Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU STAGHORN

I. DEFINSI
Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari
satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks.
Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang
collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika
menempati seluruh collecting system (Wein, et al, 2007).
Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn atau batu cetak
ginjal.
Batu saluran kemih merupakan proses terbentuknya batu yang disebabkan
oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Smeltzer
& Bare, 2002). Berdasarkan lokasi, batu saluran kemih dapat dibagi menjadi batu
saluran kemih bagian atas yaitu batu berada dalam ginjal atau ureter, dan batu saluran
kemih bagian bawah yaitu batu berada dalam kandung kemih dan uretra. Pada
umumnya batu saluran kemih bagian atas ini merupakan batu ginjal (Bahdarsyam,
2003).
II. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau
terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau
buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis),
divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna, strikture,
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu (Wein, et al, 2007). Namun ada beberapa pendapat lain yang
membedakan faktor penyebab terjadinya batu ginjal melalui beberapa teori:
1) Teori nukleasi
Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang
terdapat dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal dari
adanya inti batu kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-subtansi
lain yaitu matriks protein, kristal, benda asing dan partikel lainnya selanjutnya
batu tersebut beragregasi.
2) Teori matriks
Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang berasal
dari protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan
hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3) Teori inhibitor kristal
Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau
berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat,
pyrophosfat, asam glikoprotein.
Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya batu
ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi (lambatnya drainase
renal dan gangguan metabolisme kalsium), hiperkalsemia dan hiperkalsiuria
(penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake vitamin D yang
berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus, penggunaan obat
dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah keadaan
sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis pekerjaan
dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas, riwayat
keluarga (Tim perawat bedah RSCM, 2008).

III. FAKTOR RESIKO


Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya BSK
pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan disekitarnya (Bahdarsyam, 2003).
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat
keluarga.
1) Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50
tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2 Berdasarkan
penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69%
pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK
paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.3
2) Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki
tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya
kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada
laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah
didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan
perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih
tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan
produksi oksalat endogen di hati, serta danya hormon estrogen pada
perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3 Insiden
BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000
populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.7
3) Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit
BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut
sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian
Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan
proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.7
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1) Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang
dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak
mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan
sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu
tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek
lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur,
dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.
2) Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya
banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi
akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air
kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan
pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam
urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK.
3) Jumlah air yag diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air
yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum
tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan
konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK
4) Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.
Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh
normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan
meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein
yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air
kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi
protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan
memicu terjadinya hipertensi.
5) Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk
dalam melakukan pekerjaannya.
6) Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih
yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang
disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya
jenis batu struvit
IV. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari batu cetak ginjal ini tergantung pada posisi atau letak
batu, besarnya batu, dan penyulit yang telah terjadi ( Tim perawat bedah RSCM,
2008).
a. Nyeri. Rasa nyerinya berbeda beda ditentukan oleh lokasi batu. Nyeri pada ginjal
dapat menimbulkan dua macam nyeri yaitu nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik
(hilang timbul) disebabkan oleh stretching sistem collecting atau peregangan
sistem pengumpul dan nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan kapsul ginjal.
Nyeri pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri berat pada punggung bagian
bawah tepat di iga ke-2. Nyerinya akan menjalar ke perut bagian bawah. Rasa
nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan
obstruksi. Pada bagian ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri
di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Apabila batu terdapat
dalam bladder, akan menyebabkan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan
infeksi akan menyebabkan hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck,
maka akan terjadi retensi urin.
b. Kristaluria, urin yang keluar disertai pasir atau batu
c. Infeksi, batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat sarangnya kuman
yang tidak dapat dijangkau obat-obatan.
d. Demam, hal ini terjadi jika kuman sudah menyebar ke tempat lain. Tanda demam
yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit
merupakan tanda terjadinya urosepsis.
e. Adanya massa di daerah punggung akibat adanya hidronefrosis.

