Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KIMIA ORGANIK
Acara: IV
Protein
Disusun oleh:
Nama : Yunisha Febriani
Cover - - -
Lembar Pengesahan - - -
PENDAHULUAN
JUDUL PERCOBAAN 2
TUJUAN PRAKTIKUM 3
II TINJAUAN PUSTAKA 10
III METODE
CARA KERJA 5
IV KESIMPULAN 10
V DAFTAR PUSTAKA 5
*** Lampiran - - -
*** Format - - -
JUMLAH 80
A. Judul
Protein
B. Tujuan
1. Mengenal beberapa sifat protein.
2. Mengetahui percobaan yang digunakan untuk menguji sifat protein
serta hasil reaksinya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Protein
Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino, yang
seringkali disebut sebagai “residu” (terutama selama degradasi protein untuk
memastikan sekuens-sekuens asam aminonya) yang terikat secara kovalen oleh
ikatan-ikatan peptida. Secara alamiah, terdapat dua puluh jenis asam amino
berbeda pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara biologis dengan
sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Karbon-α adalah atom sentral tempat sebuah gugus amino (NH3+) dan
sebuah gugus karboksil (COO–) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi
kenetralan (pH 7), lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-
gugus karboksil yang asam dari protein, dan seiring menurunnya pH di bawah
kenetralan, lingkungan yang semakin asam cenderung menetralisasi gugus-gugus
amino yang basa (Elrod dan Stansfield, 2007).
Gambar 2. Struktur Asam Amino: (1) Tidak terionisasi, (2) Ion zwitter
(Syabana, 2011)
Semua asam amino yang berasal dari hidrolisis protein mempunyai
konfigurasi L, yang berarti gugus-gugus di sekeliling atom karbon alfa
mempunyai konfigurasi yang sama seperti konfigurasi L-gliseraldehida. Seperti
yang terdapat pada gambar 3, apabila gugus karboksil ditulis di atas, untuk
konfigurasi L, gugus amino harus ditulis di kiri, sedangkan untuk konfigurasi D,
gugus amino harus ditulis di kanan. Bentuk konfigurasi D atau L jarang
dicantumkan di awal nama asam amino. Apabila tidak ada tanda apa-apa, asam
amino yang dimaksud adalah konfigurasi L (Sumardjo, 2009).
Gambar 3. Struktur Asam Amino Bentuk D dan L
(Sumardjo, 2009)
8. Sifat Asam Amino
Menurut Sumardjo (2009), Pada umumnya, asam-asam amino dapat larut
dalam pelarut-pelarut polar, tetapi tidak dapat larut dalam pelarut-pelarut nonpolar.
Walaupun kelarutannya tidak sama, sebagian besar asam amino dapat larut dalam
larutan alkali sehingga membentuk garam. Di antara sekian banyak asam amino
yang menyusun protein, beberapa mempunyai rasa manis, rasa pahit, dan ada
yang tidak mempunyai rasa. Glisin, prolin, alanin, hidroksiprolin, valin, dan serin
mempunyai rasa manis. Isoleusin dan arginin mempunyai rasa pahit, sedangkan
leusin tidak mempunyai rasa.
Asam amino mempunyai titik lebur yang tinggi. Pada umumnya, titik lebur
asam amino di atas 200OC. Titik lebur yang tinggi ini menggambarkan besarnya
energi yang diperlukan untuk merusak kekuatan ionik yang mempertahankan kisi-
kisi kristal. Sebagian besar asam amino mengalami sedikit peruraian apabila
dipanaskan mendekati titik lebur atau titik lelehnya. Kecuali glisin, semua asam
amino mempunyai sebuah atau lebih atom karbon simetris. Oleh karena itu, semua
larutan asam amino, kecuali glisin, dapat menunjukkan kegiatan optis (Sumardjo,
2009).
9. Jenis Asam Amino
Kualitas suatu protein dapat dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang
menyusun protein tersebut. Terdapat dua jenis asam amino yang menyusun
protein yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino
esensial merupakan asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh sehingga
harus dimasukkan dari luar tubuh manusia, sedangkan asam amino non esensial
adalah asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh manusia dengan bahan baku
asam amino lainnya (Sitompul, 2004).
