Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
2.1.Definisi
Abdominal pain (nyeri abdomen) merupakan sensasi subjektif tidak menyenangkan
yang terasa di setiap regio abdomen.Nyeri abdomen akut biasanya digunakan untuk
menggambarkan nyeri dengan onset mendadak, dan atau durasi pendek.Nyeri abdomen
kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri berlanjut, baik yang berjalan
dalam waktu lama atau berulang/ hilang timbul.Nyeri kronis dapat berhubungan dengan
eksaserbasi akut (Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007).
b. Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi,
misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri
dirasakanseperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjuk letak nyeri dengan
jarinya secara tepat. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan,
rangsang kimiawi atauproses radang (lihat Tabel 2.1 dan 2.2) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Tabel 2.1. Persarafan sensorik organ perut
Organ atau struktur Saraf Tingkat
persarafan
Bagian tengah diafragma N. frenikus C3-5
Tepi diafragma, lambung, Pleksus seliakus Th 6-9
pankreas, kandung empedu,
usus halus
Apendiks, kolon proksimal, Pleksus Th 10-11
dan organ panggul mesenterikus
Kolon distal, rektum, ginjal, N. splanknikus Th 11-L1
ureter, dan testis kaudal
Buli-buli, rektosigmoid Pleksus S2-S4
hipogastrikus
(Sjamsuhidajat dkk, 2010)
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum
danmenyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua
peritoneumdapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri.Gesekan inilah yang
menimbulkan nyerikontralateral pada apendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik
berupa gerakan tubuh maupungerakan nafas yang dalam atau batuk, akan menambah rasa
nyeri sehinggapenderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk
tidak bergerak, bernafas dangkal danmenahan batuk (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Tabel 2.2.Letak nyeri somatik
Letak Organ
Abdomen kanan atas Kandung empedu*, hati, duodenum, pankreas,
kolon, paru, miokard
Epigastrium Lambung*, pankreas, duodenum, paru, kolon
Abdomen kiri atas Limpa*, kolon, ginjal, pankreas, paru
Abdomen kanan Apendiks*, adneksa*, sekum, ileum, ureter
bawah
Abdomen kiri bawah Kolon*, adneksa*, ureter
Suprapubik Buli-buli*, uterus, usus halus
Periumbilikal Usus halus
Pinggang/ punggung Pankreas*, aorta, ginjal
Bahu Diafragma*
* Organ yang paling sering menimbulkan nyeri somatik
(Sjamsuhidajat dkk, 2010)
2.3.Letak nyeri perut
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya dengan asal organ tersebut
pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ
sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya (lihat Tabel 2.2, Gambar
2.1 dan Gambar 2.2).Nyeri pada anak prasekolah sulit ditentukan letaknya, karena
mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya.Anak yang
lebih besar baru dapat menentukan letak nyerinya (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
2.4.Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang
diproyeksikan.Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu
menegakkan diagnosis.Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat
(skapula), nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang.Nyeri pada bahu
menunjukkan adanya rangsangan pada diafragma (lihat Gambar 2.1C) (Sjamsuhidajat
dkk, 2010).
a. Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan
dirasakan di bahu (lihat Gambar 2.1C dan 2.3). Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri
dirasakan didaerah ujung belikat (lihat Gambar 2.1B dan 2.1C).Abses dibawah diafragma
atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan atas limpa atau hati juga
dapat menyebabkan nyeri di bahu.Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya
dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium mayor atau testis (lihat Gambar
2.1B). Kadang nyeri ini sukar dibedakan dari nyeri alih (Sjamsuhidajat, dkk., 2010).
Gambar 2.3 Persarafan diafragma dan bahu; rangsangan pada pleura atau peritoneum
dapat dirasakan sebagai nyeri bahu.
A. Inervasi diafragma dan bahu oleh saraf servikal : (1) saraf C3, C4,
dan C5, (2) n. frenikus.
B. (1) Iritasi n. frenikus dapat dirasakan di bahu : daerah bahu yang
disarafi, (2) paru-paru dan pleura viseralisnya, (3) diafragma
dengan pleura parietalis disebelah kranial dan peritoneum parietalis
disebelah kaudal, (4) hepar dan peritoneum viserale, (5) rongga
abdomen.
b. Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibatcedera atau peradangan saraf.Contoh yang terkenal ialah
nyerifantom setelahamputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster.Radang saraf
ini pada herpeszoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut sebelum gejala
atau tandaherpes menjadi jelas dan rasa nyeri ini dapat menetap bahkan setelah
penyakitnya sudah sembuh (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
c. Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan dikulit jika ada peradangan pada
rongga dibawahnya.Pada gawat abdomen, hiperestesia sering ditemukan pada peritonitis
local maupun peritonitis umum (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum
sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat, dan pada tempat itu terdapat nyeri
tekan, nyeri gerak, nyeri batuk, nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan
defans muskuler yang sering disertai hiperestesia kulit setempat (Sjamsuhidajat dkk,
2010).
d. Nyeri kontinu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus-menerus
karena proses berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan
defans muskuler, kontraksi dinding perut yang terjadi secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dari tekanan setempat.
e. Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter,
batu empedu, peningkatan tekanan intralumen).Nyeri ini timbul karena hipoksia yang
dialami oleh jaringan dinding saluran.Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan hilang
timbul.Fase awal gangguan pendarahan dinding usus juga berupa nyeri kolik.
Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah.Saat
serangan, pasien sangat gelisah, kadang sampai berguling-guling ditempat tidur atau di
jalan.Yang khas adalah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan
disertai mual atau muntah dan gerak paksa (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
f. Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak
menyurut.Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih
lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia, merosotnya keadaan
umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
g. Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi.Pada tahap awal
apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan
disekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah.Setelah radang
terjadi diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan
peritoneum yang merupakan nyeri somatik.Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak
peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah.Jika apendiks kemudian
mengalami nekrosis dan gangrene (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah lagi menjadi
nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh
dalam keadaan toksis (lihat Gambar 2.4A) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan asam
hidroklorida dan empedu masuk ke rongga abdomen yang sangat merangsang peritoneum
setempat.Si sakit merasa sangat nyeri ditempat rangsangan itu, yaitu diperut bagian atas.
Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di
sebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah,
sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama
karena terjadi pengenceran.Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati
pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada apendisitis
akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, apendisitis akut maupun perforasi lambung atau
duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika tidak segera di
tanggulangi dengan tindak bedah (lihat Gambar 2.4B) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
2.6.Posisipasien
Posisi pasien dalam usaha mengurangi nyeri tertentu dapat menjadi petunjuk. Pada
pankreatitis akut, pasien akan berbaring pada sisi sebelah kiri dengan fleksi pada tulang
belakang, panggul, dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi
panggul dan lutut. Penderita abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan
menekan daerah perut bagian atas seakan-akan menggendong absesnya.Pasien apendisitis
akut yang letaknya retrosekum cenderung berbaring dengan fleksi pada sendi panggul
sebagai usaha melemaskan otot psoas yang teriritasi.Gawat abdomen akibat iritasi pada
diafragma akan menyebabkan pasien lebih merasa nyaman dalam posisi setengah duduk
yang memudahkan bernapas. Pasien peritonitis local atau umum tidak dapat bergerak
karena nyeri, sedangkan penderita kolik terpaksa bergerak-gerak karena nyerinya
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
2.7.Pemeriksaan
a. Anamnesis
Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, perlu ditanyakan dahulu permulaan
timbulnyanyeri (kapan mulai, mendadak atau berangsur), letaknya (menetap, pindah atau
beralih), keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat
kolik), perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya, apakah berkala, dan
faktor apakah yang mempengaruhinya (adakah yang memperingan atau memberatkan
seperti sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi,
miksi).Harus ditanyakan apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini(Sjamsuhidajat
dkk, 2010).
Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum
viseral (nyeri viseral) atau peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut
(nyeri somatik).Pada saat nyeri dirasakan pertama kali, nyeri viseral biasanya nyeri yang
ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas.Nyeri yang berasal dari organ padat kurang
jelas dibandingkan myeri dari organ yang berongga.Nyeri yang berasal dari viseral dan
berlangsung akut biasanya menyebabkan tekanan darah dan denyut jantung berubah,
pucat dan berkeringat dan disertai fenomena viseral motor seperti muntah dan
diare.Biasanya pasien juga merasa cemas akibat nyeri yang ditimbulkan tersebut (Aru W.
Sudoyo, dkk, 2009).
Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstruksi usus tinggi,
muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat. Sembelit (konstipasi)
didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis umum(Sjamsuhidajat dkk,
2010).
Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritonium. Jika ada peradangan peritonium
setempat, ditemukan tanda rangsang peritonium yang sering disertai defans muskuler.
Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur haid dan gejala lain seperti keadaan sebelum
diserang tanda gawat perut, harus dimasukkan dalam anamnesis(Sjamsuhidajat dkk,
2010).
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok,
dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan (lihat Tabel 2.3)(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Tabel 2.3. Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat abdomen
Keadaan Tanda klinis penting
Awal perforasi saluran Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi usus
cerna atau saluran lain kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang, nyeri
tekan, defans muskuler
Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang
(lanjut), nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri lepas,
defans muskuler, tanda infeksi umum, keadaan
umum merosot
Massa, infeksi atau Massa nyeri (abdomen, pelvis, rektal), nyeri
abses tinju, uji lokal (psoas), tanda umum radang
Obstruksi usus Distensi perut;peristalsis hebat (kolik usus) yang
tampak di dinding perut, terdengar (borborigmi),
dan terasa (oleh penderita yang bergerak); tidak
ada rangsangan peritoneum
Ileus paralitik Distensi, bunyi peristalsis kurang atau hilang,
tidak ada nyeri tekan lokal. Pada iskemia/
strangulasi, distensi tidak jelas (lama), bunyi
usus mungkin ada, nyeri hebat sekali, nyeri tekan
kurang jelas, jika kena usus mungkin keluar
darah dari rectum, tanda toksis
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut jika
aneurisma aorta, nyeri tekan lokal pada
kehamilan ektopik, cairan bebas (pekak geser),
anemia
(Sjamsuhidajat dkk, 2010)
Pada pemeriksaan perut, inspeksi merupakan bagian pemeriksaan yang
penting.Auskultasi diadakan sebelum dilakukan perkusi dan palpasi. Lipat paha dan
tempat hernialain diperiksa secara khusus. Umumnya dibutuhkan colok dubur untuk
membantu penegakan diagnosis (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Pasien dengan akut abdomen biasanya diperiksa posisi supine.Inspeksi abdomen
dilakukan dengan teliti.Posisi tider pasien dan apakah pasien tetap merasakan nyeri pada
posisi supine dan berusaha untuk berada pada posisi tertentu untuk menghindari nyeri
merupakan hal penting untuk menentukan penyebab dari akut abdomen tersebut. Pasien
dengan peritonitis cenderung untuk imobilitas dan terus merasa kesakitan, perubahan
posisi akan merangsang peritoneumnya dan meningkatkan nyeri abdomennya (Aru W.
Sudoyo, dkk, 2009).
Palpasi dilakukan dengan hati-hati untuk menentukan lokasi nyeri jika nyeri tersebut
terlokalisir. Melalui palpasi dapat ditentukan adanya nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya
massa. Adanya nyeri lepas lebih mengarah kepada suatu peritonitis.Lokasi nyeri abdomen
berhubungan dengan penyebab dari nyeri tersebut.Beberapa tanda sering digunakan
sebagai patokan adanya etiologi dari nyeri abdomen tersebut.Tanda Murphy berupa nyeri
tekan pada perut kanan atas pada saat inspirasi sensitif untuk kolesistitis akut tetapi
pemeriksaan ini tidak spesifik.Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada daerah
Mc Burney yaitu pada perut kanan bawah sensitive untuk suatu apendisitis akut (Aru W.
Sudoyo, dkk, 2009).
Pada pemeriksaan auskultasi, bising usus yang didengar cukup bervariasi tergantung
penyebab dari akut abdomen tersebut. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising
usus tidak terdengar sedang pada obstruksi usus bising usus akan meningkat dan kadang
kala kita mendengar Metallic’s sound. Adanya suara bruit pada saat auskultasi
menunjukkan kelainan vaskuler tetapi pada pasien yang kurus kita bias mendengar bruit
pada daerah epigastrium yang berasal dari aorta abdominalis (Aru W. Sudoyo, dkk,
2009).
Pemeriksaan bagian perut yang sukar dicapai, seperti daerah retroperitoneal, region
subfernik, dan panggul, dapat dicapai secara tidak langsung dengan uji tertentu.Dengan
uji iliopsoas dapat diperoleh informasi mengenai region retroperitoneal; dengan uji
obturator didapat informasi mengenai kelainan di panggul, dan dengan perkusi tinju dapat
dicapai region subfrenik (lihat Gambar 2.5).Dengan menarik testis kearah kaudal, dapat
dicapai daerahdasar panggul(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan
colok dubur dan pemeriksaan vagina (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum douglas kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan
didaerah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis dijumpai
ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya
kolaps.Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat
kelamin pada perempuan (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,
misalnya pemeriksaan darah, urin dan feses.Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan
Roentgen atau endoskopi (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan
hematokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung
leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan faktor
koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan
kemungkinan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Pemeriksaan laboratorium yang rutin perlu antara lain pemeriksaan darah perifer dan
urin lengkap. Pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan antara lain amilase, lipase,
elektrolik, gula darah dan ureum kreatinin (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen untuk
memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).Pemeriksaan foto abdomen 3 posisi perlu dilakukan untuk
menentukan adanya tanda perforasi, ileus dan obstruksi usus.Selain itu, pada foto polos
abdomen juga dapat ditentukan adanya kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang
dan adanya batu radiolusen pada kontur ginjal(Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan
hati, saluran empedu, dan pankreas.Apendisitis akut pun dapat dipastikan dengan
ultrasonografi sehingga dapat dihindari pembedahan yang tidak perlu (Sjamsuhidajat dkk,
2010).
Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna dan CT scanabdomen dilakukan
sesuai dengan indikasi(Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
2.8.Diagnosis
Seperti telah disebutkan diatas, anamnesis mengandung data kunci yang dapat
mengarahkan diagnosis gawat perut.Sifat, letak, dan perpindahan nyeri merupakan gejala
yang penting.Demikian juga muntah, kelainan defekasi, dan sembelit. Adanya syok, nyeri
tekan, defans muskuler, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Kadang ditemukan gawat perut dengan penderita yang langsung pingsan.Pingsan
dapat disebabkan oleh nyeri hebat seperti pada awal kolik empedu, perforasi tukak
peptik, obstruksi usus halus akut, perforasi akut apendiks, kehamilan ektopik terganggu,
