Vous êtes sur la page 1sur 34

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati berperan sentral
dalam memetabolisme beberapa obat.1,2 Hepatotoksisitas merupakan kerusakan
hati yang diakibatkan oleh xenobotic (benda asing)3 dan hepatitis imbas obat
merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat yang
diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan
bahan asing yang memasuki tubuh.4,5 Kerusakan hati dapat diakibatkan melalui
inhalasi, pencernaan, dan pemberian secara parenteral sejumlah obat-obatan dan
zat kimia.6-8 Zat kimia ini meliputi toksin industri (co, carbon tetraklorida,
trikloroetilen, dan fosfor kuning), dan racun bicyclic octapeptide tahan panas dari
beberapa spesies Amanita dan Galerina (keracunan jamur hepatotoksik), dan lebih
sering oleh obat-obatan.6 Lebih dari 900 obat, toksin, dan herbal dilaporkan
mengakibatkan kerusakan hati, dan obat-obatan ini mencakup sekitar 20-40% dari
semua penyebab gagal hati fulminan.5,8.

Metabolisme obat-obatan terjadi di mikrosom sel hati.4,6 Obat yang telah


larut dalam air tentu tidak lagi memerlukan metabolism di hati.3 Sebagian obat
bersifat lipofilik sehingga mampu menembus membran sel usus. Obat kemudian
diubah dan diekskresikan ke dalam urin atau empedu.5,8,9 Biotransformasi hepatik
ini melibatkan jalur oksidatif utama, enzim yang terlibat adalah sitokrom C
reduktase dan sitokrom P450.4-6

Reaksi tersebut sebagian idiosinkratik pada dosis terapoetik yang


dianjurkan, dari 1 tiap 1.000 pasien sampai 1 tiap 100.000 pasien dengan pola
yang konsisten untuk setiap obat. Sebagian lagi tergantung pada dosis obat.
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat dari
pasaran di Amerika Serikat1,4 dan di dalamnya termasuk lebih dari 50% kasus
gagal hati akut.1 Di Amerika Serikat, sekitar 2.000 kasus gagal hati akut dan
50%nya diakibatkan oleh obat (39% Asetaminofen, 13% merupakan reaksi
idiosinkrasi karena obat lainnya). Kira-kira 2-5% yang dirawat dengan keluhan
ikterik dan 10% kasus hepatitis akut diakibatkan oleh obat-obatan. Sekitar 75%

1
reaksi idiosinkrasi mengakibatkan transplantasi hati atau kematian. Sedangkan
data mengenai insidens secara internasional belum diketahui.4,8

Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis


dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain.1,4,6,8 Jadi penting
untuk mempertimbangkan ananmesis pasien ikterik atau gangguan fungsi hati
mengenai paparan bahan kimia yang dipergunakan di tempat kerja atau di rumah,
obat-obatan yang dipergunakan baik yang menggunakan resep dokter, obat yang
dibeli secara bebas, obat herbal, maupun obat-obatan yang diberikan melalui
pengobatan alternatif.

2
BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Usia : 20 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kp. Sindang Sirna, Jampang Kulon
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS :14 /07/2018
Tanggal pemeriksaan :16 /07/2018

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas

Riwayat penyakit sekarang :


OS datang diantar oleh keluarga ke IGD RS Syamsudin, SH dengan
keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terjadi
secara tiba-tiba.
OS juga mengeluhkan terdapat demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit
demam dirasakan tidak terlalu tinggi, lalu terdapat mual dan muntah sebanyak
5x dengan volume sebanyak 3-4 sendok makan, lemas pada badan, gatal gatal
pada badan, tidak nafsu makan dan juga nyeri kepala. 2 bulan SMRS pasien
sempat mengeluhkan batuk disertai dengan adanya darah, keringat malam,
merasa lemas dan demam selama 10 hari.
keluhan tidak disertai dengan adanya riwayat konsumsi alkohol, nyeri
pada punggung, nyeri tidak diperberat saat menarik nafas panjang, demam

3
tinggi yang terus menerus, bengkak pada kaki. Os jugaa menyangkal sering
makan makanan kaki 5, menggunakan alat suntik bersama, berganti ganti
pasangan seksual, memiliki tato.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien memiliki riwayat TBC paru (BTA +) dan sedang menajalani
pengobatan minggu ke 3
 Riwayat hepatitis disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat maagh disangakal.
 Riwayat Penyakit ginjal disangkal.
 Riwayat kolesterol tinggi disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan generalis:
 Keadaan umum: Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah: 100/70 mmHg
 Laju Nadi : 80 x/menit
 Laju Nafas : 24 x/menit
 Suhu : 36,7°C
 Kepala: Normocephali, deformitas (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat
isokor , refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+)
 Hidung : Deformitas (-), sekret (-/-), massa (-/-)
 Telinga : Deformitas (-/-), sekret (-/-), massa (-/-)
 Mulut : Mukosa oral basah, faring hiperemis (-),
 Lidah : frenulum lingua ikterik
 Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), JVP 5 + 2 cm H2O

4
 Thorax
 Inspeksi : Pergerakan napas tampak simetris statis dan dinamis
 Palpasi : Pergerakan napas teraba simetris statis dan dinamis,
fremitus taktil kanan sama dengan kiri
 Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri, batas paru hepar
pada sela iga ke-5, dengan peranjakan 1 sela iga
 Auskultasi : Vesikuler pada lapang paru kanan dan kiri, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
 COR
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
 Perkusi :
 Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri
 Batas kanan : linea parasternalis dekstra ICS V
 Batas kiri : linea midklavikularis sinistra ICS V
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-),
gallop (-)
 Abdomen
 inspeksi: Tampak datar
 Auskultasi: Bising usus (+) 6 kali per menit
 Perkusi: Timpani pada seluruh regio abdomen
 Palpasi: Supel, nyeri tekan (+) pada regio kanan atas dan ulu hati,
hepatomegali (-) hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien tidak
teraba
 Punggung: normal
 Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2s, edema -/-/-/-, pada kaki tungkai
bawah baal (-)
 Kulit : Tampak jaundice

2. 4 Resume
Seorang wanita berusia 20 tahun datang ke igd dengan keluhan nyeri perut
kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba sejak 1 hari smrs. OS juga

5
mengeluhkan terdapat demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit demam
dirasakan tidak terlalu tinggi, lalu terdapat mual dan muntah sebanyak 5x
dengan volume sebanyak 3-4 sendok makan, lemas pada badan, gatal gatal
pada badan, tidak nafsu makan dan juga nyeri kepala. 2 bulan SMRS pasien
sempat mengeluhkan batuk disertai dengan adanya darah, keringat malam,
merasa lemas dan demam selama 10 hari.

Pemeriksaan generalis:
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah: 100/70 mmHg
 Laju Nadi : 80 x/menit
 Laju Nafas : 24 x/menit
 Suhu : 36,7°C

Pemeriksaan fisik:
 Mata : sklera ikterik (+/+)
 Lidah : frenulum lingua ikterik
 Abdomen : Palpasi: nyeri tekan (+) pada regio kanan atas dan ulu hati,
hepatomegali (-)
 Kulit : Tampak jaundice

2.5 Diagnosa Banding


1. Tuberculosis paru
2. Antituberculosis drug induced hepatotoxicity
3. Hepatitis
4. hiperbilirubinemia

2.6 Pemeriksaan Penunjang


hematologi
Hemoglobin 11,6 13-17 g/dl
Leukosit 9.800 4000-10000

6
Hematokrit 41 40-50%
Eritrosit 4,4 4.4-6.0 juta
MCV 86 80-100 fl
MCH 27 26-34 pg
MCHC 31 32-36 g/dl
Trombosit 353.000 150.000-450.000
SGOT 48 <37
SGPT 93 <42
Bilirubin total 2.17 0.2-1.3 mg/dl
Bilirubin direk 1.67 0-0.2 mg/dl
Bilirubin indirek 0.50 0- 0.3 mg/dl

Radiologi

7
Kesimpulan :
Menyokong ke arah TB paru aktif lesi minimal ditandai adanya infiltrat di lapang
atas kiri. Lainnya dalam batas normal.

