Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penyusun
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
Manfaat Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
Tinjauan Teori....................................................................................... 3
2.1 Pengertian....................................................................................... 3
2.2 Etiologi........................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi.................................................................................... 3
2.4 Pathway......................................................................................... 5
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................ 6
2.6 Komplikasi..................................................................................... 6
2.7 Penatalaksanaan............................................................................. 6
2.8 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................. 7
2.9 Pencegahan..................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 14
5.2 Saran............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 15
2.1 Pengertian
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran
(Nursalam, 2005).
Typhus abdominalis adalah merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Rampengan, 2007)
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A,B,C. Penularan terjadi secara fecal, oral,
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Arief. M, 2009).
Jadi, Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu disertai dengan gangguan pencernaan bahkan sampai
gangguan kesadaran.
2.2 Etiologi
Penyakit typhus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman
yang tercemar oleh bakteri Salmonella Typhosa, (food and water borne disease). Salmonella
typhosa adalah bakteri gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai
sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum
penderita terdapat anti(glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Zulkhoni, 2011).
Salmonella paratyphi A, B, C, ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih >1tahun. Penyakit Typhus abdominalis disebabkan
oleh kuman salmonella typhosa basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora dengan masa inkubasi 10-20hari (Padila,2013).
2.3 Patofisiologi
Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan Feses. Yang paling
menonjol yaitu lewat mulut manusia yang terinfeksi lalu selanjutnya menuju lambung, sebagian
kuman akan dimusnahkan dengan asm lambung dan sebagian lolos masuk ke usus halus bagian
distal lalu usus terjadi iritasi dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah
mengandung bakteri primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limfoid plaque menuju
limfa dan hati. Didalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usu. Tukak tersebutlah yang
akhirnya menyebabkan perdarahan dan perforasi usus (membentuk lubang pada usus). Perdarahan
tersebut menimbulkan suhu tubuh meningkat (demam) sehingga resiko kekurangan cairan tubuh
(Zulkhoni, 2009).
2.4 Pathways
2.6 Komplikasi
Menurut Padila (2013), komplikasi pada penyakit typhus abdominalis adalah sebagai berikut :
1. komplikasi intestinal
a . Perdarahan usus
b . Perforasi usus
c . Illius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a . Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi, miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b . Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, syndroma uremia hemolitik
c . Komplikasi pada hepar dan kandung kemih : hepatitis, kolesititis
d . Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis
e . Komplikasi pada tulang : osteomiyelitis, osteoporosis, spondilitis, dan arthritis
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Rampengan (2007) dan Widoyono (2011), penatalaksanaan dari typhus abdominalis
dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
Penderita demam typhoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.
Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tand akomplikasi demam tifoid yang lain termasuk
BAK dan BAB perlu mendapatkan perhatian.
2. Diet
Pada tahap awal penderita diberi makanan bubur saring. Selanjutnya diberi makanan yang lebih
padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi
dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita (Widoyono,
2011).
3. Obat-Obatan
1. Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak di negara
berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan dan biaya. Berdasarkan ketiga faktor
tersebut, kloramfenikol masih menjadi obat pilihan pertama pengobatan demam tifoid pada anak,
terutama di negara berkembang. Hal ini berbeda dengan dewasa, dimana obat antibiotik lini
pertamanya adalah golongan fluorokuinolon, seperti ofloksasin, siprofloksasin, levofloksasin atau
gatifloksasin.
2. Amoksisilin dan ampisilin mempunyai kemampuan sebagai obat demam tifoid, walaupun
menurut literatur, kemampuannya masih dibawah kloramfenikol. Umumnya digunakan pada
penderita demam tifoid dengan lekopenia yang tidak mungkin diberikan kloramfenikol, atau yang
resisten terhadap kloramfenikol.
5. Untuk pengobatan karier demam tifoid, pemberian ampisilin atau amoksisilin dengan dosis
40 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis peroral dikombinasi probenesid 30 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis
peroral atau trimetropimsulfametoksazol selama 4-6 minggu memberikan angka kesembuhan
80%. Kloramfenikol tidak efektif digunakan sebagai terapi karier demam tifoid. Selain
amoksisilin/ampisilin, untuk pengobatan karier demam tifoid, beberapa obat dapat dipergunakan,
seperti kotrimoksazol, siprofloksasin dan norfloksasin, walaupun dua obat terakhir tidak sebaiknya
digunakan pada penderita demam tifoid anak.
2.8 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Hitung leukosit yang rendah sering
berhubungan dengan demam dan toksisitas penyakit, namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar.
Pada anak yang lebih muda keukosit bisa mencapai 20.000-25.000/mm3. Trombositopenia dapat
merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun gangguan hati yang bermakna jarang ditemukan.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H S. typhi dan sudah
digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah dan penggunaannya sebagai satusatunya pemeriksaan penunjang di daerah endemis dapat
mengakibatkan overdiagnosis. Kadar aglutinin tersebut diukur dengan menggunakan pengenceran
serum berulang. Pada umumnya antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12
sejak awal penyakit.
Pemeriksaan diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhidot atau Tubex yang mendeteksi
antibodi IgM antigen spesifik O9 lipopolisakarida S. Typhi. Dalam dua dekade, pemeriksaan Ig.M
dan IgG spesifik terhadap antigen S. Typhi berdasarkan enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA) berkembang
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. typhi hanya membutuhkan waktu kurang dari 8
jam dan memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga lebih unggul dibanding pemeriksaan biakan
darah biasa yang membutuhkan waktu 5-7 hari. In-flagelin PCR terhadap S. typhi memiliki
sensitivitas 93,58% dan spesifisitas 87,9%. Pemeriksaan nested polymerase chain reaction(PCR)
menggunakan primer H1-d dapat digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dari
darah pasien dan merupakan pemeriksaan diagnostik cepat yang menjanjikan. Pemeriksaan nested
PCR terhadap gen flagelin (fliC) dari S. typhi dapat dideteksi dari spesimen urin 21/22 (95.5%),
dikuti dari spesimen darah 20/22 (90%), dan tinja 15/22 (68.1%).
Pemeriksaan ELISA terhadap antibodi monoklonal spesifik antigen 9 grup D Salmonella dari
spesimen urin pada satu kali pemeriksaan memiliki sensitivitas 65%, namun pemeriksaan urin
secara serial menunjukkan sensitivitas 95%. Pemeriksaan ELISA menggunakan antibodi
monoklonal terhadap antigen 9 somatik (O9),antigen d flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul
(Vi) pada spesimen urin memiliki sensitivitas tertinggi pada akhir minggu pertama, yaitu terhadap
ketiga antigen Vi terdeteksi pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4kasus
(44%). Spesifisitas untuk Vi lebih dari 90% sehingga deteksi antigen Vi pada urin menjanjkan
untuk menunjang diagnosis demam tifoid, terutama dalam minggu pertama sejak timbulnya
demam.
Pemeriksaan diagnostik yang mendeteksi antibodi IgA dari lipopolisakarida S. typhi dari spesimen
saliva memberikan hasil positif pada 33/37 (89,2%) kasus demam tifoid. Pemeriksaan ELISA ini
menunjukkan sensitivitas 71,4%, 100%, 100%, 9,1% dan 0% pada minggu pertama, kedua, ketiga,
keempat, dan kelima perjalanan penyakit demam tifoid.
2.9 Pencegahan
Menurut Widoyono (2011), strategi pencegahan demam tifoid mecakup hal-hal berikut :
1 Penyediaan sumber air minum yang baik
2. Penyediaan jamban yang sehat
3. Sosialisasi budaya cuci tangan
4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum
5. Pemberantasan lalat
6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui
8. Sosialisasi mengenai vaksin. Adapun jenis vaksin yang tersedia adalah :
a. Vaksin parenteral utuh
b. Vaksin oral Ty21a
c. Vaksin parenteral polisakarida
Kasus :
An. R(8 tahun) BB : 32 kg, di bawa ke UGD RSUD Tang-Sel karena demam tidak turun selama
1minggu, pagi turun sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh
perawat didapatkan data mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC, N
: 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya 500 cc /jam.
