Vous êtes sur la page 1sur 13

A.

Pengertian

Kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah serangkaian kejang yang

terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC)

Kejang demam menurut Putri & Baidul (2009) adalah kejang yang terjadi pada saat

bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Tidak ada nilai ambang

batas suhu yang dapat menimbulkan terjadinya kejang demam. Selama anak mengalami

kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki atau justru

disertai dengan kekakuan tubuhnya.

Kejang demam menurut Judha & Nazwar (2011) merupakan kelainan neurologis

akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena

adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di sebabkan oleh proses

ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas di

susul infeksi saluran pencernaan.

B. Etiologi

Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah kenaikan

suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan

ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.

Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan menjadi

intrakranial dan ekstrakranial.

1. Intrakranial, meliputi :

1) Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler

2) Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis

3) Kongenital : disgenesis, kelainan serebri


2. Ekstrakranial, meliputi :

1) Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan

elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya

2) Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat

3) Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan

piridoksin

Menurut Kristanty, dkk (2009) faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang

demam antara lain:

1) Umur.

2) Kenaikan suhu tubuh.

Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran napas bagian

atas, radang telinga tengah, radang paru-paru, gastroenteritis dan infeksi saluran

kemih. Kejang dapat pula terjadi padabayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah

vaksinasi terutama vaksin pertusis.

3) Faktor genetic.

4) Gangguan sistem saraf pusat sebelum dan sesudah lahir.

C. Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,

bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang di

hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun

limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan di respon oleh hipotalamus dengan

menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara
sistemik naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian

tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai

pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia

ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah

yang merangsang perpndahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke

dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan

cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak

mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat

mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh

penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)

C. Klasifikasi

Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam dua

jenis, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).

Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama.

Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal, atau mengganggu

kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga sangat kecil. Sekitar 2%

hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang demam, yang dapat terjadi pada 30 –

50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada kejang demam kompleks.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).

Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari 15 menit atau

berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.


D. Manifestasi Klinis

1. Manifestasi klinis menurut Riyadi & Sukarmin (2013) manifestasi klinik yang muncul pada

penderita kejang demam :

1) Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ºC.

2) Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Beberapa

detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat

kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

3) Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan

kesadaran).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan penunjang menurut Judha & Nazwar (2011) pemeriksaan penunjang yang

dapat di lakukan tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat. Pemeriksaan yang

dapat di lakukan meliputi:

1) Darah

a. Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200 mq/dl)

b. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik

akibat dari pemberian obat.

c. Elektrolit: K, Na.

Ketidak seimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.

Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)

Natrium (N 135 – 144 meq/dl)

2) Cairan Cerebro Spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan

penyebab kejang.
3) Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

4) Transiluminasi: suatu cara yang di kerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di

bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

5) EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk

mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

6) CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma, cerebral oedem, trauma,

abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

F. Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien kejang demam antara lain:

1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi.

2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar anak.

3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2011) dalam penanggulangan kejang demam ada 4

faktor yang perlu di kerjakan, yaitu: Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang

anak datang dalam keadaan kejang, maka:

1) Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang.

2) Pengobatan penunjang

Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di buka, posisi kepala sebaiknya miring

untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin

kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.
3) Pengobatan rumat

Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari pertama, kedua

diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari berikutnya.

4) Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut.

Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang

di ketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,

magesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,

ensefalografi, dan lain-lain.

H. Pencegahan

Menurut Ngastiyah (2005) cara mencegah jangan sampai timbul kejang bisa menjelaskan

kepada orang tua, seperti:

1. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas resep dokter yang telah

mengandung antikonvuslan.

2. Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika orang tua tau anak panas,

dan pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selam 24 jam berikutnya.

3. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah di berikan obat,

segera bawa anak ke rumah sakit.

I. Pengkajian

1) Data subyektif

a) Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu dipertanyakan

untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, alamat.

b) Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang

(1) Gerakan kejang anak

(2) Terdapat demam sebelum kejang

(3) Lama bangkitan kejang

(4) Pola serangan

(5) Frekuensi serangan

(6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

(7) Riwayat penyakit sekarang

(8) Riwayat Penyakit Dahulu

b) Pemeriksaan fisik

(1) Pemeriksaan kepala

Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan intrakranial.

(2) Pemeriksaan rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi

energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah

dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

(3) Pemeriksaan wajah


Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah, sisi yang paresis tertinggal bila anak

menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat, tanda rhesus sardonicus,

opistotonus, dan trimus, serta gangguan nervus cranial.

(4) Pemeriksaan mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.

(5) Pemeriksaan telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti

pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya

pendengaran.

(6) Pemeriksaan hidung

Pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas, serta secret yang keluar dan

konsistensinya.

(7) Pemeriksaan mulut

Tanda-tanda cyanosis, keadaan lidah, stomatitis, gigi yang tumbuh, dan karies gigi.

(8) Pemeriksaan tenggorokan

Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi faring, cairan eksudat.

(9) Pemeriksaan leher

Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran vena jugularis.

(10) Pemeriksaan Thorax

Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman,

adakah retraksi, adakah intercostale pada auskultasi, adakah suara tambahan.

(11) Pemeriksaan Jantung


Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung, serta irama jantung, adakah bunyi tambahan,

adakah bradicardi atau tachycardia.

(12) Pemeriksaan Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana turgor kulit,

peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.

(13) Pemeriksaan Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah terdapat oedema,

hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.

(14) Pemeriksaan Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise, terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana suhu pada

daerah akral.

(15) Pemeriksaan Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, adakah tanda-tanda infeksi

Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Risiko cidera Setelah dilakukan 1. Tempatkan anak pada tempat
(terjatuh, terkena tindakan keperawatan tidur yang lunak dan rata seperti
benda tajam) selama 3x24 jam maka bahan matras.
berhubungan dengan ditentukan kriteria hasil 2. Pasang pengaman di kedua sisi
penurunan respon sebagai berikut: tempat tidur.
terhadap lingkungan. 1. anak tidak terluka 3. Jaga anak saat timbul serangan
atau jatuh saat kejang
serangan kejang
2 Hipertermi Setelah dilakukan (1) Pantau suhu tubuh anak tiap
berhubungan dengan tindakan keperawatan setengah
proses infeksi, selama 3x24 jam maka (2) Kompres anak dengan air
gangguan pusat ditentukan kriteria hasil dingin/ hangat
pengaturan suhu. sebagai berikut: (3) Beri pakaian anak yang tipis
Suhu tubuh dalam rentang dan bahan yang halus seperti
normal yaitu 36,5 – 37,5, katun
nadi dan RR dalam (4) Jaga kebutuhan cairan anak
rentang normal tercukupi melalui pemberian
intravena
(5) Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik

3 Potensial terjadinya Setelah dilakukan Intervensi


kejang ulang tindakan keperawatan (1) Longgarkan pakaian, berikan
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka pakaian tipis yang mudah
hipertermi ditentukan kriteria hasil menyerap keringat.
sebagai berikut: (2) Berikan kompres dingin
Klien tidak mengalami (3) Berikan ekstra cairan (susu,
kejang selama hipertermi sari buah)
Kriteria hasil : (4) Observasi kejang dan tanda
(1) Tidak terjadi vital tiap 4 jam.
serangan kejang ulang (5) Batasi aktivitas selama anak
(2) Suhu 36-37,50C panas
(3) Nadi 100-110x/menit (6) Berikan pengobatan
(4) Respirasi 24- antipiretik sesuai advis dokter.
28x/menit
(5) Kesadaran
composmentis

4 Kurangnya Setelah dilakukan Intervensi


pengetahuan keluarga tindakan keperawatan (1) Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan dengan selama 1x 30 menit keluarga.
keterbatasan ditentukan kriteria hasil (2) Beri penjelasan kepada
informasi. sebagai berikut: keluarga sebab dan akibat
Pengetahuan keluarga kejang demam.
bertambah tentang (3) Jelaskan setiap tindakan
penyakit anaknya. perawatan yang akan dilakukan.
Kriteria Hasil : (4) Berikan Health Education
(1) Keluarga tidak tentang cara menolong anak
sering bertanya tentang kejang dan mencegah kejang
penyakit anaknya. demam antara lain :
(2) Keluarga mampu (1) Jangan panik saat kejang.
diikutsertakan dalam (2) Baringkan anak ditempat
proses keperawatan. rata dan lembut.
(3) Keluarga mentaati (3) Kepala dimiringkan.
setiap proses (4) Pasang gagang sendok yang
keperawatan. telah dibungkus kain yang
basah, lalu dimasukkan ke
mulut
(5) Setelah kejang berhenti dan
pasien sadar segera minumkan
obat tunggu sampai keadaan
tenang.
(6) Jika suhu tinggi saat kejang
lakukan kompres dingin dan
beri banyak minum.
(7) Segera bawa ke rumah sakit
bila kejang lama.
(5) Berikan Health Education
agar selalu sedia obat penurun
panas, bila anak panas.
(6) Jika anak sembuh, jaga agar
anak tidak terkena penyakit
infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang
menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu.
(7) Beritahukan keluarga jika
anak akan mendapatkan
imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa
anaknya pernah menderita
kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Nurarif, Amin & Hardhi, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2, Media Action Publising, Yogyakarta
2. Hidayat, Aziz Alimul A, 2006, Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan, Salemba
Medika, Jakarta
3. Hidayat, Aziz Alimul A, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Salemba Medika,
Jakarta
4. Judha, Mohammad, 2011, Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan Keperawatan), Gosyen
Publishing, Yogyakarta
5. Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed 2, EGC, Jakarta
6. Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan),
Salemba Medika, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi