Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN

2.1 DEFINISI

Preeklamsia merupakan timbulnya hipertensi, disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur

kehamilan 20 minggu. Dari gejala nya preeklamsia dapat dibagi menjadi dua yaitu preeklamsia berat

dan ringan .

Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ

yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel

Preeklamsi berat adalah peeklamsia dengan tekanan darah sistolik < 160 mmHg dan tekanan

darah diastolic > 110 mmHg di sertai proteinuria lebih dari 5 g/24 ja.

2.2 ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan

urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri.

Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan

preeklamsi.

Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling

penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah

mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka

penyakit ini sudah cukup lanjut

2.3 EPIDEMIOLOGI
Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju.

Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka

kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat

mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral

dan oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian

perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena

solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada

postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga.

Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12 % pada

kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida terutama

primigravida usia muda.

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria, merupakan

kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit

kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah

berat.

1. Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila

tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan

diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik,

dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.

2. Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan

bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada
wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi

dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia

harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan

oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang

terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.

3. Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional

(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya

minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya

dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan

dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.

4. Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang

lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh

dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri

kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.

5. Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan

preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini

mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan

oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

2.5 KLASIFIKASI
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi dan proteinuria.

Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti

digambarkan dibawah ini:

Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:

1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.

2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  300 mg / 24 jam, atau dipstick  +1.

Disebut preeklampsia berat bila terdapat:

1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.

2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  2 gr / 24 jam, atau dipstick  +2.

3. Trombosit < 100.000 / mm3.

4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )

5. Peningkatan SGOT / SGPT.

6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.

7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.

Problem Mild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia

Blood Pressure >140/90 >160/110

Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)

Edema +/- +/-


Increased reflexes +/- +

Upper abdominal pain - +

Headache - +

Visual Disturbance - +

Decreased Urine Output - +

Elevation of Liver Enzymes - +

Decreased Platelets - +

Increased Bilirubin - +

Elevated Creatinine - +

2.6 PATOFISIOLOGI

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah

disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan

diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya

merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.

Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam

ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar

aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada

preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.


2.7. DIAGNOSA

1. GEJALA KLINIS PEB

Gejala preeklampsia adalah :

1. Hipertensi

2. Edema

3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.2

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :

1. TD ≥ 160 / 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+

3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam

4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus

5. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan

6. Nyeri epigastrium

7. Edema paru atau sianosis

8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)

9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet

Counts)

10. Koma

Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan

proteinuria.
2. PEMERIKSAAN FISIK

 Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

 Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi

pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion

 Edema pada muka yang memberat

 Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan

secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk

preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun

ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam

urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko

terjadinya preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita

dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim

hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan

kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua

pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.

2.8. PROGNOSIS

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.


2.9. KOMPLIKASI

1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

2. Hipofibrinogenemia

3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati

pada penderita pre-eklampsia.

4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada

retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya

apopleksia serebri.

6. Edema paru

7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.

Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.

8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

9. Prematuritas

10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau

gagal ginjal.

11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai

tahap eklampsia.

2.9 PENATALAKSAAN

1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,

kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan

kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan

dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:

a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.

b) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

c) Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan

infus dextrose/ringer laktat.

d) Pada penderita terpasang infus dengan blood set.

e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam

perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops.

Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.

2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat

selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan.

2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan.

1. Perawatan Aktif

a) Indikasi

 Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

 Adanya gejala-gejala impending eklampsia


 Adanya Sindrom Hellp

 Kehamilan aterm ( <34 minggu)

 Apabila perawatan konservatif gagal.

b) Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari

IGD.

2) Tirah baring miring ke satu sisi.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang:

a. Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%

dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat

- Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)

- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).7

Cara Pemberian:

- Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak

ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 %

dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc


larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan

4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang

3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang

tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.

- Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan

4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran

pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.7

Penghentian MgSO4 :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis

menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya

dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena

ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks

fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi

kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian

jantung.

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

- Hentikan pemberian magnesium sulfat

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV

dalam waktu 3 menit.

- Berikan oksigen.

- Lakukan pernapasan buatan.

Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca persalinan sudah

terjadi perbaikan (normotensif)


b) Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak

dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.

Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

6) Diuretika

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.

7) Anti hipertensi

Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran

pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg)

karena akan menurunkan perfusi plasenta.

Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-

obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang

biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan

tekanan darah.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi

secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10

mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.

8) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi

cepat dengan cedilanid D.


9) Lain-lain

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu

dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.

Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2

jam sebelum janin lahir.

- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).

c) Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

 Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan

dengan fetal heart monitoring.

 Seksio sesaria bila :

 Fetal assesment jelek

 Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau

adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada

primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio

sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

Kala I

 Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

 Fase aktif :

 Amniotomi saja

 Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka

dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum

ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-

kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37

minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi

paru janin dengan memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan Konservatif

a) Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 34 minggu tanpa

disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.

Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja

dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

c) Pengobatan obstetri :

 Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan

aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.


 MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam 24 jam.

 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal

gagal dan harus diterminasi.

 Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4

20% 2 gram intravenous.

d) Penderita dipulangkan bila :

 Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah

dirawat selama 3 hari.

 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita

dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama

perawatan 1-2 minggu).


DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 3, Cetakan Kelima, Jakarta, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 281 – 300

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Pregnancy hypertension. In: Cunnigham

FG, Leveno KL, Bloom SL, et al, eds. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York, NY:

McGraw-Hill; 2010:chap 34.

3. Houry DE, Salhi BA. Acute complications of pregnancy. In: Marx JA, Hockberger RS,

Walls RM, et al, eds. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 7th

ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2009:chap 176.

4. Indriani, Nanin. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin. Jakarta : Universitas Indonesia.

nd
5. Norwitz, Errol R. Schorge, John O. 2006. Obstetrics and Gynaecology at a Glance.2

edition.Wiley.

6. Perkumpulan Osbtetri dan Ginekologi Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Medik

Obstetri dan Ginekologi. p. 54-55

7. Mochtar, MPH. Prof. Dr. Rustam. 1998. Synopsis Obstetri. Jilid I. edisi kedua EGC.

Jakarta,

Vous aimerez peut-être aussi