Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
- Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik dan di dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
- Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina
dan badan kaca.
3
lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal.1
Retinopati nonproliferatif ringan ditandai oleh sedikitnya satu
mikroaneurisma. Pada retinopati nonproliferatif sedang, terdapat
mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik
pada vena (venous beading), dan/atau bercak-bercak cotton wool.
Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton
wool, gambaran manik-manik pada vena dan kelainan mikrovaskular
intraretina (IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya
perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manik-manik vena
di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu
kuadran.1
4
sepertiga diameter diskus, sembarang pembuluh darah baru pada
diskus optikus yang disertai perdarahan vitreus, atau pembuluh darah
baru di bagian retina manapun yang besarnya lebih dari setengah
diameter diskus dan disertai perdarahan vitreus.1
Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke pemukaan
posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai berkontraksi
menjauhi retina. Apabila pembuluh tersebut berdarah, perdarahan
vitreus yang masif dapat menyebabkan penurunan penglihatan
mendadak. Sekali terjadi peelepasan total vitreus posterior, mata
berisiko mengalami neovaskularisasi dan perdarahan vitreus. Pada
mata retinopati diabetik proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten,
jaringan neovaskular yang menimbul dapat mengalami perubahan
fibrosa dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat, yang
menyebabkan traksi vitreoretina. Hal ini dapat menyebabkan ablatio
retinae akibat traksi progresif atau, apabila terjadi robekan retinae,
ablatio retinae regmatogenosa. Ablatio retinae dapat ditandai atau
ditutupi oleh perdarahan vitreus. Apabila kontraksi vitreus di mata
tersebut telah sempurna, retinopati proliferatif cenderung masuk ke
dalam stadium “involusional” atau burned-out. Penyakit mata diabetic
lanjut juga dapat disertai komplikasi neovaskularisasi iris (rubeosis
iridis) dan glaukoma neovaskular.1
5
D. Patofisiologi Retinopati Diabetikum
Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan
cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah
yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler,
mekanisme perubahannya tidak diketahui tetapi telah diteliti adanya
perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya
perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi
platelet). Di sini perubahan mikrovaskuler pada retina terbatas pada
lapisan retina (intra retina). Karakteristik pada jenis ini adalah
dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-kapiler
yang membentuk kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik,
vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan
intra retina. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan
berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang
berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau
bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson
berorientasi vertikal.1,2
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati
diabetik nonproliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler
mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada
dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal
ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah
cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan
rangkaian vena yang seperti manikmanik. Bila satu dari keempatnya
dijumpai maka ada kecenderungan progresif.1,2
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi
penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:4
Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari
intra retina yang menyebabkan iskemik makular.
6
Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema
makular.
7
pembuluh kapiler retina. Membrana basalis kapiler bertindak seperti
rangka pada retina. Membrana basalis member struktur yang kaku pada
organ seperti pembuluh darah. Selain bertindak sebagai rangka,
membrana basalis retina juga memiliki fungsi diferensiasi dan proliferasi
sel dan mengikat faktorfaktor pertumbuhan, khususnya fibroblast growth
factor (FGFs). Pada retinopati diabetes, membrana basalis mengalami
penebalan akibat proses glikasi (baik enzimatik maupun non-enzimatik)
dan jalur sorbitol (sorbitol pathway). Penebalan membrana basalis dari
kepiler retina ini menyebabkan fungsi sirkulasi dari retina terganggu.
Mikroaneurisma juga dapat ditemukan dalam patogenesis retinopati
diabetes. Mikroaneurisma tumbuh dari dinding pembuluh darah yang
lemah akibat hilangnya perisit intramural, untuk kontraksi dinding
arteriol, akibat jalur sorbitol. Mikroaneurisma juga dapat terjadi karena
apoptosis dari sel-sel endotel. Adanya mikroaneurisma dapat
diidentifikasi dengan bintik merah dari hasil oftalmoskopi.
Mikroaneurisma akan terlihat seperti struktur anggur bila dilihat dibawah
mikroskop. Terdapat dua jenis mikroaneurisma dalam RD, yaitu
mikroanuerisma aselular dan mikroaneurisma aselular. Mikroaneurisma
aselular tejadi akibat apoptosis yang ekstensif dari sel-sel endotel dan
perisit, sedangkan mikroaneurisma selular terjadi akibat proliferasi sel
endotel dan efek antiproliferasi akibat hilangnya perisit. Menurunnya
fungsi retina akan selaras dengan penurunan fungsi makula. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan adaptometer,
fungsi makula pada retinopati diabetes mengalami penurunan
dibandingkan dengan orang normal.12
8
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan kelap-kelip
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan
9
dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas
memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.5
- Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
- Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada
end artery, dilapisan tengah dan compact.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-
kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang
disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.5
10
Gambar 2.7. Edema macula dan hard exudates di fovea
11
Gambar 2.8. Funduskopi edema makula
G. Pemeriksaan Klinis
Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada
tahap lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan
penurunan tajam penglihatan serta pandangan yang kabur.
