Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati berperan sentral
dalam memetabolisme beberapa obat.1,2 Hepatotoksisitas merupakan kerusakan
hati yang diakibatkan oleh xenobotic (benda asing)3 dan hepatitis imbas obat
merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat yang
diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan
bahan asing yang memasuki tubuh.4,5 Kerusakan hati dapat diakibatkan melalui
inhalasi, pencernaan, dan pemberian secara parenteral sejumlah obat-obatan dan
zat kimia.6-8 Zat kimia ini meliputi toksin industri (co, carbon tetraklorida,
trikloroetilen, dan fosfor kuning), dan racun bicyclic octapeptide tahan panas dari
beberapa spesies Amanita dan Galerina (keracunan jamur hepatotoksik), dan lebih
sering oleh obat-obatan.6 Lebih dari 900 obat, toksin, dan herbal dilaporkan
mengakibatkan kerusakan hati, dan obat-obatan ini mencakup sekitar 20-40% dari
semua penyebab gagal hati fulminan.5,8.
1
reaksi idiosinkrasi mengakibatkan transplantasi hati atau kematian. Sedangkan
data mengenai insidens secara internasional belum diketahui.4,8
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
3
tinggi yang terus menerus, bengkak pada kaki. Os jugaa menyangkal sering
makan makanan kaki 5, menggunakan alat suntik bersama, berganti ganti
pasangan seksual, memiliki tato.
4
Thorax
Inspeksi : Pergerakan napas tampak simetris statis dan dinamis
Palpasi : Pergerakan napas teraba simetris statis dan dinamis,
fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri, batas paru hepar
pada sela iga ke-5, dengan peranjakan 1 sela iga
Auskultasi : Vesikuler pada lapang paru kanan dan kiri, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
COR
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi :
Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri
Batas kanan : linea parasternalis dekstra ICS V
Batas kiri : linea midklavikularis sinistra ICS V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
inspeksi: Tampak datar
Auskultasi: Bising usus (+) 6 kali per menit
Perkusi: Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi: Supel, nyeri tekan (+) pada regio kanan atas dan ulu hati,
hepatomegali (-) hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien tidak
teraba
Punggung: normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2s, edema -/-/-/-, pada kaki tungkai
bawah baal (-)
Kulit : Tampak jaundice
2. 4 Resume
Seorang wanita berusia 20 tahun datang ke igd dengan keluhan nyeri perut
kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba sejak 1 hari smrs. OS juga
5
mengeluhkan terdapat demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit demam
dirasakan tidak terlalu tinggi, lalu terdapat mual dan muntah sebanyak 5x
dengan volume sebanyak 3-4 sendok makan, lemas pada badan, gatal gatal
pada badan, tidak nafsu makan dan juga nyeri kepala. 2 bulan SMRS pasien
sempat mengeluhkan batuk disertai dengan adanya darah, keringat malam,
merasa lemas dan demam selama 10 hari.
Pemeriksaan generalis:
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 100/70 mmHg
Laju Nadi : 80 x/menit
Laju Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,7°C
Pemeriksaan fisik:
Mata : sklera ikterik (+/+)
Lidah : frenulum lingua ikterik
Abdomen : Palpasi: nyeri tekan (+) pada regio kanan atas dan ulu hati,
hepatomegali (-)
Kulit : Tampak jaundice
6
Hematokrit 41 40-50%
Eritrosit 4,4 4.4-6.0 juta
MCV 86 80-100 fl
MCH 27 26-34 pg
MCHC 31 32-36 g/dl
Trombosit 353.000 150.000-450.000
SGOT 48 <37
SGPT 93 <42
Bilirubin total 2.17 0.2-1.3 mg/dl
Bilirubin direk 1.67 0-0.2 mg/dl
Bilirubin indirek 0.50 0- 0.3 mg/dl
Radiologi
7
Kesimpulan :
Menyokong ke arah TB paru aktif lesi minimal ditandai adanya infiltrat di lapang
atas kiri. Lainnya dalam batas normal.
2.8 Tatalaksana
IVFD Aminofusin
Cefotaxime vial 1gr 2x1
Omeprazole vial 1x1
Ondansendtron 3x1
Etambutol 1x1000mg
Urdafalk 2x50mg
Curcuma 3x1
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungsionam : Ad bonam
Quo ad sanatioam : Ad bonam
8
Follow Up Pasien
Tgl S O A P
9
Tgl S O A P
10
Tgl S O A P
11
BAB III
KAJIAN KASUS
12
Usulan pemeriksaan :
- Test sputum ulang
- Gen Expert
Treatment
Umum
- Edukasi mengenai pengobatan TB dan efek samping yang mungkin
terjadi selama pengobatan TB
Khusus
- 2 RHZE / 4 RH atau kombipak 4 tab/hari selama 6 bulan.
13
Bilirubin indirek 0.50 0- 0.3 mg/dl
Usulan pemeriksaan
- Anti HAV IgM
- HbcAG
- Anti HCV
- USG
Tatalaksana
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1.1 Definisi
Hepatitis imbas obat atau dikenal juga sebagai “drug-induced
hepatotoxicity, druginduced liver injury, hepatic failure due to drugs, hepatic
failure due to herb, drug hepatotoxicity ,drug toxicity, dan drug-related
hepatitoxicity”,4 berarti keadaan inflamasi yang terjadi jika kita mengkonsumsi
bahan kimia beracun, obat, atau jamur beracun tertentu.2,7
4.1.2 Epidemiologi
Frekuensi DILI sebagai penyebab penyakit hati akut maupun kronik relatif
rendah.3-5 Insidens hepatotoksisitas imbas obat dilaporkan sebesar 1:10.000
sampai 1:100.000 pasien.6 Meskipun demikian, insidens DILI yang sebenarnya
sulit diketahui. Jumlah aktual dapat jauh lebih besar karena sistem pelaporan yang
belum memadai. Hepatitis karena obat terjadi pada delapan dalam setiap 10.000
orang. Perempuan cenderung terpengaruh hampir dua kali dibandingkan laki-laki.
Orang dewasa lebih rentan terhadap jenis hepatitis ini karena tubuh mereka tidak
mampu memperbaiki dengan cepat sel-sel hepatosit yang rusak seperti pada orang
muda.7
4.1.3 Klasifikasi
Hepatotoksisitas akibat obat secara umum dibagi menjadi dua kategori
besar, yaitu hepatotoksisitas intrinsik (disebut juga hepatotoksisitas direk atau
dapat diprediksi) dan hepatotoksisitas idiosinkratik (disebut juga hepatotoksisitas
indirek atau tidak dapat diprediksi). Contoh hepatotoksisitas intrinsik adalah
hepatotoksisitas akibat pajanan terhadap zat kimia industri maupun lingkungan
atau toksin, seperti karbon tetraklorida, fosfor, atau beberapa jenis jamur yang
menyebabkan jejas hati. Sebaliknya, hepatotoksisitas idiosinkratik merupakan
15
hepatotoksisitas yang disebabkan oleh obatobat konvensional dan produk herbal
yang menyebabkan hepatotoksisitas hanya pada sejumlah kecil resipien
(1:10.000-1:100.000).10
Pada tahun 2001, American Association for the Study of Liver Diseases
(AASLD) menetapkan bahwa peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase
(ALT), aspartat aminotransferase (AST), dan fosfatase alkali (ALP) dianggap
sebagai indikator jejas hati, sedangkan peningkatan bilirubin total dan
terkonjugasi merupakan parameter untuk menilai fungsi hati secara keseluruhan.
Penilaian pola jejas hati sangat penting karena obat-obat tertentu cenderung
menyebabkan jejas dengan pola khas pula.10
4.1.4 Etiologi
16
4. Konsumsi alkohol : orang yang mengkonsumsi alkohol lebih rentan
terhadap hepatiis karena obat karena kerusakn hati mengubah metabolisme
obat-obatan. Alkohol menyebabkan penipisan glutathione (hepatoprotektif)
yang membuat orang lebih rentan.
5. Faktor resiko lain : Orang dengan AIDS, malnutrisi, dan berpuasa mungkin
rentan terhadap narkoba karena rendahnya glutathione.
4.1.6 Gejala
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait
mirip dengan hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas
dengan tingkat gejala yang bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik
seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice, dll. Enzim hati transaminase
mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. (Kishore, dkk, 2010).
Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan
memberikan gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat
dijadikan acuan diagnose hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang
dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera
makan, muntah-muntah, sclera ikterik, jaundice, pusing dan kencing yang
berwarna hitam pekat1
4.1.7 Diagnosis12
Beberapa International Consensus Criteria, maka diagnosis
hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan :
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi
nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel
(kurang dari 5 hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan
tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler
dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat dan tidak lebih dari 15
hari dari penghentian obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif
(penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas
normal dalam 8 hari) atau sugestif (pemurunan konsentrasi enzim hati
17
paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari
untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah diekslusi dengan pemeriksaan teliti,
termasuk biopsy hati pada tiap kasus.
4. Dijumpai respon positif pada pemeriksaan ulang dengan obat yang sama
paling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika
dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respon positif pada pemaparan
ulang obat.
Pemeriksaan penunjang4
pemeriksaan fungsi hepar
Bilirubin (total) untuk mendiagnosa ikterus dan memeriksa beratnya
ikterus.
Bilirubin (tak berkonjugasi) untuk memeriksa hemolisis.
Alkali Fosfatase – untuk mendiagnosis kolestasis dan penyakit infiltrasi.
AST/SGOT – untuk mendiagnosis penyakit hepatoseluler dan menilai
progresivitas penyakit.
ALT/SGPT – ALT biasanya relaitf lebih rendah dari AST pada
alcoholism.
Albumin – untuk menilai beratnya kerusakan hati (infeksi HIV dan
malnutrisi dapat memperberat hal ini).
Gamma globulin – peningkatan yang besar diduga sebagai hepatitis
autoimun, kelainan lain yang tipikal meningkat pada pasien sirosis.
Serologis Virus:
Hepatitis A dieksklusi jika diperoleh anti-HAV negatif (Hepatitis A)
imunoglobin M (IgM).
Hepatitis C dieksklusi dengan anti-HCV negative (Hepatitis C) antibody,
akan tetapi tes ini bisa tetap negatif untuk beberapa minggu setelah onset
Hepatitis C.
Hepatitis B diekslkusikan jika diperoleh nilai negative pada pemeriksaan
hepatitis B surface antigen (HBsAg) atau hepatitis B core antigen (anti-
HBc). Dapat juga dilakukan pemeriksaan DNA.
18
Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi: Ultrasonografi tidak semahal jika dibandingkan dengann
CT scan ataupun MRI dan dapat dilakukan hanya beberapa manit.
Ultrasonografi efektif untuk mengevaluasi kandung empedu, saluran
empedu, dan tumor hati.
CT scan: CT scan dapat membantu mendeteksi lesi hati yang berukuran 1
cm atau lebih dan beberapa kondisi yang difus. Pemeriksaan ini dapat
dipergunakan pula untuk memvisualisasikan struktur lain di dalam
abdomen. 16
MRI: MRI memberikan resolusi kontras yang sangat baik. Pemeriksaan ini
dapat dipergunakan untuk mendeteksi kista, hemangioma, dan tumor
primer maupun sekunder. Vena Porta, Vena Hepatik, dan traktus biliaris
dapat dilihat tanpa suntikan kontras.
Biopsi Evaluasi histopatologi merupakan perangkat penting dalam
diagnosis. Biopsi hati tidak esensial untuk setiap kasus, tetapi ada pola
morfologis yang konsisten untuk membantu diagnosis.4
4.1.8 Patogenesis7
19
4.1.9 Differential Diagnosis
Hepatitis viral akut, Hepatitis autoimun, Shock liver, Kolestitis,
Kolangitis, BuddChiari syndrome, Penyakit hati alkoholik, Penyakit hati
kolestatik, Penyakit hati yang berhubungan dengan kehamilan, Keganasan,
Penyakit Wilson, Hemokromatosis, Gangguan Koagulasi.4
4.1.10 Tatalaksana
Pengobatan suportif.
Pasien dengan gejala yang berat membutuhkan untuk menerima
pengobatan suportif di rumah sakit, antara lain cairan intravena dan obat-
obatan untuk menghilangkan mual dan muntah.
Alur penghentian obat13
20
4.1.11 Prognosis
Prognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasi tergantung
keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan hati. Penelitian dilakukan di Amerika
Serikat antara tahun 1998-2001 menunjukan all survival rate sebesar 72%. Akibat
dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi, derajat ensefalopati hepatikum saat
masuk perawatan dan komplikasi yang timbul seperti infeksi.13
4.2. Tuberculosis12,14
4.2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis complex
4.2.3 Epidemiologi
Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health
emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 113 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun
1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di
dunia.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
21
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.
4.2.4 Etiologi
Infeksi oleh bakteri M.tuberculosis secara inhalasi
4.2.5 Klasifikasi
Pembagian secara patologis
- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis
paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
mulai menyembuh).
Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonka-vitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru .
- Moderately advanced tuberculosis.
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jurnlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- Far advanced tuberculosis.
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.
Berdasarkan anatomi
- Tuberculosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
22
2. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif Tuberkulosis paru BTA (-)
Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
1. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
2. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. Tuberculosis
b. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (relaps): Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan
dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
3. Kasus default atau drop out : Adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
23
4. Kasus gagal : Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik : Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori
2 dengan pengawasan yang baik
6. Kasus bekas TB :
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi.
- Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya
didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB
ekstraparu aktif.
4.2.6 Gejala
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
24
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya
terdapat cairan.
4.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ditemukan tanda dan gejala dari tuberculosis
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terkena. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
25
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”
3. Pemeriksaan bakteriologi
Bahan untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, urin, feses
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
4.2.8 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
26
- Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini2) :
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
27
Fase intensif Fase lanjutan
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE RHZ RHZ RH RH
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
28
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan
- TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
29
- Gagal hasil uji resistensi atau alergi, dapat diganti
pengobatan 2RHZES / 1RHZE / 5 kanamisin
RHE
-3-6 kanamisin,
ofloksasin, etionamid,
sikloserin / 15-18
ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan
berobat sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat
uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
neg. lesi 6 RHE atau
minimal *2RHZE /4 R3H3
4.2.9 Komplikasi
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis akut, poncets
arthropathy
- Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas > SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat > fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa,
30
BAB V
KESIMPULAN
1. Tuberculosis paru
2. Antituberculosis Drug Induced Hepatotoxicty
Rangkuman terapi
1. 2 RHZE / 4 RH atau kombipak 4tab/hari selama 6 bulan
2. Alogaritma pemberhentia obat OAT
31
Dengan prognosis:
32
DAFTAR PUSTAKA
33
5. Marpaung B, Obat dan Penyakit Hati di dalam Gastroenterolgi Hepatologi,
Infomedika, Jakarta, 1990; 29:241-5.
6. Dienstag L J. Isselbacher K J, Toxic and Drug Induced Hepatitis in
Harrison Principle of Internal Medicine, 16th edition, McGraw Hill,
Singapore, 2005; 209: 1838-44
7. Mayo clinic staff. Toxic Hepatitis. 5 Oktober 2006. Diunduh dari
www.ToxichepatitisMayoClinic_com.mht
8. Bass N. Drug-Induced Liver disease in Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology. 2nd ed. McGraw Hill. Singapore. 2003; 44:664-78
9. Setiabudy R. Hepatitis Karena Obat. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/ 04HepatitisObat015.pdf/
04HepatitisObat015.html. Agustus 2008
10. Seeff LB, Fontana RJ. Drug-induced liver injury. In: Dooley JS, Lok ASF,
Burroughs AK, Heathcote EJ, editors. Sherlock’s diseases of the liver and
biliary system. 12th ed. USA: Blackwell Publishing Ltd; 2011.
11. Nilesh M. Drug-Induced Hepatotoxicity. http://www.emedicine.com/
12. Buku ajar ilmu penyakit dalam PAPDI jilid 1 edisi ke-5
13. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak edisi ke 5, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin
14. Pedoman diagnosis dan tatalaksana tuberkulosis, perhimpunan dokter paru
indonesia (PDPI) 2006
34