Vous êtes sur la page 1sur 13

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat

serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para

sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan referat dan

laporan kasus yang berjudul “Steven Johnson Syndrome’’.

Tiada adding yang tak retak, begitu pun referat ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat

menambah wawasan dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang bersangkutan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 22 Maret 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benda asing/corpus alienum di konjungtiva adalah suatu keadaan dimana

terdapatnya benda yang secara normal tidak dijumpai di konjungtiva (Randika,

2017). Corpus alienum merupakan salah satu penyebab cedera mata yang paling

sering mengenai sklera, kornea, dan konjungtiva (Rachmadianty Melinda, 2015).

Benda asing yang masuk ke mata dengan kecepatan tinggi akan masuk ke

bola mata dan biasanya tidak dapat keluar sendiri. Corpus alienum yang tertanam

di konjungtiva kelopak mata, harus segera dikeluarkan karena biasanya penderita

akan mengucek-ngucek kelopak mata yang terdapat benda asing itu untuk

mengurani rasa ketidaknyamanannya, sehingga benda asing itu dapat menggores

permukaan kornea mata dan menyebabkan peradangan kornea mata. Benda asing

yang masuk ke konjungtiva mata, biasanya bersarang dilekuk antaraselaput lendir

kelopak mata dan bola mata, sehingga bila mata berkedip-kedip, benda asing itu

akan menggores permukaan kornea (Aronson dan Alexander A, 2008).

Selain itu, benda asing biasanya kotor dan mengandung kuman, sehingga

dapat menyebabkan infeksi pada mata. Pekerja di bidang industri yang tidak

memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong

keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia, adalah faktor resiko dari

terjadinya corpus aleinum pada mata. Pekerja dengan pekerjaan yang menyebabkan

terbentuknya fragmen-fragmen kecil (pekerjaan yang menggunakan palu, gergaji,

grinders, pemotong rumput, dsb), corpus alineum yang mengenai mata dengan
kecepatan yang lebih tinggi, beresiko lebih tinggi untuk menimbulkan

kerusakan/trauma yang lebih berat, menimbulkan perforasi dan bersifat intraocular.

Cedera mata karena kemasukan benda asing merupakan masalah kesehatan

melumpuhkan Amerika yang signifikan.Dewan Riset Nasional melaporkan bahwa

“Cedera mungkin adalah-diakui utama masalah kesehatan paling bawah yang

dihadapi bangsa saat ini. Studi cedera yang tak tertandingi menyajikan peluang

untuk mengurangi morbiditas dan untuk merealisasikan penghematan signifikan

dalam keuangan dan manusia baik istilah” American Medical Association Panduan

untuk Evaluasi tingkat permanen Penurunan penurunan permanen ke sistem visual

pada sama tingkat hampir penurunan nilai mengenai "seluruh manusia" ("kerugian

total visi dalam satu mata setara dengan% Penurunan 25 dari Visual System dan

24% Penurunan Manusia Utuh") (Attada T, Rao N, 2015).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

Corpus Alineum Konjungtiva mengenai definisi, etiologi, faktor resiko,

pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Corpus Alineum Konjungtiva

beserta patofisiologi dan penangananannya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel

kornea di limbus.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan

melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat

keposterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan

episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke

septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan

bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-

duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior) kecuali di limbus


(tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris

melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva

bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di

kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang.

Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke

bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung

elemen kulit dan membran mukosa. Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua

hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan

epitel konjungtiva di dekat limbus, diatas karunkula, dan di dekat persambungan

mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel

superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.

Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air

mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat

daripada sel-sel superfisial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma

konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan

fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa

tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.

Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal

ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler

bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun

dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan

gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar

pada bola mata. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang

struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.

Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. Arteri-arteri konjungtiva berasal

dari arteri siliaris anterior dan arteri pelpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis

bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti

pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan

profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga

membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persyarafan dari

percabangan (oftalmik) pertama nervus V, saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai

serat nyeri. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan

forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola

mata mudah bergerak.

2.3 Patofsiologi Corpus Aleinum at Konjungtiva

Apabila suatu korpus alienum masuk ke dalam bola mata maka biasanya

terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata dan terjadi
iridocylitis serta panophthmitis. Karena itu perlu cepat mengenali benda asing

tersebut dan menentukan lokasinya didalam bola mata untuk kemudian

mengeluarkannya. Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata

tergantung dari besarnya corpus alienum, kecepatannya masuk, ada atau tidaknya

proses infeksi dan jenis bendanya sendiri.Bila ini berada pada segmen depan dari

bola mata, hal ini kurang berbahaya jika dibandingkan dengan bila benda ini

terdapat di dalam segmen belakang. Jika suatu benda masuk ke dalam bola mata

maka akan terjadi salah satu dari ketiga perubahan berikut:

1) Mecanical effect Benda yang masuk ke dalam bola mata hingga melalui

kornea ataupun sclera. Setelah benda ini menembus kornea maka ia masuk ke dalam

kamera oculi anterior dan mengendap ke dasar. Bila kecil sekali dapat mengendap

di dalam sudut bilik mata. Bila benda ini terus, maka ia akan menembus iris dan

kalau mengenai lensa mata akan terjadi catarack, traumatic. Benda ini bisa juga

tinggal di dalam corpus vitreus. Bila benda ini melekat di retina biasanya kelihatan

sebagai bagian yang dikelilingi oleh eksudat yang berwarna putih serta adanya

endapan sel-sel darah merah, akhirnya terjadi degenerasi retina.

2) Permulaan terjadinya proses infeksi Dengan masuknya benda asing ke

dalam bola mata kemungkinan akan timbul infeksi. Corpus vitreus dan lensa dapat

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman sehingga sering timbul

infeksi supuratif. Juga kita tidak boleh melupakan infeksi kuman tetanus. Jika tidak

dihilangkan benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan. Reaksi

jaringan mata lainnya adalah:


• Siderosis

Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke seluruh mata. Pada gambaran

klinis tampak kornea berwarna kuning kecoklatan, bintik-bintik kebutaan pada

lensa, dan iris berubah warna

• Kalkalosis

Reaksi jaringan mata akibat pengendapan/deposisi ion tembaga di dalam jaringan

mata.

2.3 Etiologi

Benda Logam:

- Benda magnetik (Besi, Seng)

- Benda non-magnetik (Emas, Perak)

Benda Non-Logam:

- Batu

- Kaca

- Bulu mata

- Bahan pakaian

2.4 Manifestasi Klinis

Keluhan muncul segera setelah terpapar dengan benda asing, meliputi:

- Rasa tidak nyaman dan adanya sensasi benda asing pada mata

- Mata dapat terasa perih

- Mata menjadi berair, sampai bisa terjadi pengeluaran air mata

- Kedipan mata dapat meningkat

- Mata tampak merah dengan injeksi konjungtiva


- Discharge cairan dan pengerualan darah pada subkonjungtiva pada

bentuk trauma yang sampai menimbulkan penetrasi.

2.5 Diagnosis

Anamnesis

- Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam mata

- Riwayat kebiasaan / pekerjaan

- Keluhan / gejala yang dialami pasien

- Pemeriksaan fisik

- Terlihat benda asing dipermukaan mata/dikonjungtiva upper eyelid

eversion apabila benda asing terdapat di konjungtiva tarsalis palpebral.

(Sidarta dan Sri, 2014).

Pemeriksaan fisik

- Terlihat benda asing dipermukaan mata/dikonjungtiva

- upper eyelid eversion apabila benda asing terdapat di konjungtiva

tarsalis palpebral

(Sidarta dan Sri, 2014).

Pemeriksaan Penunjang

Slitlamp, untuk melihat partikel yang sangat kecil dan mengetahui

ada/tidaknya abrasi kornea. Teknik yang digunakan meliputi :

a. Slitlamp dengan eversi palpebral  untuk mengetahui benda asing

yang kecil dan tersembunyi pada palpebra superior

b. Slitlamp dengan pemulasan fluoressein  untuk mengetahui benda

asing yang sampai ke kornea dan ada tidaknya kerusakan pada kornea

(Sidarta dan Sri, 2014).


2.6 Komplikasi

- Konjungtivitis

- Abrasi kornea

- Ulkus kornea

- Keratitis

(Sidarta dan Sri, 2014).

2.7 Prognosis

Perbaikan kondisi biasanya terjadi segera, 1-2 jam setelah benda asing

dieliminasi. Prognosis bengantung seberapa berat trauma pada mata dan

penanganan yang dilakukan (Sidarta dan Sri, 2014).

2.8 Tatalaksana

Mengeluarkan benda asing tersebut dari konjungtiva dengan cara:

a. Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang

terkena benda asing.

b. Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda asing.

c. Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau jarum suntik

ukuran 23G.

d. Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi.

e. Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin pada tempat bekas benda

asing.

f. Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti

kloramfenikol tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2 hari.

(Rachmadianty Melinda, 2015).


2.9 Konseling dan Edukasi

a. Memberitahu pasien dan keluarga agar tidak menggosok matanya agar

tidak memperberat lesi.

b. Menggunakan alat/kacamata pelindung pada saat bekerja atau

berkendara.

c. Apabila keluhan bertambah berat setelah dilakukan tindakan, seperti mata

bertambah merah, bengkak atau disertai dengan penurunan visus segera

kontrol kembali

(Rachmadianty Melinda, 2015).


BAB III

KESIMPULAN

Benda asing/corpus alienum di konjungtiva adalah suatu keadaan dimana

terdapatnya benda yang secara normal tidak dijumpai di konjungtiva. Corpus

alienum merupakan salah satu penyebab cedera mata yang paling sering mengenai

sklera, kornea, dan konjungtiva.

Apabila suatu korpus alienum masuk ke dalam bola mata maka biasanya

terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata dan terjadi

iridocylitis serta panophthmitis. Karena itu perlu cepat mengenali benda asing

tersebut dan menentukan lokasinya didalam bola mata untuk kemudian

mengeluarkannya.

Selain itu, benda asing biasanya kotor dan mengandung kuman, sehingga

dapat menyebabkan infeksi pada mata. Pekerja di bidang industri yang tidak

memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong

keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia, adalah faktor resiko dari

terjadinya corpus aleinum pada mata. Pekerja dengan pekerjaan yang menyebabkan

terbentuknya fragmen-fragmen kecil (pekerjaan yang menggunakan palu, gergaji,

grinders, pemotong rumput, dsb), corpus alineum yang mengenai mata dengan

kecepatan yang lebih tinggi, beresiko lebih tinggi untuk menimbulkan

kerusakan/trauma yang lebih berat, menimbulkan perforasi dan bersifat intraocular.

Diagnosis ditegakkan dengan Anamnesis yang lengkap termasuk risiko

pajanan benda asing dalam pekerjaan, pemeriksaan fisik, dan konseling perlu

dilakukan pada setiap saat kunjungan ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan

untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik.


DAFTAR PUSTAKA

Attada T, Rao N, 2015, Conjuctival Foreign Body a Rare Presentation,

Ophtalmology Research: An International Journals, Vol. 4(3), pp. 93-98.

Sidarta Ilyas dan Sri Rajayu Yulianti, 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI.

Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D

Association;Aronson, Alexander A. 2008. Ophtalmology: Corneal

Laceration [online].http://www.emedicine.com/emerg/topic114.htm.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik

Klinisi Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Rachmadianty Melinda. Benda Asing Konjungtiva. Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya. 2015.

Randika, 2017. SOP Benda Asing di Konjugntiva. https://kupdf.com/

download/323615822-sop-.

Vous aimerez peut-être aussi