bridges
2 Underground hoppers
3 Bell conveyor including crusher and screen
4 Coal storage yard (capacity of 100,000 tons)
5 Screening and crushing station
6 Dust suppressor

A.12. Ash Handling and Disposal Systems


1 One (1) bed ash silo
2 One (1) fly ash silo

B Electrical
1 Generator step-up transformer
2 150 kV plant switchyard
3 Emergency diesel generator
4 DC power system
5 UPC system
6 Protective relay and Circuit Breaker Control Systems
7 Synchoronizer
8 Surge and lightning Protection System
9 Site Grounding
10 Lightning System
11 Plant Communication System
150 kV Double Circuit Overhead Power Lines from the plant
12
to PLN Tanjung 150 kV Substation
13 Extension of PLN Tanjung 150 kV Substation
14 Microprocessor-based distributed control system (DCS)
15 Data Acquisition Subsystem
16 Closed-loop Control Subsystem
17 Open-loop Control Subsystem
18 Historical Data Storage and Retrieval
19 Boiler Control and Protection Systems
20 Turbine-Generator Control System
Sumber : PT. XXX, 2014

6. Pembuatan Saluran Drainase dan Saluran Pembuangan Air Limbah


Sistem drainase akan menggunakan sistem saluran terbuka atau seluran bawah tanah
atau kombinasi dari keduanya. Saluran drainase dan pembuangan air limbah akan terbagi
menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
- Saluran pembuangan air hujan
Saluran pembuangan air hujan di desain untuk menampung debit air hujan dengan
intensitas maksimum 100 mm per jam dengan rencana banjir 50 tahunan, seperti
yang telah dialami oleh daerah ini. Air hujan yang dikumpulkan berasal dari jalan,
daerah perkarasan dan daerah yang tidak dapat menyerap air hujan, untuk kemudian
dibuang keluar lokasi proyek sesuai dengan peraturan yang berlaku. Saluran drainase
ini juga akan dibangun pada sisi jalan selain dari sistem drainase yang akan dibangun
didalam PLTU.

- Saluran air limbah sanitasi


Air limbah berminyak berasal dari bengkel, dll akan dikumpulkan dan dikirim ke
instalasi pengolahan air limbah, dimana air limbah akan diolah seperti yang telah
digambarkan pada kontrak Kontraktor, sistem pengolahan sanitasi.

- Saluran pembuangan air limbah berminyak


Air limbah berminyak berasal dari bengkel, dll akan dikumpulkan dan dikirim ke
instalasi pengolahan air limbah berminyak sebelum diserahkan ke pihak ketiga.

- Saluran pembuangan air ditempat penampungan dan penyimpanan batubara


Saluran air permukaan akan tersedia disekitar perimeter penampungan dan tempat
penyimpanan batubara untuk menampung semua air permukaan. Air tersebut
kemudian akan dialirkan ke kolam penampungan dimana butiran batubara akan
dibiarkan untuk mengendap. Air tersebut kemudian dialirkan ke IPAL untuk
pengolahan akhir, sebelum dibuang ke saluran umum.

- Saluran tempat pembuangan abu


Saluran air permukaan tersedia disekitar perimeter tempat pembuangan abu untuk
menampung semua air permukaan. Air tersebut kemudian akan dialirkan ke kolam
penampungan dimana butiran batubara akan dibiarkan untuk mengendapkan dan
baru kemudian di alirkan ke IPAL sebelum dibuang.

- Saluran pembuangan air limbah industri


Air limbah berasal dari proses-proses pembangkit yaitu pengolahan air
demineralisas, sampling dan laboratorium, menara pendingin, dll kemudian air akan
dikumpulkan dan dialirkan ke IPAL sebelum dibuang.

Kepatuhan lingkungan terhadap kualitas limbah akan dipastikansebelum dibuang ke sistem


drainase umum.

1.1.2.4 Pembangunan Tempat Penampungan Abu Batubara


Area penampungan abu akan dibangun didalam areal PLTU. Pengaturan, desain, dan
kontruksi dasar, sistem drainase, sumur pemantauan air tanah dan fasilitas untuk pengolahan
pembuangan air hujan akan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1.1.2.5 Uji Coba (Commissioning)


Saat semua aspek mekanisme sudah selesai, pembangkit listrik akan menjalani
serangkaian uji kinerja sesuai dengan Perjanjian Pembelian Listrik (Power Purchase
Agreement).
1.1.2.6 Penanganan Tenaga Kerja Konstruksi
Pekerja konstruksi yang tidak diperkerjakan lagi dan dialihkan ke tahap operasional
pembangkit listrik akan digantikan oleh pihak kontraktor pada tahap setelah selesainya
kegiatan konstruksi. Keterampilan dan pengalaman yang diperoleh para pekerja tersebut
selama tahap konstruksi dari pembangkit listrik akan meningkatkan kemampuan kerja
meraka dan siap untuk diterima dari proyek lainnya.
Gambar 1.5 Tempat Penampungan Abu Batubara
Tabel 1.4 Jadwal Pelaksanaan Kontruksi PLTU
Tabel 1.4 Jadwal Pelaksanaan Kontruksi PLTU
1.1.3 Tahap Operasi
1.1.3.1 Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada tahap operasioanal PLTU, maka
dilakukan penerimaan tenaga kerja operasional secara bertahap yang disesuaikan dengan
kebutuhan, tahapan perkambangan dan kualifikasi calon tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja
operasional yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 150-170 orang. Hanya sekitar 4-6
orang tenaga kerja asing, lainnya adalah tenaga kerja local. Penduduk setempat yang
memenuhi persyaratan tenaga kerja / karyawan yang telah ditetapkan, akan mendapatkan
kesempatan yang sama untuk mengikuti seleksi penerimaan.

1.1.3.2. Pengangkutan Batubara


Batubara untuk pembangkit listrik akan diangkut dengan truk. Pengangkutan
batubara akan menggunakan jalan tambang eksisting yang dibangun oleh PT ABC.
Kebutuhan batubara adalah sekitar 150 ton per jam. Batubara akan dikirimkan ke PLTU dari
tambang batubara sekitar dengan truk berkapasitas sekitar 60 ton. Truk akan menumpahkan
batubara tersebut ke below-ground hopper untuk langsung masuk ke boiler atau ke tempat
penampungan dan area penyimpanan. Juga direncanakan untuk mengirimkan batubara ke
pembangkit listrik dengan menggunakan sistem ban berjalan (converyor belt system).

1.1.3.3. Penanganan Batubara


Sistem penanganan batubara akan dirancang untuk menerima, menghancurkan,
menyimpan, dan mensuplai batubara untuk masing-masing unit pembangkit tenaga uap.
Kapasitas desain sistem aliran tunggal sebesar 230 ton per jam, yang akan cukup untuk
memastikan bahwa operasi penanganan batubara biasanya dapat dibatasi pada siang hari.
Batubara akan dikirim ke below-ground hopper untuk dimasukkan langsung ke silo batubara
pembangkit tenaga uap dengan belt conveyor melalui screening and crushing station. Air
blasters akan disediakan dibagian ujung underground hopper untuk mencegah penyumbatan
dan memastikan kelancaran suplai batubara ke belt convenyer.
Area penyimpanan batubara akan memiliki kapasitas 100.000 ton (supply untuk
sekitar 30 hari pada beban penuh) termasuk kapasitas penyimpanan lima hari di tempat
penampungan. Batubara akan disebar dan dipadatkan dalam stok dengan menggunakan
peralatan mobile seperti loader dan buldoser. Alat-alat berat juga akan mengumpulkan
kembali batubara dan dikirim ke hopper bawah tanah untuk ditransfer ke lokasi penghancur.
Stasiun pemutaran dan penghancuran akan terdiri dari sabuk bergetar untuk memisahkan
batubara yang perlu dihancurkan dan ukuran yang dapat diterima, crusher batubara ukuran
yang sesuia dan dua arah saluran untuk memberikan batubara disiapkan baik pembangkit
uap. Ketika crusher perlu melalui perawatan berkala, batubara dengan ukuran lebih besar
akan di bypass untuk kembali ke tempat penampungan dan area penyimpanan. Setiap
pembangkit uap akan dimiliki dua silo batubara. Conveyor melayani setiap boiler akan
memberikan batubara baik melalui silo melalui saluran splitter.
Sebuah skala elektronik, sampler batubara dan pemisahan magnetic (terletak di
kepala pulley) akan disiapkan untuk conveyor yang mentransfer batubara dari below-ground
hoppers ke screening and crushing station. Detektor logam akan dipasangkan pada titik
pemuatan conveyor yang mentransfer batubara ke masing-masing boiler. Ruang yang cukup
akan disediakan di seluruh sistem untuk memudahkan pemelihaaran peralatan. Sistem
penanganan batubara akan dilengkapi dengan sistem penghilangan debu pada semua lokasi
dimana debu dapat dihasilkan, dan deteksi kebakaran dan sistem perlindungan akan
dimasukkan seluruh sistem sesuai dengan NFPA dan peraturan yang berlaku
Sistem penanganan batubara akan dikendali dengan menggunakan sebuah sistem
pengendalia PLC untuk memastikan sistem tersebut dapat operasi dengan aman dan efisien.
Status operasi sistem penanganan batubara akan ditampilkan diruang kendali utama melalui
DCS (Distrubuted Control System).

1.1.3.4. Penanganan Air Baku


1) Pengambilan dan Penyaluran Air Baku
Air bersih akan disalurkan dari sumbernya kekolam penampungan seluas 2.000 m2
di lokasi blok PLTU melalui pompa air, booster dan pipa high density polyethylene (HDPE
PE-100), berdiameter 250 mm sebagai pipa penyalur air sebelum memasuki sistem
pengolahan air. Alternatif sumber air baku adalah kolam bekas tambang (ex mine pit) Wara
1 yang berjarak ± 6 km dari blok PLTU yang telah diolah terlebih dahulu sesuai dengan
rencana pengelolaan lubang bekas tambang. Pada tiap alternatif sumber air baku tersebut
akan digunakan 3 unit pompa dengan kapasitas 175 m3/detik.
2) Pengolahan Air Baku
Pengolahan Air Baku
Air baku uang diperlukan untuk dua unit pembangkit dalam kondisi normal sebesar
725,7 m3/jam. Air baku yang dikirim melalui pipa penyalur akan disalurkan ke unit ultra-
filtrasi (UF) oleh pompa air pengumpan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan
kemudian disimpan dalam tangki air bersih (clarified water tank) sebelum dialirkan ke
sistem air pendingin. Berikut adalah bahan kimia yang digunakan pada instalasi pengolahan
air baku dan RWTP (Raw Water Treatment Plant ) dengan asumsi debit pada RWTP sebesar
17.034,4 m3/hari.
Tabel 1-4 Bahan Kimia yang Digunakan
Jenis Bahan Kimia Tipe Dosis Volume
(mg/L) Penggunaan
Harian
Polyaluminium Cloride (PAC)(Al2(OH)nCl6-n) 10 % Liquid 20 3443,8 L
Sodium Hypochloride (NaOCL) 10 % Liquid 0,2 34,438 L
Anionic polymer Powder 0,05 0,8609 kg
Sumber : PT XXX, 2014

Pengolahan Air Demineralisasi


Sistem pengolahan air demineralisasi akan terdiri dari (2) x 100% dari penukaran ion;
setiap proses api yang dinilai untuk menghasilkan 30m3/jam. Setiap proses akan terdiri dari
penukaran kation, degasifier, penukaran anion, dan penukaran campuran. Dua x 100%
pompa pemindahan akan disediakan untuk mentransfer air demineral ke tangki
penyimpanan silinder yang mampu menyimpan stok untuk tiga hari penggunaan normal
termasuk 1% blowdown make-up, CCW make-up dan kebutuhan lain serta konsumsi air
untuk kedua unit ketika beroperasi pada kondisi BMCR.
Siklus operasi yang diharapkan untuk setiap kali proses mencapai 18 jam dan 6 jam
untuk regenerasi. Sistem akan memiliki semua peralatan yang dibutuhkan untuk regenerasi
dan pembilasan penukaran ion, termasuk kebutuhan bahan kimia untuk 30 hari. Air yang
terkontaminasi akan ditampung di kolam air limbah yang di campur dengan limbah industri
lainnya, untuk kemudian diproses netralisasi, flokulasi, dan sedimentasi di instalasi
pengolahan limbah cair. Untuk kebutuhan normal, pompa air demineral akan disediakan
untuk memasok kebutuhan dari kedua tangki penyimpanan. Pompa akan beroperasi secara
otomatis untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sistem kontrol dengan basis PLC akan
digunakan untuk mengontrol dan memantau operasi dan status dari sistem tersebut juga akan
dimonitori melalui DCS di ruang kontrol utama.

1.1.3.5. Operasi PLTU


Setelah masa konstruksi selesai akan ada tahap uji coba untuk memastikan kondisi
peralatan dan sistem PLTU berjalan dengan baik sebelum PLTU dioperasikan secara penuh.
Aktivitas uji coba ini akan dikondisikan sesuai dengan operasi yang sebenarnya. Uji coba
akan dilakukan sekitar enam bulan;
 Unit boiler yang akan digunakan adalah tipe Drum/Natural Circulation. Gas hasil
pembakaran batubara atau flue gas akan dialirkan ke sistem perpipaan menuju sistem
pemanas udara yang akan melalui unit-unit ESP dan FGD untuk menangkap
kandungan partikulat dan sulfur dalam flue gas;
 Dua unit alat pengendali abu (ESP) dengan efisiensi 99,22% digunakan untuk
menangkap partikulat tersuspensi dari cerobong gas yang berasal dari pembakaran
batubara dalam pembangkit uap;
 Cerobong (chimney) akan dilengkapi dengan sistem pemantauan emisi secara
kontinyu (Continous Emission Monitoring System/CEMS) guna memantau gas
buang cerobong;
 Kondensor didinginkan dengan menggunakan sistem pendinginan sirkulasi tertutup
di menara pendingin (cooling tower);
3
 Penggunaan air laut adalah sekitar 6.405 m /jam, kebutuhan air pendingin (cooling
3
tower make up) sebanyak ±5.949 m /jam dan air yang diproses untuk konsumsi
PLTU (service water, demineralized water, fire fighting water, dan sebagainya)
3
sebanyak ±445 m /jam;
 Sistem sirkulasi air pendingin yang digunakan ialah sistem tertutup dengan unit
menara pendingin (cooling tower);
 Lokasi dan fasilitas penampungan sementara limbah B3 akan mengikuti Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Pemrakarsa akan mengurus izin tempat
penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 setelah mendapatkan izin lingkungan.

1.1.4 Tahap Pasca Operasi


Penanganan Tenaga Kerja
Untuk para pekerja yang tidak termasuk dalam tahap operational pembangkit listrik, mereka
dapat dialihkan ke pembangkit listrik lain apabila para pemilik pembangkit listrik tersebut
memilih mereka untuk dipekerjakan.
Penanganan Sarana dan Prasarana Eks PLTU
Proses ini akan dilakukan sesuai dengan perjanjian pembelian listrik (power purchase
agreement).

1.2 Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/Dikaji


Evaluasi dampak potensial dilakukan untuk menghilangkan/meniadakan dampak
yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak penting
hipotetik yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi
ANDAL. Metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi dampak ini adalah interaksi
kelompok dalam Tim Studi AMDAL dan penelaahan pustaka dengan mempertimbangkan
hasil konsultasi dan diskusi dengan para pakar, instansi yang berwenang dalam kegiatan ini
serta masyarakat yang berkepentingan Ringkasan pelingkupan dampak penting hipotetik
dapat dilihat pada Tabel 1-8. Berdasarkan Kerangka Acuan yang telah disepakati,
teridentifikasi beberapa Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap
lingkungan hidup sebagai akibat adanya rencana kegiatan Pembangunan PLTU TPI 2x100
MW. Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Pra Konstruksi


Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap pra konstruksi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunan adalah sebagai
berikut:
1) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Survei dan persiapan; Penerimaan tenaga
kerja konstruksi)
2) Peningkatan lapangan pekerjaan (Penerimaan tenaga kerja konstruksi)
3) Peningkatan pendapatan masyarakat (Penerimaan tenaga keja konstruksi)

b. Tahap Konstruksi
Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap konstruksi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunan adalah sebagai
berikut :
1) Peningkatan kebisingan (Persiapan lahan, Mobilisasi peralatan dan material;
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung)
2) Penurunan kualitas air permukaan (Persiapan lahan)
3) Penurunan kualitas udara (Mobilisasi peralatan dan material; Pembangunan sarana dan
prasarana pendukung. Pembangunan tempat penampungan abu batubara)
4) Terjadinya kerusakan badan jalan (Mobilisasi peralatan dan material)
5) Terjadinya bangkitan lalu lintas darat (Mobilisasi peralatan dan material)
6) Gangguan kesehatan masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material)
7) Gangguan keselamatan masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material)
8) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material)
9) Peningkatan lapangan pekerjaan (Pembangunan sarana dan prasarana pendukung)
10) Terbukanya peluang usaha (Pembangunan sarana dan prasarana pendukung)

c. Tahap Operasi
Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap operasi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunanadalah sebagai berikut :
1) Peningkatan lapangan pekerjaan (Penenimaan tenaga kerja)
2) Peningkatan aktivitas ekonomi/multiplier effect (Penerimaan tenaga kerja, Operasional
PLTU)
3) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Penerimaan tenaga keja; Pengangkutan
batubara; Operasional PLTU)
4) Penurunan kualitas udara (Pengangkutan batubara; Operasional PLTU)
5) Gangguan kesehatan masyarakat (Pengangkutan batubara; Operasional PLTU)
6) Peningkatan kebisingan (Penanganan batubara, Operasional PLTU)
7) Penurunan kualitas air permukaan (Penanganan batubara)
8) Penurunan pendapatan masyarakat (Penanganan batubara, Operasional PLTU)
9) Timbulan limbah padat B3 (Operasional PLTU)

d. Tahap Pasca Operasi


Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap pasca operasi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunan adalah sebagai
berikut :
1) Penurunan lapangan pekerjaan (Penanganan tenaga kerja)
2) Penurunan pendapatan masyarakat (Penanganan tenaga kerja)

1.3 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian


1.3.1 Batas Wilayah Studi
Pelingkupan ini bertujuan untuk membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada
komponer lingkungan penting yang relevan dengan kegiatan proyek. Penyebaran dan
dampak untuk setiap aspek berbeda-beda, tergantung dari jenis aktivitas penyebab dampk
serta ronal aspek lingkungan yang terkena dampak Masing-masing batas ini diuraikan
dengan dasar pertimbangan kegiatan pembangunan PLTU, jaringan transmisi 150 KV
(SUTT) dan gardu induk. Dengan memperhatikan luasnya areal yang akan terkena dampak
dan lama terjadinya dampak, maka pelingkupan ini merupakan pelingkupan berdasarkan
ruang dan waktu.