dan pankreatitis akut.Dalam keadaan ini, selalu harus dipikirkan kemungkinan
perdarahan yang banyak (lihat Gambar 2.6) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Sifat nyeri, cara timbulnya pada permulaan, dan perjalanan selanjutnya sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Nyeri yang timbul mendadak dan tidak tertahankan
mungkin merupakan kolik ureter, kolik empedu, tanda infark jantung, tanda perforasi
tukak peptik atau rupture aorta abdominal.Nyeri hebat yang timbul mendadak kemudian
semakin hebat dapat disebabkan oleh pankreatitis akut, thrombosis vena mesenterika,
atau kehamilan ektopik yang pecah (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Nyeri kolik, yang makin hebat dengan jeda antar serangan, selain disebabkan oleh
kolik ureter dan kolik saluran empedu, mungkin disebabkan oleh pankreatitis (jarang),
obstruksi usus halus, dan kolitis (lihat gambar 2.7) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
a. Nyeri di pusat
Jika terdapat nyeri sentral hebat terpusat diperut, dapat dipikirkan kemungkinan
tahap awal obstruksi usus halus, apendisitis dan pankreatitis, walaupun yang terakhir ini
jarang sekali ditemukan. Jika sewaktu pengamatan terjadi perkembangan klinis, seperti
kenaikan suhu, muntah, atau nyeri tekan lokal, diagnosis akan lebih jelas (Sjamsuhidajat
dkk, 2010)
Jika nyeri di pusat yang hebat ini diikuti dengan syok, harus dipikirkan kemungkinan
volvulus usus halus, kehamilan ektopik yang terganggu, pankreatitis akut, oklusi
pembuluh koroner, oklusi vena mesenterika (jarang), atau aneurisma aorta yang robek
atau pecah (jarang) (Sjamsuhidajat dkk, 2010)
Bila pada penderita ini ditemukan juga defans muskuler, perlu dipikirkan perforasi
tukak peptik atau perforasi dari saluran cerna (Sjamsuhidajat dkk, 2010)
b. Kolik
Nyeri bersifat kolik disertai muntah dan distensi yang makin besar, tetapi tanpa
defans muskuler yang jelas mungkin disebabkan oleh obstruksi usus halus (Sjamsuhidajat
dkk, 2010)
c. Nyeri lokal dan rangsang peritoneum lokal
Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muskuler ditempat nyeri banyak
penyebabnya, tergantung letak nyeri. Letak kanan atas mungkin disebabkan oleh
perforasi tukak peptik duodenum, abses hati, atau kolesistitis akut.Letak kiri atas
mengarah pada kelainan limpa, sepeti rupture, infark jantung, atau pankreatitis akut (ekor
pankreas terletak dikiri atas dan mencapai hilus limpa). Letak dikanan bawah
mengarahkan perhatian pada apendisitis dan kelainan diagnosis bandingnya, sedangkan
pada letak dikiri bawah harus dipikirkan kemungkinan adneksitis (pelvic inflammatory
disease, PID) atau diverticulitis (sering di Negara barat, terutama pada orang dewasa dan
usia lanjut) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
2.9.Etiologi
Klasifikasi etiologi pada tabel berikut, meskipun tidak lengkap, membentuk dasar
yang berguna untuk evaluasi pasien dengan nyeri perut.
Tabel 2.4. Beberapa penyebab penting nyeri perut
Nyeri Yang Berasal Dari Perut
v Inflamasi peritoneum parietal
Ø Kontaminasi bakterial
Apendisitis yang mengalami perforasiatau perforasi viskus lainnya
Penyakit radang pelvis
Ø Iritasi kimiawi
Tukak yang mengalami perforasi
Pankreatitis
Mittelschmerz
v Obstruksi mekanis visera berongga
Ø Obstruksi usus kecil dan besar
Ø Obstruksi percabangan bilier
Ø Obstruksi ureter
v Gangguan vaskuler
Ø Embolisme atau trombosis
Ø Pecahnya vaskuler
Ø Tekanan atau penyumbatan akibat torsi
Ø Anemia sel sabit
v Dinding perut
Ø Distorsi dan traksi mesenterium
Ø Trauma atau infeksi otot-otot
v Distensi permukaan viseral
