Vous êtes sur la page 1sur 10

LAPORAN ANALISIS JURNAL

THE EFFICACY OF TRADITIONAL THAI MASSAGE IN DECREASING SPASTICITY


IN ELDERLY STROKE PATIENTS
RSU Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

OLEH:

TRI PANTIYANTI
PRIYAN PRATMANTO
SA’BANI NUR ARDLIYAH
AJENG SARASWATI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stroke adalah suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
membawa darah yang mensuplai oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel tak
agar tetap dapat melaksanakan fungsinya. Serangan ini bersifat mendadak dan
menimbulkan gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapatkan suplai
tersebut (Soeharto, 2004).
Data epidemologi menunjukan bahwa stroke merupakan penyebab kematian
kedua setelah penyakit jantung (WHO, 2008). Di tahun 2008 stroke dan penyakit
cerebrovasculer lainnya menyebabkan 6,2 juta orang di dunia meninggal (WHO,
2008). Dari data WHO tersebut dapat dilihat bahwa stroke merupakan masalah utama
kesehatan di Negara maju dan berkembang. Menurut hasil Riskesdas Indonesia,
penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), TB (7,5%),
Hipertensi (6,8%), dan Cidera (6,5%) (Depkes, 2008).
Salah satu konsekuensi umum dari stroke adalah kelumpuhan. Hal ini
didefinisikan sebagai gangguan motorik yang ditandai dengan peningkatan kecepatan,
tergantung dalam tonik stretch refleks (otot) dengan tersentak tendon yang berlebihan,
akibat hyperexcitability dari peregangan reflexs. Namun, studi terbaru melaporkan
bahwa peningkatan resistensi otot dengan spaticity gerakan pasif adalah karena tidak
hanya untuk refleks hyperexcitability, tetapi juga untuk sifat diubah dari otot tissue.
Spastisitas dapat menyebabkan rasa sakit, postur abnormal, dan kontraktur sendi. Hal
ini dapat mengganggu pemulihan fungsional dan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga mengurangi kualitas hidup (kualitas hidup) dan
meningkatkan beban pengasuh.
Saat ini, banyak metode untuk mengurangi spastisitas yang tersedia, termasuk
farmakologi dan perawatan nonfarmakologi. Terapi farmakologi, seperti obat oral
antikejang, injeksi toksin botulinum, suntikan fenol, injeksi alkohol dan baclofen
intratekal, biasanya fokus pada mengurangi hipereksitabilitas refleks. Perawatan
nonfarmakologi, yang bertujuan untuk menghambat saraf activity, mengurangi
kekakuan otot, dan meningkatkan jaringan ikat di sekitarnya, termasuk modalitas
panas, cryotherapy, stimulasi listrik, peregangan, belat, akupunktur, dan pijat.
Salah satu terapi alternatif non farmakologi adalah terapi pijat. Whichello
(2000) mengatakan rasa sakit dan nyeri pada otot, kelelahan serta rasa kaku,
seluruhnya dapat dengan sukses disembuhkan melalui seni dari massage atau pijat.
Melalui massase, kram otot berkurang, jaringan tisu yang rusak digantikan, serabut
otot baru dapat dibentuk.
Di tailand terdapat terapi pijat yang dapat diterapkan kepada pasien-pasien
dengan stroke pada usia lanjut. Thai Massage banyak dimanfaatkan masyarakat
Thailand sebagai pengganti obat untuk mengurangi rasa sakit dan nyeri. Thai
massage adalah jenis pijat di Thailand gaya yang melibatkan peregangan dan pijat
mendalam. Bentuk ini biasanya dilakukan di lantai, dan klien memakai pakaian yang
nyaman yang memungkinkan gerakan. Tidak ada minyak digunakan dalam pijat ala
Thai. Hal ini dikenal di Thailand sebagai “Boran phaen nuat.
Di Indonesia pijat sudah tidak menjadi hal yang baru karena sudah terbukti
banyak juga praktek pijat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karenanya,
besar kemungkinan untuk Thai massage ini dapat diterapkan di Indonesia. Di RSU
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tidak sedikit pasien dengan stroke, pasien stroke
biasanya dirawat di ruang Soka, Dahlia, dan Cendana karena ini merupakan ruangan
unit penyakit dalam dan syaraf yang ada di RSU Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Oleh karena itu, kami tertarik untuk menganalisa hasil penelitian ini sehingga dapat
menjadi bahan rujukan untuk menjadi tindakan komplementer yang dapat di
aplikasikan di rumah sakit.
I.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui efektivitas Traditional Thai Massage pada pasien stroke.
1.2.2 Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswaa keperawatan dalam intervensi
terhadap pasien stroke.
I.3 Manfaat
I.3.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan rumah sakit menjadi pusat dalam
pelayanan masyarakat dibidang kesehatan, sehingga Thailand Traditional
Massage (TTM) ini dapat menjadi terapi komplementer yang dapat diberikan
kepada pasien dengan stroke.
I.3.2 Bagi Perawat
Perawat dapat melakukan Thailand Traditional Massage (TTM) sebagai terapi
komplementer yang dapat mengatasi spastisitas pada pasien stroke.
I.3.3 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan diskusi dalam pembelajaran keperawatan terutama untuk
Nursing Treatment dalam mengatasi spastisitas pada pasien stroke.
II. RESUME JURNAL
II.1Tujuan Penelitian
II.1.1Untuk menurunkan spastisitas
II.1.2Untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien stroke
II.1.3Untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien stroke
II.1.4Untuk mengantisipasi adanya depresi pada pasien stroke
II.1.5Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien stroke
II.2Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu dengan the control group.
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Rehailitasi Kedokteran, Rumah Sakit
Siriraj Bangkok Thailand mulai dari Agustus 2011 sampai Juli 2013. Populasi dari
penelitian ini adalah pasien stroke yang sudah terdaftar di Departemen Rehailitasi
Kedokteran, Rumah Sakit Siriraj Bangkok Thailand yaitu sebanyak 220 pasien. Dan
untuk sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik the randomized trial (secara
acak) yaitu sebanyak 50 pasien, yang dibagi 2 kelompok perlakuan, 24 pasien dengan
perlakuan menerima Thai Tradisional Massage (TTM) dan 26 pasien dengan
perlakuan menerima program Physical Therapy (TP). Kedua kelompok ini menerima
perlakuan 2 kali seminggu selama 6 minggu.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
- Penderita stroke kronis,
- Pasien dengan spastisitas sedang sampai parah, pada siku atau lutut setidaknya
satu anggota tubuh.
- Berusia > 50 tahun
- Mampu berkomunikasi
Kriteria Eksklusi pada penelitian ini adalah:
- Pasien stroke dengan demam 38oC atau lebih
- Tekanan darah tidak terkontrol
- Adanya perdarahan
- Pasien stroke yang sedang mengonsumsi obat-obatan koagulan,
- Pasien stroke dengan patah tulang
- Pasien stroke yang mengalami dermatitis kontak
- Pasien stroke yang mengalami infeksi kulit
- Pasien stroke yang mengalami osteoporosis
- Pasien stroke yang mengalami demensia berat
- Pasien stroke yang mengalami gangguan psikologis yang tidak terkontrol.
II.3Hasil Penelitian
Pada Minggu 6, persentase pasien dilihat dari skor Skala Ashworth telah
menurun setidaknya satu kelas, tetapi tidak signifikan secara statistik antara kedua
kelompok. Kedua kelompok baik TTM dan PT mengalami peningkatan yang
signifikan dalam kemampuan fungsional dan kualitas hidup, tetapi tidak ada
perbedaan yang ditemukan antara kedua kelompok. Skor kecemasan dan depresi
menunjukkan tren penurunan pada kelompok TTM.
II.4Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada bukti bahwa TTM berbeda dari
program PT dalam menurunkan spastisitas. Namun, kedua intervensi dapat
meredakan kejang-kejang, meningkatkan kemampuan fungsional, dan meningkatkan
kualitas hidup setelah 6 minggu. Meskipun tidak ada signifikansi statistik yang
ditemukan, ada kecenderungan lebih efektif penurunan kecemasan, dan skor depresi
pada kelompok program Thailand Traditional Massage (TTM) dibandingkan dengan
kelompok program Physical Terapy (PT). Penelitian lebih lanjut dengan ukuran
sampel yang memadai diperlukan.
III.PEMBAHASAN
III.1 Analisis Jurnal
Thailand Traditional Massage (TTM) adalah salah satu metode pengobatan
alternatif yang mudah diakses di Thailand. Orang memilih pijat dengan tujuan
relaksasi otot-otot. Hal ini sangat populer di kalangan masyarakat Thailand dan
pasien.
Studi meneliti apakah Thailand Traditional Massage (TTM) efektif dalam
menurunkan spastisitas otot pada pasien stroke. Studi saat ini menunjukkan bahwa
persentase subyek yang Modified Ashworth Scale (MAS) telah menurun setidaknya
satu kelas setelah pengobatan pada kelompok Thailand Traditional Massage (TTM)
tampaknya lebih besar dari kelompok program Physical Terapy (PT). Setelah
menggunakan analisis niat to treat (ITT), hasil yang ditampilkan lebih signifikan
berbeda daripada mereka dari analisis per protocol. Namun, tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan dari kedua analisis. Selain itu, jumlah pasien dalam
kelompok Thailand Traditional Massage (TTM) yang melaporkan bahwa perasaan
mereka spastisitas menurun lebih besar daripada kelompok Physical Terapy (PT).
Hasil subjektif ini konsisten dengan jumlah pasien yang Modified Ashworth Scale
(MAS) telah menurun setidaknya satu kelas. Namun, temuan ini tidak sejalan dengan
penelitian Chen dan Li. Mereka melaporkan bahwa terapi latihan rehabilitasi dapat
meningkatkan kelenturan otot pasca stroke hemiplegia secara signifikan lebih dari
pijat tradisional Cina therapy. Hal ini disebabkan karena gaya yang berbeda, dosis dan
teknik pemijatan
Meskipun kedua program Thailand Traditional Massage (TTM) dan program
Physical Terapy (PT) meningkatkan skor Barthel Index (BI) dengan kesimpulan
penelitian, tidak ada perbedaan dalam skor Barthel Index (BI) antara kedua
kelompok. Diasumsikan bahwa penurunan kelenturan pada kedua kelompok dapat
mengakibatkan mata pelajaran menggunakan anggota badan yang terkena lebih
mudah dan menyebabkan peningkatan fungsional setelah perawatan. Selain itu,
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat meningkatkan melalui
pemulihan motorik spontan pada pasien sub akut stroke dan adaptasi fungsional
setelah program Physical Terapy (PT).
Tren penurunan kecemasan dan depresi skor pada Minggu 6 hanya ditemukan
pada kelompok dengan program Thailand Traditional Massage (TTM), sedangkan
pada kelompok dengan program Physical Terapy (PT) menunjukkan tren peningkatan
gantinya. Ini berarti bahwa hanya kelompok program Thailand Traditional Massage
(TTM) yang melaporkan kecenderungan penurunan kecemasan dan depresi pasca-
perawatan. Alasan untuk perbedaan hasil psikologis antara kelompok yang mungkin
dari meningkatkan sistem saraf parasimpatis dan menghilangkan ketegangan otot
pada kelompok program Thailand Traditional Massage (TTM). Hasil ini sejalan
dengan meta analisis penelitian terapi pijat oleh Moyer et al yang melaporkan bahwa
beberapa dosis terapi pijat dapat secara signifikan mengurangi sifat kecemasan dan
depression. Ika (2007) mengatakan pijat atau massage tak hanya ampuh mengusir
lelah dan stres, tapi juga berkhasiat mengembalikan kebugaran tubuh. Hampir senada
dengan pendapat tersebut, begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Collen
Ryan, dkk (2003) yang mengatakan bahwa massage thai dapat menyeimbangkan
emosi dan mengurangi stress, selain itu massage thai juga dapat menjaga kesehatan
kelenjar endokrin. sakit perut, gangguan pencernaan, sakit kepala, leher kaku, nyeri
