Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana adalah suatu sistem untuk mengatur dan
merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan dalam
sebuah pernikahan. Hal ini sangat dianjurkan dan memang banyak manfaat
yang dirasakan, kuantitas sedikit tapi lebih bermutu itu lebih baik dari pada
kuantitas banyak tapi mutunya kurang. Penggunaan KB dapat memplaning
masa depan anak dan juga tentang gizi anak tentunya lebih terjamin karena
sudah ada perencanaannya.
Coitus Interuptus (senggama terputus) merupakan salah satu usaha
kontrasepsi yang paling tua. Cara ini banyak digunakan di Benua Eropa
pada abad ke-18 dan memegang peranan penting dalam pembatasan
penduduk. Kira-kira 50 % dari suami istri mempergunakan pada waktu itu.
Pada pertengahan abad ini masih juga dipergunakan di Jamaika 60%,
Puerto Rico 54% dan Ungaria 67%.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan akseptor KB
Alamiah metode kalender yang meliputi tentang pengertian metode
kalender 67,6 % dikategorikan baik, pemahaman masa subur 64,6 %
dikategorikan kurang, pengetahuan tentang keuntungan metode kalender 60
% dikategorikan baik, pengetahuan tentang kerugian metode kalender 67,6
% dikategorikan kurang, pengetahuan tentang pelaksanaan metode kalender
76,9 % dikategorikan kurang. Kesimpulan dari hasil penelitian secara
keseluruhan tentang gambaran pengetahuan akseptor KB alamiah metode
kalender secara umum termasuk kategori kurang (57,1%).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian senggama terputus?
2. Apa saja efek samping dari senggama terputus?
3. Apa saja indikasi dan kontra indikasi senggama terputus?
4. Apa saja komplikasi dari senggama terputus?

1
5. Apa saja pemecahan masalah dan rujukan KB yang bermasalah?
6. Apa saja pengertian metode pantang berkala?
7. Apa saja efek samping metode pantang berkala?
8. Apa saja indikasi dan kontraindikasi metode pantang berkala?
9. Apa saja komplikasi metode pantang berkala?
10. Apa saja pemecahan masalah dan rujukan KB yang bermasalah?
C. Tujuan Penulisan
1. Apa pengertian senggama terputus
2. Apa saja efek samping dari senggama terputus
3. Apa saja indikasi dan kontra indikasi senggama terputus
4. Apa saja komplikasi dari senggama terputus
5. Apa saja pemecahan masalah dan rujukan KB yang bermasalah
6. Apa saja pengertian metode pantang berkala
7. Apa saja efek samping metode pantang berkala
8. Apa saja indikasi dan kontraindikasi metode pantang berkala
9. Apa saja komplikasi metode pantang berkala
10. Apa saja pemecahan masalah dan rujukan KB yang bermasalah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Senggama Terputus
1. Pengertian Senggama Terputus

Coitus Interuptus (metode withdrawal/senggama terputus)


adalah suatu metode kontrasepsi di mana senggama di akhiri sebelum
terjadi ejakulasi intra vaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia
eksterna wanita, (Keluarga Berencana dan Kontrasepsi:58;2004).
Nama lain dari coitus interuptus adalah senggama terputus atau
ekspulsi pra ejakulasi atau pancaran ekstra vaginal atau withdrawal
methods atau pull-out method. Dalam bahasa latin disebut juga
interrupted intercourse. Metode Withdrawal adalah metode
kontrasepsi dimana senggama diakhiri sebelum terjadi ejakulasi
intravaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna wanita.(
Everett S. Buku Saku Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif,
Hal : 37).
Bagi wanita dengan siklus haid teratur, efektifitasnya lebih
tinggi dibandingkan wanita yang siklus haidnya tidak teratur. Angka
kegagalan berkisar antara 6 – 42. Metode kalender akan lebih efektif
bila dilakukan dengan baik dan benar. Sebelum menggunakan metode
kalender ini, pasangan suami istri harus mengetahui masa subur.
Padahal, masa subur setiap wanita tidaklah sama.
Oleh karena itu, diperlukan pengamatan minimal enam kali
siklus menstruasi. Selain itu, metode ini juga akan lebih efektif bila

3
digunakan bersama dengan metode kontrasepsi lain. Berdasarkan
penelitian dr. Johnson dan kawan-kawan di Sidney, metode kalender
akan efektif tiga kali lipat bila dikombinasikan dengan metode
simptothermal. Angka kegagalan penggunaan metode kalender adalah
14 per 100 wanita per tahun.
2. Efek Samping Senggama Terputus
Efek dari senggama terputus adalah kurangnya/terputusnya
rasa puas atau nikmat dari hubungan suami istri saat orgasme.