Ø Perdarahan hatiatau kapsula ginjal
v Peradangan viskus
Ø Apendisitis
Ø Demam tiphoid
Ø Typhlitis
Nyeri Alih Bersumber Di Luar Abdomen
v Toraks
Ø Infark miokard akut
Ø Miokarditis, endokarditis, perikarditis
Ø Gagal jantung kongestif
Ø Pneumonia
Ø Emboli paru
Ø Pleurodinia
Ø Pneumotoraks
Ø Empiema
Ø Penyakit esofagus, spasme, ruptur, peradangan
v Genitalia
Ø Torsio testis
Kausa Metabolik
v Diabetes
v Uremia
v Hiperlipidemia
v Hiperparatiroidisme
v Insifisiensi adrenal akut
v Familial Mediterranean fever
v Porfiria
v Defisiensi inhibitor esterase C’I (angioneurotic edema)
Kausa Neurologi/ Psikiatri
v Herpes zoster
v Tabes dorsalis
v Kausalgik
v Radikulitis karena infeksiatau artritis
v Kompresi tulang belakangatauserabut saraf
v Gangguan fungsional
v Gangguan psikiatri
Kausa Racun
v Keracunan timbal
v Gigitan serangga atau hewan lain
Ø Laba-laba black widow
Ø Gigitan ular
Mekanisme lain
v Penggunaan narkoba
v Heat stroke
(Anthony S. Fauci, dkk, 2008)
2.10. BeberapaMekanismeNyeriBerasalDiPerut
a. Peradangan pada peritoneum parietal
Nyeri inflamasi peritoneum parietal bersifat tetap dan sakit dan terletak langsung
pada daerah yang meradang, reference-nya yang tepat adalah mungkin karena nyeri ini
diteruskan oleh saraf-saraf somatik yang memasok peritoneum parietal.Intensitas
nyerinya bergantung pada tipe dan jumlah substansi asing yang terpapar pada peritoneum
parietal selama periode waktu tertentu. Misalnya, pelepasan mendadak sejumlah kecil
cairan asam lambung steril kedalam rongga peritoneum menyebabkan lebih banyak nyeri
daripada sejumlah sama bahan fekal netral yang amat tercemar. Cairan pankreas yang
aktif secara enzimatik menimbulkan lebih banyak nyeri dan inflamasi daripada yang
ditimbulkan sejumlah sama empedu steril yang tidak mengandung enzim yang poten.
Darah dan air kemih sering demikian lunak sehingga tidak terdeteksi jika keterpaparan
peritoneum tidak terjadi secara mendadak dan masif.Pada kasus kontaminasi bacterial,
seperti ada penyakit peradangan pelvis, nyerinya sering rendah intensitasnya pada
permulaan/ dini penyakit sampai pelipatgandaan bakteri telah menyebabkan perluasan
substansi yang mengganggu. Sedemikian pentingnya kecepatan bahan yang mengganggu
itu mengenai peritoneum sehingga kasus pecahnya ulkus peptikum bisa dikaitkan dengan
gambaran klinis yang sama sekali berbeda bergantung pada kecepatan cairan lambung
memasuki rongga peritoneal (Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
Nyeri inflamasi peritoneal tanpa kecuali dititikberatkan oleh tekanan atau
perubahan regangan peritoneum, apakah ditimbulkan oleh palpasi atau gerakan, seperti
pada batuk-batuk atau bersin.Sebagai akibatnya, pasien peritonitis berbaring diam-diam
ditempat tidur, lebih suka menghindarkan gerakan, kebalikannya dengan pasien dengan
kolik, yang mungkin mengeliat tanpa putus-putus (Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
Ciri karakteristik lain dari iritasi peritoneal adalah spasme refleks tonik pada
abdomen, yang terbatas pada segmen tubuh yang terlibat. Intensitas spasme otot yang
tonik menyertai inflamasi peritoneal bergantung pada lokasi proses peradangan,
kecepatannya berkembang, dan integritas system nervosa. Spasme pada suatu apendiks
retrosekal yang mengalami perforasi atau ulkus yang berperforasi ke dalam kavum
peritoneum minor (lesser peritoneal sac) mungkin minimal atau absen karena efek
protektif dari visera yang menindihnya. Seperti pada nyeri inflamasi peritoneal, suatu
proses yang berkembang secara perlahan sering sangat melemahkan derajat spasme otot.