1. Batas Proyek
Kegiatan proyek PLTU TPI meliputi pemanfaatan lahan sampai dengan 42 ha yang akan
digunakan sebagai tapak pembangunan bangunan utama (Power Block) PLTU termasuk
fasilitas ruang pembangkit, penimbunan batubara, penimbunan abu batubara, pengolahan
limbah cair dan fasilitas lainnya seperti pipa intake, dan outfall Di samping itu batas
proyek ini mencakup lahan untuk jaringan transmisi 150 KV (SUTT) dengan luas
masing-masing tapak menara (tower) adalah sekitar 400 m2 dan gardu induk seluas 0,3
ha Dapat dilihat pada Gambar 1-12.

2 Batas Ekologis
Ruang ekologis yang akan dijadikan satuan analisis disini adalah lingkungan darat dan
perairan dengan luasan wilayah pada daerah yang diperkirakan masih terkena pengaruh
dampak baik itu dalam dimensi waktu maupun dimensi ruang. Batas darat dibuat dengan
pertimbangan sebaran emisi gas buang, sedangkan perairan berdasarkan dampak dari air
buangan proses. Batas ekologi darat ditentukan berdasarkan data windrose, arah angin
dominan adalah dari Utara dan dari Barat dengan kecepatan angin 4,26 knots.
Berdasarkan arah dan kecepatan angin maka batas ekologis wilayah darat dapat
ditentukan cenderung ke arah selatan dan timur sampai radius ±2 km.
Batas ekologis perairan merupakan batas wilayah yang berkaitan dengan komponen
lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak akibat dari rencana kegiatan. Dasar
yang digunakan dalam penentuan batas ekologis di perairan adalah kondisi perairan
sekitar saluran air dan Sungai Mangkusip. Dapat dilihat pada Gambar 1-13.

3 Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang
sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial
suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar akibat
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan hal tersebut batas sosial PLTU TPl
mencakup kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar Kelurahan Mabu'un, Maburai,
dan Kasiau. Dapat dilihat pada Gambar 1-14.

4. Batas Administratif
Batas administrasi adalah wilayah administrasi terkecil yang relevan seperti desa,
kecamatan dan kabupaten/kota dimana lokasi proyek melakukan aktifitasnya. Batas
administratif PLTU TPI adalah Kelurahan Mabu'un, Maburai dan Kasiau di Kecamatan
Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Dapat dilihat pada
Gambar 1-15.

Resultante dani keempat batas wilayah diatas merupakan lingkup wilayah studi AMDAL.
Gambaran mengenai batas wilayah studi AMDAL dapat dilihat pada Peta Batas Wilayah
Studi (Gambar 1-16)

1.3.2 Batas Waktu Kajian


Batas waktu kajian merupakan batas waktu yang akan digunakan dalam melakukan
prakiraan dan evaluasi dampak dalam studi ANDAL. Batas waktu tersebut disesuaikan
dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan mulai darn tahap pra konstruksi, konstruksi,
operasi hingga pasca operasi. Batas waktu kajian kegiatan pembangunan dan operasional
PLTU TPI 2x100 MW dan fasilitas penunjangnya dapat dilihat pada ringkasan hasil
pelingkupan pada Tabel 1-8.
2.0 DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

2.1 Komponen Lingkungan yang Terkena Dampak Penting

2.1.1 Komponen Fisika dan Kimia

2.1.1.1 Iklim

Berdasarkan informasi dari BMKG, stasiun terdekat dari lokasi kegiatan yang
memiliki data yang memadai adalah Stasiun Meteorologi Klas III Tjilik Riwut
Palangkaraya. Stasiun ini berjarak 169 km dari lokasi kegiatan. Data diperoleh dari stasiun
ini untuk periode 2013. Parameter yang diperoleh adalah suhu, kelembapan, kecepatan
angina, arah angina dan curah hujan. Data tersedia dalam basis 3 jam.

Tipe Iklim

Di dalam Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 di Indonesia (BMKG, 2014),


wilayah Kabupaten Tabalong masuk ke dalam Zona Musim (ZOM) 278. ZOM didefinisikan
sebagai daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode
musim kemarau dan musim hujan. ZOM 278 mencakup Tabalong, Balangan bagian utara,
Pasir bagian barat, Kutai Barat bagian tenggara. Dari Lampiran II buku ini, normal musim
kemarau ZOM 278 berlangsung mulai dari akhir April sampai dengan akhir Oktober dalam
periode 1981-2010. Grafik curah hujan selama periode ini disajikan pada Gambar xx.

Berdasarkan klasifikasi dari Mohr (1933), hamper semua bulan dalam satu tahun
masuk ke dalam kategori bulan basah yaitu bulan dengan curah hujan di atas 100 mm.
menurut Mohr kondisi iklim seperti ini masuk ke dalam Golongan I yaitu Golongan Daerah
Basah dengan jumlah bulang kering nol (0) dalam satu tahun kalender.

2.1.1.1.1 Curah Hujan

Data iklim yang diambil dari Stasiun Pencatat Curah Hujan selama 2011-2013 di
lokasi tambang PT Adaro Indonesia (Tutupan, Wara dan Paringin), mengindikasikan bahwa
wilayah studi termasuk dalam iklim muson tropis. Angin muson dari arah Barat
menyebabkan musim penghujan pada periode November-Mei. Sebaliknya, angina muson
dari arah Tenggara menyebabkan musim kemarau pada periode Juni-Oktober.
Berdasarkan data tersebut di atas, curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara92,2
dan 307,1 mm. curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada 2011 terjadi di Paringin pada
bulan November sebesar 447,5 mm dan terendah terjadi di Wara pada bulan Juli sebesar
49,5 mm. sementara pada 2013, curah hujan rata-rata tertinggi terjadi di Tutupan pada bulan
Desember sebesar 350,2 mm dan terendah terjadi di Wara pada bulan September sebesar
40,9 mm.

Tabel 2-1 Curah Hujan di Wilayah Studi (mm) Tahun 2011-2013

Sementara itu data curah hujan yang diambil dari stasiun BMKG Tjilik Riwut
Palangkaraya untuk tahun 2013 menunjukkan curah hujan rata-rata bulanan adalah 272 mm
dengan curah hujan bulanan berkisar antara 122 mm hingga 561 mm. Curah hujan rata-rata
bulanan terendah terjadi pada bulan Oktober, sementara itu curah hujan rata-rata bulanan
tertinggi terjadi pada bulan April seperti pada table 2-2 :

Tabel 2-2 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 2013

Gambar 2-2 Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 2013
2.1.1.1.2 Suhu

Data sekunder yang diambil dari Stasiun Meteorologi BMKG Klas III Tjilik Riwut
Palangkaraya menunjukkan suhu udara rata-rata bulanan selama tahun 2013 di lokasi studi
adalah 27,2℃ dengan nilai suhu udara minimum 26,5℃ dan maksimum 27,8℃ seperti
terlihat dalam Tabel 2-3 dan Gambar 2-3.

Tabel 2-3 Suhu Udara Bulanan Tahun 2013


Gambar 2-3 Suhu Udara Bulana Tahun 2013
2.1.1.1.3 Kelembaban

Berdasarkan data dari stasiun Klimatologi Muara Uya, kelembaban relative udara
rerata bulanan di wilayah studi tergolong tinggi berkisar antara 74,6% - 85,6% (Tabel 2-4).
Kecepatan angina rerata bulanan termasuk rendah berkisar antara 0,7 knot atau 0,35 m/det
(bulan Februari dan Maret) sampai 3,3 knot atau 1,65 m/det (bulan Agustus) dengan rata-
ratanya 1,78 knot atau 0,89 m/det. Pada bulan Mei-Oktober (kemarau) arah angina dominan
berhembus dari Timur Laut (NE) dan Timur (E) sedangkan pada musim hujan (November-
April) angina berhembus dari arah Timur (E) dan Tenggara (SE).

Tabel 2-4 Kelembaban Relatif Udara (%) di Wilayah Studi

Berdasarkan data sekunder yang diambil dari Stasiun BMKG Tjilik Riwut
Palangkaraya, kelembaban udara di lokasi proyek cenderung tinggi sepanjang tahun dengan
rata-rata kelembaban selama tahun 2013 adalah sekitar 83% seperti dapat dilihat pada Tabel
2-5 dan Gambar 2-4.

Tabel 2-5 Kelembaban Relatif Udara Rata-rata Tahun 2013


Gambar 2-4 Kelembaban Relatif Udara Rata-rata Tahun 2013
2.1.1.1.4 Kecepatan Angin dan Arah Angin

Berdasarkan data sekunder yang diambil dari Stasiun BMKG Tjilik Riwut
Palangkaraya untuk tahun 2013, kecepatan angina minimum 0,53 m/s, maksimum 43,25 m/s
dan rata-rata 2,42 m/s. Kecepatan angin maksimum hanya terjadi pada saat-saat tertentu.
Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata yang hanya bekisar dari 1,88 – 2,79 m/s sepanjang
tahun 2013. Kecepatan angin kurang dari 0,5 m/s (calm wind) dilaporkan terjadi sebanyak
31,36% sepanjang tahun.

Tabel 2-6 Kecepatan Angin (Tanpa Calm Wind) Periode 2013


Gambar 2-5 Kecepatan Angin (Tanpa Calm Wind) Periode 2013

Karena arah angin pada saat calm wind tidak dilaporkan oleh Stasiun BMKG Tjilik
Riwut Palangkaraya, maka distribusi arah angina Tabel 2-7 dibuat dengan menghilangkan
data calm wind tersebut (31,36% dari total yang ada). Arah angin hanya dilaporkan pada
delapan penjuru yaitu utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat dan barat
laut. Dilihat dari distibusinya, arah angina tersebar merata di tujuh penjuru (kecuali arah dari
selatan) antara 9,16% dampai 13,97%. Distribusi dari arah selatan mencapai 18,42%, tidak
terlalu mendominasi.

Tabel 2-7 Distribusi Arah Angin (Tanpa Calm Wind) Periode 2013

Dari distribusi arah angina, terlihat bahwa arah angin yang melebihi 11,1 m/s hanya
terjadi 0,05% sepanjang tahun. Kecepatan angin dominan berkisar dari 0,5 – 2,1 m/s dengan
kejadian 45,74% sepanjang tahun diikuti oleh kecepatan angina dari 2,1 – 3,6 m/s dengan
kejadian 40,40% sepanjang tahun. Bentuk windrose tanpa calm wind disajikan pada Gambar
2-6.
Gambar 2-6 Wind Rose (Tanpa Calm Wind) Periode 2013
2.1.1.2 Geologi

Proyek pembangunan PLTU 2 x 100 MW berada di wilayah Kecamatan Murung


Pudak yang terletak di atas beberapa formasi batuan. Tepak bangunan utama PLTU terletak
di atas Formasi Berai. Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah
dengan ketebalan 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen awal,
hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak dibawahnya. Formasi ini terdiri
dari pengendapan laut dangkal di bagian bawah, batu gamping dan napal di bagian atas.
Batu gamping mengandung fosil foraminifera besar seperti Spiroclypeus orbitodeus,
Spiroclypeus sp dll. Yang menunjukkan umur Oligosen-Miosen awal.

Jalur transmisi termasuk dalam Formasi Warukin yang disusun oleh batu pasir
kuarsa dan batu lempung dengan sisipan batubara, terendapkan dalam lingkungan fluviatile
dengan ketebalan sekitar 400m dan berumur Miosen Tengah sampai dengan Miosen Akhir.
Sedang karakteristik tanah lapukan dan rombakan adalah bersifat lepas, tidak padu,
permeabilitas tinggi dan pada daerah terbuka sangat rentan erosi. Wilayah tapak proyek
tidak terdapat sumber daya mineral batubara, dibuktikan dengan singkapan batubara di
bekas tambang Wara yang lokasinya berada di sebelah tenggara dari tapak proyek.

Perkembangan struktur geologi dipengaruhi oleh perkembangan proses kegiatan


tektonik regional yang terjadi mulai Pra Tersier – Miosen Tengah. Perkembangan struktur
geologi pada batuan sedimenter tersier penyusun daerah studi dan sekitarnya dipengaruhi
tektonik Akhir Miosen. Pada akhir Miosen terjadinya pengangkatan pegunungan Meratus
sehimgga membentuk struktur-struktur geologi antara lain : lipatan (antiklin dan sinklin),
patahan (patahan naik, patahan mendatar dan patahan normal) serta retakan/kekar. Struktur
geologi yang berkembang di daerah studi adalah struktur lipatan monoklin yang perlapisan
batuannya miring kea rah tenggara.

2.1.1.3 Kualitas Udara

Pengukuran rona awal telah dilakukan pada tanggal 20 – 25 Oktober 2014 untuk
mewakili musim kemarau dan 18 – 22 Desember 2014 untuk mewakili musim hujan.
Pengukuran dilakukan selama 24 jam di lima titik (UA1 – UA5). Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kualitas udara di lokasi studi masih di bawah baku mutu kualitas udara
ambien sebagaimana diatur dalam PP No. 41 tahun 1999 dan Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan No 53 tahun 2007.

Tabel 2-8 dan Tabel 2-9 memperlihatkan hasil pengukuran kualitas udara pada musim
kemarau dan musim hujan.

Parameter Sulfur Dioksida (SO2) dapat berasal dari proses pembakaran bahan bakar
minyak yang berasal dari fosil. Di atmosfer sulphur dioksida dapat mengalami disposisi
basah akibat perubahan kelembaban dan curah hujan yang tinggi membentuk butiran asam
sulfat yang turun ke permukaan tanah. Pengukuran yang dilakukan di lokasi studi pada
musim kemarau menunjukkan konsentrasi gas SO2 tertinggi berada di titik UA 2, yaitu
sebesar 29 µg/Nm3. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya aktivitas/mobilisasi dari
kendaraan di sekitar titik sampling, dimana area UA 2 adalah area perkebunan sawit,
sehingga banyak kendaraan operasional yang melalui area titik sampling Sedangkan pada
musim hujan, konsentrasi tertinggi berada di itik UA 4, yaitu sobesar 43 ug/Nm Hal int juga
dapat disebabkan dari banyaknya aktivitas mobilisasi dari kegiatan eksplorasi minyak bumi
PT Pertamina, yang melalui area titik UA 2, dimana area titik UA 2 tersebut adalah area
kompleks milik PT Pertamina.

Parameter Nitrogen Dioksikda (NO,) pada saat pengukuran musim kemarau


menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu 87 µg/Nm3 - 89 µg/Nm3 di setiap titik
samplingnya. Sedangkan pada saat pengukuran musim hujan menunjukkan nilai yang lebih
tinggi, yaitu antara 102 µg/Nm3 - 121 µg/Nm3. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
tingginya aktivitas dard kegiatan lain / industri yang berada di sekitar area studi. Hasil
pengukuran dari NO2 jika dibandingkan dengan peraturan nasional PP No. 41 tahun 1999
masih berada di bawah baku mutu (150 µg/Nm3), tetapi jika dibandingkan dengan peraturan
lokal, Pergub Kalsel No.53 tahun 2007 sudah melebihi baku mutu, dimana baku mutu yang
ditetapkan yaitu sebesar 75 µg/Nm3.

