Vous êtes sur la page 1sur 20

STUDENT PROJECT

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


SYOK SEPTIK

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

1. Petronella Nieltje Melly (1602522001)


2. Asih Devi Rahmayanti (1602522004)
3. I Kadek Astika (1602522008)
4. Komang Anik Eviyanti (1602522009)
5. Yuvensius Pili (1602522012)
6. Ni Luh Putu Diah Laksmiari (1602522015)
7. Ni Made Ayu Sukma Widyandari (1602522016)
8. Ni Made Dwi Astiti Wulandari (1602522020)
9. Winda Yasinta Armelia Sopi (1602522022)
10. I Wayan Edi Sanjana (1602522024)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPTIK

A KONSEP DASAR PENYAKIT

1 PENGERTIAN

Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan


menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif yang disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Meski telah terjadi peningkatan kecanggihan dari
terapi antibiotik, insiden syok septik ini terus meningkat selama 50 tahun
terakhir, dengan angka kematian berkisar antara 40% sampai 90% (Rice,1991a
dalam Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002). Syok Septik adalah penyebab
kematian utama dalam unit perawatan intensif (Bone, dkk., 1992 dalam
Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002)

Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit.
Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen
dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.

2 Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis


Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang
diketahui infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga
berada pada risiko terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin dan
diawasi. Pada keadaan tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda :
1. Demam

2
2. Takikardia (>90 denyut/menit)
3. Takipnea (>20 kali/menit)
4. Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk
a. Perubahan status mental
b. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri
c. Peningkatan kadar laktat
d. Haluaran urine (<30ml/jam)
5. PaCO2 < 32 mmHg
3 3
6.WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm
Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila dikaitkan
dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang dini,
penggantian cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial dalam
penatalaksanaan pasien ini. Pada pasien lansia, septik syok mungkin
dimanifestasikan sebagai tanpa ketidaknormalan atau tanda klinik yang
membingungkan. Septik syok dapat diperkirakan pada lansia yang menunjukkan
konfusi yang tidak dapat dijelaskan, takipnea atau hipotensi (Brunner &
Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).

Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi
yang melebar.

3 Penyebab

Invasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk


menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan yang disebut
syok septik. Beberapa organisme dapat mendatangkan respons yang lebih
kuat daripada yang lain. Pada pasien rawat inap, organisme gram negatif

3
(mis. Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, dan spesies Serratia,
Pseudomonas aeruginosa, spesies Proteus, Neisseria meningitidis,
Bacteroides fragilis) sering dikaitkan dengan syok septik dari pada organisme
gram positif (misa. S. Aureus, Streptococcus pneumoniae).

Organisme yang menyerang aliran darah selain endotoksin


(komponendinding sel dari organisme gram negatif) atau eksotoksin (toksin
yang dihasilkan oleh S. Aureus dan organisme lain). Reaksi sistem immun
terhadap toksin yang dikenali ini adalah kompleks dan bervariasi di antara
organisme yang berbeda (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi


bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus
(Linda D.U, 2006)

4 Patofisiologi

Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok septik adalah bakteri
gram-negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti bakteri gram positif
dan virus juga dapat menyebabkan syok septik. Ketika mikroorganisme
menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan respon imun. Respons
imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai
berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler,
yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler, dan vasodilatasi adalah
dua efek tersebut.

Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan


kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler
karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan

4
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik
hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan
melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena
toksin kuman.

Syok septik terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama, disebut sebagai
fase “hangat” atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah jantung dan
vasodilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan kulit hangat
kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat. Haluaran urine dapat
meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status gastrointestinal mungkin
terganggu seperti yang dibuktikan oleh mual, muntah, atau diare.

Fase lanjut, disebut sebagai fase “dingin”atau hipodinamik, yang ditandai oleh
curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang mencerminkan upaya
tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang disebabkan oleh kehilangan
volume intravaskular melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah pasien turun,
dan kulit dingin serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau dibawah normal.
Frekuensi jantung dan pernapasan tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk
urin dan dapat terjadi kegagalan organ multipel (Brunner & Suddarth 2002).

5 Pemeriksaan Penunjang
Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum. Pantau kadar darah (kadar
antibiotik, BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin, jumlah sel darah putih,
Rontgen.