Pemeriksaan Oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat
dibagi menurut Diabetic Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan
oklusi. Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa
penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah
perisit. Kapiler berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings
yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-
shaped tampak jelas.6
- Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya
minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative
retinopathy terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra
12
retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots (Eva, Whitcher,
2007). Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild nonproliferative
retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya adanya
mikroaneurisma dan moderate nonproliferative retinopathy
dikategorikan sebagai kategori antara mild dan severe retinopathy
DM .6
- Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya
cotton-wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat
ditemukan perdarahan retina pada 4 kuadran, venous beading
dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran.6 Kriteria lain
menyebutkan proliferative diabetic retinopathy dikategorikan jika
terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic
disc, atau di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus.6
Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetic retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran
serum protein yang banyak. Early proliferative diabetic retinopathy
memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila
nervi optikus (new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat
lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru
pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila,
pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau
pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi
setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan
vitreus.6
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
13
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang
persisten dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan
fibrovaskular yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut
dapat menyebabkan progressive traction retinal detachment atau
apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi rhegmatogenous
retinal detachment.6
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular
glaucoma. Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada 50%
penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya
penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita
diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes
tipe II, lebih banyak pasien dengan proliferative diabetic retinopathy
memiliki tipe II dari tipe I diabetes.6
14
Gambar 2.10. Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi dan scattered
microaneurysm
15
edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut:6
Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc)
dari fovea centralis.
Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis.6
16
H. Pemeriksaan Penunjang
Optical coherence tomography sangat bermanfaat dalam menentukan
dan memantau edema macula. Umumnya, pengobatan diperlukan pada
penebalan retina lebih dari 300 mikron.1
Angiografi fluoresein berguna untuk menentukan kelainan
mikrovaskular pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada
jalinan kapiler – “nonperfusi kapiler” – menunjukkan luas iskemia retina
perifer. Kebocoran fluoresensi yang disertai dengan edema retina,
mungkin membentuk gambaran petaloid edema macula kistoid atau
mungkin gambaran difus. Ini dapat membantu menentukan prognosis
serta luas dan penempatan terapi laser. Mata dengan edema macula dan
iskemia yang bermakna mempunyai prognosis penglihatan yang lebih
buruk, dengan atau tanpa terapi laser, dibandingkan mata edema dengan
perfusi yang relatif baik.1
17
laser bila lesinya difus. Laser Argon pada macula sebaiknya hanya
cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut laser dapat meluas
dan mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang – tidak tampak
adanya retina yang terbakar saat dilakukan terapi – dan micropulse laser
telah memberikan hasil sama efektif dengan parut lebih sedikit.
Penyuntikan intravitreal triamnicolone atau anti VGEF juga efektif.1
Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi
laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat
akibat retinopati diabetic proliferatif hingga 50%. Beberapa ribu bakaran
laser dengan jarak teratur diberikan di seluruh retina untuk mengurangi
rangsangan angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Daerah sentral yang
dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh temporal utama tidak
dikenai. Yang beresiko besar kehilangan penglihatan adalah pasien
dengan cirri-ciri risiko tinggi. Jika pengobatan ditunda hingga cirri
tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan-retina yang memadai harus
segera dilakukan tanpa penundaan lagi. Pengobatan pada retinopati
nonproliferatif berat belum mampu mengubah hasil akhir penglihatan;
namun pada pasien-pasien dengan diabetes tipe II, control gula darah
yang buruk, atau sulit dipantau dengan cermat, terapi harus diberikan
sebelum kelainan proliferatif muncul.1
Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi
traksi vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20% mata
akan menuju kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya
dalam 2 tahun. Vitrektomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan
perdarahan vitreus luas dan proliferatif aktif yang berat dan kapanpun
penglihatan mata sebelahnya buruk. Tanpa kondisi-kondisi tersebut,
vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena perdarahan vitreus akan
bersih secara spontan pada 20% mata. Vitrektomi pada retinopati diabetic
proliferatif dengan perdarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk
mata yang telah mulai mengalami fibrosis. Mata dengan ablatio retinae
akibat traksi tidak memerlukan vitrektomi hingga pelepasan telah
18
mengenai fovea. Ablatio retinae regmatogenosa sebagai komplikasi
retinopati diabetik proliferatif membutuhkan vitrektomi segera.1
Komplikasi pasca vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien
diabetes tipe I yang menunda vitrektomi dan pada pasien diabetes tipe II
yang menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis
bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea, ablatio
retinae, dan infeksi.1
Obat-obatan anti VGEF tampak menjanjikan sebagai tambahan
vitrektomi untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan
dan untuk mengurangi insidens perdarahan retina kekambuhan
pascaoperasi.1
19
2.2. Katarak
A. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh
darah (avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5
mm yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi
cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan
cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.
Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang
menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis,
yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang akan
memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.1,5,8
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk
dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila
dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di
posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula
zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan
menyisip ke dalam ekuator lensa.1,5,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi
diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa
berada di dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.1,5,8
20
Gambar 2.17. Anatomi Lensa
21
sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia
dimulai pada usia 40 tahun.8,11
B. Definisi Katarak
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa
kekeruhan lensa yang menyebabkan tajam penglihatan penderita
berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada orang tua, dan merupakan
penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan merupakan
penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis;
diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
“katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi,
denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran
area berawan atau putih.1,5
Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai
retina, sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan
dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin
tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan
tidak terletak dibagian tengah lensanya.1,5
22
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak
terjadi secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga
penglihatan penderita terganggu secara tetap atau penderita mengalami
kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun
dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.1,5
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan
pasen mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila
diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii
ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya
glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang.1,5
D. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
23
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.1,5
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori
hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak
dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.7
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan
serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.7
24
A. Serat irregular
B. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
C. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
D. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
25
mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa atau diabetes yang tidak
terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi yang
menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan
presbiopia dapat terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan
diabetes jika dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Bukti-bukti
eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari protein lensa terlibat
dalam proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein lensa, di mana
glukosa atau gula-gula terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-amino
dari residu lisin atau amino terminal dari protein yang mengakibatkan
pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami perombakan
secara Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin
yang lebih stabil dari produk Amadori (produk glikosilasi awal). Pada
tahap akhir, produk Amadori mengalami dehidrasi dan perombakan
kembali untuk membentuk lintas silang antara protein terkait,
menghasilkan agregat protein atau Advanced Glycocylated End Products
(AGEs). Dalam suatu eksperimen dengan mengumpulkan nukleus-nukleus
lensa dari setiap operasi ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction)
dengan membandingkan kadar glukosa, protein dan protein terglikosilasi
antara dua populasi; katarak senilis dengan diabetes, dan katarak senilis
non-diabetik dari berbagai stadium. Dan hasil yang ditemukan adalah
kadar protein terglikosilasi tertinggi ditemukan pada katarak senilis
hipermatur (p<0,01) ketika dibandingkan dengan katarak tipe lainnya
termasuk dengan yang diabetik. Jansirani dkk menyimpulkan bahwa kadar
glukosa yang tinggi bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam
glikosilasi protein lensa.9
Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada
pasien dengan diabetes. Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang
telah ditemukan, pola-pola yang lain dapat pula dijumpai. Katarak diabetik
sejati, atau snowflake cataract, terdiri dari perubahan bilateral tersebar
pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara
tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak
26
terkontrol. Kekeruhan multipel abu-abu putih subkapsular dengan
penampilan seperti serpihan-serpihan salju terlihat pada korteks anterior
superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuol-vakuol dapat tampak pada
kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada korteks. Intumesensi dan
maturitas dari katarak kortikal akan mengikuti setelahnya. Para peneliti
percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terkait dengan
katarak diabetik sejati pada manusia sangat dekat sekali dengan katarak
sorbitol yang dipelajari pada binatang percobaan. Sekalipun katarak
diabetik sejati jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala
macam bentuk maturitas progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak
atau dewasa muda harus mengingatkan para dokter akan kemungkinan
diabetes mellitus. Resiko tinggi pada katarak terkait usia pada pasien
dengan diabetes dapat merupakan akibat dari akumulasi sorbitol dalam
lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein pada
lensa diabetik. Klein, dkk menyimpulkan dalam penelitiannya, bahwa
diabetes mellitus terkait dengan insidens selama dari 5 tahun dari katarak
kortikal dan subkapsular posterior dan dengan progresi dari beberapa
kekeruhan minor kortikal dan subkapsular posterior lensa. Perubahan-
perubahan ini terkait dengan kadar glukosa darah.9
F. Klasifikasi Katarak
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan
adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari
ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral
(kupuliform).1
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma
sekunder.1
27
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian
lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh
pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa.1
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi
mengerut.1
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak
terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita
pasien.1
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:1
- Penurunan visus
- Silau
- Perubahan miopik
- Diplopia monocular
28
- Halo bewarna
- Bintik hitam di depan mata
H. Diagnosis
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM,
hipertensi, dan kelainan jantung.1,7
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan
adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk
terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.7
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea,
iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati,
gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian
dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma
mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek
dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.5
29
J. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE).5
- Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior
yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.1,5,7
30
K. Prognosis
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus.
Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang
memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok
pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling
baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif
lambat.10
31
BAB III
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33