10. Uji Protein
Beberapa cara yang dapat digunakan dalam reaksi pengujian protein yaitu:
- Uji Biuret
Jika larutan protein encer yang dibuat basa dengan larutan natrium
hidroksida ditambah dengan beberapa tetes larutan tembaga sulfat encer,
larutan tersebut akan terbentuk warna merah muda sampai violet. Reaksi ini
disebut reaksi biuret sebab warna senyawa yang terbentuk sama dengan warna
senyawa biuret bila ditambah larutan natrium hidroksida dan tembaga sulfat.
Warna merah muda atau merah jambu terbentuk apabila larutan protein yang
diselidiki mempunyai molekul yang kecil, misalnya proteosa dan pepton.
Warna violet terbentuk apabila larutan protein yang diselidiki mempunyai
molekul yang besar, misalnya gelatin. Reaksi biuret positif untuk semua jenis
protein dan hasil-hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau
lebih ikatan peptida, dan negatif untuk asam amino (Sumardjo, 2009).
- Uji Ninhidrin
Zat pengoksidasi ninhidrin dengan larutan protein membentuk larutan
berwarna ungu sampai biru. Reaksi ini berjalan dengan sempurna pada pH 5-7
dan sedikit pemanasan. Reaksi ini berlaku untuk semua protein, hasil antara
hidrolisisnya, dan hasil akhir hidrolisisnya, yaitu asam amino. Khusus untuk
asam amino prolin dan hidroksi prolin akan terbentuk warna kuning
(Sumardjo, 2009).
- Uji Xantoprotein
Protein yang mengandung residu asam amino dengan radikal fenil dalam
struktur kimianya (protein yang mengandung asam amino fenilalanin atau
tirosin) jika ditambahkan dengan asam nitrat pekat akan terbentuk gumpalan
warna putih. Pada pemanasan, warna gumpalan putih tersebut akan berubah
menjadi kuning, yang akhirnya berubah menjadi jingga jika ditambah dengan
larutan basa. Sebenarnya, proses ini adalah proses nitrasi inti benzena pada
asam amino penyusun protein tersebut. Proses ini dapat terjadi jika kulit
terkena asam nitrat pekat, yang segera menjadi kuning karena terjadinya
proses nitrasi ini benzena pada asam amino penyusun kulit (Sumardjo, 2009).
- Uji Molisch
Larutan protein majemuk yang mempunyai radikal prostetik karbohidrat,
yaitu glikoprotein atau mukoprotein, pada penggojlokannya secara hati-hati
dengan larutan alfanaftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat akan
membentuk larutan berwarna violet. Pada proses ini, glikoprotein atau
mukoprotein akan mengalami hidrolisis menjadi protein sederhana dan
karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan alfanaftol dalam alkohol dan
asam sulfat pekat memberikan warna violet (Sumardjo, 2009).
- Uji Adamkiewicz
Pada tahun 1874, Adamkiewicz menerbitkan sebuah deskripsi tetang
fenomena perubahan warna sebagai akibat dari reaksi kuat asam belerang pada
albumin dalam telur. Pada beberapa percobaan, ia menggunakan asam asetat
sebagai pelarut, dan ia meneliti pada beberapa kasus bahwa warna ungu
dihasilkan oleh penambahan asam belerang. Reaksi ini kemudian digunakan
untuk mendeteksi keberadaan asam amino triptofan dalam protein melalui
warnanya. Apabila asam belerang dicampurkan dengan campuran protein dari
asam glioksalik, maka akan terbentuk warna merah atau ungu (Fearon, 1920).
- Uji Belerang
Uji belerang ini memberikan hasil positif terhadap protein yang
mengandung asam amino yang memiliki gugus belerang, seperti sistein, sistin,
dan metionin. Cara pengujiannya sebagai berikut: larutan protein dan larutan
NaOH pekat dipanaskan, kemudian ditambahkan larutan timbal asetat. Jika
protein tersebut mengandung belerang, akan terbentuk endapan hitam timbal
sulfida (PbS) (Syabana, 2011).