2.7 Diagnosa Kerja


1. Tuberculosis paru
2. Antituberculosis drug induced hepatotoxicity
3. Hiperbilirubinemia

2.8 Tatalaksana
IVFD Aminofusin
Cefotaxime vial 1gr 2x1
Omeprazole vial 1x1
Ondansendtron 3x1
Etambutol 1x1000mg
Urdafalk 2x50mg
Curcuma 3x1

2.9 Prognosis
 Quo ad vitam : Ad bonam
 Quo ad fungsionam : Ad bonam
 Quo ad sanatioam : Ad bonam

8
Follow Up Pasien

Tgl S O A P

16/7/ Nyeri perut TD: 100/70 TB paru + IVFD Aminofusin


2018 (+) mmHg Antituberculosis Cefotaxime vial 1gr
Mual (+) S : 36,7 C drug induced 2x1
Muntah (+) N : 80X/menit hepatotoxicity Omeprazole vial 1x1
1x P: 21 x/menit Ondansendtron 3x1
Nafsu Mata : sclera Etambutol 1x1000mg
makan (↓) ikterik Urdafalk 2x50mg
Lidah : frenulum Curcuma 3x1
lingua ikterik
Abdomen :
Palpasi: Supel,
nyeri tekan (+)
pada regio kanan
atas dan ulu hati,
hepatomegali (-)
hepar teraba 2 jari
di BAC

9
Tgl S O A P

17/7/ Nyeri perut TD: 120/70 TB paru + IVFD Aminofusin


2018 (↓) mmHg Antituberculosis Cefotaxime vial 1gr
Mual (+) S : 36,9 C drug induced 2x1
Muntah (-) N : 69X/menit hepatotoxicity Omeprazole vial 1x1
Nafsu P: 23 x/menit Ondansendtron 3x1
makan (↓) Mata : sclera Etambutol 1x1000mg
ikterik Urdafalk 2x50mg
Lidah : frenulum Curcuma 3x1
lingua ikterik
Abdomen :
Palpasi: Supel,
nyeri tekan (+)
pada regio kanan
atas dan ulu hati,
hepatomegali (-)
hepar teraba 2 jari
di BAC

10
Tgl S O A P

18/7/ Nyeri perut TD: 120/70 TB paru + Cefixime 2x1 po


2018 (-) mmHg Antituberculosis Omeprazole 1x1 po
Mual (-) S : 36,9 C drug induced Ondansendtron 3x1
Muntah (-) N : 69X/menit hepatotoxicity po
Nafsu P: 23 x/menit Paracetamol 3x1 po
makan (↓) Mata : sclera Sucralfat 3x1 po
ikterik
Lidah : frenulum
lingua ikterik
Abdomen :
Palpasi: Supel,
nyeri tekan (+)
pada regio kanan
atas dan ulu hati,
hepatomegali (-)
hepar teraba 2 jari
di BAC

11
BAB III
KAJIAN KASUS

3.1 Kajian Diagnosa Kerja


A. Perempuan, 20 tahun dengan Tuberculosis Paru
 2 bulan SMRS pasien sempat mengeluhkan batuk disertai dengan
adanya darah, keringat malam, merasa lemas dan demam selama 10
hari.
 Pasien memiliki riwayat TBC paru (BTA +) dan sedang menajalani
pengobatan minggu ke 3
 Dari pemeriksaan penunjang radiologi menunjukan :
Menyokong ke arah TB paru aktif lesi minimal ditandai adanya
infiltrat di lapang atas kiri. Lainnya dalam batas normal

12
 Usulan pemeriksaan :
- Test sputum ulang
- Gen Expert
 Treatment
Umum
- Edukasi mengenai pengobatan TB dan efek samping yang mungkin
terjadi selama pengobatan TB
Khusus
- 2 RHZE / 4 RH atau kombipak 4 tab/hari selama 6 bulan.

B. Perempuan, 20 tahun dengan Antituberculosis drug induced hepatotoxicity

 OS mengeluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 hari SMRS. Nyeri


dirasakan pada perut bagian kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba.
 Demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit demam dirasakan tidak terlalu
tinggi.
 Lalu terdapat mual dan muntah sebanyak 5x dengan volume sebanyak 3-4
sendok makan, lemas pada badan, gatal gatal pada badan, tidak nafsu
makan dan juga nyeri kepala
 Sedang mengkonsumsi OAT minggu ke-3
 Pemeriksaan fisik :
- Mata : 13sklera ikterik (+/+),
- Lidah : frenulum lingua ikterik
- Abdomen :
Palpasi: nyeri tekan (+) pada 13epato kanan atas dan ulu hati,
13epatomegaly (-)
- Kulit : Tampak jaundice
 Pemeriksaan penunjang
SGOT 48 <37
SGPT 93 <42
Bilirubin total 2.17 0.2-1.3 mg/dl
Bilirubin direk 1.67 0-0.2 mg/dl

13
Bilirubin indirek 0.50 0- 0.3 mg/dl
 Usulan pemeriksaan
- Anti HAV IgM
- HbcAG
- Anti HCV
- USG
 Tatalaksana

14
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Hepatitis imbas obat (drug-induced hepatotoxicity)

4.1.1 Definisi
Hepatitis imbas obat atau dikenal juga sebagai “drug-induced
hepatotoxicity, druginduced liver injury, hepatic failure due to drugs, hepatic
failure due to herb, drug hepatotoxicity ,drug toxicity, dan drug-related
hepatitoxicity”,4 berarti keadaan inflamasi yang terjadi jika kita mengkonsumsi
bahan kimia beracun, obat, atau jamur beracun tertentu.2,7

4.1.2 Epidemiologi
Frekuensi DILI sebagai penyebab penyakit hati akut maupun kronik relatif
rendah.3-5 Insidens hepatotoksisitas imbas obat dilaporkan sebesar 1:10.000
sampai 1:100.000 pasien.6 Meskipun demikian, insidens DILI yang sebenarnya
sulit diketahui. Jumlah aktual dapat jauh lebih besar karena sistem pelaporan yang
belum memadai. Hepatitis karena obat terjadi pada delapan dalam setiap 10.000
orang. Perempuan cenderung terpengaruh hampir dua kali dibandingkan laki-laki.
Orang dewasa lebih rentan terhadap jenis hepatitis ini karena tubuh mereka tidak
mampu memperbaiki dengan cepat sel-sel hepatosit yang rusak seperti pada orang
muda.7

4.1.3 Klasifikasi
Hepatotoksisitas akibat obat secara umum dibagi menjadi dua kategori
besar, yaitu hepatotoksisitas intrinsik (disebut juga hepatotoksisitas direk atau
dapat diprediksi) dan hepatotoksisitas idiosinkratik (disebut juga hepatotoksisitas
indirek atau tidak dapat diprediksi). Contoh hepatotoksisitas intrinsik adalah
hepatotoksisitas akibat pajanan terhadap zat kimia industri maupun lingkungan
atau toksin, seperti karbon tetraklorida, fosfor, atau beberapa jenis jamur yang
menyebabkan jejas hati. Sebaliknya, hepatotoksisitas idiosinkratik merupakan

15
hepatotoksisitas yang disebabkan oleh obatobat konvensional dan produk herbal
yang menyebabkan hepatotoksisitas hanya pada sejumlah kecil resipien
(1:10.000-1:100.000).10
Pada tahun 2001, American Association for the Study of Liver Diseases
(AASLD) menetapkan bahwa peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase
(ALT), aspartat aminotransferase (AST), dan fosfatase alkali (ALP) dianggap
sebagai indikator jejas hati, sedangkan peningkatan bilirubin total dan
terkonjugasi merupakan parameter untuk menilai fungsi hati secara keseluruhan.
Penilaian pola jejas hati sangat penting karena obat-obat tertentu cenderung
menyebabkan jejas dengan pola khas pula.10

4.1.4 Etiologi

4.1.5 Faktor Resiko11


1. Ras : Beberapa obat memiliki toksisitas yang berbeda tergantung ras.
Misalnya, kulit hitam lebih rentan terhadap isoniazid (INH).
2. Hepatitis karena obat jarang ditemukan pada anak-anak. Resikonya
meingkat pada orang tua.
3. Jenis kelamin : Dengan alasan yang tidak diketahui, hepatitis jenis ini lebih
sering terjadi pada perempuan.

16
4. Konsumsi alkohol : orang yang mengkonsumsi alkohol lebih rentan
terhadap hepatiis karena obat karena kerusakn hati mengubah metabolisme
obat-obatan. Alkohol menyebabkan penipisan glutathione (hepatoprotektif)
yang membuat orang lebih rentan.
5. Faktor resiko lain : Orang dengan AIDS, malnutrisi, dan berpuasa mungkin
rentan terhadap narkoba karena rendahnya glutathione.

4.1.6 Gejala
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait
mirip dengan hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas
dengan tingkat gejala yang bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik
seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice, dll. Enzim hati transaminase
mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. (Kishore, dkk, 2010).
Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan
memberikan gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat
dijadikan acuan diagnose hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang
dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera
makan, muntah-muntah, sclera ikterik, jaundice, pusing dan kencing yang
berwarna hitam pekat1

4.1.7 Diagnosis12
Beberapa International Consensus Criteria, maka diagnosis
hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan :
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi
nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel
(kurang dari 5 hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan
tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler
dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat dan tidak lebih dari 15
hari dari penghentian obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif
(penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas
normal dalam 8 hari) atau sugestif (pemurunan konsentrasi enzim hati

17
paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari
untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah diekslusi dengan pemeriksaan teliti,
termasuk biopsy hati pada tiap kasus.
4. Dijumpai respon positif pada pemeriksaan ulang dengan obat yang sama
paling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati

Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika
dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respon positif pada pemaparan
ulang obat.
Pemeriksaan penunjang4
 pemeriksaan fungsi hepar
 Bilirubin (total) untuk mendiagnosa ikterus dan memeriksa beratnya
ikterus.
 Bilirubin (tak berkonjugasi) untuk memeriksa hemolisis.
 Alkali Fosfatase – untuk mendiagnosis kolestasis dan penyakit infiltrasi.
 AST/SGOT – untuk mendiagnosis penyakit hepatoseluler dan menilai
progresivitas penyakit.
 ALT/SGPT – ALT biasanya relaitf lebih rendah dari AST pada
alcoholism.
 Albumin – untuk menilai beratnya kerusakan hati (infeksi HIV dan
malnutrisi dapat memperberat hal ini).
 Gamma globulin – peningkatan yang besar diduga sebagai hepatitis
autoimun, kelainan lain yang tipikal meningkat pada pasien sirosis.
 Serologis Virus:
 Hepatitis A dieksklusi jika diperoleh anti-HAV negatif (Hepatitis A)
imunoglobin M (IgM).
 Hepatitis C dieksklusi dengan anti-HCV negative (Hepatitis C) antibody,
akan tetapi tes ini bisa tetap negatif untuk beberapa minggu setelah onset
Hepatitis C.
 Hepatitis B diekslkusikan jika diperoleh nilai negative pada pemeriksaan
hepatitis B surface antigen (HBsAg) atau hepatitis B core antigen (anti-
HBc). Dapat juga dilakukan pemeriksaan DNA.

18
 Pemeriksaan radiologi
 Ultrasonografi: Ultrasonografi tidak semahal jika dibandingkan dengann
CT scan ataupun MRI dan dapat dilakukan hanya beberapa manit.
Ultrasonografi efektif untuk mengevaluasi kandung empedu, saluran
empedu, dan tumor hati.
 CT scan: CT scan dapat membantu mendeteksi lesi hati yang berukuran 1
cm atau lebih dan beberapa kondisi yang difus. Pemeriksaan ini dapat
dipergunakan pula untuk memvisualisasikan struktur lain di dalam
abdomen. 16
 MRI: MRI memberikan resolusi kontras yang sangat baik. Pemeriksaan ini
dapat dipergunakan untuk mendeteksi kista, hemangioma, dan tumor
primer maupun sekunder. Vena Porta, Vena Hepatik, dan traktus biliaris
dapat dilihat tanpa suntikan kontras.
 Biopsi Evaluasi histopatologi merupakan perangkat penting dalam
diagnosis. Biopsi hati tidak esensial untuk setiap kasus, tetapi ada pola
morfologis yang konsisten untuk membantu diagnosis.4

4.1.8 Patogenesis7

19
4.1.9 Differential Diagnosis
Hepatitis viral akut, Hepatitis autoimun, Shock liver, Kolestitis,
Kolangitis, BuddChiari syndrome, Penyakit hati alkoholik, Penyakit hati
kolestatik, Penyakit hati yang berhubungan dengan kehamilan, Keganasan,
Penyakit Wilson, Hemokromatosis, Gangguan Koagulasi.4

4.1.10 Tatalaksana
 Pengobatan suportif.
Pasien dengan gejala yang berat membutuhkan untuk menerima
pengobatan suportif di rumah sakit, antara lain cairan intravena dan obat-
obatan untuk menghilangkan mual dan muntah.
 Alur penghentian obat13

20
4.1.11 Prognosis
Prognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasi tergantung
keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan hati. Penelitian dilakukan di Amerika
Serikat antara tahun 1998-2001 menunjukan all survival rate sebesar 72%. Akibat
dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi, derajat ensefalopati hepatikum saat
masuk perawatan dan komplikasi yang timbul seperti infeksi.13

4.2. Tuberculosis12,14

4.2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis complex

4.2.3 Epidemiologi
Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health
emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 113 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun
1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di
dunia.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga

21
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.

4.2.4 Etiologi
Infeksi oleh bakteri M.tuberculosis secara inhalasi

4.2.5 Klasifikasi
 Pembagian secara patologis
- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
 Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis
paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
mulai menyembuh).
 Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonka-vitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru .
- Moderately advanced tuberculosis.
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jurnlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- Far advanced tuberculosis.
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.
 Berdasarkan anatomi
- Tuberculosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif

22
2. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif Tuberkulosis paru BTA (-)
Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
1. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
2. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. Tuberculosis
b. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (relaps): Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan
dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
3. Kasus default atau drop out : Adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

23
4. Kasus gagal : Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik : Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori
2 dengan pengawasan yang baik
6. Kasus bekas TB :
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi.
- Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya
didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB
ekstraparu aktif.

4.2.6 Gejala
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada

24
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya
terdapat cairan.

4.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ditemukan tanda dan gejala dari tuberculosis
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terkena. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada

25
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”
3. Pemeriksaan bakteriologi
Bahan untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, urin, feses

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

4.2.8 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


1
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
.
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin

26
- Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini2) :
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Ob Dosis Dosis yg dianjurkan DosisMaks Dosis (mg) / berat badan (kg)


at (Mg/ Harian Intermitten (mg/ (mg) < 40 40-60 >60
KgBB (mg/kg/ Kg/BB/kali)
/Hari) hari)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500


Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)


dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO

27
Fase intensif Fase lanjutan
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE RHZ RHZ RH RH
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

B. Paduan obat tuberkulosis


- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Diberikan :
2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE / 4R3H3
- TB paru BTA (+), kasus baru atau TB paru BTA (-), dengan gambaran
radiologi lesi luas (termasuk luluh paru):
2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
- TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil
uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil
uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- TB Paru kasus putus berobat
a. Berobat > 4bulan

28
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan
- TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan

Kategori Kasus Paduan obat yang Keterangan


diajurkan
I - TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
+, 2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
BTA - , lesi
luas

II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai Bila streptomisin

29
- Gagal hasil uji resistensi atau alergi, dapat diganti
pengobatan 2RHZES / 1RHZE / 5 kanamisin
RHE
-3-6 kanamisin,
ofloksasin, etionamid,
sikloserin / 15-18
ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan
berobat sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat
uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
neg. lesi 6 RHE atau
minimal *2RHZE /4 R3H3

IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji


resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18
bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi +
OAT lini 2 atau H
seumur hidup

4.2.9 Komplikasi
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis akut, poncets
arthropathy
- Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas > SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat > fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa,

30
BAB V

KESIMPULAN

Seorang wanita berusia 20 tahun dengan dignosa kerja:

1. Tuberculosis paru
2. Antituberculosis Drug Induced Hepatotoxicty

Rangkuman rencana pemeriksaan :


1. Test sputum ulang
2. Gen Expert
3. Anti HAV IgM
4. HbcAG
5. Anti HCV

Rangkuman terapi
1. 2 RHZE / 4 RH atau kombipak 4tab/hari selama 6 bulan
2. Alogaritma pemberhentia obat OAT

31
Dengan prognosis:

 Quo ad vitam : Ad Bonam


 Quo ad functionam : Ad Bonam
 Quo ad sanationam : Ad Bonam

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Bayupurnama P, Hepatotoksisitas Imbas Obat di dalam Buku Ajar


Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ke 4. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI. Jakarta, 2006; 109: 473- 76
2. Stone C. Drug-induced Hepatitis. 13 November 2007. Diunduh dari
http://www.MedlinePlusMedicalEncyclopediaDrug-inducedhepatitis .Juli
2008
3. Chitturi S, Farrel G C, Drug-Induced Liver disease in Schiff et all, Schiff’s
Diseases of the Liver, 10th edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA,
2007; 33: 924-1003
4. Metha N, Ozick L, Drug-Induced Hepatotoxicity. 28 Maret 2008. Diunduh
dariwww.eMedicineDrugInducedHepatotoxicityArticlebyNileshMehta.mh
t .Juli 2008

33
5. Marpaung B, Obat dan Penyakit Hati di dalam Gastroenterolgi Hepatologi,
Infomedika, Jakarta, 1990; 29:241-5.
6. Dienstag L J. Isselbacher K J, Toxic and Drug Induced Hepatitis in
Harrison Principle of Internal Medicine, 16th edition, McGraw Hill,
Singapore, 2005; 209: 1838-44
7. Mayo clinic staff. Toxic Hepatitis. 5 Oktober 2006. Diunduh dari
www.ToxichepatitisMayoClinic_com.mht
8. Bass N. Drug-Induced Liver disease in Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology. 2nd ed. McGraw Hill. Singapore. 2003; 44:664-78
9. Setiabudy R. Hepatitis Karena Obat. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/ 04HepatitisObat015.pdf/
04HepatitisObat015.html. Agustus 2008
10. Seeff LB, Fontana RJ. Drug-induced liver injury. In: Dooley JS, Lok ASF,
Burroughs AK, Heathcote EJ, editors. Sherlock’s diseases of the liver and
biliary system. 12th ed. USA: Blackwell Publishing Ltd; 2011.
11. Nilesh M. Drug-Induced Hepatotoxicity. http://www.emedicine.com/
12. Buku ajar ilmu penyakit dalam PAPDI jilid 1 edisi ke-5
13. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak edisi ke 5, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin
14. Pedoman diagnosis dan tatalaksana tuberkulosis, perhimpunan dokter paru
indonesia (PDPI) 2006

34

Vous aimerez peut-être aussi