3. Indikasi dan kontraindikasi Senggama Terputus


a. Indikasi
1) Dapat dipakai pada suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam
keluarga berencana
2) Pasangan yang taat beragama atau mempunyai alas an filosofi
untuk tidak memakai metode –metode lain
3) Pasangan yang memerlukan metode kontrasepsi dengan segera
4) Pasangan yang memerlukan metode kontrasepsi sementara,
sambil menunggu metode yang lain
5) Pasangan yang membutuhkan metode pendukung lain
6) Pasangan yang melakukan hubungan seksual tidak teratur
b. Kontraindikasi
1) Ejakulasi premature pada pria
2) Suami yang sulit melakukan senggama terputus
3) Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologis

4
4) Suami sulit untuk bekerjasama
5) Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi
6) Pasangan yang tidak bersedia melakukan senggama terputus
4. Komplikasi Senggama Terputus
Dalam metode senggama terputus tidak ada komplikasi yang
memberatkan bagi suami ataupun istri, hanya saja terdapat
ketidakpuasan saat orgasme.
5. Pemecahan Masalah dan Rujukan KB yang bermasalah
Dalam senggama terputus masalah yang paling sering dialami
suami ataupun istri adalah ketidakpuasan saat orgasme, maka dari itu
pemecahan masalah nya adalah dengan membuat komunikasi yang
baik antara suami dengan istri .
B. Metode Pantang Berkala/Metode Kalender
1. Pengertian Metode Kalender

Metode kalender atau pantang berkala merupakan metode


keluarga berencana alamiah (KBA) yang paling tua. Pencetus KBA
sistem kalender adalah dr. Knaus (ahli kebidanan dari Vienna) dan dr.
Ogino (ahli ginekologi dari Jepang). Metode kalender ini berdasarkan
pada siklus haid/menstruasi wanita. Knaus berpendapat bahwa ovulasi
terjadi tepat 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Sedangkan Ogino
berpendapat bahwa ovulasi tidak selalu terjadi tepat 14 hari sebelum
menstruasi, tetapi dapat terjadi antara 12 atau 16 hari sebelum
menstruasi berikutnya. Hasil penelitian kedua ahli ini menjadi dasar
dari KBA sistem kalender.
Metode kalender atau pantang berkala adalah cara/metode
kontrasepsi sederhana yang dilakukan oleh pasangan suami istri

5
dengan tidak melakukan senggama atau hubungan seksual pada masa
subur/ovulasi.
Syarat-syarat :
a. Perbedaan siklus terpanjang dan terpendek harus kurang dari 10
hari.
b. Tidak ada keadaan-keadaan yang mengubah keteraturan siklus,
misalnya
1. gangguan emosional,
2. beberapa tahun post menarrhoe,
3. beberapa tahun pra menopause,
4. beberapa bulan post partum/abortus.
Angka kegagalan :
1. Teoritis : 15 kehamilan/HWY
2. Sebenarnya : 25 - 40/STW.
Sebab-sebab kegagalan :
1. Kurang pengetahuan.
2. Taking a chance (mengambil resiko).
3. Kemampuan membuahi dari spermatozoa melebihi 2 x 24 jam.
4. Ovulasi tidak teratur (wanita muda sering ovulasi lebih cepat,yaitu
kurang dari 14 hari).
5. Ovulasi 2 kali (pada fase hyperthermic dari satu siklus).

Kemungkinan kegagalan yang jauh lebih tinggi. Ini


terutama bila tidak dilakukan pengamatan yang mendalam untuk
mengetahui dengan pasti masa subur, karena tidak ada yang bisa
menjamin ketepatan perhitungan sebab masa suburpun terjadi
secara alami, selain itu kedua pasangan tidak bisa menikmati
hubungan suami istri secara bebas karena ada aturan yang
ditetapkan dalam sistem ini. Masa berpantang yang cukup lama
dapat membuat pasangan tidak bisa menanti dan melakukan
hubungan pada waktu berpantang.

6
Kerugian lain dari KB kalender adalah bahwa waktu yang tepat
dari ovulasi sulit untuk ditentukan, ovulasi umumnya terjadi 14 ±2
hari sebelum hari pertama haid yang akan datang. Dengan
demikian pada wanita dengan haid yang tidak teratur, saat terjadi
ovulasi, sulit atau sama sekali tidak dapat diperhitungkan. Selain
itu, ada kemungkinan bahwa pada wanita dengan haid teratur oleh
salah satu sebab (misalnya karena sakit) ovulasi tidak datang pada
saat semestinya.