Gambaran Hasil laboratorium :


a WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature b
Hiperglikemia > 120 mg/dl
c Peningkatan Plasma C-reaktif protein d
Peningkatan plasma procalcitonin.
e Serum laktat > 1 mMol/L f
Creatinin > 0,5 mg/dl

5
g INR > 1,5
h APTT > 60
i Trombosit < 100.000/mm3
j Total bilirubin > 4 mg/dl
k Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

6
Port de’entri kuman

PATHWAY Pertahanan primer/sekunder


tidak adekuat
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/ virus
PK Infeksi
Pelepasan Endotoksin

Panas, Kulit hangat Kegagalan organ multipel


Dilatasi arteriol/venula Vasodilatasi kapiler
kemerahan

Hipertermia Tekanan darah Permeabilitas kapiler


Sistem Urinaria

Perpindahan eksudat plasma Tidak lagi membentuk urin


Venous return
ke intertisial

Stoke volume
Oedema Ruang kapiler Sistem Gastrointestinal :
Alveoli mual, muntah, diare
Kehilangan volume Risiko Penurunan
intravaskular melalui kapiler Curah Jantung
2
Penurunan Difusi O Ketidakefektifan Pola Napas
Suplai oksigen seluler
Risiko Syok
Gangguan Pertukaran Gas
Perfusi jaringan
2
Penurunan Saturasi O
Kerusakan metabolisme sel
Hipoksia jaringan Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer
Modifikasi dari : Sole, et al (2006). Introduction to Critical Care
Nursing.4th Ed. St.Louis :Elsevier dan Brunner & Suddarth vol. 1
edisi 8, 2002
6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi


yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif
dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat.
Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi
cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan
dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan
vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg
dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
a Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi
atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.
Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah
jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan
daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan
dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,
mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.

Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan


saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan
memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.

b Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan


baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis
respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan
darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan

8
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena
jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.

Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu
diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan
perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu
misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

c Vasopresor dan inotropik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi


dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi
untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk
vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit,
norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau
epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah
dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin
0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan
milrinon).
d Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
e Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi
plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan

9
hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan
bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
f Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan
secara parenteral.
g Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan
tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7
hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas
dibanding kontrol (Chen dan Pohan, 2007).

7 Komplikasi
a Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan
b Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
c Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
d Perdarahan usus
e Gagal hati
f Gagal jantung
g Kematian

10
B KONSEP DASAR ASKEP
1 Pengkajian
Brething (B1) : Yakinkan kepatenan jalan nafas, kaji suara napas pasien,
pergerakan dinding dada, irama napas, ada pernapasan cuping hidung atau
tidak, kaji RR tanda dan gejala pasien syk septik yaitu takipnea (>20
kali/menit)

Blood (B2) : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,


fenomena embolik (darah, udara, lemak). Tekanan darah bisa normal atau
meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut
(shock). Bunyi jantung normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic)
dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal.
Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut). Kaji sirkulasi perifer (nadi (biasanya takikardia) PaCO2 <
3 3
32 mmHg, WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm .

Brain (B3) : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, bingung merupakan


salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada
masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
AVPU, gangguan neurologis nervus I sampai XII, pemeriksaan reflek,
kekuatan otot, spasme otot dan kebas/kesemutan.

Bladder (B4) : kaji apakah ada nyeri pinggang atau tidak, frekuensi
BAK, warna, apakah ada darah saat kencing, apakah nyeri saat BAK,
apakah menggunakan kateter atau tidak.

Bowel (B5) : Formasi edema/perubahan berat badan,


hilang/melemahnya bowel sounds, kaji keadaan mulut, kesulitan menelan,
muntah, nyeri daerah perut, , massa pada abdomen, ukur lingkar perut, asites,
palpasi dan perkusi hepar, gaster; nyeri tekan, nyeri lepas, pemasangan
colostomi, pemasangan NGT.

11
Bone (B6) : : kaji keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang gerak dan
adanya kontraktur, kaji bagaimana pasien berfungsi, bergerak dan berjalan;
beradaptasi terhadap kelemahan atau palisis, tonus otot/kekuatan otot. Kaji
nyeri yang dirasakan pasien pada bagian ekstremitas.

2 Diagnosa Keperawatan
a Analisa Data
No. Symptom Etiologi Problem
1. DS : Infeksi masif oleh Gangguan
mikroorganisme : bakteri gram Pertukaran Gas
Dispnea negatif/ bakteri gram positif/
Sakit kepala pada saat virus
bangun tidur
Pelepasan Endotoksin
Gangguan penglihatan
Dilatasi arteriol/venula
DO : Vasodilatasi kapiler
GDA tidak normal
Permeabilitas kapiler meningkat
PH arteri tidak
normal Perpindahan eksudat plasma ke
Ketidaknormalan intertisial

frekuensi, irama, dan


Oedema Ruang kapiler Alveoli
kedalaman pernapasan
Warna kulit tidak Penurunan Difusi O2
normal
Gangguan Pertukaran Gas
Gelisah
Takikardia
Napas cuping
hidung

2. DS: perubahan sensasi Infeksi masif oleh Ketidakefektifan


mikroorganisme : bakteri gram Perfusi Jaringan
negatif/ bakteri gram positif/ Perifer
DO: virus

12
- Daerah perifer pucat /
sianosis, Pelepasan Endotoksin
- Pengisian kapiler > 3
Dilatasi arteriol/venula
detik,
Vasodilatasi kapiler
- Daerah perifer dingin
- Perubahan tekanan Permeabilitas kapiler meningkat
darah pada ekstremitas
Perpindahan eksudat plasma ke
- Nadi arteri lemah
intertisial
- Edema
- Perubahan suhu kulit Oedema Ruang kapiler Alveoli
- Nadi lemah atau tidak
Penurunan Difusi O2
teraba

Gangguan Pertukaran Gas

Penurunan Saturasi O2

Hipoksia jaringan

Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer

3. DS : - Infeksi masif oleh Risiko syok


mikroorganisme : bakteri gram
DO :
negatif/ bakteri gram positif/
- Pengisian kapiler virus
lambat
Pelepasan Endotoksin
- pucat pada bagian
yang terkena. Dilatasi arteriol/venula
- Penurunan/tak ada
Tekanan darah turun
nadi pada bagian
distal yang cedera. Venous return turun
- Akral dingin
Stoke volume turun

Penurunan curah jantung

13
Kehilangan volume
intravaskular melalui kapiler

Risiko hipovolemia

4. DS :- Infeksi masif oleh Risiko Penurunan


mikroorganisme : bakteri gram Curah Jantung
negatif/ bakteri gram positif/
DO : virus
Gangguan frekuensi
Pelepasan Endotoksin
dan irama jantung
Gangguan preload : Dilatasi arteriol/venula
edema, keletihan, Tekanan darah turun
kenaikan BB.
Gangguan afterload : Venous return turun
kulit dingin dan
berkeringat, denyut Stoke volume turun
perifer menurun, Risiko penurunan curah jantung
perubahan warna kulit.
Gangguan
kontraktilitas : batuk,
bunyi crackle
Perilaku/emosi :
ansietas, gelisah
5. Faktor Risiko : Infeksi masif oleh Risiko Infeksi
- Penyakit kronis mikroorganisme
- Penekanan sistem imun
- Ketidakadekuatan Port de’entri kuman
imunitas dapatan
- Pertahan primer tidak Pertahanan primer/sekunder
adekuat (kerusakan tidak adekuat
kulit, trauma jaringan,

14
gangguan peristaltik) Risiko Infeksi
- Pertahanan lapis kedua
tidak memadai
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Pengetahuan yang
kurang untuk
menghindari pajanan
patogen
- Prosedur Invasif
- Malnutrisi
- Imonusupresi
- Kerusakan jaringan
- Trauma

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar; ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan peurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah; hipovolemia; gangguan pertukaran;
perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen.
3. Risiko syok berhubungan dengan sepsis
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer atau sekunder tidak
adekuat, kulit yang rusak.