Konsentrasi oksidan di lokasi proyek dan sekitarnya secara umum berada di bawah
baku mutu, baik baku mutu lokal (100 µg/Nm3) dan baku mutu nasional (235 µg/Nm3),
Hasil konsentrasi antara 16 µg/Nm3 sampai dengan µg/Nm3. Konsentrasi terbesar berada
di UA 3 dengan konsentrasi oksidan sebesar 23 µg/Nm3. Hal yang sama juga terjadi pada
pengukuran musim penghujan, konsentrasi oksidan terbesar berada di titk UA 3 sebesar 27
µg/Nm3. yaitu di Perumahan Swadharma, yang berlokasi di dekat PLTD Maburai.

Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) terbesar yang terukur pada saat musim
kemarau terjadi di titik UA 1 sebesar 1,296 µg/Nm3. Lokasi ini adalah lokasi terdekat
dengan P LTU MSW 2x35 MW. Sedangkan pada musim hujan, konsentrasi tertinggi
terdapat di titik UA 3, yaitu sebesar 2,253 µg/Nm3. Secara umum, hasil pengukuran pada
musim kemarau dan musim hujan untuk parameter CO masih berada di bawah baku mutu
yang ditetapkan, baik baku mutu lokal (8.000 µg/Nm3) maupun baku mutu nasional (10.000
µg/Nm3).

Hasil pengukuran konsentrasi debu dilakukan dengan parameter TSP, PM10 dan
PM2,5. Untuk parameter TSP, hasil pengukuran pada musim kemarau menunjukkan nilai
antara 65µg/Nm3 sampai 73 µg/Nm3 dan nilai tertinggi berada di titik UA 4. Sedangkan
untuk pengukuran pada musim penghujan menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu antara
66 µg/Nm3 sama dengan 93 µg/Nm3 dan nilai tertinggi berada di titik UA 1. Semua hasil
parameter TSP menunjukkan nilai yang masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan
berdasarkan peraturan local dan nasional. Untuk pengukuran PM10 dan PM2,5 pada musim
kemarau, nilai tertinggi berada di titik UA 4, masing-masing yaitu 62 µg/Nm3 dan 22
µg/Nm3, sedangkan di musim hujan, PM10 tertinggi berada di titik UA 2 (79 µg/Nm3) dan
PM2,5 tertinggi di titik UA (13 µg/Nm3).

Baku mutu konsentras timbal diatur dalam PP No. 41 tahun 1999 (2 µg/Nm3), sedangkan
dalam peraturan local, parameter ini tidak diatur baku mutunya. Dari hasil pengukuran
musim kemarau dan musim hujan pada semua titik sampling menunjukkan nilai di bawah
baku mutu, yaitu sebesar < 0,01 µg/Nm3, terkecuali di titik UA 1 pada musim kemarau,
menunjukkan nilai 0,02 µg/Nm3.

Tabel 2-8 Kualitas Udara di Lokasi Studi (Musim Kemarau)

Tabel 2-9 Kualitas Udara di Lokasi Studi (Musim Hujan)


2.1.1.4 Kebisingan

Kegiatan selama fase konstruksi dan operasi berpotensi meningkatkan kebisingan


disekitar lokasi proyek. Pihak yang terkena dampak kebisingan atau reseptor sensitif
umumnya terletak didaerah dampak. Titik-titik survey dipilih berdasarkan reseptor sensitif
misalnya tempat tinggal yang terdekat. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24
jam (LSM) yang dibagi dalam interval waktu malam yaitu pukul 22.00-06.00 (LM) dan
interval waktu siang yaitu pukul 06.00-22.00 (LS) sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Tingkat
kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan
desibel atau disingkat dengan notasi dB(A). Tingkat kebisingan (nilai LSM) yang diukur
akan dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi
+3 dB(A).
Gambaran tingkat kebisingan sebagai data awal di wilayah studi diperoleh dengan
pengukuran secara langsung di lapangan. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa
tingkat kebisingan umumnya masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan untuk areal
pemukiman. Sedangkan untuk lokasi AQN-05 yang melebihi baku mutu lebih disebabkan
karena pengaruh arus lalu lintas kendaraan yang terjadi pada saat pengukuran kebisingan
diantara jam 14.00-17.00 dan 03.00-06.00.

2.1.1.5 Fisiografi dan Morfologi

Sistem fisiografi yang berkembang di wilayah studi merupakan bagian dari


perkembangan tatanan sistem fisiografi regional Pegunungan Meratus. Berdasarkan
pengelompokkan satuan geomorfik (Zuidam Van, Cancelado, & Zuidam, 1979), kondisi
regional sistem fisiografi Pegunungan Meratus terletak pada satuan topografi bergelombang
yang terletak di sebelah barat laut dari lajur tinggian pegunungan Meratus. Perkembangan
relief morfologi satuan topografi bergelombang tersebut dicirikan dengan kemiringan lereng
5-15 % , arah kemiringan ke selatan dan beda tinggi 5-20 m . Lokasi rencana tapak proyek
PLTU 2 x 100 MW menempati daerah yang mempunyai kelerengan umum 5-15 % ,
ketinggian tempat berada pada level ketinggian 24-56 mdpal . Kondisi topografi lahan
semakin tinggi konturnya ke arah Tenggara - Timur Laut dan dibatasi oleh Sungai Jaing.
Sebaliknya semakin ke Barat Barat Laut, kontur mulai makin rendah dan dibatasi oleh
Sungai Mangkusip. Kedua singai ini sama-sama bermuara di Sungai Tabalong yang menjadi
tampungan dari air permukaan (run off) ataupun aliran bawah permukaan (base flow )
dikawasan DAS Tabalong.

2.1.1.6 Hidrologi

Wilayah studi dibatasi oleh sungai Mangkusip yang merupakan anak sungai
Tabalong dengan rincian lokasi sungai Mangkusip yang terletak disebelah barat wilayah
studi. Badan air terdekat dari lokasi proyek berada dibagian barat lokasi dan berbatasan
dengan perumahan AAA yang merupakan sebuah saluran alamiah musiman dan bermuara
di sungai Mangkusip. Aliran ini hanya dialiri air ketika hujan saja.

2.1.1.7 Kualitas Air Permukaan

Data kualitas air permukaan di wilayah studi sebagai gambaran rona lingkungan
hidup diperoleh dari hasil studi lapangan Rona Lingkungan Awal di empat lokasi berbeda
dimana AP 1 merupakan saluran air alamiah yang bersifat musiman yang bermuara ke
Sungai Mangkusip. Saluran ini hanya dialiri air pada saat musim hujan, sedangkan saat
kemarau hanya berupa genangan di beberapa bagiannya. Titik AP 2 merupakan anak Sungai
Mangkusip, sedangkan titik AP 3 dan AP 4 merupakan bagian dari aliran Sungai Mangkusip.
Pengambilan sampel dilakukan pada musim kemarau (Oktober 2014) dan musim penghujan
(Desember 2014) Analisis berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan
Peraturan Daerah KabupatenTabalong No. 2 Tahun 2011. Berdasarkan Perda tersebut
sungai-sungai di wilayah studi diklasifikasikan sebagai sungai Kelas I (satu) yang
peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Data hasil analisis kualitas air permukaan pada Tabel 2-13 dan Tabel 2-14
menunjukkan bahwa terdapat parameter yang melebihi baku mutu, yaitu BOD5, COD, DO
dan total koliform yang terukur di semua lokasi pengukuran (AP 1, AP 2, AP 3 dan AP 4 -
musim kemarau dan musim hujan), fecal koliform (AP1 musim kemarau dan semua lokasi
- musim hujan), parameter seng (hanya pada AP 1 musim kemarau),dan parameter florida
(hanya pada AP 2 -musim hujan). Nilai BOD, COD, total koliform dan fecal koliform yang
tinggi disebabkan oleh pembuangan limbah domestik kegiatan rumah tangga maupun
industri dan aktivitas mck di sekitar sungai tersebut. Hal ini juga yang menyebabkan
kecilnya nilai DO, karena oksigen dibutuhkan dan terpakai untuk penguraian bahan organic
di sungai tersebut. Sedangkan nilai seng terlarut yang melebihi baku mutu terdapat di AP 1
yang merupakan area pemukiman (Perumahan Citra Tanjung Asri) dimana lebih banyak lagi
aktivitas rumah tangga dan pembuangan limbah domestik juga dialirkan ke sungai. Dan
sebagai catatan pengambilan sampel dilakukan pada saat musim kemarau dengan kondisi
anak sungai hampir kering dengan aliran yang kecil. Untuk nilai fluorida yang melebihi baku
mutu hanya terdapat di AP 2 yaitu Anak Sungai Mangkusip, Jembatan Jalan Ir.PH. M. Noor
RT 01/01. Sumber fluorida di alam bisa berasal danń limbah industri, limbah domestik, zat
aditif pada air dan sumber-sumber geologi alami. Hal ini memungkinkan mengingat
pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan, sehingga dimungkinkan adanya
masukkan dari berbagai macam sumber tersebut ke badan air.

2.1.1.8 Kualitas Air Tanah

Kualitas Air Tanah Data kualitas air tanah di wilayah studi sebagai gambaran rona
lingkungan hidup diperoleh dari hasil studi lapangan Rona Lingkungan Awal. Pengambilan
sampel dilakukan pada musim kemarau (Oktober 2014) dan musim penghujan (Desember
2014) Titik pengambilan sampel air tanah berlokasi di sumur penduduk di dalam Perumahan
Citra Tanjung Asri. Analisis terhadap parameter fisika, kimia dan biologi untuk kualitas air
tanah tersebut mengacu pada Peraturan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990 (Lampiran II) tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.
Berdasarkan hasil pengukuran tidak ada parameter yang melebihi baku mutu baik pada
musim kemarau maupun musim hujan. Meskipun kualitas air tanah masih di bawah baku
mutu, namun untuk pemanfaatannya kebanyakan warga lebih memilih air isi ulang untuk
dikonsumsi. Air tanah yang ada selama ini hanya dimanfaatkan untuk keperluan MCK.
2.1.1.9 Lalu Lintas

Volume lalu lintas diamati di jalan utama Ir. PH. M. Noor dan Jalan Ahmad Yani.
Jalan ini akan digunakan sebagai rute untuk mobilisasi selama fase konstruksi dan sebagai
akses menuju PLTU selama fase operasi. Jalan utama ini merupakan bagian dari jalan raya
Trans Kalimantan yang menghubungkan kota-kota di antara Kalimantan Selatan (termasuk
Tanjung) dan Kalimantan Timur.

Kondisi Jalan

Untuk kondisi jalan saat ini, jalan Trans Kalimantan maupun sebaliknya seluruhnya
berbentuk jalan aspal sedangkan jalan-jalan akses ke desa maupun kelurahan terbagi
menjadi jalan aspal, beton dan tanah. Kondisi jalan akses menuju lokasi proyek dapat dilihat
pada Gambar 2-7 dan Gambar 2-8 Jalan utama Tanjung-Kaltim melewati beberapa area
antara lain area pemukiman, perkebunan sawit dan karet serta bangunan sementara
(warung). Dengan semakin diperlukannya alat transportasl untuk kegiatan ekonomi maupun
kegiaian Soslal, sepeda motor merupakan alat transportasi yang dominan digunakan di
daeran Tanjung. Kendaraan umum seperti angkutan dan minibus/bus yang tersedia hanya
sedit bahkan beberapa diantaranya merupakan hasil dari CSR lokasi proyek , 97 % jumlah
bus dan minibus yang ada di Tabalong adalah milik private.

2.1.2 Komponen Biologi


2.1.2.1 Flora Darat
Berdasarkan laporan studi pendahuluan AMDAL PLTU TPI pada tahun 2012,
sebagian besar lahan di lokasi rencana PLTU TPI 2x100 MW adalah kebun kelapa sawit
dan semak atau padang terbuka. Sedangkan area sekitamya dikelilingi oleh belukar, kebun
karet masyarakat dan kebun campuran yang kerap berasosiasi dengan tanaman pekarangan.
1) Perkebunan Kelapa Sawit (Elais guinensis)
Lokasi pembangunan PLTU TPI 2x100 MW terletak dekat dengan perkebunan
kelapa sawit PT Alam Tri Abadi dengan umur tanam bervariasi. Berdasarkan hasil
pengukuran saat studi pendahuluan, diameter rata-rata kelapa sawit >60 cm dengan kondisi
sedang berbuah
2) Semak Belukar
Semak belukar umumnya tumbuh di atas lahan kosong yang tidak diolah/ditanami
dan kerap berbatasan dengan vegetasi budidaya. Vegetasi semak belukar yang terdapat pada
lokasi semak/padang terbuka adalah Alaban (Vitex pubescens), karamunting gunung
(Rhodomyrus tomentosa), karamunting kodok (Melastoma sp.), Jejambuan (Sygizium sp.),
pelawan (Tristaniopsis maingayi), beringin (Ficus benjamina), jamai (Rhodomnia ceneria)
dan kujanjing (Pterospernum javanicum), serta Alang-alang (Imperata cylindrica). Untuk
tingkat pancang didominasi alaban (Viteks pubescens), pelawan (Tristaniopsis maingay),
beringin (Ficus benjamina), bati-bati (Adina minutiflora), bengkiraian (Trema
amboinensis), mahang (Macaranga hypoleuca) dan jambu-jambuan (Sygizium sp). Untuk
tingkat tiang didapatkan jenis tumbuhan seperti: Sedang tumbuhan bawah pada tapak ini
didominasi oleh jenis alang-alang,(Imperata cyflindrica), hering (Fam.Gramineae), tepus
(Fam. Zingiberaceae), Hiring-hiring (Saccarum spontaneum), karamunting kodok
(Melastoma polyantum), kacang polong (Fam.Leguminouse).

3) Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan campuran antara kebun karet masyarakat yang


diblarkan berkembang secara alami dengan berbagal vegetasi alamiah yang tumbuh dan
berkembang bercampur dengan tanaman karet. Secara horizontal, diameter rata-rata untuk
tingkat pohon/tiang adalah 11,5 cm. Berdasarkan keberadaan jenis tumbuh-tumbuhan di
dalamnya, tipe penutupan vegetasi pada kawasan ini cenderung mengarah pada kebun
campuran dengan variasi tanaman buah-buahan dan tanaman pokok karet. Tumbuhan bawah
yang ditemukan adalah rotan latung (Korthalsia sp.), Karamunting (Melastoma affine) dan
lengkuas hutarn (Zingeberacea).

4) Kebun Karet

Selain tanaman karet, dijumpai pula di kebun ini tumbuhan bawah antara lain
karamunting (Melastoma affine), rumput (Fam. Graminae), karamunting kodok (Melastoma
polyantum), Hiring-hiring (Saccarum spontaneum), keladi, tepus-tepusan
(Fam.Zingiberaceae) paku-pakuan (Acrrosthicum malabatricum)
A. Tapak Proyek

Pada tapak proyek, untuk tingkat semal didominasi oleh alaban (Vitex pubescens),
jamai (Rhodomnia cenenia) dan akasia (Acacia auriculiformis). Untuk tingkat pancang
didominasi akasia (Acacia aunculiformis), alaban (Vitex pubescens) dan karet (Hevea
brasiliensis). Nilai keragaman untuk tingkat semai sebesar 1.09, sedangkan untuk tingkat
pancang sebesar 1.07. Berdasarkan SK Menhut No. 200/Kpts-IV/1994, nilai keragaman
tersebut termasuk dalam kriteria kurang. Hal ini disebabkan lahan sudah terbuka dan hanya
jenis-jenis tertentu saja yang bisa beradaptasi dan dapat bertahan. Untuk tumbuhan bawah,
vegetasi yang ditemukan antara lain; Alang-alang (Imperata cylendrica), Banta (Leersia
hexandra), Putri malu (Mimosa pudica), Karamunting kodok (Melastroma affine), Rumput
hering (Seleria sp.) dan Laos hutan (Cleistanthus sp.). Keberadaan tumbuhan bawah ini
dilihat dari segi keanekaragamannya cukup bervariasi, juga mempunyai arti yang sangat
penting bagi suatu ekosistem hutan, yaitu sebagai tanaman penutup tanah bersama-sama
dengan serasah dan humus berfungsi melindungi tanah dari kemungkinan terjadinya erosi
permukan apabila terjadi hujan.

B. Lokasi Rencana Jalur Pipa

Keadaan vegetasi di rencana jalur pipa adalah berupa hutan sekunder muda/belukar
Untuk tingkat semai didominasi oleh alaban (Vitex pubescens), beringin (Ficus benyamina)
dan jarak hutan (Ricinus communis). Untuk tngkat pancang didominasi oleh alaban (Vitex
pubescens), mengkudu hutan (Morinda citrifolia) dan Bengkirai (Trema amboenensia).
Sedangkan untuk tingkat tiang didominasi alaban (Vitex pubescens) dan karet (Hevea
brasiliensis), dan untuk tingkat pohon didominasi oleh alaban (Vitex pubescens), palawan
(Tristani obovata) dan karet (Hevea brasiliensis) Nilai keragaman untuk tingkat semai
sebesar 2,03 dan untuk tingkat pancang sebesar 1,82 (keduanya termasuk dalam kategori
cukup berdasarkan kriteria SK Menhut No 200/Kpts-V/1994). Sedangkan nilai keragaman
untuk tingkat tiang sebesar 0,34 dan tingkat pohon sebesar 0,79 (keduanya termasuk dalam
kategon kurang berdasarkan kriteria SK Menhut No. 200/Kpts-IV/1994) Untuk tumbuhan
bawah, vegetasi yang ditemukan antara lain; Alang-alang (Imperata cyłendrica), Banta
(Leersia hexandra), Putri malu (Mimusa pudica), Karamunting kodok (Melastroma affine),
Rumput hering (Selena sp) dan Laos hutan (Cleistanthus sp.) Kirinyuh (Penissitum
purpurium), Rumput teki (Eleucharis dulcis) dan Belaran (Upomea sp.).

2.1.2.2 Fauna Darat

Berdasarkan observasi lapangan dan informasi dari masyarakat untuk fauna darat di wilayah
studi diantaranya terdirí dari:

1. Jenis Mamalia, termasuk cecucut, kelelawar, musang, tupai, bajing dan sejenisnya, dan
tikus tanah.

2. Jenis Burung, termasuk cuit, condet, darakuku, kutilang. punai tanah, rumahan, ayam-
ayaman

3. Jenis Reptilia, termasuk bingkarungan/kadal, dan angui/bunglon.

2.1.2.3 Biota Air

Pengambilan data plankton dan benthos diperoleh dari hasil studi lapangan Rona
Lingkuhgan Awal pada bulan Oktober (musim kemarau) dan Desember (musim hujan) 2014
untuk mewakili pengambilan data di dua musim yang berbeda. Pengambilan data tersebut
dilakukan di empat lokasi berbeda pada Sungai mangkusip dan anak Sungai Mangkusip.

A. Plankton

Fitoplankton

Ada 3 kelas fitoplankton yang ditemukan di lokasi studi yaitu Bacillariophyceae


(Diatom), Cyanophyceae dan Chlorophyta. Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae atau
yang biasa dikenal sebagai diatom merupakan yang paling banyak ditemukan, dan diketahui
juga merupakan jenis yang paling umum ditemukan di perairan air tawar.

Zooplankton

Di dalam ekosistem akuatik, zooplankton berada pada tingkat tropic yang kedua dan
keberadaannya bergantung pada keberadaan fitoplankton. Zooplankton akan berfungsi
sebagai perantara proses transfer energi dari produsen primer (fitoplankton) ke organisme
yang levelnya lebih tinggi pada rantai makanan, seperti jenis-jenis ikan. Zooplankton yang
ditemukan di wilayah studi hanya dari filum Rotifera yang termasuk dalam mikroplankton.

2.1.3 Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya

Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya sebagai bagian dari rona lingkungan sosial
akan membahas beberapa variable, antara lain: kependudukan, sosial ekonomi dan sosial
budaya. Berdasarkan batas studi wilayah administrasi, bahwa rencana kegiatan
pembangunan PLTU 2 x 100 MW dan Fasilitas Pendukung PT. TPI berada di Desa Mabuun
Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong. Terkait dengarn batas lingkup sosial,
secara administrasi komponen sosial, ekonomi dan budaya akan mendeskripsikan wilayah
Kecamatan Murung Pudak dan Kecamatan Tanta (Warukin dan Padang Panjang),
Kabupaten Tabalong. Responden yang diteliti sebagai sumber data primer adalah mereka
yang berdasarkan rencana kegiatan pembangunan dan operasional PLTU 2 x 100 MW PT.
TPI bertempat tinggal di sekitar lokasi kegiatan atau yang diperkirakan terkena dampak dari
kegiatan ini. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 241 orang, yang terdin atas 209 laki-
laki dan 32 perempuan. Umur responden berkisar antara 20 sampai 60 tahun, dengan usia
rata-rata terbanyak 40-49 tahun.

2.1.4 Kependudukan

Kabupaten Tabalong terbagi atas 12 kecamatan dan 131 kelurahan/desa dengan luas
sekitar 3946 km . atau 10,61 % dari luas Provinsi Kalimantan Selatan Pada tahun 2013 .
Kabupaten Tabalong memiliki penduduk sebanyak 231 718 jiwa, yang terdiri atas 117 711
jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 114.007 jiwa penduduk berjenis kelamin
perempuan, serta terhimpun dalam 63.238 rumah tangga. Kepadatan penduduk Kabupaten
Tabalong mencapai 59 jiwa/km2 dengan nilai ratio seks sebesar 103,25 persen. Secara
lengkap perbandingan gambaran kependudukan Kabupaten Tabalong, Kecamatan Murung
Pudak dan Kecamatan Tanta dapat dilihat pada Tabel 2-24. Secara khusus, Kecamatan
Murung Pudak memiliki 10 desa/kelurahan dengan ibukota kecamatan yaitu Kelurahan
Belimbing Raya. Luas kecamatan ini sebesar 118,72 km2 atau 3 % dari jumlah total luas
kabupaten . Sebanyak 20,58 % penduduk Kabupaten Tabalong tinggal di Kecamatan
Murung Pudak yang tersebar dalam 13.084 rumah tangga. Jumlalh penduduk Kecamatan
Murung Pudak merupakan penduduk terbanyak di Kabupaten Tabalong, yaitu mencapai
47.694 jiwa, terdin atas 25.410 laki-laki dan 22.284 perempuan, dan nilai rasio seks sebesar
114,03. Kepadatan penduduknya merupakan yang paling tinggi, yakni mencapai 402
jiwa/km2 (terpadat diantara semua kecamatan di Kabupaten Tabalong). Pada Kecamatan
Tanta, terdapat 14 desa dengan ibukota kecamatan yaitu Desa Tanta. Luas kecamatan ini
adalah 172,10 km2 atau 45 dari jumlah total luas Kabupaten Tabalong Jumlah penduduk
Kecamatan Tanta adalah 18.155 jiwa dengan begitu kepadatan penduduk yang tercatat
adalah 105 jiwa/km2.

2.1.4.1.1 Populasi

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk


Kabupaten Tabalong tahun 2005-2010 adalah 1,2 % , hal ini mengindikasikan bahwa laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Tabalong masih dibawa Provinsi Kalimantan Selatan (
1,99 % ) dan level Nasional ( 1,49 % ) dan di atas level . Sedangkan berdasarkan populasi
tahunan , terdapat penambahan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tabalong menjadi
1,44 persen antara tahun 2012 dan 2013.

Melihat data laju pertumbuhan penduduk berdasarkan periode waktu dan Kabupaten
Tabalong Dalam Angka (KTDA) 2014, terindikasi adanya peningkatan laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Tabalong. Kemudian pada tingkatan kecamatan, laju pertumbuhan
penduduk di Kecamatan Murung Pudak sebesar 1,42 % dan Kecamatan Tanta 1,29 % .
Diperkirakan jumlah penduduk Kabupaten Tabalong akan terus mengalami peningkatan
hingga mencapai 318.404 jiwa pada tahun 2025. Pertambangan, termasuk migas di
dalamnya, dan perkebunan menjadi daya tarik orang untuk mendatangi kabupaten ini. Hal
ini terlihat dari wilayah yang tertinggi pertumbuhannya.
2.1.4.1.2 Raslo Gender

Dalam aspek kependudukan juga mencatat, bahwa Kecamatan Tanta dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 4.901 KK , memiliki seks rasio ( SR ) sebesar 103,39 % dengan
detail jumlah 9.229 jiwa penduduk laki-laki dan 8.926 jiwa penduduk perempuan. Bergitu
juga dengan Padang Panjang dan Warukin memiliki sex ratio dengan proporsi jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan. SR di Kelurahan Padang
Panjang cukup besar , yaitu 130 % ; sementara Warukin memiliki SR sebesar 101 % . Angka
rasio seks Kecamatan Murung Pudak masih yang tertinggi diantara kecamatan lain yang
berada di Kabupaten Tabalong, yaitu mencapai 114,05. Angka rasio seks in
mengindikasikan bahwa di wilayah Kecamatan Murung Pudak jumlah penduduk laki-
akinya lebih banyak dari penduduk perempuan. Gambaran seperti ini umum ditemui pada
wilayah- wilayah yang menjadi tujuan migrasi, karena umumnya yang banyak melakukan
migrasi adalah laki-laki (tidak membawa anggota keluarga lainnya). Pada Kecamatan
Murung Pudak . Maburai memiliki jumlah SR yang paling tinggi yaitu 168 % .

2.1.4.1.3 Pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di wilayah Kecamatan Murung


Pudak relatif cukup bagus, dengan tingkatan pendidikan mulai dari tamat SD sampai dengan
Perguruan Tinggi. Berdasarkan Kabupaten Tabalong Dalam Angka tahun 2014, Kecamatan
Murung Pudak memiliki proporsi infrastruktur bangunan sekolah, jumlah murid dan jumlah
guru yang lebih banyak dari Kecamatan Tanta. Kemudian yang perlu dicatat juga adalah
tingginya jumlah murid, dibandingkan dengan ketersediaan infrastruktur pendidikan.

2 1.4.2 Komponen Sosial Ekonomi

Industri dan pertambangan merupakan sektor ekonomi yang berpengaruh di


Kabupaten Tabalong, selain bidang pertanian dalam hal ini perkebunan karet Pada sektor
pertambangan keberadaan PT Adaro Indonesia yang bergerak di pertambangan batubara
memiliki pengaruh yang signifikan. Pada tahun 2013 total produksi batubara mengalam
peningkatan , yaitu 52.266.184 ton atau naik 11 % Pada tahun 2013 Kabupaten Tabalong
memiliki industri kecil sebanyak 151 buah, industri rumah tangga sebanyak 5 716 buah
industi sedang sebanyak 3 buah dan industri besar sebanyak 5 buah. Total industri tersebut
menyerap 16.814 tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tabalong pada tahun 2013 mencapai sebesar


5,41 % turun dibanding tahun 2011 yang sebesar 6.10 % dan tahun 2012 sebesar 6,03 %
Sektor lapangan usaha yang mengalami peningkatan adalah industri pengolahan, listrik dan
air minum, Bank dan Lembaga keuangan, dan jasa Sektor Bank dan lembaga keuangan
memiliki nilai tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi , yaitu sebesar 9.47 %.

Berdasarkan PDRB Kabupaten Tabalong Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK
2000), nilai PDRB Kabupaten Tabalong antara lain tahun 2011 berjumlah Rp 12.315.439,-
tahun 2012 berjumlah Rp 13.034.444- dan tahun 2013 berjumlah Rp 13.662 121 Peranan
utama perekonomian di Kabupaten ini di dominasi oleh sektor Pertambangan dan
Penggalian sebesar 67 % , kemudian disusul oleh sektor pertanian 11 % , serta sektor Jasa
10 %.

Berdasarkan KTDA 2014. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku di Kabupaten
Tabalong pada tahun 2013 tumbuh sebesar 10,27 % , yakni sebesar Rp 30.996.970 . Tingkat
produktivitas yang dilihat dan PDRB per kapita atas dasar harga konstan sebesar 4,82 %
yakni sebesar Rp 13.662 121.- Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun
2012.

Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten Tabalong berdasarkan tolak ukur


sektor pertambangan Berdasarkan Keputusan Gubenur Kalimantan Selatan No
188.44/0533/KU/2013, tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan
selatan tahun 2014, ditetapkan bahwa UMP Kalimantan Selatan tahun 2014 adalah sebesar
RP 1.620.000,-. UMR Kabupaten Tabalong yang mengacu pada UMP Kalimantan Selatan,
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yang tercatat bahwa UMR Kabupaten
Tabalong adalah sebesar Rp. 1.225.000,-.

Jumlah pencari kerja dan jumlah lowongan kerja di Kabupaten Tabalong dapat
dilihat pada Tabel 2-26. Berdasarkan data tersebut, jumlah pencari kerja menurut tingkat
pendidikan tertinggi adalah SLTA 45 % , diikuti oleh Sarjana Diploma ( D ) IV / Strata 1
sebesar 37 % dan D 1 -III sebanyak 12 % . Lowongan pekerjaan yang tersedia paling banyak
juga diperuntukan bagi pencari kerja berpendidikan SLTA ( 71 % ) , sedangkan bagi lulusan
D l - lll 16 % dan lulusan D IV / Strata 1 hanya 12 % . Baik jumlah pencari kerja maupun
lowongan yang tersedia, semua didominasi oleh laki-laki. Rasio antara jumlah lowong kerja
dan pencari kerja adalah 1:20. Peningkatan pencari kerja di Kabupaten Tabalong pada tahun
2013 jika dibandingkan dengan tahun 2012 , maka terdapat peningkatan 28 % . Angka
peningkatan tersebut sedikit berbeda jika dibandingkan dengan jumlah pencari kerja 10
tahun yang lalu (2003 = 30%).

2.1.4.3 Komponen Sosial Budaya

Integrasi Berbagai Kelompok Masyarakat: Di wilayah Murung Pudak terdin dari


berbagai kelompok masyarakat. Berbagai kelompok masyarakat ini masih berbaur
(integrasi) secara harmonis, hal tersebut mungkin karena adanya dukungan atau pengaruh
dari nilai-nilai keagamaan (Islam) yang masih kental dan sikap saling menghargai antar
kelompok sehingga kecil kemungkinan antar kelompok masyarakat terjadinya perpecahan
yang serius (disintegnasi). Penduduk wilayah Murung Pudak pada umumnya campuran dari
berbagai suku dari daerah di Kalsel dan luar Kalsel (etnis Tabalong, Jara, Madura dl) tetapi
lebih didominasi oleh etnis Tabalong asal Hulu Sungai. walaupun demikian dalam pergaulan
sehari-hari umumnya masyarakat masih mengikuti norma-norma yang berlaku sesuai
dengan budaya setempat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa akibat masuknya budaya-budaya baru maka interaksi
sosialpun mulai mengalami perubahan. Perubahan sosial yang terjadi ini ada yang
mendapatkan perlawanan sebagian besar masyarakat (karena bertentangan dengan nial- nilai
agama) dan ada juga yang bersikap membiarkan atau bahkan mendukung jika perubahan itu
bersifat positif. Peruhahan yang mendapatkan perlawanan misalnya, seperti interaksi sosial
dalam konteks pergautan bebas antara pria dan wanita dan hal-hal lain yang bertentangan
dengan nilai-nilai kee geriaan dan norma kesusilaan.
2.1.4.3.1 Etnis dan Agama

Berdasarkan etnisnya, penduduk Kabupaten Tabalong didominasi oleh ethis Banjar


dan etnis Dayak sebagai penduduk asli setempat. Etnis Dayak terutama terdapat di
Kecamatan Upau, Muara Uya, Jaro, dan Haruai. Penduduk pendatang umumnya didominasi
oleh etnis Jawa, sedangkan etnis lainnya seperti Sunda, Madura, Batak, Timor, Padang dan
Bugis/Makassar.

Ciri khas kehidupan masyarakat pedesaan adalah gotong royong dan kebersamaan
juga mewarnai kehidupan masyarakat. Kehidupan bergotong royong tercermin dalam
kegiatan kelembagaan kemasyarakatan misalnya dalam bidang sosial antara lain PKK dan
Dewan kelurahan, sedangkan dalam keagamaan adanya kelompok yasinan, kelompok
alhabsy majelis taklim, upacara perkawinan kun kematian dan gotong royong dalam
membersihkan fasilitas umum. Kehidupan penduduk yang beragama sangat baik, tidak
menimbulkan masalah. Keadaan inl mencerminkan keterbukaan di kalangan penduduk di
Desa Mabu'un dan desa-desa lain di sekitamya dalam wilayah Kecamatan Murung Pudak
Pada Gambar 2.26 dapat dilihat bahwa 90 % respopnden yang disasar adalah beragama
Islam. Hal ini memiliki kecenderungan yang sama bahwa situasi di area studi dan secara
umum di kabupaten Tabalong, masyarakat menganut agama Islam.

2.1.4.3.2 Kegiatan Kemasyarakatan

Kegiatan yang dilakukan secara kolektif masih dapat ditemui dilokasi studi, dan hal ini
diutarakan hamper seluruh responden ( 94 % ) . Kegiatan gotong royong dan kegiatan
kebersamaan masyarakat lainnya masih dilakukan seperti: membersihkan mesjid
membersihkan lingkungan, acara perkawinan, kematian, yasinan, posyandu, selamatan, dan
lainnya. Walaupun demikian, kegiatan gotong royong ini memulai berkurang intensitasnya
baik karena kesibukan warga maupun berkembangnya sistem upah atau sewa.

Wilayah Murung Pudak dan Tanta tergolong relatif aman dan jarang teradi konflik
sosial. Kalaupun ada konflik biasanya dapat diselesaikan secara musyawarah melalui
keterlibatan Ketua RT, Kepala Desa, maupun Pimpinan Perusahaan, dan Bagian Humas.
Hubungan antar etnis di desa sendiri sangat akrab dan tidak ada konfik, serta berlangsung
harmonis . Hal ini dapat dilihat berdasarkan pendapat responden , bahwa 94 % berpendapat
kondisi keamanan dan ketertiban di area pemukiman mereka adalah aman. KTDA 2014
mencatat terdapat 10 organisasi karang taruna di Kecamatan Murung Pudak dan 7
oraganisasi di Kecamatan Tanta. Selain karang taruna, terdapat organisasi tim penggerak
PKK baik di tingkat RT hingga desa/kelurahan.