2. Efek Samping Metode Kalender


Masa berpantang yang cukup lama dapat membuat
pasangan tidak bisa menanti dan melakukan hubungan pada waktu
berpantang.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Metode Kalender
a. Indikasi
Metode ini mudah dilaksanakan, tetapi dalam prakteknya
sukar menentukan pada saat ovulasi dengan tetap. Hanya sedikit
wanita yang mempunyai daur haid teratur, lagi pula dapat terjadi
variasi, lebih-lebih setelah persalinan dan pada tahun-tahun
menjelang menopaus.

7
b. Kontraindikasi
Yang seharusnya tidak menggunakan/kontak indikasi
1. Perempuan yang dari segi umur, paritas ata umasalah
kesehatannyamembuat kehamilan menjadi suatu kondisi
resiko tinggi
2. Perempuan sebelum mendapat haid (menyusui, segera
setelah(abortus), kecuali MOB
3. Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur
4. Perempuan yang pasangannya tidak mau bekerja
sama(berpantang) selama waktu tertentu dalam siklus
haid.
5. Perempuan yang tidak suka menyentuh daerah
genitalianya
4. Komplikasi Metode Kalender
Dalam penggunaan metode kalender tidak ada komplikasi yang
ditimbulkan.
5. Pemecahan Masalah dan Rujukan KB yang bermasalah
Dalam KB kalender pemecahan masalah hanya pada penguatan
kerja sama antara suami dan istri untuk menjalin hubungan yang sesuai
dengan metode kalender yang dijadwalkan.
6. Rujukan KB yang bermasalah
Bertujuan untuk :
a. Terwujudnya suatu jaringan pelayanan MKET yang terpadu
disetiap tingkat wilayah, sehingga setiap unit pelayanan
memberikan pelayanan secara berhasil guna dan berdaya guna
maksimal, sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing
b. Peningkatan dukungan terhadap arah dan pendekatan gerakan KB
Nasional dalam hal perluasan jangkauan dan pembinaan peserta
KB dengan pelayanan yang makin bemutu tinggi serta
pengayoman penuh kepada masyarakat

8
Jenis Rujukan :
Rujukan MKET dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu sebagai berikut:
a. Pelimpahan Kasus
1) Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih
sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan
maksud memperoleh pelayanan yang lebih baik dan sempurna
2) Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih
mampu ke unit pelayanan yang lebih sederhana dengan maksud
memberikan pelayanan selanjutnya atas kasus tersebut
3) Pelimpahan kasus ke unit pelayanan MKET dengan tingkat
kemampuan sama dengan pertimbangan geografis, ekonomi
dan efisiensi kerja.
b. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan
Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan ini dapat
dilakukan dengan :
1) Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang
lebih mampu ke unit pelayanan MKET yang lebih
sederhana dengan maksud memberikan latihan praktis
2) Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang
lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih
mampu dengan maksud memberikan latihan praktis

9
3) Pelimpahan tenaga ke unit pelayanan MKET dengan
tingkat kemampuan sama dengan maksud tukar-
menukar pengalaman
c. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic
1) Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostik dari unit
pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan
MKET yang lebih mampu dengn maksud menegakkan
diagnose yang lebih tepat
2) Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic dari unit
pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud untuk
dicobakan atau sebagai informasi
3) Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit
pelayanan dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud
sebagai informasi atau untuk dicobakan
Sasaran Rujukan MKET
a. Sasaran obyektif
1) PUS yang akan memperoleh pelayanan MKET
2) Peserta KB yang akan ganti cara ke MKET
3) Peserta KB MKET untuk mendapatkan pengamatan lanjutan
4) Peserta KB yang mengalami komplikasi atau kegagalan
pemakaian MKET
5) Pengetahuan dan keterampilan MKET
6) Bahan-bahan penunjang diagnostic
b. Sasaran subyektif
1) Petugas-petugas pelayanan MKET disemua tingkat wilayah
2) Tata Laksana Rujukan
3) Internal antar petugas di satu Puskesmas
4) Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas
5) Antara masyarakat dan Puskesmas
6) Antara satu Puskesmas dan Puskesmas yang lain
7) Antara Puskesmas dan Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas
pelayanan kesehatan yang lain