Kegawatan abdomen yang katastrofik seperti suatu ulkus yang mengalami perforasi telah
berulang dihubungkan dengan nyeri yang minimal atau kadang tidak ada nyeri yang
dapat dideteksi atau spasme otot pada pasien lemah, tua, sakit gawat, debil atau pasien
psikotik (Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
c. Gangguan vaskuler
Walaupun telah banyak pengalaman yang menunjukkan hal sebaliknya, seringkali
terjadi kekeliruan konsepsi bahwa nyeri yang berkaitan dengan gangguan vaskuler
intraabdominal bersifat mendadak dan katastrofik. Nyeri embolisme atau thrombosis
arteri mesenterika superior atau nyeri aneurisma aorta abdominal yang akan pecah pasti
lebih hebat dan difus. Namun sama seringnya, pasien dengan penyumbatan arteri
mesenterika superior hanya mengalami nyeri ringan yang difus dan terus-menerus selama
2 atau 3 hari sebelum kolaps vaskuler atau munculnya temuan inflamasi peritoneal. Tentu
saja, tiadanya nyeri tekan dan kekakuan pada adanya nyeri difus yang terus-menerus pada
seorang pasien yang mungkin sekali mempunyai penyakit vaskuler adalah sangat khas
untuk penyumbatan arteri mesenterika superior.Nyeri abdomen dengan penjalaran ke
daerah sakral, sisi pinggang (flank) atau genitalia harus selalu menandai kemungkinan
adanya suatu aneurisma aorta abdominal yang pecah. Nyeri ini mungkin bertahan
beberapa hari sebelum terjadi rupture dan kolaps(Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
d. Dinding abdominal
Nyeri yang timbul dari dinding abdomen biasanya konstan dan sakit.Pergerakan,
berdiri lama, dan tekanan menambah perasaan nyeri itu dan spasme otot. Pada kasus
hematoma sarung (muskulus) rektus, kini yang paling sering dijumpai dalam kaitan
dengan terapi antikoagulan, suatu massa mungkin terdapat pada kuadran bawah
abdomen. Keterlibatan otot-otot secara serentak pada bagian lain dari tubuh biasanya
bermanfaat untuk membedakan miositosis dinding abdomen dari suatu proses
intraabdominal yang dapat menyebabkan nyeri pada daerah yang sama(Anthony S. Fauci,
dkk, 2008).
e. Nyeri alih pada penyakit abdomen
Nyeri yang dirujuk ke abdomen dari dada, tulang belakang atau genitalia bisa
menjadi masalah diagnostik yang menjengkelkan, karena penyakit bagian atas rongga
abdomen seperti kolesistitis akut atau tukak yang berperforasi sering berkaitan dengan
komplikasi intratorakal.Suatu pernyataan yang paling penting, namun sering dilupakan
adalah bahwa kemungkinan penyakit intratorakal harus dipertimbangkan pada setiap
pasien dengan nyeri abdomen. Pengajuan pertanyaan dan pemeriksaan sistemik yang
diarahkan pada pendeteksian ada atau tidak adanya infark miokard atau paru, pneumonia,
perikarditis, atau penyakit esophagus (penyakit intratorakal yang paling sering tersamar
sebagai kedaruratan abdominal) akan sering memberikan cukup petunjuk untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Pleuritis diafragmatika akibat pneumonia atau infark
paru dapat menyebabkan nyeri pada kuadran atas kanan dan nyeri pada daerah
supraklavikuler, radiasi yang disebut belakangan hendaknya dibedakan dengan tegas dari
nyeri subskapula yang dirujuk yang disebabkan distensi percabangan billier
ekstrahepatik.Keputusan akhir mengenai asal nyeri abdominal mungkin membutuhkan
pengamatan seksama dan terencana untuk suatu periode beberapa jam. Selama waktu itu,
pertanyaan dan pemeriksaan berulang-ulang akan memberikan penjelasan yang
tepat(Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
Nyeri alih yang berasal dari toraks sering disertai dengan splinting pada hemitoraks
bersangkutan dengan kesenjangan pernapasan dan berkurangnya ekskursi yang lebih
terlihat dibandingkan yang ditemukan pada nyeri alih pada penyakit intraabdominal.
