Vous êtes sur la page 1sur 43

Laporan Kasus

Juli 2018

Katarak Senilis Imatur OD +


Katarak Senilis Matur OS

Oleh:

Hj. Rahmi Mauliza Ayu

G1A216072

Pembimbing:

dr. Vonna Riasari, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN MATA RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Katarak Senilis Imatur OD + Katarak Senilis Matur OS

DISUSUN OLEH

Hj. Rahmi Mauliza Ayu G1A216072

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


SMF/ Bagian Mata RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini diterima

Juli 2018

PEMBIMBING

dr. Vonna Riasari, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini yang berjudul “Katarak Senilis Imatur OD + Katarak Senilis
Matur OS”. Tulisan ini dimaksudkan sebagai syarat untuk menyelesaikan stase di
bagian Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari dr. Vonna Riasari, Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis, sehingga sebagai ungkapan hormat dan penghargaan
penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
kedokteran dan kesehatan.

Jambi, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
3.1 Lensa.....................................…….….………......................................... 8
3.1.1 Anatomi lensa..............................…..……................................... 8
3.1.2 Fisiologi lensa..............................…..……................................... 10
3.1.3 Metabolisme lensa.......................…..……................................... 12
3.2 Katarak................................…….….………........................................... 13
3.2.1 Definisi.........................................…..……................................... 13
3.2.2 Epidemiologi................................…..……................................... 14
3.2.3 Etiologi.........................................…..……................................... 14
3.2.4 Faktor risiko.................................…..……................................... 14
3.2.5 Klasifikasi.....................................…..……................................... 16
3.3 Katarak senilis.....................…….….………........................................... 19
3.3.1 Definisi.........................................…..……................................... 19
3.3.2 Epidemiologi................................…..……................................... 19
3.3.3 Klasifikasi.....................................…..……................................... 20
3.3.4 Etiologi.........................................…..……................................... 20
3.3.5 Patofisiologi..................................…..……................................... 21
3.3.6 Diagnosis......................................…..……................................... 21
3.3.7 Penyulit.........................................…..……................................... 26
3.3.8 Penatalaksanaan............................…..……................................... 27
3.3.9 Komplikasi....................................…..……................................... 39
3.3.10 Prognosis.......................................…..……................................... 41

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 36


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 38
BAB I
PENDAHULUAN

Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media


refrakta dan saraf. Bila terdapat kelainan atau gangguan pada salah satu dari
komponen tersebut, akan dapat mengakibatkan penurunan tajam penglihatan, salah
satunya adalah katarak.1 Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi akibat
adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga keruh. Akibatnya
mengalami gangguan penglihatan karena obyek menjadi kabur. Gangguan
penglihatan yang terjadi tidak secara spontan. Melainakan secara perlahan dan
dapat menimbulkan kebutaan.1 Meski tidak menular, namun katarak dapat terjadi
dikedua mata secara bersama. Katarak dapat terjadi akibat proses penuaan, trauma
fisik, radiasi, pengaruh zat kimia, penyakit intraokuler, penyakit sistemik ataupun
kongenital. 2
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak
merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan
yang paling sering ditemukan. Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama
kebutaan. Prevalensi buta katarak 0,78% dari Prevalensi kebutaan 1,5%. Katarak
senilis masih menjadi penyebab kebutaan utama diseluruh dunia. Seperti tercantum
dalam Vision 2020 tahun 2006, 47% penyebab kebutaan di dunia adalah katarak,
dimana angka rata-rata operasi katarak di Indonesia adalah 468 per juta penduduk
per tahun. Dengan bertambahnya usia harapan hidup dan populasi usia lanjut,
diperkirakan angka kejadian kasus katarak akan terus meningkat.3
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus pasien Katarak Senilis Imatur OD
+ Katarak Senilis Matur OS yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUD H.Abdul
Manaf Kota Jambi.
BAB II
STATUS PASIEN

Anamnesis

Identifikasi Nama : Tn. S


Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Pattimura RT.06 Kel. Kenali
Besar
Keluhan utama Mata kanan dan kiri kabur sejak kurang lebih ± 2 tahun
yang lalu.

Anamnesa khusus Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Abdul


Manap Kota Jambi dengan keluhan mata kanan dan kiri
kabur sejak kurang lebih ± 2 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan mata kanan dan kiri sudah mulai agak
kabur. Perlahan-lahan semakin lama penglihatan
dirasakan semakin kabur. Penglihatan kabur dirasakan
terus menerus sepanjang hari.

Pasien mengeluh silau jika melihat cahaya pada mata


kanan, mata merah (-), nyeri (-), nyeri kepala (-), mata
berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat
ganda (-), melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-).

±2 bulan SMRS pasien mengatakan keluhannya


semakin memberat dengan penglihatan yang semakin
berkurang terasa berkabut dan seperti melihat asap,
sehingga pasien merasa semakin terganggu dan membuat
pasien datang berobat ke rumah sakit. Pandangan mata
ganda tidak ada.
Pasien mulai berobat untuk keluhannya tersebut
sekitar ±1 tahun yang lalu, pada awalnya pasien
mengatakan berobat jalan dan diberi kacamata dari rumah
sakit, kemudian pasien datang untuk kontrol kembali dan
disarankan untuk operasi.

Riwayat penyakit Pasien pernah mengalami keluhan serupa


dahulu sebelumnya. Riwayat memakai kacamata (+), Riwayat
operasi mata sebelum ini (-). Riwayat penyakit gula darah
(-), Riwayat darah tinggi (+), Riwayat penyakit jantung (-
), riwayat trauma (-), riwayat kencing nanah (-). Riwayat
alergi makanan, obat-obatan ataupun debu disangkal.
Riwayat keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti
pasien.

Riwayat Kebiasaan Pasien mengatakan jarang menggunakan kacamata


Pasien

Keadaan sosial Cukup


ekonomi
Status Oftalmologi

Muscle Balance

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Visual Field

Lapang pandang penderita luasnya Lapang pandang penderita luasnya


sama dengan pemeriksa sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan Eksternal

OD OS

Lensa Keruh Sebagian Lensa Keruh Merata

Palpebra superior
Edema (-), hiperemis (-), Ptosis (-), Edema (-), hiperemis (-), ptosis (-),

Palpebra Inferior

Benjolan (-), hiperemis (-) Benjolan (-), hiperemis (-)

Ap. lacrimalis

Pembengkakan kelj. dan sakus Pembengkakan kelj. dan sakus lakrimal


lakrimal (-), hiperemis punktum (-), hiperemis punktum lakrimal sup et
lakrimal sup et inf (-), pus (-) inf (-), pus (-)

Conjungtiva tarsus superior

Papil (-), folikel (-),litiasis (-) Papil (-), folikel (-),litiasis (-)

Conjungtiva tarsus inferior

Papil (-), folikel (-), sikatriks (-) Papil (-), folikel (-), sikatriks (-)

Conjungtiva bulbi

Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-
(-), papil (-),folikel (-), nodul (-), ), papil (-),folikel (-), nodul (-), jaringan
jaringan fibrovaskuler (-), benang fibrovaskuler (-), benang jahitan (-)
jahitan (-),

Kornea

Keruh (-), edema (-), ulkus (-), benang Keruh (-), edema (-), ulkus (-), benang
jahitan (-), jaringan fibrovaskular (-) jahitan (-), jaringan fibrovaskular (-)

COA

Jernih, volume (sedang) Jernih, volume (sedang)


Pupil

Bulat,  3 mm, isokor Bulat,  3 mm, isokor

RC direct (+), indirect (+) RC direct (+), indirect (+)

Iris

Coklat, kripta jelas, prolapse (-) Coklat, kripta jelas, prolapse (-)

Lensa

Keruh merata,seluruh lensa warna Keruh merata,seluruh lensa warna


kecoklatan kecoklatan

Pemeriksaan TIO (manual)

tidak teraba keras tidak teraba keras

Funduskopi

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tonometer

OD OS

Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan


Pemeriksaan Slit Lamp

OD OS

Supersilia : lengkap, tidak rontok Supersilia : lengkap, tidak rontok

Cilia : trichiasis (-), madarosis (-) Cilia : trichiasis (-), madarosis (-)

Palpebra : jaringan Palpebra : jaringan


sikatrik (-), benjolan (-), sikatrik (-), benjolan
hiperemis (-) (-), hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis: folikel Konjungtiva Tarsalis:
(-), papil (-), litiasis (-) folikel (-), papil (-),
Bulbi: injeksi (-), nevus (-), litiasis (-) Bulbi: injeksi
jaringan fibrovaskular (-) (-), nevus (-), jaringan
fibrovaskular (-)

