Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Juli 2018
Oleh:
G1A216072
Pembimbing:
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
DISUSUN OLEH
Juli 2018
PEMBIMBING
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini yang berjudul “Katarak Senilis Imatur OD + Katarak Senilis
Matur OS”. Tulisan ini dimaksudkan sebagai syarat untuk menyelesaikan stase di
bagian Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari dr. Vonna Riasari, Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis, sehingga sebagai ungkapan hormat dan penghargaan
penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
kedokteran dan kesehatan.
Penulis
DAFTAR ISI
Anamnesis
Muscle Balance
Visual Field
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra superior
Edema (-), hiperemis (-), Ptosis (-), Edema (-), hiperemis (-), ptosis (-),
Palpebra Inferior
Ap. lacrimalis
Papil (-), folikel (-),litiasis (-) Papil (-), folikel (-),litiasis (-)
Papil (-), folikel (-), sikatriks (-) Papil (-), folikel (-), sikatriks (-)
Conjungtiva bulbi
Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-
(-), papil (-),folikel (-), nodul (-), ), papil (-),folikel (-), nodul (-), jaringan
jaringan fibrovaskuler (-), benang fibrovaskuler (-), benang jahitan (-)
jahitan (-),
Kornea
Keruh (-), edema (-), ulkus (-), benang Keruh (-), edema (-), ulkus (-), benang
jahitan (-), jaringan fibrovaskular (-) jahitan (-), jaringan fibrovaskular (-)
COA
Iris
Coklat, kripta jelas, prolapse (-) Coklat, kripta jelas, prolapse (-)
Lensa
Funduskopi
Tonometer
OD OS
OD OS
Cilia : trichiasis (-), madarosis (-) Cilia : trichiasis (-), madarosis (-)
Kornea : jernih, sikatriks (-), infiltrat (-) Kornea : jernih, sikatriks (-),
infiltrat (-)
COA: sedang, darah (-), pus (-) COA: sedang, darah (-), pus (-)
OD OS
Visus : 3/60 S -7,00 = 6/30 PH(-) Visus : 3/60 S -8,00 = 6/20 PH(-)
Add S + 3,00
PD 65/63
Pemeriksaan Umum
Berat badan 66 kg
Nadi 82 kali/menit
Suhu 36,80C
Pernapasan 19 kali/menit
Penyakit Sistemik
Diagnosis diferensial :
Pengobatan :
Kacamata :
OD : S -7,00 OS : S -8,00
Add +3,00 Add +3,00
Non Medikamentosa :
Menggunakan kacamata dengan teratur
Prognosis :
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam: Dubia ad bonam
Resep Kacamata
+7,00 +8,00 65
Add Add 63
+3,00 +3,00
Pro : Tn..S
Umur : 65 tahun
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi
syaraf, dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk metabolisme dan
pembuangan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreous.
Posisinya ditopang oleh Zonula Zinni, terdiri dari serabut-serabut kuat yang
melekat ke korpus siliaris. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi
sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir) dan 5 mm (dewasa). Lensa
dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks refraksi, normalnya 1,4 di
sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan nonakomodatif, kekuatannya 15-20
dioptri (D).1
Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh
membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior.
Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmented epithelium
pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris. Zonular ini masuk ke dalam
Lensa di regio ekuator. Diameter serabut adalah 5-30 m. Epitel berada tepat di
belakang kapsul anterior Lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Di bagian
ekuator, sel ini aktif membelah dan membentuk serabut.
Gambar 3.1. Anatomi mata
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun
dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini
mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.
Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona
preekuator, dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan
posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-
sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,
seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat
membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang
baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan menekan
serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat yang baru
akan membentuk korteks dari lensa.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal
ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar
yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut
akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama
kurvatura anterior.
Gambar 3.3. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat dekat
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.
Tabel 3.1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral
lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-
lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus
menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi
lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak
sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun. Lensa orang dewasa di dalam perjalanan
hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.1
3.2 Katarak
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
2.2.3 Etiologi
Katarak
terstand
arisasi.1
T
Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Gambar 3. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat
dekat
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral
lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-
lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus
menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi
lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak
sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun. Lensa orang dewasa di dalam perjalanan
hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.1
3.1.3 Metabolisme Lensa
3.2 Katarak
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
3.2.3 Etiologi Katarak
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, bahkan toksis khusus (kimia dan fisik).
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.8
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
2.2.3 Etiologi Katarak
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, bahkan toksis khusus (kimia dan fisik).
terstandarisasi.1
T
BAB IV
ANALISA KASUS
36
Pasien didiagnosa Post Eksisi Pterigium Grade III + Conjungtival Autograft Ocular
Sinistra dan Presbiopia Ocular Dextra et Sinistra + Mata tenang visus turun
perlahan dengan hipertensi berdasarkan :
Dari anamnesis, didapatkan pasien Ny.Z usia 49 tahun seorang ibu rumah
tangga datang dengan keluhan mata kiri terasa seperti ada yang mengganjal sejak
±3 tahun yang lalu, seiring dengan terdapatnya selaput pada mata kirinya, yang
meluas secara perlahan sehingga menyebabkan perasaan mengganjal di mata
pasien. Selain itu mata juga terlihat kemerahan, berair dan gatal terutama apabila
mata terkena debu, angin dan sinar matahari. Pasien mengatakan jarang
menggunakan helm dengan penutup wajah ketika berkendara dan tidak
menggunakan pelindung mata saat keluar rumah ataupun membersihkan rumah.
Riwayat trauma yang mengenai mata sebelumnya juga tidak ada. Keluhannya
semakin diperberat dengan penglihatan yang semakin berkurang dan terasa seperti
ada yang menghalangi. Pandangan mata ganda tidak ada. Kemudian pasien mulai
berobat ke RS, pada awalnya pasien mengatakan diberi obat tetes mata dan ± 1
minggu yang lalu pasien telah menjalani operasi untuk membuang selaput di mata
kirinya. Pasien mengatakan dalam satu minggu setelah operasi perasaan
mengganjal pada mata kirinya sudah berkurang dan tidak merasa ada yang
menghalangi penglihatannya lagi, namun menurut pasien mata kirinya masih
sedikit merah, berair dan kadang terasa gatal, sehingga membuat pasien sering
mengusap matanya. Tidak ada keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat
penggunaan kacamata sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka, dimana
dikatakan bahwa pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea. Insiden tinggi dilaporkan pada usia 20-49 tahun. Pterygium
diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya matahari, dan udara yang
panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang dan degenerasi.1 Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan
bahkan sering tanpa keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami
pasien seperti mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda
37
asing/mengganjal, dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium
lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam
penglihatan menurun.10 Tatalaksana pada kasus pterigium meliputi tatalaksana
konservatif pada tahap awal, untuk mengurangi iritasi maupun paparan faktor
resiko, dan tindakan operatif apabila terdapat gangguan visus, mengganggu
pergerakan bola mata, berkembang progresif dan masalah kosmetik. Diantara
teknik operasi yang dapat dilakukan dalam tatalaksana pterigium adalah
Conjungtival graft dengan mengambil konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi
seukuran luka kemudian dijahitkan. Teknik ini dikenal dapat mengurangi insiden
rekurensi pterigium selanjutnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pada mata kiri pasien terdapat injeksi
konjungtiva dan neovaskularisasi, serta terlihat benang jahitan berjumlah 4 buah,
didaerah limbus 2 dan di konjungtiva bulbi daerah nasal 2 benang. Tidak terlihat
lagi jaringan fibrovaskular di mata pasien. Dari pemeriksaan visus dan refraksi
didapatkan visus OD : 6/12 dengan S+1,00 dan OS : 6/15 dengan S+0,75. Pada
pasien terdapat tambahan lensa +2,00 untuk kedua mata pasien. Tidak adanya
jaringan fibrovaskuler dan terlihat benang jahitan di konjungtiva bulbi bagian nasal
dan limbus mata kiri pasien menunjukkan pasca tindakan eksisi dengan
conjungtival graft dari pterigium yang sebelumnya diderita pasien. Terdapatnya
neovaskularisasi pada konjungtiva bulbi mata kiri menunjukkan reperfusi jaringan
yang mulai terjadi. Terdapat gangguan pada penglihatan pasien terutama untuk
melihat dan membaca jarak dekat.
38
negative maupun gram positif, sehingga keluhan iritasi pada mata pasien
diharapkan dapat membaik. Pemberian vitamin C sebagai antioksidan
diharapkan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka.
Untuk mengoreksi penglihatan kedua mata pasien terutama pada saat
membaca dan melihat benda dengan jarak dekat, dikoreksi dengan
kacamata baca sesuai umur.
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
2. Riri Julianti,S.Ked. Pterigium.[online]2009.[ cited 2011 Maret 08]. Available
from : http://facultyofmedicine.riau.com /procedures/pterigium..html
3. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis
Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2009.
4. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 July 24]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
5. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal
119.
6. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08].
Available from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
7. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm
8. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.
9. Maheswari, sejal. Pterydium-inducedcornealrefractive changes.[online] 2007.
[cited 2011 August 11]. Aviable from : http//www.ijo.in/article.asp?issn
10. Anton,dkk. Pterigium. [online] 2010. [ cited 2011 July 10]. Available from:
www.inascrs.org/pterygium/
11. Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 August 11]. Avaible from :
http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.
Lampiran
40
Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara yang panas.1 Menurut studi epidemiologi, menyatakan kejadian
pterigium berhubungan dengan paparan kronis terhadap sinar matahari, dan
prevalensi yang meningkat pada daerah disekitar khatulistiwa. Menurut penelitian
melakukan aktifitas lebih lama diluar rumah meningkatkan resiko dari pterigium,
dengan paparan radiasi terhadap sinar ultraviolet kumulatif yang memegang
peranan signifikan, hal ini berkaitan dengan paparan matahari terhadap mata.2
Kejadian pterigium yang lebih banyak terjadi pada decade kedua sampai
ketiga kehidupan dibandingkan kelompok usia anak-anak dikaitkan dengan
keseringan terpaparnya kelompok usia tersebut dengan faktor resiko yang lebih
41
tinggi daripada anak-anak. Mengingat kelompok usia tersebut merupakan
kelompok usia produktif yang kesehariannya lebih sering dan lebih lama
beraktifitas diluar rumah, sehingga resiko dan kejadian untuk pterigium juga lebih
tinggi.
42
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
2. Peng Lu, Xiao-Ming Chen. Prevalence and risk factors of pterygium.
Department of Ophthalmology, West China Hospital, Sichuan University,
Chengdu 610041, Sichuan Province, China.
3. Sumit Monga, dkk. Childhood Pterygium: A Descriptive Study of 19 Cases
Presented to a Tertiary Eye Care Center. Pediatric Ophthalmology Service, Jasti
V Ramanamma Children’s Eye Care Centre, Kallam Anji Reddy Campus, L.V.
Prasad Eye Institute, L.V. Prasad Marg, Banjara Hills, Hyderabad - 500034,
India;
43