2.1.4.3.3 Persepsi Komunitas

Sikap dan persepsi masyarakat terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh pengetahuan
dan pemahamannya terhadap obyek dari sikap itu sendiri. Selain itu, latar belakang budaya
dan kondisi linkungan (baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial) suatu masyarakat
juga turut menentukan sikap dan persepsinya terhadap sesuatu. Berdasarkan hasil observasi
dan interview yang telah dilakukan kepada masyarakat di sekitar proyek sebagian besar
masyarakat tidak keberatan dengan adanya kegiatan ini, salah satu indikasinya adalah tidak
adanya keluhan yang terjadi pada masyarakat lingkungan sekitar. Faktor tersebut mungkin
juga karena dampak dari kegiatan tersebut merupakan kegiatan ekonomi sehingga
masyarakat sekitar juga berharap dengan adanya kegiatan pergudangan tersebut dapat
terlibat langsung maupun tidak langsung akan menyerap tenaga kerja sehingga pada
akhirnya ekonomi dan kesejahteraan akan meningkat, disamping itu Desa Mabu'un
Kecamatan Murung Pudak dan sekitarmya akan cepat maju dan berkembang. Namun,
persepsi masyarakat ini perlu dijaga dan aerhatikan secara berkala dan berkesinambungan
agar semakin berkembang secara poti Upaya yang dilakukan adalah serapan tenaga kerja
lokal lebih diakomodir, kesempaian usaha lokal terbuka lebar dan menjaga kualitas
lingkungan sekitar. Upaya-upaya tersebut merupakan tinjauan aspek yang harus menjadi
pertimbangan pemrakarsa dalam setiap pengambilan keputusan terutama yang bersentuharn
dengan kepentingan kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat

Berdasarkan wawancara dengan para responden mengenai tanggapan terhadap


rencana kegiatan PLTU 2 x 100 MW , dengan 69 % setuju , 3 % responden tidak setuju ,
dan 28 % responden abstain terhadap rencana kegiatan tersebut. Mereka mengemukakan
alasan antara lain:
 Terbukanya kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar;
 Adanya peluang berusaha bagi masyarakat;
 Wilayah Desa Mabu'un, Kecamatan Murung Pudak dan sekitamya akan cepat maju
dan berkembang.

Beberapa harapan yang dikemukakan warga masyarakat jika kegiatan PLTU 2 x 100
MW ini dilaksanakan terutama berkaitan dengan adanya dampak positif dan dampak negatif
yang akan ditimbulkannya.Saran dan pendapat ini pada intinya adalah harapan agar kelak
pihak pemrakarsa lebih memperhatikan kondisi masyarakat sekitar, terutama yang berada
dalam wilayah kegiatan.Saran dan pendapat dari beberapa masyarakat sekitar wilayah studi
antara lain:

 Agar masyarakat lokal lebih diutamakan dalam penerimaan tenaga kerja;


 Memperhatikan lingkungan hidup seperti kualitas udara (debu dan kebisingan serta
getaran), penanganan limbah agar tidak mencemari areal pemukiman dan/atau
pertanian/perkebunan masyarakat di sekitar lokasi;
 Bantuan untuk pembangunan dan masyarakat sekitar;

Dari hasil obsevasi dan pengamatan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan,


menunjukkan bahwa kondisi keamanan dan keteriban masyarakat sejauh ini masih terjaga
dengan baik tidak terjadi ketegangan atau konfik yang menganggu keamanan dan ketertiban
masyarakat, adi persoalan biasanya segera dapat diatasi melalui musyawarah dan
penyelesaian secara kekeluargaan, jika tidak bisadiselesaikan secara musyawarah dan
kekeluargaan baru diserahkan kepada yang berwenang untuk menanganinya.Namun lu
dicatat bahwa, ada beberapa kekhawatiran masyarakat terhadap rencana kegiatan, antara
lain: terkait kehilangan tanah atau harta benda (22%), polusi udara (20%), khawatir terhadap
munculnya masalah asusila, narkoba, dan miras (20%), masalah kepadatan/ kecelakaan lalu
lintas (16%), serta masalah kebisingan dan getaran (5%).
2.1.5 Komponen Kesehatan Masyarakat

Komponen kesehatan masyarakat sebagai bagian dan baseline akan membahas


beberapa variabel, antara lain: sarana kesehatan; pola penyakit; dan sanitasi lingkungan yang
diantaranya menampilkan gambaran tentang sumber air bersih, pembuangan tinja,
pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan perumahan. Terkait dengan batas lingkup
sosial, secara administrasi komponen kesehatan masyarakat akan mendeskripsikan wilayah
Kecamatan Murung Pudak dan Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong. Berikut ini
penjabarannya

2.1.5.1 Sarana Kesehatan

Pada tahun 2013, pada Kabupaten Tabalong tercatat 16 buah Puskesmas dan 31
Puskesmas Pembantu, sementara itu jumlah dokter umum adalah 22 orang dan 6 orang
dokter gigi, selain itu juga terdapat 5 orang dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Tanjung. Informasi sarana dan sumber daya kesehatan sesual dengan batas stuci
sosial dapat dilihat pada Tabel 2-29 Jlka dipemaskan data KTDA 2014, terdapat
pengurangan sarana kesehatan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012, dimana
terjadi pengurangan sarana sebesar 6 % . Pengurangan ter / stri pada sarana Puskesmas
Pembantu dan balai Pengobatan, sementara itu terdapat pesmbanan jumlah Posyandu dan
Puskesmas.

Berdasarkan laporan Statistik Daerah Kecamatan Murung Pudak (tahun 2014), pad
Kecamatan Murung Pudak terdapat 16 dokter praktek, dan pelayanan kesehatan yang telah
direncanakan oleh Pemerintah terpenuhi karena di setiap Kecamatan terdapat dokter dan
tenaga medis. Selain RSUD Tanjung, terdapat juga Rumah Sakit (RS) Pertamina yang juga
ikut memberikan pelayanan kepada masyarakat. RS Pertamina merupakan salah satu rumah
sakit rujukan, dimana berdasarkan survei baseline AMDAL TPI Tahun 2013, beberapa
komunitas di wilayah studi memanfaatkan RS Pertamina sebagai tempat berobat. Selain itu
Perusahaan Pertambangan seperti ADARO, memiliki fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan
oleh para pekerjanya, sehingga dapat juga menjadi salah satu alternatif sarana kesehatan
bagi karyawan.
2.1.5.3 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan terdiri dari sarana penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan
air limbah, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk yang telah didata oleh
puskesmas.

2.1.5.3.1 Sumber Air Bersih

Berdasarkan data Puskesmas Murung Pudak tahun 2014, untuk wilayah studi Desa
Masuka u , sekitar 85 % penduduk telah memperoleh sumber air bersih ( SAB ) dan sumur
gali sebanyak 154 buah; dan sumur pompa sebanyak 35 buah. Sedangkan pada data esmas
Mabu'un yang mencakup wilayah Mabu'un, Maburai, dan Kasiau, didapat sebanyak 3.803
sumur gali dan 396 sumur pompa sebagai sarana penyediaan air bersih dimana terdapat
5.403 Kepala Keluarga yang bergantung pada sarana tersebut.

2.1.5.3.2 Pembuangan Tinja

Sebanyak 90 % penduduk telah memiliki sarana jamban keluarga , dengan jenis


jamban yaitu ( 1 ) leher angsa dengan septic tank sebanyak 3.751 buah atau 70 % ; dan ( 2 )
leher angsa tanpa septic tank sebanyak 1.590 buah atau 30 % ( Puskesmas Murung Pudak ,
2014 ) . sarana pembuangan tinja yang didata oleh Puskesmas Mabu'un sebanyak 50,4 %
penduduk menggunakan jamban jenis leher angsa dengan septic tank dan 23,7 % penduduk
menggunakan jamban jenis leher angka tanpa septic tank.

2.1.5.3.3 Pembuangan Air Limbah

Terdapat dua jenis Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kecamatan Murung
Pudak yaitu ( 1 ) SPAL dengan peresapan sebanyak 3.623 buah atau 68 % ; dan ( 2 ) SPAL
tanpa peresapan sebanyak 1.918 buah atau 32 % . Cakupan penduduk yang telah memiliki
sarana SPAL adalah sebesar 68 % menurut data Puskesmas Murung Pudak tahun 2014.
2.1.5.3.4 Pembuangan Sampah

Dari aspek pengelolaan sampah di sekitar rumah kebanyakan penduduk


mengumpulkannya kemudian dibakar dan ini dilakukan dengan frekuensi yang sering.
Seperti yang didata oleh Puskesmas Mabu'un, jenis sarana pembuangan sampah yang
dimiliki adalah 7 (tujuh) tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan 1 tempat
pembuangan akhir (TPA).

2.1.5.3.5 Perumahan

Jumlah rumah yang didata oleh Puskesmas Kecamatan Murung Pudak pada tahun
2013 adalah 5.308 rumah , sekitar 75 % rumah penduduk termasuk dalam kategori rumah
sehat. Berdasarkan Data Puskesmas Mabu'un terdata sebanyak 3.143 rumah yang masuk
kategori rumah sehat.

2.2 Kegiatan di Sekitar Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan

Kegiatan lain yang terdapat di sekitar rencana lokasi PLTU adalah pemukiman
penduduk dan kegiatan perkebunan karet, PLTU yang telah beroperasi, SPBE (Stasiun
Pengisian Bulk Elpiji), tambang batubara dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Kegiatan
tersebut secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan
sekitar. Maka perlu dilakukan penanganan atas dampak dari komponen kimia, biologi, sosial
ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat, yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas
tersebut. Dibawah ini adalah rincian kegiatan yang telah disebutkan di atas.

2.2.1.1 Permukiman Penduduk

Terdapat pemukiman penduduk yang berada di sekitar lokasi proyek, yang berlokasi
di Kelurahan Mabu'un dan Desa Kasiau. adanya pemukiman dan peningkatan jumlah limbah
domestik, maka mutu sanitasi di sekitar lokasi proyek akan turun secara bertahap. Limbah
domestik padat dan/atau cair dapat mencemari dan mempengaruhi mutu air tanah dan tanah,
selain itu mempengaruhi juga kesehatan masyarakat di area pemukiman tersebut.
Permukiman yang terdekat dengan lokasi adalah Perumahan Citra Tanjung Asri (Perumahan
ASABRI) yang berjarak + 500 m dari batas pagar terluar tapak rencana blok PLTU.
Penduduk permukiman ini pernah menyampaikan keluhanannya berupa dampak lingkungan
yang ditimbulkan oleh PLTU 2x30 MW milik PT MSW baik pada saat Konsultasi Publik
maupun saat pra kunjungan lapanga Kalulian yang disampaikan antara lain gangguan akibat
sebaran debu dan kebisingan. Selain itu, mereka juga khawatir akan potensi bahaya dari
keberadaan SPBE seperti adanya ledakan dan kebocoran gas.

2.2.1.2 Kegiatan Perkebunan

Selain pemukiman penduduk, perkebunan karet dan kelapa sawit dapat ditemukan
di sekitar lokasi proyek.di sebelah selatan dan timur dari lokasi proyek. Untuk pabrik
pengolahan kelapa sawit berada di sekitar 1 km di sebelah timur laut, sedangkan pengolahan
karet berada sekitar 3 km sebelah timur laut lokasi proyek. Dampak dari kegiatan
perkebunan ini adalah penurunan kualitas air permukaan dan kesuburan tanah serta adanya
bau yang timbul dari proses pengolahan karet.

2.2.1.3 PLTU Eksisting

Kegiatan lain yang berada di dekat lokasi proyek juga termasuk PLTU PT. MSW 2x30 MW
yang telah dioperasikan oleh PT Makmur Sejahtera Wisesa (PT MSW) sejak 2013. PLTU
ini dibangun khusus untuk memenuhi kebutuhan listrik PT Adaro Indonesia yang
mengoperasikan tambang batu bara di wilayah Kabupaten Tabalong.
2.2.1.4 SPBE (Stasiun Pengisian Bulk Elpiji)

Sebuah SPBE dibangun di sebelah Barat rencana lokasi blok PLTU berjarak + 700
m dari lokasi tersebut. SPBE terletak bersebelahan dengan Perumahan Citra Tanjung Asri
(Asabri).

3.0 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Berdasarkan Kerangka Acuan yang telah disepakati, teridentifkasi beberapa Dampak


Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup sebagai akibat adanya
rencana kegiatan pembangunan PLTU 2 x 100 MW dan fasilitas penunjangnya. Dampak-
dampak tersebut adalah sebagai berikut:

A. Tahap Pra-Konstruksi

Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap pra konstruksi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunan adalah sebagai
berikut:

1) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Survei dan persiapan; Penerimaan tenaga
kerja kosntruksi);

2) Peningkatan lapangan pekerjaan (Penerimaan tenaga kerja konstruksi);

3) Peningkatan pendapatan masyarakat (Penerimaan tenaga kerja konstruksi).

B. Tahap Konstruksi

Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap konstruksi sebagai akibat adanya rencana kegiatan permbangunanadalah sebagai
berikut:

1) Peningkatan kebisingan (Perelapa tahn Mobilisasi peralatan dan material;


Pembangunan sarana dan prasuras grendukung)

2) Penurunan kualitas air permuksan (Perolapan lahan);


3) Penurunan kualitas udara (Mobilisasi peralatan dan material: Pembangunan sarana
dan prasarana pendukung; Pembangunan tempat penampungan abu batubara);

4) Teriadinva kerusakan badan ialan (Mobilisasi peralatan dan material);

5) Terjadinya bangkitan lalu lintas darat (Mobilisasi peralatan dan material);

6) Gangguan kesehatan masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material);

7) Gangguan keselamatan masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material);

8) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Mobilisasi peralatan dan material);

9) Peningkatan lapangan pekerjaan (Pembangunan sarana dan prasarana pendukung);

10) Terbukanya peluang usaha (Pembangunan sarana dan prasarana pendukung)

C. Tahap Operasi

Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap operasi sebagai akbat adanya rencana kegiatan pembangunan adalah sebagai berikut:

1) Peningkatan lapangan pekerjaan (Penerimaan tenaga kerja)

2) Peningkatan aktivitas ekonomi/multiplier effect (Penenimaan tenaga kena Operasional


PLTU)

3) Timbulnya persepsi dan sikap masyarakat (Penerimaan tenaga kerja Pengangkutan


batubara, Operasional PLTU),

4) Penurunan kualitas udara (Pengangkutan batubara, Operasional PLTU)

5) Gangguan kesehatan masyarakat (Pengangkutan batubara, Operasional PLTU),

6) Peningkatan kebisingan (Penanganan batubara, Operasional PLTU),

7) Penurunan kualitas air permukaan (Penanganan batubara);

8) Penurunan pendapatan masyarakat (Penanganan batubara, Operasional PLTU),

9) Timbulan limbah padat B3 (Operasional PLTU).


D. Tahap Pasca Operasi

Dampak Penting Hipotetis (DPH) yang akan timbul terhadap lingkungan hidup pada
tahap pasca operasi sebagai akibat adanya rencana kegiatan pembangunanadalah sebagai
berikut:

1) Penurunan lapangan pekerjaan (Penanganan tenaga kenja);

2) Penurunan pendapatan masyarakat (Penanganan tenaga kerja).

Prakiraan dampak dilakukan untuk mengetahui intensitas dampak yang terjadi akibat
adanya proyek atau kegiatan yang mencakup besaran dampak dan penentuan sifat
pentingnya dampak.

Prakiraan Besaran Dampak

Besaran dampak adalah selisih antara kondisi lingkungan hidup dengan kegiatan
proyek dengan kondisi lingkungan hidup tanpa proyek. Secara umum metode prakiraan
dampak besar yang dapat dilakukan adalah dengan metode formal/ matematis, metode
analogi, dan metode lainnya.