10
8) Internal antara bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit
9) Antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain
dan Rumah Sakit, Laboratorium atau fasilitas pelayanan yang
lain.
10) Rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan
menyerahkan klien-klien ke fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, akan tetapi karena kondisi klien yang mengharuskan
pemberian pelayanan yang lebih kompeten dan bermutu
melalui upaya rujukan.
11) Untuk itu, dalam melaksanakan rujukan harus telah pula
diberikan:
12) Konseling tentang kondisi klien-klien yang menyebabkan perlu
dirujuk
13) Konseling tentang kondisi yang diharapkan diperoleh di tempat
rujukan
14) Informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan tempat rujukan
yang dituju
15) Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju
mengenai kondisi klien saat ini, riwayat kesehatan sebelumnya,
serta upaya/tindakan yang telah diberikan
16) Bila perlu diberikan upaya mempertahankan keadaan umum
klien
17) Bila perlu, kartena kondisi klien, dalam perjalanan menuju
tempat rujukan harus didampingi perawat/bidan
18) Menghubungi fasilitas pelayanan tempat rujukan dituju agar
memungkinkan segera menerima rujukan klien.
19) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan, setelah
memberikan upaya penanggulangan dan kondisi klien telah
memungkinkan, harus segera mengembalikan klien ke tempat
fasilitas pelayanan asalnya dengan terlebih dahulu
memberikan:

11
20) Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi
upaya penanggulangan
21) Nasehat yang perlu diperhatikan klien mengenai kelanjutan
penggunaan kontrasepsi
22) Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang merujuk
mengenai kondisi klien berikut upaya penanggulangan yang
telah diberikan serta saran-saran upaya pelayanan lanjutan yang
harus dilaksanakan, terutama tentang penggunaan kontrasepsi.
C. Program KIE Dan Pelayanan KIE

1. Tujuan Komunikasi Informasi Dan Edukasi


Tujuan dilaksanakannya program KIE, yaitu :
a. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik KB
kondom/diafragma sehingga tercapai penambahan peserta baru.
b. Membina kelestarian peserta KB kondom/diafragma
c. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio cultural yan dapat
menjamin berlangsungnya proses penerimaan.
d. Untuk mendorong terjadinya proses perubahan perilaku kearah
yang positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik
masyarakat (klien) secara wajar sehingga masyarakat
melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan
bertanggung jawab.
2. Jenis– Jenis Kegiatan Dalam Kie
Kie Dapat Dikelompokkan Menjadi 3 Kegiatan :
a. Kie Massa

12
b. Kie Kelompok
c. Kie Perorangan

Menurut Media Yang Digunakan, Kegiatan Kie Dapat Diperinci


Sebagai Berikut :

a. Radio
b. Televisi
c. Mobil Unit Penerangan
d. Penerbitan/ Publikasi
e. Pers/ Surat Kabar
f. Film
g. Kegiatan Promosi
3. Prinsip Kie
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE adalah :
a. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.
b. Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu ( status
pendidikan, social ekonomi dan emosi ) sebagaimana adanya.
c. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami.
d. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh
dari kehidupan sehari – hari.
e. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan risiko yang
dimiliki ibu.
D. Konseling Keluarga Berencana

13
1. Pengertian Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan
semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi
yang diberikan dan dibicarakan pada satu kali kesempatan yakni pada
saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan informasi
yang memadai harus diterapkan dan dibicarakan secara interaktif
sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya
yang ada.
2. Tujuan Konseling
Tujuan dalam pemberian konseling keluarga berencana antara lain :
a. Meningkatkan penerimaan.
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara
mendengarkan, berbicara dan komunikasi non verbal
meningkatkan penerimaan KB kondom/diafragma oleh klien.
b. Menjamin pilihan yang cocok.
Konseling menjamin bahwa petugas dan klien akan
memilih cara yang terbaik sesuai dengan keadaan kesehatan dan
kondisi klien
c. Menjamin penggunaan cara yang efektif.
Konseling yang efektif diperlukan agar klien mengetahui
bagaimana menggunakan cara KB yang benar, dan bagaimana
mengatasi informasi yang keliru dan/isu-isu tentang cara tersebut
d. Menjamin kelangsungan yang lebih lama.
Kelangsungan pemakain cara KB akan lebih baik bila klien
ikut memilih cara tersebut,mengetahui bagaimana cara kerjanya
dan bagaimana mengatasi efek sampingnya. Kelangsungan
pemakainan juga lebih baik bila ia mengetahui bahwa ia dapat
berkunjung kembali seandainya ada masalah. Kadang-kadang klien
hanya ingin tahu kapan ia harus kembali untuk memperoleh
pelayanan
3. Jenis Konseling KB

