Vous êtes sur la page 1sur 19

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR DI IGD


RUMAH SAKIT TENTARA TINGKAT II
Dr. SOEPRAOEN MALANG

Disusun Oleh:
Achmad Mudhofir
201710461011040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR DI IGD
RUMAH SAKIT TENTARA TINGKAT II
Dr. SOEPRAOEN MALANG

TANGGAL PENGAMBILAN KASUS


5 MEI 2018

Di susun oleh:
Achmad Mudhofir

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK /CI

…………………………………….. …………………………………..

2
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian.
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif Muttaqin, 2008).

B. Epidemiologi
Fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60
tahun dimna tulang sudah mengalami osteoporosis, trauma yang dialami oleh lansia
biasanya ringan (karena terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penmderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, femur
supracondyler, fraktur intercondyler , fraktur condyler femur banyak terjadi pada
penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dri ketinggian. Sedangkan
fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain.

C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan menjadi
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh. Tulang dlh jaringan
terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama:
a. Membentuk rangka badan
b. Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alt dalam
(otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru)
d. Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dan garam.
e. Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan
lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit.
Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik (kolagen
dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks
organik tulang juga disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen tipe

3
I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga
menyusun tulang berupa proteoglikan.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6;
a. Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.
b. Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
c. Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
d. Tulanmg tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra
e. Tulang Sesmoid: tulang patella
f. Tulang Sutura: atap tengkorak
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya yang disebut
dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
2. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
a. Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yangh disebut
osifikasi.
b. Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Adalh sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik, yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutklan mineral tulang sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Arif Muttaqin, 2008)
Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang terhubung dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan
bawah kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Di antara kedua kondilus ini
terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela) yang disebut
dengan fosa kondilus.

4
Os Tibialis dan Fibularis
Merupakan tulang pip yng terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian dengan os femur. Pda bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut
maleolus lateralis atau mata kaki luar. Os tibia bentuknya lebih kecil, pada pangklal
melekat os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal
kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis (Syaifuddin, 2006).

D. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
1. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pad paha
2. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
(osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur
patologis (Arif Muttaqin, 2011).

E. Patofisiologi

5
F. Tanda dan Gejala
1. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirncang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara tidak alamiah
bukannya tetap rigid seperti normalnya.
3. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur.
4. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau hari (Brunner Suddarth, 2001)

G. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
1. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan melalui
kepala femur (fraktur kapital).
2. Fraktur ekstrakapsular
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar / lebih
kecil/ pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama wanita
usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher femur pada
anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia
11-12 tahun.

6
b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser
secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks bagian
posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena trauma
hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi
karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran
sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena
tarikan otot (Arif Muttaqin, 2008)

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
1. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis pengobatan yang
dapat diberikan.
2. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah trokanter
minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik atau spiral dan sering bersifat
kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan fragmen distal dlam
posisi adksi bergeser ke proksimal.
3. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa rotasi
eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang dengan keadaan syok.

7
4. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi (Arif Muttaqin, 2008)

I. Penatalaksanaan
1. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt untuk
mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera
pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a. Profilaksis antibiotik
b. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieklsisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan
dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen terbatas saja.
c. Stabilisasi
Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
1) Penundaan tertutup
2) Penundaan rehabilitasi
2. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat dapat
mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
a. Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
1) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan gips
pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada klien usia
muda.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan
memergunakan plate dan screw.
b. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1) Terapi konserfativ
2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
3) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.

8
4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis
c. Terapi Operasi
1) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
2) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
3) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
d. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare screw
dengan berbagai tipe yang tersedia (Arif Muttaqin, 2011)

J. Komplikasi
1. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat umum
adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular
terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa
pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal, kemungklinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur. Perawat
dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal apabila telah
mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai
berikut:
1) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift
tertutup.
2) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.

9
3) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan
oklusi atau terpotong sama sekali.
4) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada
cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi
di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
6) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
b. Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi bebrapa
jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu memperhatikan dan
mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar komplikasi tersebut dapat
dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa situasi, perawat akan berhadapan
dengan klien fraktur diafisis femur yang menga;lami komplikasi lanjut. Perawat
yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat
mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari
fraktur diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur
adalah sebagai berikut:
1) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam
empat bulan.
2) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik, perawat
perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan fiksasi
internal dan bone graft.
3) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih
sering ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan tungkai
sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
4) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang
intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.

10
5) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid
(Arif Muttaqin, 2008)

K. Prognosis
Penderita fraktur femur setelah operasi pemasngan fiksasi interna denmgan plate dan
screw bila tanpa komplikasi dan mendapat p[elayanan fisioterapi yang cepat dan adekuat
diharapkan kemampuan fungsionalnya membaik.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri klien,
perawat mengunakan OPQRSTUV.
O : (Onset)
P : (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
trauma bagian pada
Q : (Quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R : (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau istirahat.
S : (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara 2-4 pada
skala pengukuran 0-4
T : (Treatment)
U : (Understanding)
V : (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan
apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobt ke dukun patah. Dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.

11
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget menybabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit untuk menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka di kaki sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah faktor
predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam
keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam keluarga maupun masyarakat.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status gheneral) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu dicatat adalah
kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, komposmetis yang bergantung pada
keadaan klien), kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan
pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal karena ada gangguan lokal
baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien fraktur femur tidak
mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi thorak, didapatkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak teraba, auskultasui suara
S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
 Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris., tidak ada penonjolan,
tidak ada sakit kepala.
12
 Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
 Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak mengalami
perubahan fungsi dan bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.
 Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada klien dengan patah
tulang tertutup tidak terjadi perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur
terbuka biasanya mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.
 Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi dan nyeri
tekan.
 Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien. Biasanya status mental
tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: fungsi penciuman tidak ada gangguan.
 Saraf II: ketajaman penglihatan normal
 Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
 Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek kornea tidak ada
kelainan.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
 Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
 Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada faskulasi.
Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasanya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu, timbul
nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)

13
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami gangguan ini.
e. B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi: turgor baik,
tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi: suiara timpani, ada pantulan
gelombang cairan. Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba,
tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
f. B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi motorik,
sensorik maupun peredaran darah.
g. LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengklakan yang tidak biasa
(abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian distal
fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan adanya tanda-
tanda trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli, spiral atau
bergeser mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada tanmda cedera dan
kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha,
sepertoi bengkak atau edema. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
h. FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
i. MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak. Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan
pasif. Berdasar pemeriksaan didapat adanya gangguan / keterbatasan gerak tungkai,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai, penurunan kekuatan otot.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, kerusakan
integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.

14
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi interna.
f. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.

15
3. Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Perawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien dengan pengkajian
cedera fisik. keperawatan selama 3x24 jam nyeri OPQRSTUV
diharapkan nyeri hilang/ b. Kendalikan faktor lingkungan yang
berkurang dengan kriteria dapat mempengaruhi respon pasien
hasil: terhadap ketidaknyamanan (misal suhu
a. Melaporkan nyeri pada skala 0- ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan)
1 c. Berikan teknik relaksasi
b. TTV dalam batas normal d. Ajarkan manajemen nyeri (misal nafas
c. Ekspresi wajah tidak menahan dalam)
nyeri e. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam terhadap peningkatan kerusakan
muskuloskeletal, kerusakan diharapkan pasien mampu b. Pantau kulit bagian distal setiap hari
integritas struktur tulang, melakukan aktifitas fisik sesuai terhadap adanya iritasi, kemerahan.
penurunan kekuatan otot. dengan kemampuannya dengan c. Ubah posisi pasien yang imobilisasi
kriteria hasil: minimal setiap 2 jam.
a. Mampu melakukan d. Ajarkan klien untuk melakukan gerak

16
perpindahan aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.
b. Meminta bantuan untuk e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
aktifitas mobilisasi. untuk latihan fisik klien.
c. Tidak terjadi kontraktur
3 Defisit perawatan diri (mandi, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan penggunaa alat bantu
eliminasi) berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam b. Kaji kondisi kulit saat mandi
gangguan muskuloskeletal, diharapkan pasien mengalami c. Berikan bantuan sampai pasien mampu
hambatan mobilitas. peningkatan perilaku dalam secara mandiri untuk melakuakn
merawat diri dengan kriteria perawatan diri
hasil: d. Letakkan sabun, handuk, peralatan
a. Klien mampu melakukan mandi, peralata BAB/BAK, didekat
aktifitas perawatan dirisesuai klien.
denmgan tingkat kemampuan e. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
b. Mengungkapkan secara verbal menggunakan metode alternaltif dalam
kepuasan tentang mandi, hygiene mulut, BAB/BAK.
kebersihantubuh, hygiene f. Kolaborasi dengan dokter untuk
mulut. pemberian supositoria kalau terjadi
konstipasi
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor resiko yang
berhubungan dengan tonjolan keperawatan selama 3x24 jam menyebabkan kerusakan integritas kulit
tulang. diharapkan tidak terjadi b. Observasi kulit setiap hari dan catat

17
kerusakan integritas kulit sirkulasi dan sensori serta perubahan
secara luas dengan kriteria yang terjadi
hasil: c. Berikan bantalan pada ujung dan
a. Nyeri lokal ekstremitas tidak sambungan traksi
terjadi d. Jika memungkinkan ubah posisi 1-2
b. Menunjukkan rutinitas jam secara rutin
perawatan kulit yang efektif. e. Konsultasikan ka ahli gizi untuk
maknan tinggi protein untuk membantu
penmyembuhan luka

5 Ansietas berhubungan dengan stres, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan dokumentasikan tingkat
krisis situasional. keperawatan selama 3x24 jam kecemasan klien
diharapkan tingkat kecemasan b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
berkuranmg dengan kriteria kecemasan
hasil: c. Sediakan informasi yang aktual tentang
a. Tidak menunjukkan perilaku diagnosa medis dan prognsis
agresif d. Ajarkan ke pasien tentang peggunaan
b. Melaporkan tidak ada teknik relaksasi
manifestasi kecemasan secara
fisik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:EGC.
Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC
Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta:EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.

19

Vous aimerez peut-être aussi