Prakiraan Sifat Penting Dampak

Prediksi dampak penting dilakukan dengan menghubungkan setiap besaran dengan


7 kriteria dampak penting sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-undang
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan
Pemenintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yaitu:
1) Besamya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/ atau
kegiatan
2) Luas wilayah persebaran dampak
3) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4) Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
5) Sifat kumulatif dampak 6) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
7) Kriteria ilmu dan teknologi
3.1 Tahap Pra-Konstruksi

3.1.1 Survei dan persiapan

3.1.1.1 Timbulnya Persepsi dan Sikap Masyarakat

Besaran Dampak

Survel lokasi dan persiapan dimaksudkan untuk melihat dari dekat kondisi eksisting
kawasan yang akan dibangun PLTU 2 x 100 MW Kegiatan ini dilakukan oleh kontraktor
sebelum dimulainya kegiatan konstruksi, antara lain survel topografi dan penyelidikan
geoteknik. pembangunan kantor lapangan untuk Pemrakarsa Proyek dan Kontraktor,
pembangunan fasilitas sementara untuk air dan listrik, pembangunan pengolahan air limbah
sementara, pembangunan infrastruktur sementara seperti jalan proyek, tempat parkir tempat
berteduh, kawat pagar dan pintu gerbang; dan pembangunan fasilitas sementara termasuk
gudang ruangan pertolongan pertama, laboratorium lapangan untuk pengujian pekerjaan
sipil dan persiapan area penyimpanan

Berdasarkan observasi lapangan, terdapat beberapa pemukiman warga masyarakat


yang berada di sekitar rencana lokasi pembangunan PLTU 2 x 100 MW diantara warga
masyarakat yang bermukim di sekitar rencana lokasi pembangunan tersebut, ada yang
berpersepsi bahwa apabila kegiatan tersebut beroperasi, maka akan mencemai lingkungan
mereka, terutama kualitas udara seperti debu dan kebisingan Berdasarkan survei sosial yang
dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 , terdapat 69 % responden yang setuju terhadap
rencana proyek dan 22 % responden mengkhawatirkan masalah kehilangan tanah dan harta
benda, khususnya pada komunitas di Perumahan Citra Tanjung Asri yang berjarak 500 m
dari pagar terluar PLTU Rona awal kualitas lingkungan pada aspek persepsi masyarakat
terkait survei dan persiapan masuk dalam kategori sedang.

Meskipun persepsi negatif telah muncul pada penduduk yang tinggal di Perumahan
Citra Tanjung Asri ketika diadakan musyawarah warga dan dapat menciptakan kualitas
lingkungan sosial yang buruk, namun besaran dampak persepsi masyarakat pada tahap pra-
konstruksi untuk kegiatan survey dan persiapan tidak akan berpengaruh secara luas jika
dapat dikełola k akan berpengaruh secara luas jika dapat dikelola dengan baik. Sehingga
kriteria dampak bersifat negatif dengan besar dampak tergolong kecil jika dibandingkan
dengan rona sosial awal. Dengan kondisi ini keseimbangan lingkungan sosial terkait dengan
persepsi tidak cukup kondusif untuk pelaksanaan rencana pembangunan PLTU tanpa
penanganan yang baik.

Sifat Penting Dampak

Kegiatan survei dan persiapan diprakirakan mempunyai dampak terhadap


lingkungan antara lain pada komponen sosial budaya yaitu adanya persepsi negatif dan
keresahan sosial di masyarakat. Ditinjau dari 7 kriteria sifat penting, dampak survei dan
persiapan pra-konstruksi PLTU terhadap perubahan persepsi masyarakat menunjukan dua
kriteria dampak memiliki nilai penting terutama kriteria pertama yakni besamya jumlah
penduduk yang akan terkena dampak, maka prakiraan sifat penting dampaknya tergolong
Negatif Penting (-P). Hal ini diniliai penting mengingat adanya persepsi negatif masyarakat
akibat tekait dengan operasional PLTU eksisting yang dianggap menimbulkan dampak
lingkungan. Proyek ini perlu melakukan kegiatan sosialisasi dan komunikasi yang tepat
untuk mengelola persepsi masyarakat tersebut dan memastikan bahwa persepsi masyarakat
berubah menjadi positif Dampak persepsi masyarakat pada kegiatan survei dan persiapan
tahap pra konstruksi merupakan dampak langsung pada komponen lingkungan sosial serta
dapat menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan konstruksi PLTU.

3.1.2 Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi

3.1.2.1 Timbulnya Persepsi dan Sikap Masyarakat

Besaran Dampak Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam rencana kegiatan
pembangunan PLTU 2x100 MW PT. Tanjung Power Indonesia melakukan penerimaan
tenaga kerja secara bertahap yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, tahapan
perkembangan usaha dan kualifikasi calon tenaga kerja. Penduduk setempat yang memenuhi
persyaratan tenaga kerja yang telah ditetapkan, akan mendapatkan kesempatan yang sama
mengikuti seleksi penerimaan karyawan . Terdapat 69 % responden yang setuju terhadap
rencana proyek , dengan memberikan beberapa catatan penting, yaitu kesempatan turunan
berupa terbukanya kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar, dan mengutamakan
masyarakat lokal dalam penerimaan tenaga kerja. Rona awal kualitas lingkungan pada aspek
persepsi masyarakat terkait penerimaan tenaga kerja konstruksi masuk dalam kategori
sedang.

Besaran dampak persepsi masyarakat pada tahap pra-konstruksi untuk kegiatan


penerimaan tenaga kerja konstruksi dapat berpengaruh cukup signifikan dengan pengelolaan
yang baik. Jumlah tenaga kerja lokal yang direkrut adalah 664 orang untuk tahap konstruksi
(saat beban puncak). Perkiraan jumlah tenaga kerja ini sudah termasuk tenaga kerja untuk
konstruksi fasilitas lainnya, seperti jalur transmisi, sistem pipa air baku, dll. Tenaga yang
diperlukan tersebut, keahlian yang akan disi oleh penduduk sekitar adalah sebagai bagian
supervisi dan tenaga buruh seperti buruh bangunan, tukang kayu, tenaga keamanan, dan
lain-lain. Sehingga berdasarkan rencana tersebut, hal ini akan memberikan dampak positif
terhadap persepsi dan sikap masyarakat, dan dapat menciptakan kualitas lingkungan sosial
yang baik. Sehingga kriteria dampak bersifat positif dengan besar dampak kecil jika
dibandingkan dengan rona sosial awal.

Sifat Penting Dampak

Kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi diprakirakan mempunyai dampak


terhadap lingkungan antara lain pada komponen sosial budaya yaitu adanya persepsi dan
sikap masyarakat. Ditinjau dari 7 kriteria sifat penting dampak penerimaan tenaga kerja
konstruksi pada tahap pra-konstruksi PLTU terhadap perubahan persepsi masyarakat
menunjukan 4 kriteria dampak memiliki nilai penting terutama kriteria pertama yakni
besamya jumlah penduduk yang akan terkena dampak, maka prakiraan sifat pentingnya
dampak tergolong Positif Penting (+P). Hal ini penting bahwa proyek ini akan melakukan
kegiatan sosialisasi dan komunikasi yang tepat untuk mengelola persepsi masyarakat, dan
memastikan bahwa persepsi masyarakat tetap terjaga positf Dampak persepsi masyarakat
pada kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi merupakan dampak tidak langsung pada
komponen lingkungan sosial serta dapat menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan
konstruksi PLTU.
3.1.2.2 Peningkatan Lapangan Pekerjaan

Besaran Dampak

Kegiatan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi ini juga menimbulkan
dampak terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat berupa perubahan angka pengangguran
dan pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan
memperhatikan rencana jumlah tenaga kerja yang akan direkrut untuk keperluan kegiatan
pembangunan PLTU 2 x 100 MW dapat diketahui bahwa jumlah angkatan kerja lokal yang
dapat terserap.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam rencana kegiatan pembangunan


PLTU 2x 100 MW PT. Tanjung Power Indonesia melakukan penerimaan tenaga kerja secara
bertahap yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, tahapan perkembangan usaha dan
kualifikasi calon tenaga kerja. Penduduk setempat yang memenuhi persyaratan tenaga kera
yang telah ditetapkan, akan mendapatkan kesempaten yang sama mengikuti seleksi
penerimaan karyawan. Berdasarkan data rona lingkungan terkait dengan kondisi ekonomi,
maka dapat dilihat bahwa rasio antara jumlah lowongan kerja dan pencari kerja pada tahun
2013 adalah 1:20. Pada dasamya terdapat peningkatan pencari kerja di Kabupaten Tabalong
pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012, namun begitu rasio perbandingan antara
pekerjaan dan pencari kerja cenderung lebih baik. Rona awal kualitas lingkungan pada aspek
peningkatan lapangan kerja terkait penerimaan tenaga kerja kontruksi masuk dalam katogori
baik.

Besaran dampak peningkatan lapangan pekerjaan pada tahap pra-konstruksi untuk


kegiatan penenmaan tenaga kerja konstruksı pada dasamya memiliki pengaruh Proyek
merencanakan pereknutan tenaga lokal 664 orang. Perkiraan jumlah tenaga kena ini sudah
termasuk tenaga kerja untuk konstruksı fasilitas lainnya, seperti jalur transmisi. sistem pipa
air baku dll Tenaga yang diperlukan tersebut, keahlian yang akan diist oleh penduduk sekitar
adalah sebagai bagian supervisi dan tenaga buruh seperti buruh bangunan, tukang kayu,
tenaga keamanan, dan lain-ain Dengan mengasumsikan adanya peningkatan populasi
pencan kera dan lowongan kerja yang tersedia, dengan memprediksikan kanaikan berbasis
data peningkatan pencan keja tahun 2012-2013, maka didapat rasio antara jumlah lowongan
kerja dan pencani kerja pada tahun 2015 adalah 1:8.

Sehingga berdasarkan proyeksi tersebut, hal ini akan memberikan dampak positif
terhadap peningkatan lapangan kena, dan meningkatkan kualitas lingkungan menjadi sangat
baik. Sehingga kriteria dampak bersifat positif dengan besar dampak kecil jika dibandingkan
dengan rona sosial awal.

Sifat Penting Dampak

Kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi diprakirakan mempunyai dampak


terhadap lingkungan antara lain pada komponen sosial ekonomi yaitu peningkatan lapangan
pekerjaan. Ditinjau dari 7 kriterna sifat penting dampak penerimaan tenaga kerja konstruksi
pada tahap pra-konstruksi PLTU terhadap peningkatan lapangan keja menunjukan 5 kriteria
dampak memiliki nilai penting terutama kriteria pertama yakni besamya jumlah penduduk
yang akan terkena dampak, dan data rona lingkungan sosial-ekonomi memperihatkan bahwa
hal inl dapat berpengaruh pada kesempatan kerja masyarakat lokal, maka prakiraan sifat
pentingnya dampak tergolong Positif Penting (+P). Hal penting bahwa proyek ini akan
melakukan proses penerimaan yang terbuka dan adil sehingga dapat berpengaruh pada
komponen lingkungan yang lain, yaitu persepsi positif dari masyarakat.

Dampak peningkatan lapangan pekerjaan pada kegiatan penerimaan tenaga kerja


konstruksi merupakan dampak langsung pada komponen lingkungan sosial serta dapat
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan konstruksi PLTU

3.1.2.3 Peningkatan Pendapatan Masyarakat

Besaran Dampak

Kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi menimbulkan dampak terhadap aspek


sosial ekonomi masyarakat berupa perubahan angka pengangguran dan pada gilirannya akan
berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan memperhatikan rencana
jumlah tenaga kerja yang akan direknut untuk keperluan kegiatan pembangunan PLTU
2x100 MW dapat diketahui bahwa lsh angkatan kerja lokal yang dapat terserap.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam rencana kegiatan pembangunan
PLTU 2x100 MW PT. TPI malakukan penenmaan tenaga kerja secara bertahap yang
disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, tahapan perkembangan usaha dan kualifikasi
calon tenaga kerja. Kegiatan penerimaan tenaga kerja ini, diperkirakan akan berpengaruh
pada peningkatan pendapatan masyarakat. Namun begitu, jika mengacu pada data rona
lingkungan terkait dengan kondisi ekonomi, maka dapat dilithat bahwa pendapatan
masyarakat di wilayah studi adalah rata-rata di atas UMR Kalimantan Selatan ( Rp
1.620.000 ) , dan berdasarkan survei hanya 8 % responden yang memiliki pendapatan
dibawah 2 juta. Rona awal kualitas lingkungan pada aspek peningkatan pendapatan
masyarakat terkait penerimaan tenaga kerja konstruksi masuk dalam kategori sangat baik.

Besaran dampak peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap pra-konstruksi


untuk kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi pada dasarnya diharapkan menyerap
kelompok usia kerja. Proyek merencanakan perekrutan tenaga lokal 664 orang dan tenaga
asing sebanyak 34 orang. Perkiraan jumlah tenaga kerja ini sudah termasuk tenaga kerja
untuk konstruksi fasilitas lainnya, seperti jalur transmisi, sistem pipa air baku, dll Tenaga
yang diperlukan tersebut, keahlian yang akan diisi oleh penduduk sekitar adalah sebagai
bagian supervis dan tenaga buruh seperti buruh bangunan, tukang kayu, tenaga keamanan
dan lain-lain. Sehingga berdasarkan rencana tersebut, hal ini dapat memberikan dampak
positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat menciptakan kualitas
lingkungan sosial-ekonomi yang sangat baik. Sehingga kriteria dampak bersifat tidak
berdampak jika dibandingkan dengan rona sosial awal.

Sifat Penting Dampak

Kegiatan penerimaan tenaga keja konstruksi diprakirakan mempunyai dampak


terhadap lingkungan antara lain pada komponen sosial ekonomi yaitu peningkatan
pendapatan masyarakat. Ditinjau dari 7 kriteria sifat penting dampak penerimaan tenaga
kerja konstruksi pada tahap pra-konstruksi PLTU terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat menunjukan hanya 2 kriteria dampak memiliki nilai penting, dan data rona
lingkungan sosial-ekonomi menujukkan bahwa hal ini tidak signifikanberpengaruh pada
pendapatan masyarakat masyarakat lokal maka prakiraan sifat pentingnya dampak tergolong
Tidak Penting (TP).
Dampak peningkatan pendapatan pada kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi
merupakan dampak tidak langsung pada komponen lingkungan fisika-kimia yang
selanjutnya dapat menimbulkan dampak pada lingkungan sosial lainnya serta dampak dapat
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan konstruksi PLTU.

3.2 Tahap Konstruksi

3.2.1 Persiapan Lahan

3.2.1.1 Peningkatan Kebisingan

Besaran Dampak

Kegiatan penyiapan lahan masif (mass site grading) untuk lokasi konstruksi PLTu
akan menimbulkan kebisingan yang bonxesi panggunaan alat-alat berat konstruksi.
Pengukuran rona awal kebisingan teiah kkan pada lima tk reseptor yang diperkirakan akan
terkena dampak. Reseptor terdekat dengan lokasi konstruksi dan diperkirakan akan terkena
dampak yang paling besar adalah UA1 (Perumahan ASABRI). Berdasarkan hasil
pengukuran, rona awal kebisingan pada siang hari di kelima titik reseptor pada musim
kemarau berkisar dari 38 sampai dengan 49 dB(A) dan pada musim hujan berkisar dari 47
sampai 54 dB(A). Baku mutu tingkat kebisingan di Indonesia adalah 55 dB(A) untuk
kawasan permukiman (Keputusan Menteri Negara Lingkunan Hidup No 48 Tahun 1996).
Dengan demikian skala kualitas lingkungan untuk parameter kebisingan masuk kedalam
kategori sedang sampai sangat baik.

Kegiatan penyiapan lahan masif untuk PLTU direncanakan akan berlangsung selama
lima bulan yang dimulai pada bulan juli 2015 dan berakhir pada bulan November 2015.
Berdasarkan analisis jadwal kontruksi secara keseluruhan, pada bulan November 2015,
kegiatan penylapan lahan akan tumpang tindih dengan empat kegiatan lain yaitu penyiapan
lahan masif untuk jalur transmisi, penylapan lahan masif untuk gardu induk, penyiapan
lahan khusus (fine site grading) untuk pondasi turbin dan generator unit 1 dan penyiapan
lahan khusus untuk pondasi bangunan kontrol. Lahan untuk gradu induk berada di luar lahan
untuk konstruksi PLTU. Dengan asumsi bahwa kegiatan penyiapan lahan khusus untuk jalur
transmisi juga dimulai dari lokasi gardu induk, maka analisis dampak kebisingan hanya akan
memperhitungkan tiga kegiatan yang tumpang tindih di dalam lokasi konstruksi PLTU.

Karena data tidak tersedia, jumlah dan jenis alat berat konstruksi yang digunakan
pada masing-masing kegiatan diperkirakan dengan menggunakan model URBEMIS2007.
Dampak kebisingan kemudian diperkirakan dengan menggunakan Road Construction Noise
Model (RCNM) version 1.1 (FHWA, 2006).

3.2.1.2 Penurunan Kualitas Air Permukaan

Besaran Dampak

Kegiatan persiapan lahan merupakan awal pada tahap konstruksi sebelum dilakukan
pembangunan fisik bangunan maupun sarana dan prasarana fasilitas umum dan sosial.
Kegiatan penyiapan lahan yang akan dilakukan meliputi pekeraan pembersihan lahan, galian
dan pengurugan, stabilisasi lereng dan pekerjaan pagar pada lokasi proyek Kegiatan ini akan
merubah profil tanah baik susunan horizon tanah, struktur dan agregasi tanah, ketebalan
solum tanah, sehingga pori-pori tanah lebih cenderung menjadi pori aerasi (makro), sebagai
akibat sekundernya adalah lemahnya lkatan antar butiran tanah, sehingga mudah hancur oleh
air hujan, mudahnya butiran tanah terbawa oleh aliran air permukaan akan menyebabkan
peningkatan beban sedimen tersuspensi pada air permukaan terutama pada saat musim
hujan. Saluran air yang ada di area proyek merupakan saluran alamiah musiman bermuara
di sungai Mangkusip yang hanya dialiri air ketika hujan saja. Untuk mengetahui hasil
sedimen akibat pematangan lahan dapat dihitung dengan terlebih dahulu menentukan
erosivitas hujan dengan menggunakan data curah hujan bulanan, faktor erodiblitas tanah,
penilaian kelas tereng, faktor penutupan lahan, dan teknik konservasi tanah.