Selain itu, spsme otot abdominal yang nyata yang disebabkan oleh nyeri alih akan
berkurang pada waktu fase inspirasi, tetapi persisten selama kedua fase pernapasan bila
spasme itu berasal dari abdomen. Palpasi pada daerah nyeri alih pada abdomen biasanya
juga tidak menonjolkan nyeri tersebut dan pada banyak contoh sebenarnya seperti
meringankannya.Seringnya koeksistensi penyakit toraks dan abdominal dapat
menyesatkan dan membingungkan, jadi diferensiasi mungkin sulit atau tidak
mungkin.Misalnya pasien dengan penyakit saluran empedu yang diketahui sering
mengalami nyeri epigastrik pada waktu infark miokard, atau kolik bilier mungkin
dirasakan didaerah prekordium atau bahu kiri pada seorang pasien yang sebelumnya
menderita karena angina pektoris.Untuk penjelasan mengenai radiasi nyeri ke suatu
daerah yang sebelumnya berpenyakit (Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
Nyeri alih dari spina, yang biasanya mencakup kompresi atau perangsangan radiks
saraf, ditandai dengan peningkatan nyeri pada pergerakan tertentu seperti batuk, bersin
atau peregangan otot dan berkaitan dengan hiperestesia pada dermatom yang
diinervasinya.Nyeri yang menjalar ke abdomen dari testis atau vesika seminalis
umumnya timbul bila organ tersebut ditekan.Nyeri abdomen bersifat tumpul dan sukar
ditentukan letaknya (Anthony S. Fauci, dkk, 2008).
2.11. Diagnosisdifferensial
Tabel 2.5.Diagnosis DifferensialNyeri AbdomenBerdasarkan Lokasi
Kuadran Atas Kanan Epigastrik Kuadran Atas Kiri
Kolesistitis Ulkus peptikum Infark Limpa
Kolangitis Gastritis Ruptur Limpa
Pankreatitis GERD Abses Limpa
Pneumonia/ Empiema Pankreatitis Gastritis
Pleurisy/ Pleurodynia Infark Miokard Ulkus Gaster
Abses Subdiaphragmatik Perikarditis Pankreatitis
Hepatitis Ruptur Aneurisma Aorta Abses Subdiaphragmatik
Budd-Chiari syndrome Esofagitis
Kuadran Bawah Kanan Periumbilikus Kuadran bawah Kiri
Apendisitis Apendisitis Awal Divertikulitis
Salpingitis Gastroenteritis Salpingitis
Hernia Inguinalis Bowel obstruction Hernia Inguinalis
Kehamilan Ektopik Ruptur Aneurisma Aorta Kehamilan Ektopik
Nefrolitiasis Nefrolitiasis
Inflammatory bowel disease Irritable bowel syndrome
Mesenteric lymphadenitis Inflammatory bowel disease
Typhlitis
Nyeri Non-Lokalis yang Difus
Gastroenteritis Diabetes
Iskemia Mesenterika Malaria
Bowel obstruction Familial Mediterranean
Irritable bowel syndrome
fever
Peritonitis
Metabolic diseases
Penyakit Psikiatrik
(Anthony S. Fauci, dkk, 2008)
2.13. Tatalaksana
Dengan semakin canggihnya pameriksaan baik pemeriksaan radiologi dan
endoskopi, tatalaksana pasien dengan akut abdomen juga semakin luas selain terapi
farmakologi dan terapi bedah terapi endoskopi dan terapi radiologi intervensi serta terapi
melalui laparoskopi merupakan modalitas yang biasa dilakukan pada pasien dengan akut
abdomen.Beberapa keadaan akut abdomen dimana tindakan operasi bukan merupakan
pilihan utama adalah pada pankreatitis biliaris akut dimana setelah terapi antibiotik yang
kuat drainage bilier melalui endoskopi harus dilakukan (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu pada abses hati
dimana aspirasi abses melalui ultrasonografi abdomen harus dilakukan bersamaan dengan
terapi antibiotik (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut abdomen adalah
menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus dilakukan
tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera kapan kasus
tersebut harus dilakukan tindakan bedah (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. CordellWH, KeeneKK, GilesBK, etal: TheHighPrevalenceofPain in Emergency
Medicalcare. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
3. Fauci, Antoni, dkk. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 17. New
York. Mcgrawhill companies.
4. Graff LG, Robinson D: Abdominal Pain and Emergency Department Evaluation. Emerg
MedClin North Am 19:123-136, 2001.
5. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EMS
6. R,Sjamsuhidajat, Wim de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.
7. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.