- Uji Pengendapan dengan Garam Logam
Larutan garam logam berat seperti larutan perak nitrat, merkuri klorida
atau plumbo asetat dapat menggumpalkan larutan protein encer. Gumpalan
perak proteinat, misalnya, dapat terjadi apabila larutan protein encer ditambah
dengan larutan perak nitrat (Sumardjo, 2009). Dasar reaksi ini adalah
penetralan muatan. Pengendapan akan terjadi apabila protein berada pada
daerah alkalis terhadap titik isoelektriknya, yang mana protein bermuatan
negatif. Adanya ion positif dari logam berat, maka terjadi penetralan dan
terjadi garam netral proteinat yang mengendap (Budiman, 2009).
- Uji Pengendapan dengan Asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai muatan negatif yang besar dapat
menetralkan protein yang bermuatan positif, membentuk garam yang tidak
larut. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5
dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling
menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap (Simanjuntak
dan Silalahi, 2003).
III. METODE
A. Alat B. Bahan
1. Pipet tetes 1. Sampel A (albumin)
2. Pipet ukur 2. Sampel B (triptofan)
3. Pro pipet 3. Reagen Biuret
4. Tabung reaksi 4. Reagen Molisch
5. Rak tabung reaksi 5. Reagen Ninhidrin
6. Kertas saring 6. Larutan NaOH 10%
7. Vortex 7. Larutan Pb Asetat 1%
8. Bunsen 8. Larutan HNO3 5%
9. Pemantik 9. Larutan HNO3 pekat
10. Penjepit 10. Larutan CH3COOH
glasial
11. Larutan CH3COOH 5%
12. Larutan H2SO4 pekat
13. Larutan ZnSO4 1%
14. Larutan FeCl3 1%
15. Kertas label
C. Cara Kerja
1. Cara Kerja Uji Biuret
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan reagen biuret masing-masing sebanyak 2ml, lalu
divortex. Setelah divortex, diamati perubahan setiap sampelnya.
2. Cara Kerja Uji Xantoprotein
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan reagen Biuret masing-masing sebanyak 2ml, lalu
dipanaskan. Setelah dipanaskan, diamati perubahan setiap sampelnya.
3. Cara Kerja Uji Belerang
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan larutan NaOH 10% masing-masing sebanyak 2ml,
lalu dipanaskan. Setelah itu, setiap sampel yang telah dipanaskan
kemudian diteteskan ke kertas saring yang sebelumnya sudah diberi 3 tetes
larutan Pb Asetat 1% . Diamati perubahan yang terjadi pada kertas saring.
4. Cara Kerja Uji Pengendapan dengan Asam
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan larutan HNO3 5% masing-masing sebanyak 2ml, lalu
diamati perubahannya.
5. Cara Kerja Uji Adamkiewicz
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel
ditambahkan dengan larutan CH3COOH glasial masing-masing sebanyak
2ml, lalu ditambah dengan larutan H2SO4 pekat secara hati-hati melalui
dinding tabung hingga terbentuk cincin. Setelah itu, diamati perubahan
yang terjadi pada sampel.
6. Cara Kerja Uji Molisch
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel
ditambahkan dengan reagen Molisch masing-masing sebanyak 2ml, lalu
ditambah dengan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2ml. Setelah itu, diamati
perubahan yang terjadi pada sampel.
7. Cara Kerja Uji Ninhidrin
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 2ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan reagen Ninhidrin masing-masing sebanyak 2ml, lalu
dipanaskan. Setelah dipanaskan, diamati perubahan setiap sampelnya.