Selanjutnya besaran dampak peningkatan laju erosl permukaan (Ton/Ha/Tahun)


dapat dianalisa dari luasan area berdasarkan tingkat bahaya erosi. Kelas tingkat bahaya erosi
diperoleh dari Departemen Kehutanan, Direktorat Jendral Rebolsasi dan Rehabilitasi Lahan,
1998. Pada kondisi rona awal lokasi rencana proyek pembangunan PLTU didominasi oleh
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) sangat ringan dengan laju erosi yang ditimbulkan 7,718
Ton/Ha/tahun Dengan penyiapan lahan yang akan berlangsung selama 2 tahun, terjadi
peningkatan laju erosi permukaan hingga mencapai 38,592 Ton/Ha/tahun yang tergolong ke
dalam TBE ringan. Setelah mengetahui jumlah erosi total maka dapat dihitung produksi
sedimen.

Berdasarkan kajian manajemen air yang telah dilakukan PT TPI sebelumnya


(SMEC, 2014) daerah tangkapan air di lokasi proyek sebesar 53,5 ha, sehingga nilai nisbah
pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio) adalah sebesar 0,390 (Arsyad dalam Asdak,
2007). Produksi sedimen tersuspensi tanpa adanya kegiatan adalah sebesar 161,036
ton/tahun dan dengan adanya kegiatan persiapan lahan terutama pada saat pembersihan
lahan, galian dan pengurugan, diprakirakan akan terjadi peningkatan sedimen menjadi
805,222 ton/tahun. Dengan demikian akan terjadi peningkatan jumlah sedimen yang akan
terbawa kedalam air sungal sebesar 347,186 ton/tahun. Perubahan besaran dampak
peningkatan sedimen terhadap penurunan kualitas air sungai termasuk dalam kategon
sedang dan bersifat negatif.

3.2.2 Mobilisasi Peralatan dan Material

3.2.2.1 Terjadinya Kerusakan Badan Jalan

Besaran Dampak

Mobilisasi komponen PLTU ke tapak proyek mencakup mobilisasi beban berat yang
melebihi beban jalan. Mobilisasi peralatan merupakan kegiatan mendatangkan alat berat,
mesin produksi dan/atau alat penunjang yang akan digunakan pada tahap konstruksi maupun
operasional PLTU 2x100 MW. Alat berat yang akan digunakan diantaranya; 11 unit crane,
35 truk, 10 unit trailer, 6 unit buldozer, 2 unit wheel loader, 4 unit shovel hidrolik, 4 unit
excavator, 8 unit forklift dan 2 unit compactor. Aktivitas konstruksi juga akan mencakup
transportasi truk yang mengangkut barang-barang dan material untuk konstruksi yang
diperkirakan melebihi beban jalan.

Rute untuk mobilisasi selama fase konstruksi akan menggunakan JI.Ir. P. H.M.Noor.
Jalur jalan lingkungan yang akan dilalui mobilisasi alat berat dan pengangkutan material
bangunan tergolong jalan kabupaten kelas 3b dengan kemampuan beban gandar 8 ton (Dinas
Perhubungan Kabupaten Tabalong, 2014). Melihat kondisi yang ada maka dapat
dikategorikan skala kualitas jalan yang ada saat inl adalah baik sehingga skalanya tergolong
Baik. Kendaraan yang akan digunakan unltuk mangangkut perlatan dan material tergolong
kendaraan berat sehingga kegiaten i PL.TU berpotensi menimbulkan dampak peningkatan
beban jalan. Kegiatan konuksi Jalan tersebut menyebabkan berpotensi menyebabkan
kerusakan jalan dengan sksianya tergolong Sedang. Dengan demikian besaran dampak
kerusakan infrastruktur jalan akibat adanya kegiatan mobilisasi peralatan dan material
adalah tergolong Kecil.

3.2.2.2 Terjadinya Bangkitan Lalu Lintas Darat

Besaran Dampak

Material konstruksi pada tahap konstruksi yang akan menyebabkan peningkatan


bangkitan lalulintas. Mobilisasi peralatan dan material konstruksi terlihat pada kegiatan
keluar dan masuknya kendaraan proyek yang membawa peralatan dan material konstruksi
sehingga diperkirakan menyebabkan peningkatan arus lalulintas. Kendaraan proyek yang
menujtu tapak proyek PLTU antara lain truk dan peralatan berat lainnya. Rute yang akan
dilewati adalah jalur jalan poros (JI.Ir. P.H.M.Noor).

Berdasarkan penghitungan volume lalu lintas sebagai rona awal pada tahun 2015
tercatat bahwa volume lalulintas pada kondisi tanpa proyek di ruas JI.Ir. P.H.M.Noor adalah
183,24 smp/jam seperti terlihat pada Tabel 3-13. Derajat kejenuhan (V/C ratio) di lokasi
survei berada di bawah 0,09. Ini berarti indeks tingkat pelayanan sebelum ada kegiatan
pembangunan PLTU pada JI.Ir. P.H.M.Noor dianggap sangat baik dan kapasitas jalan dapat
diterima untuk mengakomodasi volume lalu lintas. Digunakan asumsi bahwa proyek akan
berlangsung dari jam 6 pagi sampai 6 sore (12 jam), 7 hari per minggu selama 2 tahun selama
masa konstruksi. Dalam pelaksanaannya, tingkat kegiatan dapat berlangsung tidak sepadat
ini. Perhitungan jumlah kendaraan untuk dampak lalu lintas merepresentasikan estimasi
konservatif. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan, antara lain: Kendaraan
berpenumpang 10 unit per jam (10 smp/jam) dan Dump truk pengangkut tanah urug
sebanyak 10 unit per jam (13 smp/jam). Mobilisasi proyek selama fase konstruksi
diprakirakan akan menghasilkan peningkatan lalu lintas sebesar 23 ekuivalen smp per jam.

Volume lalu lintas pada kondisi tanpa kegiatan konstruksi PLTU di ruas JI.Ir.
P.H.M.Noor pada tahun pertama adalah sebesar 185,88 smp/jam. Dalam 2 tahun berikutnya
volume lalulintas pada ruas jalan tersebut sebesar 188,56 smpjam. Sedangkan dengan
adanya proyek volume lalulintas pada tahun pertama adalah sebesar 208,88 smp/jam. Dalam
2 tahun berikutnya volume lalulintas pada ruas jalan tersebut sebesar 211,56 smp/jam.

Kemacetan lalu lintas dapat dilihat dari rasio V/C. Nilai V/C pada ruas JI.Ir.
P.H.M.Noor pada tahun pertama adalah 0,102 dan pada tahun kedua 0,104 dengan nilai
skala 5 (sangat baik). Pada saat-saat tertentu terjadi peningkatan VIC ratio menjadi 0,41
yaitu jika ada pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekitar Masjid Guru Danau pada setiap
hari selasa dan terjadi antara pukul 14.00 16.00, sehingga kondisi lalu lintas masih tergolong
baik. Dengan demikian besaran dampak terhadap bangkitan lalu lintas kendaraan akibat
adanya kegiatan mobilisasi peralatan dan material tergolong kecil.

3.2.2.3 Gangguan Kesehatan Masyarakat

Besaran Dampak

Aktivitas mobilisasi peralatan dam material terutama pada saat pengangkutan


peralatan berat dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Mobilisasi
peralatan merupakan kegiatan mendatangkan alat berat, mesin produksi dan/atau alat
penunjang yang akan digunakan pada tahap konstruksi maupun operasional PLTU 2x100
MW. yaitu: 11 unit crane, 35 truk, 10 unit trailer. 6 unit buldozer. 2 unit wheel loader 4 unit
shovel hidrolik, 4 unit excavator. 8 unit forklift dan 2 unit compactor Ada dua jalan altematif
untuk transportasi darat guna mengangkut peralatan dan material: melalui jalan umum milik
Provinsi dan latau jalan tambang eksisting milik Adaro (Hauling road).

Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan akibat dari mobilisasi


peralatan dan material dimungkinkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Gangguan
ini dapat terjadi sepanjang tahap konstruksi. Dampak gangguan kesehatan masyarakat
berupa peningkatan prevalensi penyakit ISPA pada masyarakat yang bermukim/beraktivitas
disekitar lokasi akses jalan yang dilalui oleh truk pengangkut peralatan dan material
konstruksi. Berdasarkan data rona lingkungan terkait aspek kesehatan, prevelensi penyakit
ISPA dapat dilihat dalam kurun waktu 3 tahun, baik secara regional di Kabupaten Tabalong
dan khususnya di kawasan sekitar area rencana PLTU, berikut ini penjabarannya.
Berdasarkan tabel, rona lingkungan awal untuk aspek kesehatan masuk pada skala kualitas
sedang.

Besaran dampak gangguan kesehatan masyarakat pada tahap konstruksi untuk


kegiatan mobilisasi peralatan dan material terkait dengan kondisi dan gangguan yang
mungkin muncul, dapat mempengaruhi prevelensi kesehatan masyarakat. Sehingga
berdasarkan rencana tersebut, hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan dapat menciptakan kualitas lingkungan sosial yang buruk. Sehingga kriteria
dampak bersifat negatif dengan besar dampak kecil jika dibandingkan dengan rona
kesehatan awal Dengan kondisi ini keseimbangan kondisi kesehatan masyarakat terkait
dengan gangguan kesehatan masyarakat dalam hal mobilisasi peralatan dan material dapat
tidak kondusif untuk pelaksanaan rencana pembangunan PLTU.

3.2.2.4 Gangguan Keselamatan Masyarakat

Besaran Dampak

Aktivitas mobilisasi peralatan dam matenal terutama pada saat pengangkutan


peralatan berat dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan masyarakat Mobilisasi
peralatan merupakan kegiatan mendatangkan alat berat. mesin produksi dan/atau alat
penunjang yang akan digunakan pada tahap konstruksı maupun operasional PLTu 2x100
MW yaitu 11 unit crane, 35 truk, 10 unit trailer 6 unit bulldozer, 2 unit wheel loader 4 unit
shovel hidrolik. 4 unit excavator 8 unit forklift dan 2 unit compactor Ada dua jalan altematif
untuk transportasi darat guna mengangkut peralatan dan material; meialui jalan umum milk
Provinsi dari Banjarmasin ke Tanjung (lokasi proyek) dan latau jalan proyek milik Adaro
(Hauling road). Secara spesifik terkait dengan aktifitas lalu lintas pada masa konstruksi
jaringan transmisi akan melalui jalan di Kelurahan Mabu'un dan Maburai, Kecamatan
Murung Pudak beberapa alan akses yang dilewati adalah jalan umum, sehingga aktivitas
mobilisasi proyek akan mengganggu kenyamanan dan keselamatan masyarakat yang dilalui.

Gangguan lalu lintas di jalan Provinsi pada kegiatan mobilisasi peralatan dan
material dapat menimbulkan masalah keselamatan masyarakat, khususnya pada jam-jam
padat. Hasil survei lapangan yang dilakukan mencatat (berdasarkan sub-bab 3.2 2.2) bahwa:

1) Proyek akan berlangsung dan jam 6 pagi sampai 6 sore (12 jam), 7 hani per minggu
selama 2 tahun selama masa konstruksi. Dalam pelaksanaannya, tingkat kegiatan
dapat berlangsung tidak sepadat ini. Perhitungan jumlah kendaraan untuk dampak Ialu
lintas merepresentasikan estimasi konservatif .

2) Volume lalulintas pada kondisi tanpa kegiatan konstruksi PLTU di ruas Jr PH.M Noor
pada tahun pertama adalah sebesar 185,88 smp/jam. Dalam 2 tahun berikutnya volume
lalulintas pada ruas jalan tersebut sebesar 188,56 smp/janm Sedangkan dengan adanya
proyek volume lalulintas pada tahun pertama adalah sebesar 208,88 smp/jam Dalam
2 tahun berikutnya volume lalulintas pada ruas jalan tersebut sebesar 211,56 smp/jam
pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekitar Masjid Guru Danau pada setiap han
tergolong baik .

3) Pada saat-saat tertentu terjadi peningkatan VIC ratio menjadi 0.41 yaitu jika ada
pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekitar Masjid Guru Danau pada setiap hari selasa
dan terjadi antara pukul 14.00 -16.00 , sehingga kondisi lalu lintas masih tergolong
baik.

Sub-bab 3.2.2.2 juga mencatat bahwa indeks tingkat pelayanan sebelum ada kegiatan
pembangunan PLTU pada JI.Ir P H.M.Noor dianggap sangat baik dan kapasitas jalan dapat
diterima untuk mengakomodasi volume lalu lintas. Artinya, berdasarkan kondisi eksisting
lalu lintas di kawasan studi, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan terkait
gangguan keselamatan masyarakat berada pada skala baik/resiko rendah.

Besaran dampak gangguan keselamatan masyarakat pada tahap konstruksi untuk


kegiatan mobilisasi peralatan dan material, terkait dengan kondisi dan gangguan
keselamatan akan terpengaruh dengan penambahan intensitas kendaraan. Sehingga
berdasarkan rencana tersebut, hal ini dimungkinkan akan memberikan dampak negatif
terhadap keselamatan masyarakat dan dapat menciptakan kualitas lingkungan sosial yang
sedang atau beresiko sedang. Sehingga kriteria dampak bersifat negatif dengan besar
dampak kecil jika dibandingkan dengan rona gangguan keselamatan masyarakat awal.
Dengan kondisi ini keseimbangan kondisi keselamatan masyarakat terkait dengan gangguan
keselamatan masyarakat dalam hal mobilisasi peralatan dan material dapat tidak kondusif
untuk pelaksanaan rencana pembangunan PLTU.
4.0 EVALUASI DAMPAK PENTING
4.1. TELAAHAN TERHADAP DAMPAK PENTING
Berdasarkan kajian pada Bab Prakiraan Dampak yang telah dilakukan pada Bab V,
kegiatan pembangunan PLTU PT. TPI menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif
pada aspek fisik-kimia, biologi serta aspek sosial, ekonomi dan budaya.

Hasil prakiraan dampak yang telah dilakukan melalui telaahan logika pertimbangan
tujuan pembangunan, intensitas kegiatan dan tahapan kegiatan pembangunan, serta
perhitungan ilmiah, maka disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap tahapan kegiatan baik
yang telah berlangsung maupun yang dalam perencanaan pembangunan PLTU PT. TPI telah
dan akan menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan, baik bersifat negatif
maupun positif.

Evaluasi dampak pada masing-masing aspek dan komponen lingkungan telah


dilakukan secara parsial pada Bab V dengan menggunakan kriteria berdasarkan PP No. 27
Tahun 1999 Tentang Amdal yang merupakan acuan untuk menentukan dampak penting.
Prakiraan dampak yang mungkin terjadi akibat rencana kegiatan pembangunan PLTU PT.
TPI telah diuraikan dalam Bab 3. Beberapa kegiatan pelaksanaan pembangunan tersebut
beberapa diantaranya merupakan dampak penting baik positif maupun negatif yang perlu
dikelola dan dipantau. Sesuai dengan kajian dalam Bab V, dampak penting yang
diperkirakan timbul akibat kegiatan pembangunan PLTU PT. TPI pada masing-masing
tahapan kegiatan dan keterkaitannya secara skematis disajikan dalam Diagram Alir (Flow
Chart) Gambar 6.1.

Dari Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa dampak utama kegiatan pembangunan berupa
keresahan sosial, peluang peningkatan pendapatan masyarakat, terganggunya kesehatan
masyarakat, dan gangguan terhadap flora dan fauna.

Dampak berupa keresahan sosial merupakan dampak yang paling penting mengingat
dampak sosial tersebut terjadi berasal dari kegiatan prakonstruksi, konstruksi dan
operasional. Kegiatan pada saat prakonstruksi yang menyebabkan dampak adalah kegiatan
sigi lapangan, kegiatan sosialisasi dan kegiatan pengadaan lahan. Sedangkan kegiatan
konstruksi yang menimbulkan dampak penting adalah kegiatan rekruitmen tenaga kerja, dan
kegiatan pematangan lahan. Dalam tahap operasional kegiatan yang menimbulkan dampak
sosial adalah kegiatan rekruitmen tenaga kerja, bongkar muat bahan bakar batubara,
kegiatan operasional unit pendingin, operasional PLTU, penanganan limbah padat dan
kegiatan penanganan limbah cair.

Dampak peningkatan pendapatan masyarakat berasal dari kegiatan konstruksi dan


operasional. Dalam tahap konstruksi maupun operasional kegiatan yang memberikan
dampak menyebabkan peningkatan kesempatan usaha dan pendapatan masyarakat adalah
berasal dari kegiatan rekruitmen tenaga kerja.