Kornea : jernih, sikatriks (-), infiltrat (-) Kornea : jernih, sikatriks (-),
infiltrat (-)

COA: sedang, darah (-), pus (-) COA: sedang, darah (-), pus (-)

Pupil : bulat,midriasis, Pupil : bulat,midriasis,

reflek cahaya (+) reflek cahaya (+)

Iris : coklat, atrofi (-) Iris : coklat, atrofi (-)

Lensa: keruh sebagian Lensa: keruh merata

Sklera : nodul (-) Sklera : nodul (-)

Vitreus: sulit dinilai Vitreus: sulit dinilai


Pemeriksaan Visus dan Refraksi

OD OS

Visus : 3/60 S -7,00 = 6/30 PH(-) Visus : 3/60 S -8,00 = 6/20 PH(-)

Add S + 3,00

PD 65/63

Pemeriksaan Umum

Tinggi badan 150 cm

Berat badan 66 kg

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 82 kali/menit

Suhu 36,80C

Pernapasan 19 kali/menit

Kardiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Traktus gastrointestinal Bising usus (+) normal

Paru-paru Vesicular (+/+),wheezing(-/-), rhonki (-/-)

Neurologi Tidak dilakukan

Penyakit Sistemik

 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan


 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
 Endokrin Tidak ada keluhan
 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan

 THT Tidak ada keluhan

 Gigi dan mulut Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 Lain-lain

Diagnosis : katarak senilis imatur OD + katarak senilis matur OS

Diagnosis diferensial :

- Katarak senilis matur OD


- Katarak senilis imatur OS
Anjuran pemeriksaan :

- Persiapan pre op : Darah rutin dan GDS, Rontgen Thorak, EKG

Pengobatan :

Rencana OS Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) dan pemasangan


Intra Ocular Lens (IOL)

 Kacamata :
OD : S -7,00 OS : S -8,00
Add +3,00 Add +3,00

Non Medikamentosa :
 Menggunakan kacamata dengan teratur

Prognosis :
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam: Dubia ad bonam
Resep Kacamata

Ukuran Kaca mata


Double Fokus
Biasa

Vitrum Vitrum Axis Prisma Vitrum Vitrum Axis Prisma Distant

Spher Cylinder Basis Spher Cylinder Bais Vitror

+7,00 +8,00 65

Add Add 63
+3,00 +3,00

Pro : Tn..S
Umur : 65 tahun
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lensa

3.1.1 Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi
syaraf, dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk metabolisme dan
pembuangan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreous.
Posisinya ditopang oleh Zonula Zinni, terdiri dari serabut-serabut kuat yang
melekat ke korpus siliaris. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi
sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir) dan 5 mm (dewasa). Lensa
dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks refraksi, normalnya 1,4 di
sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan nonakomodatif, kekuatannya 15-20
dioptri (D).1

Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh
membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior.
Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmented epithelium
pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris. Zonular ini masuk ke dalam
Lensa di regio ekuator. Diameter serabut adalah 5-30 m. Epitel berada tepat di
belakang kapsul anterior Lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Di bagian
ekuator, sel ini aktif membelah dan membentuk serabut.
Gambar 3.1. Anatomi mata

1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun
dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini
mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.
Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona
preekuator, dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan
posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-
sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,
seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat
membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang
baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan menekan
serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat yang baru
akan membentuk korteks dari lensa.

Lensa baru sepanjang kehidupan. Nukleus pada bagian sentralnya terdiri


serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona berbeda, yang menumpuk ke bawah
sesuai dengan perkembangannya. Korteks pada bagian perifer terdiri dari serabut-
serabut lensa yang muda.1

Gambar 3.2. Anatomi Lensa


Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

2.1.2 Fisiologi Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal
ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar
yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut
akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama
kurvatura anterior.

Gambar 3.3. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat dekat

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.
Tabel 3.1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi

Akomodasi Tanpa akomodasi


M. Silliaris Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat Menurun Meningkat
zonular
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun

Gambar 3.4. Perubahan saat akomodasi lensa

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

1. Kenyal atau lentu karena memegang peranan penting dalam akomodasi


untuk menjadi cembung.
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya.
4. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa
5. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
6. Keruh atau apa yang disebut Katarak.
7. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal
sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari
aqueous dan vitreous humor yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D seluruh
kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksi
diberikan oleh udara dan kornea.

Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral
lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-
lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus
menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi
lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak
sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun. Lensa orang dewasa di dalam perjalanan
hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.1

3.1.3 Metabolisme Lensa

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium


dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam
oleh Ca-ATPase.7

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).


Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose,
juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase
adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

3.2 Katarak

3.2.1 Definisi Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin


Cataracta, yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-
duanya.

Gambar 3.5. Lensa Normal dan Katarak tampak Samping

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi


secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.3,8 Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan
pasen mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan
pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang
menghambat pemulihan daya pandang.3,8
Gambar 6. Gambar mata normal dan katarak

3.2.2 Epidemiologi Katarak

Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5

2.2.3 Etiologi
Katarak

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi


dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal
menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak,
seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, bahkan toksis
khusus (kimia dan fisik).

Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular


lainnya.8
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak
adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.8

2.2.4 Faktor Risiko


Katarak

Berbagai faktor risiko potensial telah dihubungkan dengan


perkembangan katarak, tertera pada tabel di bawah ini. Faktor risiko
tersering yaitu diabetes melitus, penggunaan kortikosteroid jangka panjang
topikal, sistemik, inhalasi maupun oral, dan riwayat operasi intraokular
sebelumnya. Kebanyakan studi bersifat observasional dan dapat
mengemukakan adanya hubungan yang kuat, tetapi tidak dapat
membuktikan efek kausatif karena studi tersebut tidak mengukur
perkembangan katarak atau pajanan faktor risiko dalam satuan yang

terstand
arisasi.1
T
Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

2.1.2 Fisiologi Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.


Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah
sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya
refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah
lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.

Gambar 3. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat
dekat
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi

Akomodasi Tanpa akomodasi


M. Silliaris Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat Menurun Meningkat
zonular
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun

Gambar 4. Perubahan saat akomodasi lensa


Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi


untuk menjadi cembung.
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya.
4. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
5. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
6. Keruh atau apa yang disebut Katarak.
7. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal


sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari
aqueous dan vitreous humor yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D seluruh
kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksi
diberikan oleh udara dan kornea.

Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral
lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-
lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus
menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi
lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak
sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun. Lensa orang dewasa di dalam perjalanan
hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.1
3.1.3 Metabolisme Lensa

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium


dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam
oleh etabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga
untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi
fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

3.2 Katarak

3.2.1 Definisi Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin


Cataracta, yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-
duanya.

Gambar 3.5. Lensa Normal dan Katarak tampak Samping


Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi
secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.3,8 Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan
pasen mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan
pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang
menghambat pemulihan daya pandang. 3,8

Gambar 3.6. Gambar mata normal dan katarak

3.2.2 Epidemiologi Katarak

Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
3.2.3 Etiologi Katarak

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, bahkan toksis khusus (kimia dan fisik).
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.8

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah


diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.8

3.2.4 Faktor Risiko Katarak

Berbagai faktor risiko potensial telah dihubungkan dengan perkembangan


katarak, tertera pada tabel di bawah ini. Faktor risiko tersering yaitu diabetes
melitus, penggunaan kortikosteroid jangka panjang topikal, sistemik, inhalasi
maupun oral, dan riwayat operasi intraokular sebelumnya. Kebanyakan studi
bersifat observasional dan dapat mengemukakan adanya hubungan yang kuat,
tetapi tidak dapat membuktikan efek kausatif karena studi tersebut tidak
mengukur perkembangan katarak atau pajanan faktor risiko dalam satuan yang
terstandarisasi.1

Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
2.2.3 Etiologi Katarak

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, bahkan toksis khusus (kimia dan fisik).

Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.8

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah


diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.8

2.2.4 Faktor Risiko Katarak

Berbagai faktor risiko potensial telah dihubungkan dengan perkembangan


katarak, tertera pada tabel di bawah ini. Faktor risiko tersering yaitu diabetes
melitus, penggunaan kortikosteroid jangka panjang topikal, sistemik, inhalasi
maupun oral, dan riwayat operasi intraokular sebelumnya. Kebanyakan studi
bersifat observasional dan dapat mengemukakan adanya hubungan yang kuat,
tetapi tidak dapat membuktikan efek kausatif karena studi tersebut tidak
mengukur perkembangan katarak atau pajanan faktor risiko dalam satuan yang

terstandarisasi.1
T

BAB IV
ANALISA KASUS

36
Pasien didiagnosa Post Eksisi Pterigium Grade III + Conjungtival Autograft Ocular
Sinistra dan Presbiopia Ocular Dextra et Sinistra + Mata tenang visus turun
perlahan dengan hipertensi berdasarkan :
Dari anamnesis, didapatkan pasien Ny.Z usia 49 tahun seorang ibu rumah
tangga datang dengan keluhan mata kiri terasa seperti ada yang mengganjal sejak
±3 tahun yang lalu, seiring dengan terdapatnya selaput pada mata kirinya, yang
meluas secara perlahan sehingga menyebabkan perasaan mengganjal di mata
pasien. Selain itu mata juga terlihat kemerahan, berair dan gatal terutama apabila
mata terkena debu, angin dan sinar matahari. Pasien mengatakan jarang
menggunakan helm dengan penutup wajah ketika berkendara dan tidak
menggunakan pelindung mata saat keluar rumah ataupun membersihkan rumah.
Riwayat trauma yang mengenai mata sebelumnya juga tidak ada. Keluhannya
semakin diperberat dengan penglihatan yang semakin berkurang dan terasa seperti
ada yang menghalangi. Pandangan mata ganda tidak ada. Kemudian pasien mulai
berobat ke RS, pada awalnya pasien mengatakan diberi obat tetes mata dan ± 1
minggu yang lalu pasien telah menjalani operasi untuk membuang selaput di mata
kirinya. Pasien mengatakan dalam satu minggu setelah operasi perasaan
mengganjal pada mata kirinya sudah berkurang dan tidak merasa ada yang
menghalangi penglihatannya lagi, namun menurut pasien mata kirinya masih
sedikit merah, berair dan kadang terasa gatal, sehingga membuat pasien sering
mengusap matanya. Tidak ada keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat
penggunaan kacamata sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka, dimana
dikatakan bahwa pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea. Insiden tinggi dilaporkan pada usia 20-49 tahun. Pterygium
diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya matahari, dan udara yang
panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang dan degenerasi.1 Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan
bahkan sering tanpa keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami
pasien seperti mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda

37
asing/mengganjal, dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium
lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam
penglihatan menurun.10 Tatalaksana pada kasus pterigium meliputi tatalaksana
konservatif pada tahap awal, untuk mengurangi iritasi maupun paparan faktor
resiko, dan tindakan operatif apabila terdapat gangguan visus, mengganggu
pergerakan bola mata, berkembang progresif dan masalah kosmetik. Diantara
teknik operasi yang dapat dilakukan dalam tatalaksana pterigium adalah
Conjungtival graft dengan mengambil konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi
seukuran luka kemudian dijahitkan. Teknik ini dikenal dapat mengurangi insiden
rekurensi pterigium selanjutnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pada mata kiri pasien terdapat injeksi
konjungtiva dan neovaskularisasi, serta terlihat benang jahitan berjumlah 4 buah,
didaerah limbus 2 dan di konjungtiva bulbi daerah nasal 2 benang. Tidak terlihat
lagi jaringan fibrovaskular di mata pasien. Dari pemeriksaan visus dan refraksi
didapatkan visus OD : 6/12 dengan S+1,00 dan OS : 6/15 dengan S+0,75. Pada
pasien terdapat tambahan lensa +2,00 untuk kedua mata pasien. Tidak adanya
jaringan fibrovaskuler dan terlihat benang jahitan di konjungtiva bulbi bagian nasal
dan limbus mata kiri pasien menunjukkan pasca tindakan eksisi dengan
conjungtival graft dari pterigium yang sebelumnya diderita pasien. Terdapatnya
neovaskularisasi pada konjungtiva bulbi mata kiri menunjukkan reperfusi jaringan
yang mulai terjadi. Terdapat gangguan pada penglihatan pasien terutama untuk
melihat dan membaca jarak dekat.

Pada pasien ini diberikan terapi berupa Dexamethasone sodium


phosphate 1 mg, neomycin sulphate 3,5 mg, polymixin B sulphate 6.000
IU (eye drop 6 x 1 gtt OS) , Gentamisin eye drop 6x2 gtt OS , Vitamin C
3x50 mg dan kacamata double focus dengan Pro login OD : S+1,00 dan OS
: +0,75 serta addition untuk kedua mata +2,00. Penggunaan obat tetes mata
dengan glukokortikoid sintetis dan antibiotic bertujuan untuk memberikan
efek anti inflamasi yang menekan respon tubuh terhadap inflamasi
sekaligus untuk mencegah atau mengatasi infeksi akibat bakteri gram

38
negative maupun gram positif, sehingga keluhan iritasi pada mata pasien
diharapkan dapat membaik. Pemberian vitamin C sebagai antioksidan
diharapkan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka.
Untuk mengoreksi penglihatan kedua mata pasien terutama pada saat
membaca dan melihat benda dengan jarak dekat, dikoreksi dengan
kacamata baca sesuai umur.

Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata


pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan
agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya
pterigium seperti sinar matahari dan debu serta rajin merawat dan menjaga
kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah
pterigium terutama bagi mereka yang sering beraktivitas di luar rumah
dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari
kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.1

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
2. Riri Julianti,S.Ked. Pterigium.[online]2009.[ cited 2011 Maret 08]. Available
from : http://facultyofmedicine.riau.com /procedures/pterigium..html
3. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis
Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2009.
4. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 July 24]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
5. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal
119.
6. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08].
Available from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
7. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm
8. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.
9. Maheswari, sejal. Pterydium-inducedcornealrefractive changes.[online] 2007.
[cited 2011 August 11]. Aviable from : http//www.ijo.in/article.asp?issn
10. Anton,dkk. Pterigium. [online] 2010. [ cited 2011 July 10]. Available from:
www.inascrs.org/pterygium/
11. Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 August 11]. Avaible from :
http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.

Lampiran

Pterigium pada anak-anak

40
Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara yang panas.1 Menurut studi epidemiologi, menyatakan kejadian
pterigium berhubungan dengan paparan kronis terhadap sinar matahari, dan
prevalensi yang meningkat pada daerah disekitar khatulistiwa. Menurut penelitian
melakukan aktifitas lebih lama diluar rumah meningkatkan resiko dari pterigium,
dengan paparan radiasi terhadap sinar ultraviolet kumulatif yang memegang
peranan signifikan, hal ini berkaitan dengan paparan matahari terhadap mata.2

Meskipun kejadian pterigium merupakan kelainan mata yang umum, namun


etiopatogenesis pasti nya masih belum diketahui. Sebagian besar kasus pterigium
berhubungan dengan faktor lingkungan, seperti paparan kronis terhadap sinar
ultraviolet, asap, panas, dan debu. Peningkatan paparan sinar ultraviolet merupakan
salah satu faktor resiko yang secara konsisten didokumentasikan dengan
peningkatan kejadian pterigium. Genetic dan predisposisi keluarga diperkirakan
sebagai etiologi pterigium. Literatur sebelumnya mendokumentasikan pterigium
primer pada populasi anak-anak dapat terjadi, namun angka kejadiannya jarang. 3

Kejadian pterigium yang lebih banyak terjadi pada decade kedua sampai
ketiga kehidupan dibandingkan kelompok usia anak-anak dikaitkan dengan
keseringan terpaparnya kelompok usia tersebut dengan faktor resiko yang lebih

41
tinggi daripada anak-anak. Mengingat kelompok usia tersebut merupakan
kelompok usia produktif yang kesehariannya lebih sering dan lebih lama
beraktifitas diluar rumah, sehingga resiko dan kejadian untuk pterigium juga lebih
tinggi.

Daftar Pustaka Tugas

42
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
2. Peng Lu, Xiao-Ming Chen. Prevalence and risk factors of pterygium.
Department of Ophthalmology, West China Hospital, Sichuan University,
Chengdu 610041, Sichuan Province, China.
3. Sumit Monga, dkk. Childhood Pterygium: A Descriptive Study of 19 Cases
Presented to a Tertiary Eye Care Center. Pediatric Ophthalmology Service, Jasti
V Ramanamma Children’s Eye Care Centre, Kallam Anji Reddy Campus, L.V.
Prasad Eye Institute, L.V. Prasad Marg, Banjara Hills, Hyderabad - 500034,
India;

43

Vous aimerez peut-être aussi