8. Cara Kerja Uji Pengendapan dengan Garam Logam
Sampel A (albumin) dan sampel B (triptofan) masing-masing diambil
sebanyak 10ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan dengan larutan CH3COOH 5% masing-masing sebanyak 2ml,
lalu divortex. Setelah divortex, setiap larutan sampel kemudian dibagi rata
dalam 3 tabung reaksi, masing-masing sekitar 4ml. Tabung pertama berisi
4ml sampel dan ditambah larutan ZnSO4 1%, tabung kedua berisi 4ml
sampel ditambah larutan Pb Asetat 1%, dan tabung ketiga berisi 4ml
sampel ditambah larutan FeCl3 1%. Setiap tabung kemudian dipanaskan di
atas bunsen, lalu diamati perubahan yang terjadi pada sampel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah tabel hasil uji
triptofan pada tabel 1, uji pengendapan garam logam dengan sampel triptofan
pada tabel 2, uji pengendapan asam dengan sampel triptofan pada tabel 3, uji
albumin pada tabel 4, uji pengendapan garam logam dengan sampel albumin
pada tabel 5, uji pengendapan asam dengan sampel albumin pada tabel 6:
Tabel 1. Hasil Pengujian Triptofan
Keterangan Gumpalan /
No. Uji Warna Awal Warna Akhir
(+ / –) endapan
Cincin
2 Adamkiewicz Putih bening Putih bening +
kuning
Gumpalan
2 Xantoprotein Putih keruh Putih bening +
kuning
Ada cincin
2 Adamkiewicz Putih keruh Putih keruh + kuning, endapan
putih
B. Pembahasan
Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino, yang
seringkali disebut sebagai “residu” (terutama selama degradasi protein untuk
memastikan sekuens-sekuens asam aminonya) yang terikat secara kovalen
oleh ikatan-ikatan peptida. Secara alamiah, terdapat dua puluh jenis asam
amino berbeda pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara
biologis dengan sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Karbon-α adalah atom sentral tempat
sebuah gugus amino (NH3+) dan sebuah gugus karboksil (COO–) melekat.
Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan (pH 7), lingkungan yang
semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus karboksil yang asam dari
protein, dan seiring menurunnya pH di bawah kenetralan, lingkungan yang
semakin asam cenderung menetralisasi gugus-gugus amino yang basa (Elrod
dan Stansfield, 2007).
Gambar 1. Struktur Umum Asam Amino
(Elrod dan Stansfield, 2007)
Uji biuret ini bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida dalam suatu
larutan. Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein dan hasil-hasil antara
hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan peptida, dan negatif
untuk asam amino (Sumardjo, 2009). Menurut Pudjaatmaka (2002), reagen biuret
merupakan larutan hasil dari kondensasi urea (C2H5O2N3.H2O). Fungsinya, reagen
biuret akan menunjukkan ada tidaknya senyawa dengan gugus amnida (-CONH2)
dalam larutan. Perlakuan vortex dilakukan untuk menghomogenkan, sehingga
sampel dengan reagen biuret dapat bercampur sempurna.
Perubahan yang terjadi pada sampel triptofan adalah terbentuknya warna biru
muda dan tidak ada endapan (sebelumnya berwarna putih bening), sedangkan
pada albumin terbentuk warna ungu dan tidak ada endapan (sebelumnya berwarna
putih keruh). Jika ditinjau dengan teori, hal ini menunjukkan bahwa triptofan
bereaksi negatif dengan biuret karena tidak berwarna ungu / merah, sedangkan
albumin bereaksi positif karena berwarna ungu. Hal ini dikarenakan biuret
bereaksi negatif terhadap asam amino, dan larutan triptofan hanya merupakan
asam amino saja dan terdapat sedikit gugus amnida asam, sehingga tidak bereaksi.
Reaksi protein dengan Cu2+ pada kondisi basa akan menghasilkan senyawa
kompleks berwarna ungu.