Dampak berupa gangguan terhadap kesehatan masyarakat terjadi pada tahap


operasional yang disebabkan oleh pencemaran udara berasal dari kegiatan bongkar muat
bahan bakar batubara, penyimpanan batu bara, dan operasional PLTU.

Dampak terhadap flora fauna yang menyebabkan penurunan produktivitas adalah


berasal dari penyebaran abu hasil pembakaran batu bara yang menyebabkan terganggunya
pertumbuhan flora dan gangguan pernafasan fauna.

Selain itu kegiatan PLTU berasal dari kegiatan bongkar muat bahan bakar batubara,
operasional unit pendingin, dan pengelolaan limbah cair akan menyebabkan gangguan
terhadap biota perairan laut yang selanjutnya menyebabkan dampak sosial berupa
berkurangnya hasil nelayan.
Gambar 4.1. Diagram Alir Dampak Penting pada Tahap Prakonstruksi, Konstruksi dan Operasional
4.2. KAJIAN ALTERNATIF
Kajian alternatif dalam analisis dampak lingkungan merupakan bagian uraian
mengenai Rencana Usaha/atau kegiatan. Hal tersebut dicantumkan dalam Pedoman
Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan baik dalam Keputusan Kepala Badan
Pengendalaian Dampak Lingkungan No.09 Tahun 2000 maupun dalam Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.08 Tahun 2006. Sesuai dengan ketentuan tersebut
maka jika rencana kegiatan tersebut masih terdapat beberapa alternatif maka alternatif-
alternatif tersebut merupakan bagian dari lingkup kajian Analisis Dampak Lingkungan.
Dalam kasus rencana pembangunan PLTU PT. TPI dalam rencana tersebut tidak terdapat
alternatif yang dimaksud, oleh karena itu dalam kajian Analisis Dampak Lingkungan
rencana pembangunan PLTU PT. TPI tidak dilakukan kajian alternatif tersebut. Baik
teknologi maupun lokasi rencana pembangunan proyek tersebut telah ditetapkan.
Pemilihan lokasi sudah dilaksanakan pada saat kajian teknis yang dilakukan pemrakarsa
sedangkan penetapan teknologi merujuk pada PPA (Power Purchasing Agreement)
dengan PT. PLN Persero.

4.3. TELAAHAN SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN


Sub Bab ini berisikan uraian pengelolaan dampak agar tidak menimbulkan hal-hal
yang negatif dengan melakukan pendekatan secara social ekonomi dan teknologi yang
telah dapat diterapkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi.
Pengelolaan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan
PLTU PT. TPI tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pembangunan cerobong atau stack setinggi 280 m.


2. Pemasangan Electrostatic Precipitator.
3. Pembuatan Cooling Tower untuk mengupayakan agar temperatur limbah bahang
tidak lebih 2 0C di daerah mixing zone.
4. Penggunaan batubara dengan kadar sulfur 0,2 %
5. Pemasangan Continuous Emission Monitoring System
6. Pembuatan tempat penampungan abu batubara
7. pembuatan tempat pengolahan limbah cair.
4.3.1. Tahap Prakonstruksi
Berdasarkan prakiraan dampak pembangunan PLTU PT. TPI, pada tahap kegiatan
prakonstruksi terdapat tiga kegiatan yang diperkirakan akan memberikan dampak
penting terhadap lingkungan yaitu: kegiatan sigi lapangan, sosialisasi dan kegiatan
pembebasan lahan. Dalam tahap prakonstruksi belum ada kegiatan fisik yang tampak
merubah rona lingkungan daerah proyek. Namun adanya kegiatan sigi lapangan yang
dilakukan merupakan informasi bagi masyarakat bahwa di daerah mereka akan ada suatu
kegiatan yang belum mereka ketahui jenisnya. sehingga berkembang berbagai isu yang
berujung pada keresahan dalam masyarakat. Setelah kegiatan sigi lapangan diikuti
dengan kegiatan lain berupa sosialisasi yang dimaksudkan untuk menjelaskan kepada
masyarakat tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan di daerah yang bersangkutan.
Tujuan sosialisasi untuk menjelaskan kepada masyarakat dapat dicapai dengan jelasnya
masyarakat tentang desas-desus (isu) selama ini, sehingga dapat mengurangi keresahan
masyarakat. Namun dengan adanya sosialisasi tersebut sebagian orang menggunakan
penjelasan tersebut sebagai bahan untuk mengeruhkan suasana dengan mempersoalkan
hal-hal yang masih dalam tahap jauh ke depan. Kegiatan sosialisasi kemudian disusul
dengan kegiatan pembebasan lahan yang merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari
beberapa tahapan mulai dari penelitian status lahan, pengukuran, inventarisasi tegakan,
dan kemudian musyawarah tentang kesepakatan nilai ganti rugi. Setiap tahapan
pembebasan lahan tersebut dapat terjadi ketidak sepakatan baik tentang status lahan,
ukuran luas lahan maupun tegakan dan bangunan yang dapat mengarah pada keresahan
dan konflik. Puncak permasalahan pembebasan lahan biasanya adalah pada saat
penetapan harga dan pembayaran. Dampak sosial yang timbul sejak sigi lapangan,
sosialisasi dan pembebasan lahan dapat berakumulasi dan saling mempengaruhi sehingga
ketidak puasan mudah meledak menjadi konflik sosial. Berdasarkan hal tersebut maka
sejak tahap prakonstruksi perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan dampak
sosial yang timbul karena dampak yang terjadi dalam tahap ini sangat penting terhadap
tahapan pembangunan berikutnya. Oleh karena itu maka kegiatan dalam tahap ini perlu
dikelola dan dipantau.
4.3.2. Tahap Konstruksi
Pada tahap ini ada kegiatan mobilisasi personil dengan jumlah sekitar 3.000
pekerja dari berbagai profesi yang dipekerjakan oleh pihak kontraktor dan akan terlibat
selama + 36 bulan berdasarkan tahapan kebutuhannya. Hal ini akan membuka peluang
kerja dan peningkatan kegiatan ekonomi lokal. Pengerahan sejumlah tenaga kerja
tersebut diperlukan untuk melaksakan kegiatan pembangunan tahap konstruksi antara
lain untuk mobilisasi peralatan/material, pematangan lahan dan pembangunan sarana dan
prasarana. Tetapi apabila penerimaan tenaga kerja tersebut tidak berpihak pada tenaga
kerja lokal berdasarkan keterampilan yang mereka miliki, maka dapat menimbulkan
keresahan sosial.

Dampak yang menonjol pada kegiatan mobilisasi peralatan dan material adalah
peningkatan frekuensi lalu lintas yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan jalan,
khususnya apabila muatan barang (tonage) barang yang diangkut tidak sesuai dengan
kapasitas jalan yang dilalui. Hal ini juga dikhawatirkan akan meningkatkan kecelakaan
lalu lintas.

Mobilisasi peralatan dan material akan sangat intensif pada saat pematangan lahan,
terutama di daerah tapak proyek karena terkait dengan peninggian elevasi tapak proyek
untuk power blok dan lainnya yang luasnya + 23 ha. Peninggian lokasi tersebut
mengakibatkan perubahan bentang alam yang dapat mempengaruhi pola hidrologi,
sehingga dapat mengakibatkan banjir/genangan air di sekitar tapak proyek. Apabila hal
ini tidak dilakukan pengelolaan dengan baik dan benar maka akan berlangsung sampai
tahap operasional.

Tahap berikutnya setelah pematangan lahan adalah kegiatan pembangunan sarana


dan prasarana, antara lain berupa pembangunan jetty sepanjang 2 km dengan lebar 12 m
dengan teknologi tiang pancang sehingga perairan arus laut tersebut tidak terganggu.
Namun pekerjaan tiang pancang dapat mengganggu kondisi permukaan dasar laut
dengan luasan + 157 m2 dan kualitas air laut yang akan mengganggu biota laut,
khususnya benthos dan budidaya kerang hijau (tengnyong) yang luasnya + 1,5 ha di
sekitar dock/jetty
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kegiatan pada tahap konstruksi tersebut
harus mendapatkan perhatian terhadap dampak yang mungkin timbul, baik terhadap
aspek sosial, ekonomi, fisik, kimia, dan biologi, sehingga kegiatan dalam tahap ini perlu
dikelola dan dipantau.

4.3.3. Tahap Operasional


Pada tahap ini kegiatan pembangunan PLTU PT. TPI diperkirakan akan
memberikan dampak penting terhadap lingkungan geo-bio-fisik-kimia dan sosekbud
yaitu rekruitmen tenaga kerja, bongkar muat bahan bakar batubara, penyimpanan
batubara, operasi unit PLTU (proses pembakaran batubara), operasi unit pendingin yang
akan mengeluarkan limbah bahang, penanganan limbah cair dan penanganan limbah
padat terutama abu batubara.

Pada kegiatan operasional PLTU, dampak yang harus diperhatikan adalah emisi
gas buang (NOx, SOx) dan abu yang dikeluarkan melalui cerobong. Dari segi pengelolaan
lingkungan, kegiatan tersebut telah dikendalikan dengan EP untuk mereduksi abu
batubara dan penggunaan bahan bakar batubara berkadar sulfur rendah (< 0,2 %) serta
pemasangan CEMS sebagai alat pemantauan kontinyu terhadap gas buang dan abu
terbang. Hasil pemantauan tersebut harus dikaji dengan cermat sehingga ketika ada
peningkatan parameter yang dipantau, dapat segera diambil tindakan sesuai dengan SOP,
yang berupa perbaikan dan pemeliharaan yang merupakan feedback dari pengelolaan
lingkungan.

Hasil pembakaran dari kegiatan operasional PLTU berupa abu dasar (bottom ash)
dan abu terbang (fly ash) yang merupakan limbah padat B3 yang akan diangkut dengan
truk khusus menuju ash dipsosal (tempat penyimpanan abu batubara). Abu batubara
tersebut akan ditimbun dalam kolam pembuangan abu yang bagian dasarnya telah
dilapisi dengan HDPE yang kedap air agar tidak terjadi infiltrasi ke dalam air tanah.
Namun pada saat proses pengangkutan dapat menimbulkan dampak beterbangannya abu
terbang tersebut, khususnya pada saat angin bertiup kencang yang akan berpengaruh
terhadap proses fotosintesis tanaman budidaya dan terganggunya proses metabolisme
tanaman yang kemudian dapat mengganggu proses pembuahan. Di samping gangguan
terhadap flora di sekitar tapak proyek, juga akan menimbulkan ganggunan terhadap
proses pernafasan fauna dan pekerja serta masyarakat yang berdekatan dengan kegiatan
tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama (30 tahun).

Permasalahan dari penyimpanan abu batubara ini adalah air permukaan yang
terkontaminasi senyawa B3 dan terbentuknya lindi pada musim hujan, karena terletak di
lokasi alam terbuka sehingga dikhawatirkan akan terjadi limpasan tidak dalam ash
disposalnya namun juga pada kolam pengendapan (sedimentation pond). Apabila hal ini
terjadi maka akan berpengaruh terhadap sistem kinerja pengolahan limbah cair dan akan
terbuang ke laut sehingga mencemari air laut dan selanjutnya terhadap biota laut.

Penanganan limbah cair minyak yang berasal dari kegiatan ”start up” akan diolah
dengan mengggunakan oil separator dan limbah cair dari boiler dalam proses
demineralisasi akan dinetralkan dalam unit pengolahan limbah cair termasuk limbah cair
domestik. Namun demikian dampak tersebut dapat timbul apabila penanganan limbah
cair tersebut mengalami kegagalan atau tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu
dilakukan pemantauan terhadap kinerja pengelolaan limbah cair.

4.3.4. Tahap Paca operasional


Tahap operasional PLTU PT. TPI direncanakan berumur kurang lebih 30 tahun,
tetapi operasional PLTU belum tentu berakhir pada priode umur tersebut. Hal tersebut
karena pihak pemrakarsa memungkinkan untul memperpanjang kontrak operasional
pembangkit. Dengan demikian, kegiatan pasca operasional belum dapat ditentukan dan
diperkirakan dampaknya. Tetapi ketidak pastian tersebut akan dapat dieliminasi karena
pemrakarsa diharuskan membuat dokumen proses pengeloaan dan pemantauannya dua
atau tiga tahun sebelum pengoperasian PLTU PT. TPI dilanjutkan. Dengan demikian
masalah ketidak pastian tersebut sudah dapat dirubah menjadi sesuatu yang lebih pasti.
4.4. REKOMENDASI PENILAIAN KELAYAKAN LINGKUNGAN
Dalam mekanisme kajian Analisis Dampak Lingkungan terdapat dua macam
kelayakan lingkungan yaitu: (1) kelayakan lingkungan yang disimpulkan oleh penyusun
Analisis Dampak Lingkungan dari suatu rencana kegiatan pada suatu lokasi dan (2)
kelayakan lingkungan yang disimpulkan oleh Komisi AMDAL dimana kajian tersebut
dinilai.

Rekomendasi penilaian kelayakan lingkungan yang disimpulkan oleh Tim


penyusun Analisis Dampak Lingkungan merupakan kesimpulan berdasarkan
pertimbangan ilmiah tentang dampak yang mungkin timbul apabila kegiatan tersebut
dilaksanakan. Berdasarkan dampak yang akan timbul tersebut maka tim melakukan
pengkajian mengenai teknologi dan manajemen lingkungan yang dapat dilakukan untuk
menghindari terjadinya dampak dan cara-cara untuk mengurangi dampak tersebut.

Rekomendasi kelayakan lingkungan yang dikeluarkan oleh Komisi AMDAL


adalah merupakan rekomendasi yang diberikan setelah komisi mempelajari hasil kajian
Tim penyusun Analisis Dampak Lingkungan, dengan mempertimbangkan kebijakan
Pemerintah, program dan prioritas pembangunan. Berdasarkan hal-hal tersebut maka
Komisi AMDAL menyimpulkan tentang kelayakan lingkungan pembangunan suatu
proyek sebagai suatu kebijakan Publik.

Status Rekomendasi yang disampaikan dalam laporan ini merupakan kelayakan


lingkungan berdasarkan kajian masing-masing kegiatan sesuai dengan tahapannya dan
dampaknya terhadap aspek sosial ekonomi budaya dan biogeofisik. Berdasarkan uraian
dan kajian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan PLTU PT. TPI secara
umum tidak ada dampak yang sangat penting yang tidak dapat dikelola, yang
mengakibatkan kegiatan pembangunan tersebut harus dihentikan atau ditunda hingga
ditemukan teknologi cara pengelolaan dampak tersebut. Dampak yang terjadi merupakan
dampak yang umumnya timbul selama suatu kegiatan pembangunan berlangsung dan
operasional. Secara umum dampak langsung yang timbul akibat kegiatan pembangunan
PLTU PT. TPI adalah merupakan dampak positif penting yaitu terbukanya kesempatan
kerja, peningkatan pendapatan, berkembangnya peluang usaha, dan berkembangnya
kegiatan ekonomi sekitar lingkungan pembangunan PLTU PT. TPI. Sedangkan dampak
negatif penting yang diperkirakan muncul berupa keresahan sosial, penurunan kualitas
udara, penurunan kualitas air, penurunan biota perairan, meningkatnya volume lalu
lintas, kesehatan masyarakat dan dampak terhadap flora dan fauna. Hal sangat penting
dari dampak yang diperkirakan akan timbul tersebut merupakan dampak yang dapat
dikelola secara teknologi maupun secara manajemen lingkungan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembangunan PLTU PT. TPI dari segi lingkungan
layak untuk dibangun karena teknologi pengelolaan dampaknya telah dikuasai dengan
baik.

Secara ringkas dampak penting yang timbul dan pengelolaan dampak kegiatan
pembangunan PLTU PT. TPI disajikan dalam Tabel 6.1. sedangkan uraian lengkap
masing-masing dampak dan pengelolaannya diuraikan dalam dokumen RKL dan RPL.
Tabel 4.1. Ringkasan Dampak Penting Dan Pengelolaan Lingkungan Pembangunan
PLTU PT. TPI

No. Dampak Penting yang Yang Terkelola Cara Pengelolaan


Dikelola
1 Keresahan Masyarakat Ganti rugi lahan Musyawarah Pengumuman
secara luas tentang
Penerimaan tenaga kebutuhan dan persyaratan
kerja serta mengutamakan
penduduk setempat

2. Kualitas Air Limbah bahang Pemasangan cooling tower


Limbah cair dan lindi Instalasi pengolah limbah
dan oil
separation

3. Kualitas Udara, Kesehatan Kadar abu di udara Cerobong (stack) setinggi


Masyarakat,dan Gangguan SO2 dan NOx 280 m
terhadap Flora dan Fauna
Penggunaan batubara
berkadar SO2
Pemasangan EP
Pemasangan CEMS

4. Volume Transportasi, Kecelakaan lalu Pemasangan rambu


Kecelakaan LaluLintas dan lintas
Kerusakan Jaringan Jalan Penggunaan alat angkut
Kerusakan jaringan sesuai dengan beban dan
jalan daya dukung jalan (klas
jalan)

Vous aimerez peut-être aussi