14
Komponen penting dalam pelayanan KB dapat dibagi dalam tiga
tahap. Konseling awal pada saat menerima klien, konseling khusus
tentang cara KB, dan konseling tindak lanjut.
a. Konseling Awal
Konseling awal bertujuan untuk memutuskan metode apa
yang akan dipakai, didalamnya termasuk mengenalkan pada klien
semua cara KB atau pelayanan kesehatan, prosedur klinik,
kebijakan dan bagaimana pengalaman klien pada kunjungannya
itu. Bila dilakukan dengan objektif, konseling awal membantu
klien untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat konseling
awal antara lain menanyakan pada klien cara apa yang disukainya,
dan apa yang dia ketahui mengenai cara tersebut, menguraikan
secara ringkas cara kerja, kelebihan dan kekurangannya.
b. Konseling Khusus
Konseling khusus mengenai metoda KB memberi
kesempatan pada klien untuk mengajukan pertanyaan tentang cara
KB tertentu dan membicarakan pengalamannya, mendapatkan
informasi lebih rinci tentang cara KB yang tersedia yang ingin
dipilihnya, mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang
cocok serta mendapat penerangan lebih jauh tentang bagaimana
menggunakan metoda tersebut dengan aman, efektif dan
memuaskan.
c. Konseling Tindak Lanjut
Bila klien datang untuk mendapatkan obat baru atau
pemeriksaan ulang maka penting untuk berpijak pada konseling
yang dulu. Konseling pada kunjungan ulang lebih bervariasi dari
pada konseling awal. Pemberi pelayanan perlu mengetahui apa
yang harus dikerjakan pada setiap situasi. Pemberi pelayanan harus
dapat membedakan antara masalah yang serius yang memerlukan
rujukan dan masalah ynag ringan yang dapat diatasi di tempat.
4. Langkah Konseling

15
a. GATHER menurut Gallen dan Leitenmaier
Gallen dan Leitenmaier memberikan satu akronim yang
dapat dijadikan panduan bagi petugas klinik KB untuk melakukan
konseling. Akronim tersebut adalahGATHER yang merupakan
singkatan dari :

G : Greet

Berikan salam, mengenalkan diri dan membuka komunikasi.

A : Ask atau Assess

Menanyakan keluhan atau kebutuhan pasien dan menilai


apakah keluhan/keinginan yang disampaikan memang sesuai
dengan kondisi yang dihadapi.

T : Tell

Beritahukan bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien


adalah seperti yangtercermin dari hasil tukar informasi dan
harus dicarikan upaya penyelesaian masalah tersebut.

H : Help

Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan masalah


itu yang harusdiselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang dapat
menyelesaikan masalah tersebut, termasuk keuntungan dan
keterbatasan dari masing – masing cara tersebut. Minta pasien
untuk memutuskan cara terbaik bagi dirinya.

E : Explain

Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan atau dianjurkan


dan hasil yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau
diobservasi beberapa saat hingga menampakkan hasil seperti
yang diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana pertolongan
lanjutan atau darurat dapat diperoleh.

16
R : Refer dan Return visit

Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan


yang sesuai atau buat jadwal kunjungan ulang apabila
pelayanan terpilih telah diberikan.

a. Langkah – Langkah Konseling KB SATU TUJU


Dalam memberikan konseling. Khususnya bagi
calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan 6
langkah yang sedah dikenal dengan kata kunci SATU
TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu
dilakukan secara berurutan karena petugas harus
menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Beberapa klien
membutuhkan lebih banyak perhatian

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Coitus Interuptus (metode withdrawal/senggama terputus) adalah
suatu metode kontrasepsi di mana senggama di akhiri sebelum terjadi
ejakulasi intra vaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna wanita.
Sebelum memutuskan untuk melakukan metode kontrasepsi coitus
interuptus, hendaknya pasangan memperhatikan indikasi dan kontra
indikasi dari metode ini. Klien atau akseptor yang menggunakan metode
kontrasepsi coitus interuptus tidak memerlukan anamnesis atau
pemeriksaan khusus, tetapi diberikan penjelasan atau KIE baik lisan
maupun tertulis.
Coitus interuptus memberikan manfaat baik secara kontrasepsi
maupun non kontrasepsi. Metode coitus interuptus ini mempunyai
keterbatasan namun akan efektif apabila dilakukan dengan benar dan
konsisten. Angka kegagalan 4-27 kehamilan per 100 perempuan per tahun.
KB sistem kalender adalah usaha untuk mengatur kehamilan
dengan menghindari hubungan badan selama masa subur seorang wanita.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini agar pembaca dapat
memahami tentang senggama terputus dan metode pantang berkala

18
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.


Notodiharjo, Riono. 2002. Reproduksi, Kontrasepsi, dan Keluarga Berencana :
Metode KB tanpa bantuan obat-obatan dan peralatan.
Varney, Helen. 2006. Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.
Wikhjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

19

Vous aimerez peut-être aussi