Lidah kotor. Pasien didiagnosa demam thypoid.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Nama : An. T
Tempat tanggal lahir : 21 Desember 2009
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 8 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswa
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jln. Lebak bulus raya 2
Tanggal MRS : 12 Mei 2017
No. RM : 1518171910
Diagnosa Medis : Demam Thypoid
b. Keluhan utama : Demam
c. Riwayat kesehatan
· Riwayat penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan sudah sejak 1 minggu pasien sudah merasa tidak enak badan dan
kurang nafsu makan, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas
berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.
Riwayat penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti
sekarang ini..
· Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan anggota keluarga tidak pernah ada yang mengalami penyakit seperti
yang dialami pasien saat ini.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a . Keadaan umum
Keadaan Umum pasien: Composmentis
- Suhu : 40oc
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 23 x/menit
b . Tanda-tanda vital dan pemeriksaan persistem
Suhu : 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit
3. 2 Analisa Data
Analisa Data
Etiologi
Masalah
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Data Subjektif :
· Demam (panas naik turun)
· Mual
· Muntah
Data Objektif:
· Mukosa bibir kering
· Turgor kulit jelek
· Pasien tampak lemah
· Lidah tampak kotor
· Keluaran urin 500 cc/24 jam
· T : 40oc
· N : 90 x/m
· RR : 23x/m
· Berkeringat
Kuman Salmonella typhii
masuk ke saluran cerna
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
Peningkatan asam
lambung
Mual, Muntah
Data Objektif:
· Mukosa bibir kering
· Turgor kulit jelek
· Pasien tampak lemah
· Lidah tampak kotor
· T : 40oc
· N : 90 x/m
· Berkeringat
Endotoksin
Hipertermi
Hipertermi
Berhubungan dengan proses infeksi
3. 3 Diagnosa
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan
suhu tubuh
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan
suhu tubuh.
3. 4 Intervensi
No.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : asupan cairan adekuat dalam jangka waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil:
- Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
- Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.
- Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.
· Kaji tanda-tanda dehidrasi.
· Berikan minum per oral sesuai toleransi.
· Atur pemberian cairan infus sesuai order.
· Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.
· Intervensi lebih dini
· Mempertahankan intake yang adekuat
· Melakukan rehidrasi
· Mengatur keseimbangan antara intake dan output
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam
- Kriteria Hasil:
- Suhu antara 36o-37o c
- RR dan nadi dalam batas normal
- Membran mukosa lembab
- Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.
- Pakaian dan tempat tidur pasien kering
· Monitor tanda-tanda infeksi.
· Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.
· Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien.
· Kenakan pakaian tipis pada pasien.
· Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
· Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
· Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin.
· Monitor komplikasi neurologis akibat demam.
· Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
· Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan
patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.
· Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi
· Memfasilitasi kehiliangan panas lewat konveksi dan konduksi.
· Menggantikan cairan yang hilang llewat keringat.
· Aspirin bersiko terjadi perdarahanGI yang menetap.
· Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
5.1 Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
Typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan sampai 800/1.000
penduduk per tahun, tersebar luas dimana saja, dan mengenai setiap lapisan umur. Namun
demikian yang paling sering terserang demam tifoid ini adalah anak-anak dengan kisaran usia 5-9
tahun. Dengan keadaan seperti ini adalah penting melakukan pengenalan dini tentang demam
tifoid ini. Komponen utama tanda gejala terserang demam tifoid ini adalah demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7hari), perasaan mual, perasaan tidak enak pada bagian perut, dan yang
paling parah nya adalah sampai kehilangan kesadaran (pingsan).
5.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka saya dapat memberikan saran untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan, memakan makanan yang dalam keadaan dibungkus jika beli di
luar rumah, membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membiasakan mencuci
buah atau sayur yang hendak dikonsumsi menggunakan sabun khusus pencuci buah dan sayur, dan
perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-63.pdf