bahu, sakit punggung, demam, masalah saluran kemih, penyakit hati, penyakit pada
kandung empedu, hernia, kaki dan kelumpuhan lengan, nyeri lutut.arthritis, shock,
sinusitis, epilepsi.
Fokus pijat tradisional Thailand benar-benar berbeda dari gaya pijat barat,
seperti pijat swedia. Dalam pijat tradisional Thailand perhatian diberikan kepada
tubuh fisik sekunder; oleh karena itu, meremas dan membelai intens karakteristik pijat
Barat terasa ada. Dalam pijat tradisional Thailand fokus utama adalah pada penciptaan
energi tubuh harmoni dan keseimbangan. Pijat tradisional Thailand menggabungkan
menenangkan teknik pijat, termasuk peregangan otot lembut Hatha yoga, yang energi
dan teknik membolak mirip dengan accupressure yang merangsang. Pola goyang
lembut, Thumbing, dan Palming berirama meringankan tubuh ke dalam keadaan
sangat santai (Collen Ryan, dkk 2003).
Dengan pijat tradisional Thailand tidak ada tekanan berlebihan pada
kardiovaskular, tulang, pernafasan sistem seperti yang ada di beberapa terapi Barat.
Karena dari pemulihan dominasi parasimpatis dalam tubuh bukan iritasi, ego-inflasi,
dan ketegangan. pasien merasa tenang, menyenangkan, gembira, dan santai. Hal ini
dapat memiliki efek jangka panjang dalam mengurangi stress pada pasien (Collen
Ryan, dkk 2003). Whichello (2000) mengatakan rasa sakit dan nyeri pada otot,
kelelahan serta rasa kaku, seluruhnya dapat dengan sukses disembuhkan melalui seni
dari massage. Keram Otot berkurang, jaringan tisu yang rusak digantikan, serabut otot
baru dapat dibentuk.
Pada kasus lain yaitu Sindrom scapulocostal (SCS), sindrom nyeri
muskuloskeletal di posterior daerah bahu yang dilakukan pada 20 responden
dilaporkan bahwa massage thai terbukti secara signifikan menurunkan rasa nyeri.
Selain itu juga dapat menurunkan ketegangan otot, dan kecemasan pada pasien yang
memiliki poin memicu myofascial di wilayah scapula (The Massage Therapy
Foundation, 2012).
Sembilan puluh persen (90 %) dari pasien dalam kelompok program Physical
Terapy (PT) merasakan puas dengan program pengobatan, dibandingkan dengan
hanya 75% dari kelompok program Thailand Traditional Massage (TTM) melaporkan
kepuasan. Alasan mengapa pasien kurang puas dengan program Thailand Traditional
Massage (TTM) hal ini karena jumlah efek samping yang terjadi pada kelompok pijat,
terutama kekakuan otot dan nyeri otot. Hal ini konsisten dengan penelitian kualitatif
dengan van der Riet, et al pada program Thailand Traditional Massage (TTM)
digunakan pada stroke patients. Mereka melaporkan bahwa beberapa pasien stroke
mengalami sakit setelah menerima pijat, dan pasien yang lebih muda untuk latihan
daripada untuk menerima pijat. Meskipun pijat tampaknya efektif dalam mengurangi
kelenturan pada pasien stroke, disamping itu juga tenaga medis harus mengakui
bahwa tekanan selama pemijatan bisa mempengaruhi otot. Oleh karena itu, teknik
pijat standar, selain untuk pengembangan peralatan untuk mengukur tekanan ini
sangat diperlukan.
Tetapi hal ini bebeda dengan penelitian yang dilakukan oleh The Massage
Therapy Foundation (2012), pada pasien Sindrom scapulocostal (SCS) yang
mengatakan bahwa pasien yang dilakukan Massage Thai Mengatakan “sangat
puas/paling puas” dibandingkan kelompok yang diberikan terapi pack dan ultrasound
panas yang mengatakan hanya “puas” saja.
III.2 Implikasi Keperawatan
Jurnal ini memberikan referensi tambahan untuk perawat sebagai care giver atau
pemberi pelayanan kepada pasien. Teknik yang dapat digunakan untuk melatih pasien
stroke selain Range of Motion (ROM) dan Physical Therapy (PT) adalah Thai
Traditionel Massage (TTM). Teknik pijat ini terbukti efektif untuk penurunan
spastisitas, kecemasan, dan skor depresi.
Adapun teknik Thai Tradisional Massage (TTM) ini adalah:

Gerakan Lateral Torso dan Bahu


Terapis menstabilkan lengan klien letakan di atas
kaki terapis sambil menekan batas lateral dari tulang
belikat. Teknik ini dapat meredakan nyeri bahu yang berasal dari latisimus dorsi,
serratus anterior dan teres otot utama.
Gerakan melipat lutut
Posisi kaki dilipat memperpendek otot glutealis. Pose ini kompres piriformis
dan glutes lainnya sementara juga peregangan aduktor. Ini adalah pose yang sangat
efektif untuk sindrom piriformis, nyeri pinggul, linu panggul dan keluhan lain yang
berasal dari memicu poin di glutes dan Rotator pinggul.
Gerakan Backbend dengan kaki pada Kembali Garis
Dalam pose ini, terapis kompres erectors tulang belakang sambil bersandar
untuk membawa klien ke dalam backbend dibantu. Para erectors tulang belakang
sering membatasi ekstensi dengan menyakitkan tertular ketika mereka diminta untuk
mempersingkat. Tekanan dari kaki terapis memberikan umpan balik ke otot
shortening dan menonaktifkan refleks nyeri normal.
Teknik mengunci kaki
Ini adalah pose yang sangat efisien dan kuat untuk terapis, sehingga
memungkinkan untuk bersandar dan menggunakan berat badan untuk membawa kaki
klien ke dalam tekanan kaki. Sebuah teknik yang sangat efektif untuk memicu poin di
paha belakang medial dan medialis vastus.
Gerakan tekanan siku bagian bawah
Sebagai terapis bersandar, otot-otot anterior kaki diperpendek. Ini adalah cara
yang sangat efektif dan ampuh untuk mengobati tibialis anterior dan ekstensor
panjang kaki. Memperpendek otot membuat mereka lebih responsif terhadap tekanan
dan memberikan pelatihan ulang sehingga otot belajar untuk mempersingkat anggun

IV. PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Konsekuensi dari
penyakit stroke adalah kelumpuhan yang dapat diawali dari spastisitas otot.
Spastisitas dapat menyebabkan rasa sakit, postur abnormal, dan kontraktur sendi. Pijat
dapat menjadi metode alternatif untuk pasien stroke untuk mengurangi spastisitas,
memperbaiki kondisi psikologis dan kualitas hidup. Salah satu pijat yang efektif untuk
mengurangi efek stroke adalah TTM. Efek stroke yang dapat dikurangi dengan teknik
pijat ini adalah spastisitas, kecemasan, dan depresi. Selain itu, TTM dapat
meningkatkan kemampuan fungsional dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sebagai care giver, perawat dapat menggunakan teknik ini sebagai tindakan mandiri
yang memberikan banyak manfaat untuk pasien.
IV.2 Saran
IV.2.1 Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit diharapkan dapat menyebarluaskan teknik Thailand Traditional
Massage (TTM) ini sebagai terapi komplementer yang dapat diberikan kepada
pasien dengan stroke.
IV.2.2 Bagi Perawat
Perawat diharapkan dapat melakukan Thailand Traditional Massage (TTM)
sebagai tindakan mandiri untuk mengatasi spastisitas, kecemasan dan depresi
pada pasien stroke.
IV.2.3 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat menggunakan jurnal ini sebagai bahan diskusi
dalam pembelajaran keperawatan terutama untuk Nursing Treatment dalam
mengatasi spastisitas pada pasien stroke.

V. DAFTAR PUSTAKA
Collen Ryan., Boonyong Keiwkarnka., Manirul Islam Khan (2003). Traditional thai
massage: unveiling the misconceptions and revealing the health benefits. Journal of
Public Health and Development Vol. 1 No. 2
Departemen Kesehatan RI (2008). Laporan Hasil Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan RI.
Ika. Bugar Dengan Pijat. http://www.KCM.com/ 2007
Soeharto, imam. (2004). Serangan Jantung Dengan Stroke Hubungannya Dengan Lemak
dan Kolesterol. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
The Massage Therapy Foundation. (2012). The Case for Pain Relief: 5 Research Studies
for Massage Therapists
Whichello, Denise Brown. (2000) Therpeutic Massage. A Practical Introduction.
Quantum Publishing. Singapore.
WHO (2008). Fact Sheet: The Top Ten Causes Of Death. 26 September 2014.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf

Vous aimerez peut-être aussi