V. KOMPLIKASI
Batu staghorn ini dapat memenuhi seleruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal. Pada tahap ini pasien mengalami retensi
urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika
terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-
gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia (Bahdarsyam, 2003).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis batu saluran kencing dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan fisik,
laboratorium dan radiologis yaitu ( Tim perawat bedah RSCM, 2008) :
a. Pemeriksaan fisik
Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardi, keringatan, mual dan demam.
Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul
(flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat
batu melewati ureter menuju kandung kemih.
b. Laboratorium
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu
peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan
adanya kandungan nitrat dalam urine. Selain itu, niali pH urie harus diuji
krena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0,
sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih
dari 7,2.
c. Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung krmih. Dimana dapat
menunjukkan ukuran, bentuk,posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi
batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukkan jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat, sedangkan dengan desintas rendah menunjukkan jenis
batu stuvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tiak dapat membedakan batu
di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
d. Intavenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan meniali anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kems akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
e. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukkan ukuran, bentuk , posisi batu dan adanya obstruksi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien
yag alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah
kesulitan untuk menunjukkan batu ureter dan tidak dapat membedakan
klasifikai batu.
f. Computed Tomographic (CT) scan
Pemidaian CT akan mnghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan
lokasi batu.

VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan medis adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infksi dan
mengurangi obstrksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa
operasi dan pembedahan terbuka ( Tim perawat bedah RSCM, 2008)..
a. Medikamentosa
Terapi medikamnetosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yatu
dengan diameter < 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis. Dengan cara mempermudah keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien harus minum palng
sedikit 8 gelas air sehari.
b. Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan
Anlgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu
dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau oabat antiinflamasi nonsterois seperti ketorolak dan
naproxen dapat diberikan terganung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila
terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah
infeki sekunder. Setelah batu dikeluarkan untuk mencegah atau meghamba
pembentkan batu berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non invasif dan tanpa pebiusan. Pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untu
memecah batu. Alat ESWL adalah emecah batu yang diperkenalkan pertama
kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemis. ESWL dapat mengurangi keharusan
melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap
di rumah sakit.
d. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu yang terdiri atas memecah abtu dam kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran
kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
- PNL (Percutaneous Nephro Litholapoxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada didalam slauran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudia
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
- Litotrpsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memeasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
- Uretroskopi atau uretro-renoskop adalah dengan memsaskkan alat
uretroskopi pre-uretrum. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam uretre maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan uretroskopi ini.
- Ekstra dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
memalui alat keranjang dormia.
e. Tindakan operasi
Penanganan batu saluran kencing baisanya terlebih dahulu diusakhakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan
bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, anmun dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, seperti
nefrolitotomi, ureterolitotomi, vesikolitomi dll.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istirahat:
Pasien dengan batu ginjal biasanya memiliki gejala sebagai berikut: riwayat
pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk, riwayat
bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan mobilitas fisik akibat
penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama).
b. Sirkulasi
Pada sistem sirkulasi tandanya yaitu adanya peningkatan TD, HR (nyeri,
ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan kemerahan atau pucat.
c. Eliminasi
Gejala yang dirasakan oleh pasien terkait dengan sistem eliminasi yaitu:
riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa
terbakar, dorongan berkemih, diare. Sedangkan tandanya yaitu oliguria,
hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan dan cairan:
Pasien dengan batu cetak ginjal biasanya mengalami gejala seperti
mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat
dan atau fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup.
Adapun tandanya yaitu distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus,
muntah.
e. Nyeri dan kenyamanan:
Pasien mengalami gelaja Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri
tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan).
Tanda dari pasien batu cetak ginjal yaitu perilaku berhati-hati, perilaku
distraksi, nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan:
Gejala yang dialami oleh pasien batu cetak ginjal yaitu penggunaan alkohol,
demam/menggigil.
g. Penyuluhan/pembelajaran:
Pasien dengan batu cetak ginjal memiliki gejala antara lain: riwayat batu
saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis,
riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
b. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi inadekuat.
Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 Pain Management(1400) :
dengan agen cedera biologis . x 24 jam, nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil 1. Lakukan pengkajian yang komperhensif pada nyeri, termasuk
Pain Level (2102) : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor pencetus nyeri.
Indikator 1 2 3 4 5 2. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
1 Melaporkan terhadap ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri X √
berkurang kegaduhan.
3. Ajarkan pasien teknik distrasksi (nonfarmakologi), seperti bernapas
2 Menyatakan lambat dan berirama.
rasa nyaman
X √ Analgesik Management :
setelah nyeri
berkurang 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
Keterangan :
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
OUTCOME Saat Ini X Target √ 3. Cek riwayat alergi.
1 Penyimpangan sangat berat
4. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri;
2 Penyimpangan berat
3 Penyimpangan sedang 5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
4 Penyimpangan ringan pertama kali.
5 Tidak ada penyimpangan
6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
7. Evaluasi dan catat efektivitas analgesik dan efeksamping.