15
C. Rencana Asuhan Keperawatan/ Nursing Care Plan (NCP)
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSIS
No TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NOC) (NIC)

1. Gangguan Status pernafasan: pertukaran gas Monitor Pernafasan :


pertukaran gas 1. PaO2 dalam batas normal (80-100 mmHg) 1. Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman pernafasan
2. PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg) pasien
berhubungan dengan
3. pH dalam rentang normal (7,35 – 7,45) 2. Monitor status pasien melalui ventilator mekanik yang
perubahan membran 4. saturasi oksigen dalam rentang normal (95-100%) dipasang
kapiler-alveolar;
Kontrol Risiko
ketidakseimbangan Terapi Oksigen
perfusi-ventilasi. 1. Perawat mampu melaksanakan strategi untuk mengontrol
resiko infeksi pada pasien 1 Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
2. Pasien terhindar dari paparan infeksi 2 Monitor aliran oksigen
3 Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya tekanan
oksimetri, ABGs) dengan tepat.
4 Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen

Manajemen asam basa


1 Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi yang
adekuat (misalnya membuka jalan nafas dan menaikkan
posisi kepala di tempat tidur)
2 Monitor kecenderungan pH arteri, PaCO2, dan HCO3

16
dalam rangka mempertimbangkan jenis
ketidakseimbangan yang terjadi
3 Pertahankan pemeriksaan berkala terhadap pH arteri dan
plasma eletrolit untuk membuat perencanaan perawatan
yang akuratmonitor gas darah arteri (ABGs). Level
serum serta urin elektrolit jika diperlukan
4 Monitor komplikasi dari koreksi yang dilakukan
terhadap ketidakseimbangan asam basa (misalnya
penurunan dalam repiratori alkalosis klinik karena
asidosis metabolik)

Kontrol Infeksi

1. Instrusikan tenaga kesehatan untuk mencuci tangan


sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien
2. Pertahankan teknik aseptik nuntuk prosedur invasif.
3. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan ketika
mengunjungi ruangan pasien
4. Anjurkan penggunan sabun antimicrobial untuk
mencuci tangan sesuai dengan kebutuhan.

3. Risiko syok Keparahan syok: sepsis 1. Manajemen syok


berhubungan dengan a Monitor tanda-tanda vital
1 CRT kurang dari 2 detik b Berikan cairan IV sementara melakukan monitor
sepsis
2 Suhu kulit ujung kaki dan tangan hangat tekanan hemodinamik dan urin output

17
3 Denyut nadi kuat c Berikan cairan IV kristaloid dan kkoloid, sesuai
4 Tidak tampak pucat kebutuhan
5 Peningkatan laju jantung d Berikan transfusi PRC FFP dan atau platelet sesuai
6 Tidak ada penurunan tingkat kesadaran kebutuhan
7 Tidak terjadi penurunan suhu tubuh e Monitor adanya status hemodinamik dari syok sepsis
paska resusitasi cairan (misalnya peningkatan curah
jantung, penurunan volume sekuncup, kemerahan
pada kulit atau penurunan suhu)
f Berikan vasopresr sesuai kebutuhan
g Berikan agen anti aritmia sesuai kebutuhan
h Mulai segera pemberian agen antimikroba dan
monitor kristal efektifitasnya sesuai kebutuhan
i Berikan agen antiinflamasi dan atau bronkodilator
sesuai kebutuhan
j Monitor status cairan termasuk BB per hari, output
urin per jam, intake dan output

Pengaturan Hemodinamik
a. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status
hemodinamik (yaitu memeriksa tekanan darah, denyut
jantung, denyut nadi, dll)
b. Identifikasi adanya tanda dan gejala peringatan dini
system hemodinamik yang dikompromikan misalnya,
dispneu, palpitasi, perubahan berat badan tiba-tiba.
c. Tentukan status perfusi (pasien terasa dingin, suam-
suam kuku atau hangat)
d. Monitor denyut nadi perifer, pengisian kapiler, suhu
dan warna ekstremitas.
e. Jaga keseimbangan cairan dengan pemberian cairan IV

18
atau diuretic
f. Monitor asupan dan pengeluaran output urin dan berat
badan pasien.
g. Evaluasi efek dari terapi cairan

19
DAFTAR PUSTAKA

Chen K dan Pohan H.T. (2007). Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Sole, et al (2006). Introduction to critical care nursing. 4th Ed. St. Louis:
Elsevier.

Suzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal –


Bedah vol 2. Jakarta:EGC

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10. Jakarta : EGC

Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Clasification (NIC) Edisi


Keenam. United States of America : Elsevier

Moorhead, Sue. et al. (2013). Nursing Outcomes Clasification (NOC) Edisi


Kelima. United States of America : Elsevier

20

Vous aimerez peut-être aussi