Gambar 2. Reaksi Reagen Biuret dengan Protein
(Hart dkk., 2003)
Pada uji xantoprotein, protein yang mengandung residu asam amino dengan
radikal fenil dalam struktur kimianya (protein yang mengandung asam amino
fenilalanin atau tirosin) jika ditambahkan dengan asam nitrat pekat akan terbentuk
gumpalan warna putih. Pada pemanasan, warna gumpalan putih tersebut akan
berubah menjadi kuning, yang akhirnya berubah menjadi jingga jika ditambah
dengan larutan basa. Sebenarnya, proses ini adalah proses nitrasi inti benzena
pada asam amino penyusun protein tersebut (Sumardjo, 2009). Fungsi
penambahan larutan HNO3 pekat adalah untuk mempercepat proses reaksi larutan
triptofan, sedangkan pemanasan berfungsi untuk mempercepat proses reaksi
larutan serta memicu terbentuknya warna kuning.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, terdapat perubahan warna pada
kedua sampel. Pada triptofan yang semula berwarna putih bening akan berubah
menjadi kuning dan tidak ada endapan, sedangkan pada albumin yang semula
berwarna putih keruh berubah menjadi putih bening disertai dengan terbentuknya
gumpalan berwarna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel bereaksi
positif karena keduanya memiliki gugus fenil. Berikut adalah gambar reaksi kimia
yang terjadi pada Gambar 3:
Gambar 3. Reaksi Uji Xantoproteat
(Bintang, 2010)
Uji belerang ini memberikan hasil positif terhadap protein yang mengandung
asam amino yang memiliki gugus belerang, seperti sistein, sistin, dan metionin.
Cara pengujiannya sebagai berikut: larutan protein dan larutan NaOH pekat
dipanaskan, kemudian ditambahkan larutan timbal asetat. Jika protein tersebut
mengandung belerang, akan terbentuk endapan hitam timbal sulfida (PbS)
(Syabana, 2011). Fungsi penambahan NaOH 10% adalah mengubah sulfur
organik menjadi non organik dan untuk mengoksidasi sintesis larutan. Pemanasan
dengan bunsen bertujuan untuk mempercepat reaksi, sedangkan fungsi kertas
saring yang ditetesi Pb asetat adalah untuk memberikan ion Pb2+ yang akan
mengindikasi adanya sulfur.
Pada percobaan, tidak ada perubahan yang terjadi pada sampel triptofan,
karena larutan saat diteteskan ke kertas saring semula berwarna putih bening tetap
bening, dan pada sampel albumin bereaksi positif sebab saat diteteskan ke kertas
saring, warna kertas saring menjadi cokelat. Triptofan bereaksi negatif karena di
dalamnya tidak mengandung unsur belerang. Albumin dapat bereaksi positif
karena mengandung unsur belerang. Berikut adalah reaksi Pb asetat dengan
protein:
Pb(CH3COO)2 Pb2+ + 2CH3COO–
Pb2+ + S2- PbS
Atau secara keseluruhan reaksinya:
SH – CH2 – CH(NH3) – COO + NaOH Na2S
Na2S + Pb(CH3COO)2 PbS
Pada uji pengendapan dengan garam logam, larutan garam logam berat
seperti larutan perak nitrat, merkuri klorida atau plumbo asetat dapat
menggumpalkan larutan protein encer. Gumpalan perak proteinat, misalnya, dapat
terjadi apabila larutan protein encer ditambah dengan larutan perak nitrat
(Sumardjo, 2009). Dasar reaksi ini adalah penetralan muatan. Pengendapan akan
terjadi apabila protein berada pada daerah alkalis terhadap titik isoelektriknya,
yang mana protein bermuatan negatif. Adanya ion positif dari logam berat, maka
terjadi penetralan dan terjadi garam netral proteinat yang mengendap (Budiman,
2009).
Fungsi penambahan CH3COOH 5% adalah untuk menetralkan larutan yang
bersifat basa lemah. Larutan divortex dengan tujuan agar larutan CH3COOH
menetralkan secara sempurna larutan yang bersifat basa lemah tersebut. Fungsi
penambahan larutan ZnSO4, Pb asetat, dan FeCl3 adalah untuk menetralkan
muatan protein dengan ion positif yang dimiliki oleh tiap larutan logam, sehingga
dapat terjadi endapan. Pemansan di atas bunsen berfungsi untuk mempercepat
proses reaksi.
Saat percobaan dengan sampel triptofan, pada tabung 1 (ditambah ZnSO4 1%)
tidak terjadi perubahan warna dan tidak ada endapan, pada tabung 2 (ditambah Pb
Asetat 1%) tidak terjadi perubahan warna dan tidak ada endapan, pada tabung 3
(ditambah FeCl3 1%) juga tidak terjadi perubahan warna dan tidak ada endapan.