Ketidakseimbangan nutrisi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , Nutrition Management :


kurang dari kebutuhan tubuh. ketidakseimbangan cairan teratasi dengan kriteria 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
hasil : nutrisi yang dibutuhkan pasien :diet tinggi karbohidrat, batasi
- Nutritional status asupan natrium dan protein anak.
- Weight : Body Mass 3. Kolaborasi pemberian cairan IV .
4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konsttipasi
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Indikator 1 2 3 4 5 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
1 Intake nutrisi X √ Nutrition Monitoring:
2 Intake makanan X √ 1. Monitor BB pasien : timbang berat abadan anak setiap hari dan
3 Intake cairan X √ pantau haluran irinnya setiap 4 jam.
4 Body Mass Indext X √ 2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
3. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
4. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, tptal protein, Hb dan kadar hematokrit
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
9. Monitor kalori dan intak nutrisi
10. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
11. Catat jika lidah berwarna magenta.
PATOFISIOLOGI BATU STAGHORN

pH urine Stasis Urine Inhibitor


kristalisasi

Konsentrasi filtrate
meningkat sehingga
Hiperstatik & spasme terjadi supersaturasi
↓ Efek retensi urin
otot untuk mendorong
Pembentukan kristal- ↓
batu
kristal Refluksi urin

↓ ↓
Mengaktifkan proses
Kristal-krstal saling Hidronefrosis
inflamasi (pelepasan
mengadakan agregasi Hidronefrosis ↓
mediator oleh mast
& menarik bahan- ↓ Mendesak lambung
cell : bradikinin,
bahan lain Nefron mengalami ↓
histamin, &
↓ kerusakan Merangsang saraf
prostaglandin)
Agregasi kristal ↓ pusat pencernaan

menempel pada >1 Eritropoetin menurun ↓
Menstimulus
collecting sistem ↓ Mual & muntah
nosiceptor oleh
↓ Anemia ↓
serabut C melalui
Batu Staghorn ↓ MK :
aferen
↓ Gangguan suplai O2 ketidakseimbangan

Obstruksi ke jaringan nutrisi kurang dari
Mekanisme nyeri
sebagian/seluruh ↓ kebutuhan tubuh
(transduksi, transmisi,
modulasi dan collecting sistem Kadar O2 ke paru
persepsi) ↓ menurun
↓ Terjadi sumbatan ↓
MK : Nyeri akut aliran urin Sesak napas
↓ ↓
Gangguan fungsi MK : Gangguan pola
tubulus untuk napas
memekatkan urin

Oliguria / poliuria

MK : Gangguan
eliminasi urin
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United


States of America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Bahdarsyam. (2003). Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran kemih
bagian atas. Sumatera Utara: Bagian Patologi Klinik, FK USU
Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn.
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn
Herdman, T. H. ( 2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: EGC
Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States
of America: Mosby Elsevier
Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah.
Jakarta: RSCM
Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders
Elseveir.

Vous aimerez peut-être aussi