Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI

tahun 1991 yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit

meskipun tidak terlalu signifikan. Target global Millenium Development

goals (MDG’s) ke- 5 adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi

102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi

saat ini, potensi untuk mencapai target Millenium Development goals

(MDG’s) ke- 5 untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan

kerja keras dan sungguh sungguh untuk mencapainya.


Tujuan pembangunan Indonesia menuju Millenium Development goals

(MDG’s) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian maternal

dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target MDG’s yaitu

penurunan 75% rasio kematian maternal. Pada negara – negara sedang

berkembang frekuensi kematian dilaporkan berkisar 0,3 - 0,7%, sedangkan

di negara – negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05-0,1%

(Widjanarko, 2008). Menurut World Healt Organization (WHO) melalui

pemantauan ibu meninggal diberbagai belahan dunia memperkirakan bahwa

setiap tahun sebanyak 500.000 ibu meninggal disebabkan kehamilan,

persalinan dan nifas.


proses membuka dan menifisnya servik dan janin turun kedalam jalan

lahir. Persalinan merupakan proses pengeluaran janinyang terjadi pada


kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlansung dalam 18 jam , tampa komplikasi baik

pada ibu maupun pada janin (Prawiroharjo,2010). Bentuk-bentuk persalinan

ada dua yaitu persalinan spontan dan persalinan bantuan. Persalinan spontan

merupakan proses lahir bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-

alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlansung 24 jam,

sedangkan persalinan bantuan merupakan persalinan yang dibantu oleh

tenagadari luar misalnya ekstrasi dengan forsep atau dilakukan dengan

operasi SC ( Manuaba, 2007).


SCadalah membuka perut dengan sayatan pada dinding perut dan uterus

yang dilakukan secara vertical atau mediana, dari kulit sampai fasia

(Wiknjosastro, 2010).SC adalah prosedur bedah untuk melahirkan

janindengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2008).SC dilakukan

dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram,

tindakan SC juga merupakan pilihan utama bagi tenaga medis untuk

menyelamatkan ibu dan janin(Mitayani, 2009).


Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca secsio caesaria

disarankan untuk melakukan mobilisasi dini. Tetapi, pada ibu yang

mengalami seksio caesaria rasanya sulit untuk melaksanakan mobilisasi

karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah

ketidaktahuan pasien mengenai mobilisasi dini. Untuk itu diperlukan

pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini pasca operasi seksio caesaria

sehingga pelaksanaan mobilisasi dini lebih maksimal dilakukan. Sebenarnya

ibu yang mengalami seksio caesaria mengerti dalam pelaksanaan mobilissasi


dini, namun ibu tidak mengerti apa manfaat dilakukan mobilisasi dini

(Suriniah, 2004 ).
World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata SC di

sebuah Negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia. Di

Indonesia sendiri, persentase sectio caesarea 5%, Rumah Sakit pemerintah

kira – kira 11 % sementara Rumah Sakit swasta bisa leih dari 30% (Gibbson

L. et all, 2010). Angka kejadian sectio caesarea di indonesia menurut data

survey nasional tahun 2007 adalah 927.000 dari 4.039.000 persalinan atau

sekitar 22,8 %. (Anonymous, 2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan di

RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 26 Oktober 2010 di dapatkan

informasi dari 10 orang ibu bersalin dengan operasi sectio caesarea

mengatakan bahwa sangat takut untuk melakukan mobilisasi dini pasca

operasi sectio caesarea. Hal ini disebabkan karena ibu merasa sangat sakit

saa sakit efek dari anastesi telah hilang sehingga tidak mampu untuk

melakukan mobilisasi dini dan khawatir jahitan luka bekas operasi akan

merengang atau terbuka, sehingga menyebabkan terjadi ruam atau lecet

pada bagian punggung bagian bawah, kekuatan atau penegangan otot-otot

seluruh tubuh, pusing dan susah bernafas, juga susah buang air besar

maupun berkemih serta bengkak pada tunggakai kaki.

Tindakan operasi akan mengakibatkan penurunan gangguan terhadap

mobilisasi pasien. Oleh karena itu mobilisasi merupakan kegiatan yang

penting pada periode post operasi secsio untuk mencegah komplikasi.

Kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan pada post operasi akan

menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memberi kesempatan

pada pergerakan yang maksimal. Bergerak dan beraktifitas diatas tempat


tidur menbantu mencegah komplikasi pada sistem pernafasan,

kardiovaskular, mencegah dekubitus, merangsang peristaltic usus dan

mengurangi rasa nyeri (Kasdu, 2005).

Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang

menganjurkan pasien yang baru melahirkan dengan operasi agar segera

menggerakkan tubuhnya. Dokter kandungan menganjurkan pasien yang

mengalami operasi caesar untuk tidak berdiam diri ditempat tidur tetapi

harus menggerakkan badan atau mobilisasi (Kasdu, 2005).

Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses

penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena.

Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan

luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang diikuti

dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2005).

Proses penyembuhan luka akan melalui beberapa tahapan yaitu inflamasi,

proliferasi, fibroblastikdan maturasi (Johnson, 2005).

Kesembuhan luka operasi sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan

nutrisi kedalam jaringan, Oksigen yang berikatan dengan molekul protein

hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel tubuh melalui sistem

peredaran darah. Oksigen ini berfungsi selain untuk oksidasi biologi juga

oksigenasi jaringan (Johnson, 2005).

Secara klinis luka sudah tidak menunjukkan tanda edema, hangat pada

kulit, oedema dan rasa sakit (fase inflamasi) setelah hari ke-3 atau ke-4.

Sehingga dalam perawatan normal ibu post partum akan lebih aman

pulang setelah hari ke-4 atau ke-5. Akan tetapi secara teori luka harus di
observasi sampai 7 hari setelah operasi. Dimana penyembuhan luka fase

pembentukan kolagen dimulai dengan ditandai menyatunya jaringan kulit

(Johnson, 2005).

Tanggung jawab atas kesehatan diri sendiri, termasuk juga harus dapat

mencapai tingkat kemandirian maksimal, dalam hal ini adalah melakukan

mobilisasi yang sesuai dengan kondisi pasien. Mobilisasi dini bermanfaat

untuk mempertahankan fisik secara optimal , maka sistem saraf, otot dan

skeletal harus tetap utuh dan berfungsi dengan baik (Potter, Perry, 2005).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2007 tercatat, angka ibu melahirkan sebesar 228 per 100 ribu

kelahiran dan angka kematian bayi sebesar 34 per seribu kelahiran hidup.

Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah

mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran

hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar tahun 2012, 30 bayi

meninggal dalam setiap 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian

ibu melahirkan mencapai 211,9 per 100 ribu kelahiran hidup. Menurut

survey terakhir Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2010, Angka

Kematian Bayi Baru Lahir (AKBBL) mencapai 35 per 1.000 kelahiran.

Jumlah tersebut lebih tinggi dari angka Millenium Development Goals

(MDG’s) yaitu 25 kasus per 1000 kelahiran.


SC bukan saja pembedahan menjadi lebih lama aman bagi ibu, tetapi

juga anak ataupun keduanya juga menjadi lebih aman. Namun disamping itu

perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada

bayi telah memperluas indikasi post SC(Oxorn, 2010). Tingkat kematian pun

akibat infeksi tetap tinggi, dalam “ Journal of the American Medikal


Associstion” menyatakan bahwa wanita yang menjalani “bedah cesar”

banyak yang meninggal akibat “shock” atau perdarahan karena menjahit

rahim memiliki resiko infeksi (Kaufmann, 2009).

Dari data-data diatas dalam periode asuhan keperawatan pasca

persalinan yang meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual diperlukan

untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak terutama pada masa

nifas.Peran perawat sangat penting dalam memberikan perawatan kepada

pasien pasca operasi sectio caesarea ini. Peran perawat dapat berupa aspek

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif padapasien pasca operasi sectio

caesarea . Dalam aspek promotif yaitu dengan cara memberikan pendidikan

kesehatan tentang pengetahuan pasca operasi. Aspek preventif yaitu mencegah

resiko infeksi pada post luka dengan cara menjaga kebersihan sanitasi

lingkungan, tingkatkan nutrisi, dan Aspek kuratif yaitu dengan memberikan

perawatan secara maksimal kepada pasien ,menganjurkan kepada pasien atau

keluarga yang menemani untuk menjaga kebersihan pemberian nutrisi yang

sesuai dan adekuat .Sedangkan aspek rehabilitatif yaitu pemulihan kesehatan

melalui istirahat, tirah baring, makanan yang diberikan secara bertahap sesuai

dengan keadaan penyakitnya(mulai dari makanan lunak dan kemudian

makanan biasa) makanan yang mengandung tinggi protein.

Masa nifas merupakan masa yang relatif tidak komplek dibandingkan

dengan kehamilan, masa nifas ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi.

Berbagai komplikasi persalinan SC dapat dialami oleh ibu, dan apabila tidak

segera ditangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup besar

terhadap tingginya angka kematian ibu di Indonesia (Varney, 2007).


Berdasarkan latar belakang diatas, maka perawat tertarik untuk

menerapkan model “Gambaran penerapan mobilisasi dini terhadap

penyembuhan luka pada pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Camar

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru”, sehingga dengan demikian dapat

mencegah dampak yang ditimbulkan dan meningkatkan kinerja perawat dalam

merawat pasien secara komprehensif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka

dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran

penerapan mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka pada pasien Post Sectio

Caesarea di Ruang Camar RSUD Arifin Achmad Pekanbaru ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memaparkan perilaku mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka pada

pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Camar RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru”.
2. Tujuan Khusus
1) Menggambarkan pemahaman pasien dengan Post Sectio Caesarea di

Ruang Camar RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tentang mobilisasi dini

terhadap penyembuhan luka.


2) Memaparkan sikap pasien dengan Post Sectio Caesarea di Ruang Camar

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tentang mobilisasi dini terhadap

penyembuhan luka.
3) Mengidentifikasi tindakan pasien dengan Post Sectio Caesarea di Ruang

Camar RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tentang mobilisasi dini

terhadap penyembuhan luka.


D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana menambah pengetahuan bagi penulis dalam menerapkan

asuhan keperawatan pada klien, khususnya klien dengan Post Sectio

Caesarea
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengawali penelitian lebih

lanjut tentang penerapan mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka

pada pasien Post Sectio.

b. Sebagai salah satu sumber informasi pelaksanaan penelitian bidang

keperawatan tentang penerapan mobilisasi dini terhadap penyembuhan

luka pada pasien Post Sectio Caesarea dalam rangka peningkatan ilmu

pengetahuan dan teknologi keperawatan

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset keperawatan

di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya penelitian tentang gambaran

penerapan mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka pada pasien Post

Sectio Caesarea.

Vous aimerez peut-être aussi