Pada percobaan dengan sampel albumin, pada tabung 1 (ditambah ZnSO4 1%)
tidak terjadi perubahan warna dan terbentuk gumpalan putih, pada tabung 2
(ditambah Pb Asetat 1%) tidak terjadi perubahan warna dan terbentuk endapan
putih, pada tabung 3 (ditambah FeCl3 1%) juga tidak terjadi perubahan warna dan
terbentuk gumpalan putih. Triptofan tidak bereaksi karena triptofan bukan protein,
tetapi hanya asam amino saja, sedangkan albumin dapat bereaksi karena albumin
merupakan protein. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Protein + CH3COOH protein asetat + H+
Protein asetat + H+ + ZnSO4 Zinc proteinat (endapan) + H2SO4
Protein asetat + H+ + Pb Asetat Pb proteinat (endapan) + CH3COOH
Protein asetat + H+ + FeCl3 Fe proteinat (endapan) + HCl
Pada uji pengendapan dengan asam, uji ini digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya protein dalam larutan triptofan. Fungsi dari penambahan larutan HNO3 5%
adalah untuk mendenaturasi protein atau mengendapkan protein dengan cara
perlakuan perubahan pH secara drastis dan juga untuk memurnikan protein
(mendapatkan jenis protein dari suatu bahan) atau mengidentifikasi sifat protein.
Pada percobaan ini, sampel triptofan bereaksi negatif karena tidak menunjukkan
perubahan warna serta tidak terbentuk endapan, sedangkan albumin bereaksi
positif karena terbentuk endapan. Hal ini menjelaskan bahwa albumin adalah
protein, sementara triptofan hanya asam amino saja. Reaksi kimia yang terjadi
adalah sebagai berikut:
2R – CH(NH2) – COOH + HNO3 2R – CH(NH3) – COOH + NO2 + H2O
Uji Adamkiewicz digunakan untuk mengetahui terjadinya asam glioksilat.
Fungsi penambahan larutan CH3COOH glasial adalah sebagai reagen yang akan
membentuk asam glioksalat dan untuk mengikat atom-atom pada larutan sehingga
larutan dalam suasana asam. Penambahan larutan H2SO4 pekat berfungsi sebagai
katalis untuk mempercepat kondensasi dan diteteskan perlahan lewat dinding
tabung agar terbentuk cincin. Pada saat percobaan, kedua sampel menghasilkan
cincin berwarna kuning dan pada albumin terdapat gumpalan. Jika disesuaikan
dengan teori, keduanya bereaksi negatif sebab larutan yang terbentuk tidak
berwarna ungu/violet. Hal ini disebabkan saat meneteskan larutan H2SO4 tidak
hati-hati, maka larutannya mengendap.
Uji Molisch digunakan untuk mendeteksi adanya karbohidrat dalam larutan.
Prinsipnya, larutan protein majemuk yang mempunyai radikal prostetik
karbohidrat, yaitu glikoprotein atau mukoprotein, pada penggojlokannya secara
hati-hati dengan larutan alfanaftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat akan
membentuk larutan berwarna violet (Sumardjo, 2009). Reaksi molisch ini didasari
oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat sehingga terbentuk cincin
furfural yang berwarna ungu. Bahan utama dalam reaksi molisch adalah peraksi
Molisch atau reagen molisch.
Fungsi penambahan H2SO4 pekat dalam reaksi Molisch (dapat digantikan
asam kuat lainnya) adalah untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida sehingga
menghasilkan cincin furfural. Furfural ini kemudian akan bereaksi dengan reagen
Molisch, α-naphthol akan membentuk cincin yang berwarna ungu. Tidak ada
perubahan yang terjadi pada sampel triptofan, pada albumin dari warna awal
larutan bening berubah menjadi adanya endapan cokelat di dasar tabung. Hal ini
menjelaskan bahwa triptofan bereaksi negatif, sedangkan albumin yang bereaksi
positif seharusnya terbentuk cincin ungu, tetapi karena tidak hati-hati saat
menambahkan H2SO4 maka mengendap. Reaksinya adalah sebagai berikut: