Vous êtes sur la page 1sur 36

Asuhan keperawatan pada Ny.

J dengan diagnose medis “COB”

Diruangan ICU RSUD Tarakan

Anggie Pradella

15701020044

Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu kesehatan
Universitas Borneo Tarakan
BAB 3

1.1 Definisi

Cidera otak berat adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek

sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 1995).

1.2 Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya

adalah :

a. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :

kecelakaan, dipukul dan terjatuh.

b. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

1.3 Klasifikasi

Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan

Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat

kesadaran seseorang dan kelainan neurolagis yang terjadi :

a. Cedera kranioserebral ringan (mild head imjury) bila GCS berkisar antara 13-

15.

b. Cedera kranioserebral sedang (moderate head injury) bila GCS berkisar antara

9-12.

c. Cedera kranioserebral berat (severe head injury) bila skor GCS 8 atau kurang.
Ada pula klasifikasi cedera otak, berdasarkan lamanya amnesia pasca-

trauma seperti yang dikemukakan oleh Ritchie Russel sebagai berikut:

a. Sangat ringan : lama amnesia <5menit

b. Ringan : <1jam

c. Sedang : 1 hingga 24 jam

d. Berat : 1 hingga 7 hari

e. Sangat berat : >7 hari

f. Amat sangat berat : >4 minggu

1.4 Patofisiologi

Patofisiologi menurut Markum (1999) trauma pada kepala

menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi

tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan

yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika

sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu

menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma

epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan

mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen

berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.

Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi

otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK

(Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal


sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan

muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena

memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau

hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya

meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan

isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,

hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera

kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya

untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta

kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran

otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang

menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson

menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi

kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan

karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer

serebral, batang otak, atau dua-duanya.


1.5 Manifestasi Klinik

Gejala dan tanda klinis yang dapat timbul akibat trauma kepala adalah

sebagai berikut:

a. Penurunan kesadaran

b. Peningkatan tekanan intrakranial, tanda klinisnya:

1) Denyut nadi meningkat

2) Penurunan tekanan darah

3) Kedalaman pernafasan berkurang dan lambat

4) Penurunan skor skala koma Glasgow

5) Dilatasi pupil, hilangnya reflek pupil atau pupil yang asimetris

c. Fraktur kranium, tanda klinisnya:

1) Hematoma periobita (mata panda)

2) Memar disekitar area mastoideus (tanda Battle)

3) Keluarnya cairan serebrospinal dari hidung, telinga, dan laserasi di sekitar

fraktur

4) Pembengkakan kulit kepala yang terlihat menonjol

5) Perdarahan subkonjungtiva tanpa batas posterior

d. Disfungsi sensori

e. Kejang otot

f. Sakit kepala

g. Kejang
h. Syok hipovolemik menunjukkan kemungkinan cedera multisistem

(Brito, 1996)

1.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. CT scan (Computer Tomography scan)

Mengidentifikasi adanya hemoragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan

mati.

b. Foto tengkorak atau cranium (Foto Rotgen)

Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak

c. MRI (Magnetic Resonan Imaging)

Gunanya untuk sebagai pengindraan yang mempergunakan gelombang

electromagnetic.

d. Laboratorium

Kimia darah : mengetahui ketidakseimbangan elektrolit

1.7 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

a. Cervical Spine Immobilization

Semua pasien yang mengalami trauma oleh tekanan benda tumpul harus

dianggap mengalami trauma pada tulang leher hingga terbukti lain.


Imobilisasi tulang leher meliputi pemilihan cervical colar yang ukurannya

sesuai sehingga pas pada leher, mengunci kepala, tahan lama dan aman untuk

pasien. Imobilisasi tulang leher selama evalusi dengan menggunakan manual

stabilisasi dan log rolling. Jangan menggunakan traksi pada tulang leher

(Ausband, 2004).

b. Airway

Intubasi orotrakeal lebih dipilih karena sulitnya teknik intubasi nasotrakeal

yang dapat menyebabkan perdarahan, peningkatan tekanan intrakranial dan

kemungkinan masuknya pipa endotrakeal melalui lempeng cribiform yang

fraktur ke dalam otak. Jika intubasi orotrakeal tidak berhasil, lakukan

krikotiroidotomi. Gunakan alat sementara, seperti laryngeal mask airway pada

pasien yang sulit diintubasi. Lakukan intubasi ketika mempertahankan manual

in-line cervical immobilization tanpa menggunakan traksi. Intubasi harus

segera dilakukan pada semua pasien. Ketika sedatif dan paralitik telah

memberikan efek, pindahkan cervical collar dan pertahankan stabilisasi

manual. Setelah intubasi, pasang kembali cervical collar.


c. Breathing

Setelah jalan nafas aman dengan intubasi, kaji status pernafasan pasien

dengan gas darah arteri. Gunakan serial gas darah arteri atau monitor end-tidal

carbondioxide untuk mempertahankan level PCO2 arteri dalam batas

fisiologis.

d. Circulation

Hipotensi dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada

pasien trauma. Tangani syok dengan cepat dengan memberikan Ringer laktat

atau normal salin dan priduk darah apabila diperlukan. Hindari pemberian

cairan hipotonik dan yang mengandung glukosa. Peningkatan tekanan darah

yang diikuti dengan bradikardi merupakan tanda peningkatan tekanan

intrakranial

e. Disability

Lakukan pengukuran GCS pada semua pasien dengan trauma kepala. Ulangi

pengukuran GCS secara berkala selama pengkajian. Ukur juga respon pupil,

kesimetrisannya(Ausband, 2004).
f. Exposure

Pada semua pasien trauma, pasien harus dilepas pakainnya dan seluruh bagian

tubuh diperiksa, termasuk bagian punggung. Ketika pemeriksaan awal telah

selesai, berikan pasien selimut hangat. Hindari hipotermia dengan menjaga

ruangan tetap hangat dan memberikan selimut dan cairan hangat.

g. Seizure

Pada pasien kejang dapat diberikan profilaksis kejang yaitu fenitoin,

fosfenitoin atau karbamazepin untuk dewasa dan fenobarbital untuk anak-

anak. Pada pasien kejang post trauma akut diberikan lorazepam, fenitoin,

fosfenitoin atau fenobarbital untuk mencegah memburuknya hipoksemia dan

mencegah trauma kepala sekunder.

h. Pain Control

Nyeri pada evaluasi awal jangan langsung memberikan sedatif dan analgesik.

Narkotik dan benzodiazepin merupakan pengobatan yang aman dan

efektif sebagai sedatif dan analgesik dan harus digunakan pada dosis yang

tinggi. Pasien yang diintubasi harus diberikan analgesik dan sedatif yang

cukup.
i. Hipertensi sistemik

Jika tekanan darah meningkat, evaluasi pasien untuk pemberian sedatif dan

analgesik.

j. Hipertensi Intrakranial.

Berikan manitol untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

Pertahankan osmolalitas serum di bawah 320 mOsm. Peningkatan osmolalitas

serum diatas 320 mOsm dapat meningkatkan edema serebral.

1.8 Komplikasi

a. Epilepsi pasca trauma

Epilaepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa

waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang

merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal didalam otak.

b. Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena

terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Bagian otak yang mengendalikan

fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis

disebelahnya
c. Appraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan

ingatan atau serangkaian gerakan, disebabkan oleh kerusakan pada lobus

parietalis atau lobus frontalis.

d. Agnosia

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan

merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran

atau fungsi normal dari benda tersebut. Penyebab dari kelainan ini adalah

kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis.

e. Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk

mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama

berlalu.
1.9 Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Jaringan otak rusak


Terputusnya kontamitas
kontamitas jaringan
jaringan kulit otak dan
tulang
vesikuler
Peubahan outoregulasi
oedema serebral dan
Pendarahan hematoma
Kejang
Resiko Nyeri
Perubahan sirkulasi CSS Gangguan splai darah
infeksi
Gangguan Bersihan jalan napas
Iskemia Hipoksia Perubahan perfusi neuorologis fokal
Peningkatan TIK
jaringan
Obstruksi jalan
Gangguan fungsi Deficit neurologis
Gerus medialisis napas
otak
temporalis tergeser

Mual muntah Gangguan persepsi Henti napas


Heriiasi unkus sensori
Papiladima
Perubahan pola napas
Messenfalon tertekan Pandangan kabur

Kurang pendengaran Resiko tidak efektifan


Gangguan kesadaran Nyeri kepala jalan napas

Resiko kekurangan volume cairan

Resiko injuri Resiko gangguan


integerasi kulit
Imobilitas
Kurang perawatan diri
Cemas
1.10 Konsep asuhan keperawatan

1.10.1 Identitas

Nama, tempat tanggal lahir,jenis kelamin, agama, status kesehatan,alamat,

pendidikan,pekerjaan

1.10.2 Riwayat penyakit sekarang

Bagaimana terjadinya cedera pada otak, apakah kecelakaan atau terjatuh

1.10.3 Riwayat sebelumnya

Sebelumnya apakah klien menderita penyakit

1.10.4 Riwayatpenyakit keluarga

Adakah keluarga mengidap penyakit penyakit keturunan

1.10.5 Riwayat social ekonomi

Jenis pekerjaan, jenis makanan yang dikomsumsi,

1.10.6 Pengkajian primer

a. Airway

Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena

hipoksia, pengunaan otot bantu pernapasan, sianosis

b. Breathing
Inspeksi frekuensi napas apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada,

gerakan otot, pernapasan tambahan, kaji adanya suara napas tambahan.

c. Circulation

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,

hipotermi, pucat, akral dingin kapilari refill 2 detik penurunan reproduksi

urin

d. Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum

e. Eksposure

Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka

f. Secondary survey

a. Kepala

Kelainan atau luka kecil kepala dan bola mata, telinga bagian luka dab

membean timpani, cedera jaringan lunak

b. Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

c. Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS

d. Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara napas dan jantung

pemantauan EKG

e. Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT, dengan trauma

tumpul abdomen

f. Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi ferifer pada daerah trauma dan cedera

lainnya

1.11 Diagnosa keperawatan

a. Ganguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran

darah ke serebral , edema serebral

b. Pola naps tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuro maskuler

(cdera pada pusat pernapasan otak ,kerusakan persepsi/kognitif)

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hilangnya control volunter

terhadap otot pernapasan


d. Ketidakefektipan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

sekresi obstruksi jalan napas

1.12 Renecana keperawatan

a. Ganguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran

darah ke serebral , edema serebral

Intervensi

1) Kaji factor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK

2) Monitor status neorologis

3) Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

4) Evaluasi pupil, batasn dan proposinya terhadap cahaya

5) Letakan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah

peningkatan TIK

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuro maskuler

(cdera pada pusat pernapasan otak ,kerusakan persepsi/kognitif)

1) Kaji pernapasan (irama, frekuensi, kedalaman ) catat adanya otot bantu

pernapasan

2) Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahan jalan napas


3) Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara

berskala

4) Catat pengembangna dada

5) Monitor pemakaian obat depriasi pernapasan seperti sedaktif

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hilangnya control volunter

terhadap otot pernapasan

1) Kaji irama atau pola napas

2) Kaji bunyi napas

3) Evaluasi vital sign

4) Pantau saturasi oksigen


Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil dari

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. J Gangguan Sistem Imunologi “cedera

otak berat” di ruang ICCU Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan selama tiga hari

dimulai tanggal 22 Januari sampai 25 Januari 2018.

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilakukan tahap demi tahap yang diawali dengan

pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan serta

evaluasi sesuai dengan tahapan-tahapan dalam proses keperawatan.

2.1 Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Januari 2018 pada klien Ny. J

dengan Cedera otak bereat yang dirawat diruang perawatan ICCU Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan, diperoleh data-data sebagai berikut :

2.2 Identitas pasien

Nama klien Ny. J berumur 43 tahun dengan jenis kelamin perempuan, no

register 177912, agama islam, suku bugis, alamat Jalan Selamet Riadi RT. 18, masuk

rumah sakit pada tanggal 09 November 2017 pada pukul 13.00 pm dengan diagnosa

medis cedera otak berat..


2.1.1 Identitas penanggung

Suami klien bernama Tn..“S”, usia 48 tahun, Suami klien lulusan SMA,

pekerjaan Suami klien swasta , suami klien beragama islam, alamat Jalan

Selamet Riadi RT. 18.

2.3 Keluhan utama

Pasien tidak sadarkan diri

2.3.1 Alasan masuk rumah sakit

Pasien datang di bawa oleh polisi pada tanggal 09 november 2017 pukul

13.00 ditemukan dijalan tidak sadarkan diri dan terdapat perdarahan dibagian

kepala.

2.3.2 Riwayat kesehatan

2.3.2.1 Riwayat kesehatan sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 22 januari 2018 tingkat

kesadaran klien sopor, perubahan ukuran pupil isokor 3 : 3, capillary rate > 2

detik, klien terpasang NGT, klien juga terpasang canul tracheostomy, terdapat

penumpkan secret dijalan napas, suction jalan napas untuk mengeluarkan

sputum. Pernapasan klien terlihat dangkal dan cepat klien terpasang ventilator,

klien tampak sulit untuk batuk, terdapat luka di kepala

2.3.2.2 Riwayat Kesehatan Lalu


2.4 Pengkajian tanggal 22 januari 2018

2.4.1 Airway (jalan napas)

- sumbatan jalan napas : ada

- Tindakan yang dilakukan : Bersihan jalan napas menggunakan suction untuk

mengeluarkan sputum

2.4.2 Breating (pernapasan)

- pola napas : tachypnea 31x/menit

- pernapasan cuping hidung : tidak ada

- suara napas tambahan : terdengar ronchi dijalan napas

- menggunakan otot bantu dalam pernapasan : klien terpasang canul

tracheostomy

- saturasi oksigen : 100%

- terpasang oksigen dengan 6 liter

- pernapasan klien dangkal dan cepat

2.4.3 Circulation (sirkulasi)

- Nadi : 85x/menit

- Tekanan darah : 133/80mmhg

- capillary rate : < 2 detik

- Turgor kulit : < 2 detik, warna kulit sawo matang dan tampak kering

- mukosa mulut : mukosa mulut tampak kering dan pecah-pecah , bibir tampak

pucat
- tanda-tanda sianosis : tidak ada

- perdarahan eksternal : tidak ada perdarahan eksternal

2.4.4 Fluid (cairan dan elektrolit)

- infus yang terpasang

- Clinimix 1000 : 20Tpm

- Dsn ½ 500 : 20Tpm

- Nacl 0,9% 500 : 20Tpm

- Paracetamol 4x1gram

2.5 Pengkajian Body sistem

2.5.1 Breathing (pernapasan)

Prekuensi pola napas tachypnea yakni 31x/menit, terdapat suara napas

tambahan yakni ronchi dank lien terpasang alat bantu napas canul traheoctomy,

terpasang oksigen dengan 6 liter.

2.5.2 Bleeding (kardiovaskuler dan sirkulasi)

Perfusi perifer teraba dingin namun warna akral tidak pucat ataupun

basah, denyut nadi normal 85x/menit, tekanan darah 133/80mmhg, capillary

rate < 2 detik, bunyi jantung s¹-s² (Lub-dub) tanpa suara tambahan.

Obat injeksi intervena :

- Menapenam : 3x1gram

- Tarbutaline : 2x0, 25mg

- Mionalgin : 3x1gram

- Kalinex : 3x1 , 50mg


- Omeprazole : 2x 500mg

- Azefazolanindo : 3x 250mg

2.5.3 Brain (otak dan persyaratan)

- Kesadaran : sopor

- GCS : E¹, V¹, M¹

- Kejang : tidak ada

- Pupil : isokor ukuran :3/3

2.5.4 Bladder ( perkemihan )

Terpasang dower cateter (DC) hari ke 10, urine tampung pagi 400cc,

malam 600cc, tidak ada spoling blass dikarenakan urine klien lancar keluar,

warna urine klien kuning dan cairannya jernih

2.5.5 Bowel

Anjurkan untuk puasa tidak ada, diet yang diberikan entrasol 100cc-

200cc, terpasang NGT 10hari, dan klien tidak mengalami kelainan atau masalah

dalam saluran cerna

2.5.6 Bone ( tulang, sendi, dan pergerakan)

Klien tampak kaku akibat tirah baring yang lama, kekuatan otot lemah,

klien tidak mampu bergerak dan tidak sadarkan diri (koma)

1 1

1 1
2.5.7 Skin (kulit)

Keadaan kulit klien tampak kering, pada bagian kulit terkelupas akibat

kulit klien yang kering, tidak ada decubitus pada daerah tubuh klien.

2.6 Sosial interaction (interaksi sosial)

Hubungan klien dengan keluarga dan teman baik terlihat keluarga

klien datang menjenguk, suami klien belum datang ke Rumah sakit dikarenakan

menjaga anaknya dirumah yang masih kecil.

2.7 Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 22 januari 2018

Jenis Hasil Normal


pemeriksaan
WBC 14.8 x 103 4 – 10 ribu/ mm3
RBC 3.63 x106 Lk : 4,5 – 6,0 jt,
pr : 4,0 – 5,5 jt
HGB 8.9 / dl Anak 11-14 g/dl
HCT 26.6 % Lk : 40 -48, pr : 37 – 43 %
MCV 72.3 fl 82 – 92 FL
MCH 24.2 pg 27 – 31 Pg
MCHC 33.9 g/ dl 32 – 37 %
PLT 446 x 103 150-450 x 103/ mm3

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium

2.8 Terapi saat ini

22 januari 2018

Oral : - Rehidrasi Rl

- Norepineprine 0,005 mg/jam

- Midazolam 1mg
IV : - Morphin 1mg

- Clinimix 1000 :20tpm

- Dsn ½ 500 : 20tpm

- Nacl 0,9% 500 : 20tpm

- Manitol 20% 3x100

Pengobatan : - Menapenam 3x1gram

- Tarbutaline 2x0,25mg

- Mionalgin 3x1gram

- Kalinex 3x150mg

- Omeprazole 2x40mg

- Citicoline 2x500mg

- Azefazolanindo 3x250mg

2.9 Hasil radiologi : ct scan (pemeriksaan kepala)

a. Hasil USG : -

b. Hasil ct scan : klien mengalami cedera kepala

c. Hasil EKG :

2.10 Klasifikasi data

Data subyektif, polisi yang mengantar klien mengatakan:

1) Klien ditemukan dijalan

2) Klien tidak sadarkan diri

3) Terdapat ada pendarahan dibagian kepala


Data obyektif:

1) Tingkat kesadaran klien sopor

2) Perubahan ukuran pupil isokor 3/3

3) Klien tampak kesulitan menelan

4) Klien terpasang NGT

5) Terdapat penumpukan secret dijalan napas

6) Bersihkan jalan napas dengan suction untuk mengeluarkan sputum

7) Pernapasan klien terlihat dangkal dan cepat

8) Frekuensi pernapasan 31x/menit

9) Terpasang ventilator

10) Klien terpasang oksigen dengan 6 liter

11) Saturasi oksigen 100%

12) Klien tampak kesuliutan untuk batuk

13) Klien terpasang canul tracheostomy

14) Klien tampak sesak

15) TTV : - tekanan darah : 133/80mmhg

- Nadi :85x/menit

- Respirasi rate : 31x/menit

- Suhu : 36,2ºC

- GCS : E¹ , V¹, M¹

- Cappilary rate : < 2 detik


3.1 Analisa data

1) 22 januari 2018

(1) Data subyektif :

a) Polisi yang mengantar klien mengatakan klien ditemukan dijalan tidak

sadarkan diri dan terdapat pendarahan dibagian kepala

(2) Data obyektif :

a) Tingkat kesadaran klien klien sopor

b) GCS : E¹ , V¹ , M¹

c) Perubahan ukuran pupil isokor 3/3

d) Capillary rate : < 2 detik

e) Tekanan darah 133/80mmhg, Nadi: 85x/menit, respirasi rate : 31x/menit, suhu

: 36,2ºC

(3) Masalah : ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

(4) Penyebab : cidera

2) 22 Januari 2018

(1) Data subyektif : -

(2) Data obyektif :

a) Klien tampak kesulitan menelan

b) Terdapat penumpukan secret dijalan napas

c) Bersihan jalan napas dengan suction untuk mengeluarkan secret

d) Klien terpasang NGT

e) Pernapasan klien dangkal dan cepat


f) Frekuensi pernapasan 31x/menit

g) Klien tampak kesulitan untuk batuk

h) Klien terpasang canul tracheostomy

i) Klien terpasang oksigen dengan 6 liter

(3) Masalah : bersihan jalan napas tidak efektif

(4) Penyebab : peningkatan produksi sputum

3) 22 januari 2018

(1) Data subyektif : -

(2) Data obyektif :

3.1.1 Klien tampak sesak

3.1.2 Klien terpasang oksigen dengan 6 liter

3.1.3 Saat dikaji pernapasan klien dangkal dan cepat

3.1.4 Frekuensi pernapasan 31x/menit

3.1.5 Saturasi oksigen 100%

(3) Masalah : ketidakefektifan pola napas

(4) Penyebab : cedera medulla spinalis


3.1.1 Penyimpangan KDM

Trauma kepala

Ekstra kranial Intra krani


Tulang kranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak


kontinuitas jaringan Resiko perdarahan kontinuitas jaringan (kontusio lase
kulit otot dan vaskuler tulang
 Perubahan autor
 Oedema serebra
 perdarahan Gangguan suplai darah Resiko infeksi Nyeri akut
 hematoma
Kejang
iskemia
Perubahan sirkulasi  Bersihan jalan n
Kerusakan memory
CSS  Obstruksi jalan
Hipoksia  Dyspnea
Peningkatan TIK  Henti nafas
Resiko ketidakefektifan  Perubahan pola
jaringan otak

Gilus medialis lobus


temporalis tergeser  Mual muntah Ketidakefekt
 Papilodema bersihan ja
 Pandangan kabur nafas
Resiko kekurangan
 Penurunan fungsi
Herniasi unkus volume cairan
pendengaran
 Nyeri kepala Kompresi medulla
oblongata
Mesenfalon tertekan Resiko cedera Tonsil cerebrum
bergeser
Imobilisasi Hambatan
mobilitas fisik
Gangguan kesadaran
Bagan 3.1 Penyimpangan KDM
Ansietas
Sumber: (jilid 1, Nanda nic-noc 2015)

4.1 Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cidera

2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sputum

3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan cidera medulla spinalis

5.1 Intervensi keperawatan

a. Ketidakefektifan perpusi jaringan serebral berhubungan dengan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan tidak terjadi gangguan perpusi jaringan serebral

Kriteria hasil :

1) TTV stabil : tekanan darah : sistol 120-130, diastol 80-90 , Nadi : 60-

100x/menit

2) Kesadaran klien compos mentis

3) GCS : 15 E:4 V:5 M:6

Intervensi:

(1) Monitor TTV


(2) Atur posisi pasien head up 30º

(3) Kaji ukuran, bentuk pupil

(4) Kolaborasi dengan tim kesehatan

(5) Kaji tingkat kesadaran dan orientasi

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sputum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan bersihan jalan napas tidak efektif dapat teratasi, dengan kriteria

hasil :

(1) Trackeal tube bebas sumbatan

(2) Tidak adalagi penumpukan secret dijalan napas

(3) Lender dan sputum berkurang

(4) Frekuensi pernapasan klien normal 16-20x/menit

Intervensi:

(1) Kaji frekuensi pernapasan klien

(2) Kaji keadaan jalan napas klien

(3) Catat adanya batuk, bertambahnya sesak dan pengeluaran secret

(4) Lakukan penghisapan lender, gunakan kateter penghisap lender cairan

fisiologi steril

(5) Atur/ubah posisi klien /2jam

(6) Lakukan fisioterapi dada


c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medulla spinalis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan ketidakefektifan pola napas dapat diatasi, dengan kriteria hasil :

(1) Klien tidak mengalami sesak

(2) TTV normal : tekanan darah sistol: 120-130 diastol: 80-90 , nadi 60-

100x/menit, suhu 36ºC, respirasi rate : 16-20x/menit

(3) Tidak ada suara napas tambahan

Intervensi:

(1) Manajemen jalan napas : memfasilitasikepatenan jalan napas

(2) Penghisapan jalan napas: mengeluarkan secret dari jalan napas dengan

memasukkan selang kateter penghisap kejalan napas oral dan trakea

pasien

(3) Pantau kecepataan, irama, kedalaman, dan upaya pernapasan

(4) Berikan oksigen sesuai kebutuhan

6.1 Implementasi keperawatan

Selasa 23 januari 2018

6.1.1 Diagnosa keperawatan: ketidakefektifan perpusi jaringan serebral

berhubungan dengan cidera

1) Pukul 15.05 WITE

Monitor tanda-tanda vital

S: -
O: tekanan darah: 124/79mmhg, nadi: 83x/menit, respirasi rate: 26x/menit,

suhu : 36,3ºC

2) Pukul 15.10

Mengatur posisi klien dengan head up 30º

S: -

O: posisi klien dengan kepala lebih tinggi 30ºC

3) Pukul 15.20

Mengkaji ukuran pupil, bentuk pupil

S: -

O: ukuran pupil :3/3

Bentuk pupil : isokor

4) Pukul 15.25

Mengkaji tingkat kesadaran dan orientasi

S: -

O: kesadaran klien sopor, GCS E:1 , V:1 , M:1

5) Pukul 15.30

Mengkolaborasi dengan tim kesehatan lain

S: -

O : diberikan morfin drip 2mg/jam

Citicoline 2x500gram
6.1.2 Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan produksi secret

1) Pukul 16.00

Mengkaji frekuensi pernapasan klien

S: -

O: 28x/menit

2) Pukul 16.15

Mengkaji keadaan jalan napas klien

S: -

O: terdapat secret / lendir

3) Pukul 16.18

Mencatat adanya batuk dan bertambahnya sesak dan pengeluaran secret

S: -

O: batuk (+), sesak (+), lendir (+)

4) pukul 16.20

Melakukan penghisapan lendir, dengan menggunakan kateter penghisap lendir

dan cairan fisiologis steril

S: -

O: terdapat lendir yang keluar dari tracheostomy

5) pukul 16.30

Mengubah posisi klien setiap 2 jam

S: -
O: posisi kepala klien dimiringkan

6) pukul 16.35

Melakukan fisioterapi dada

S: -

O: klien dilakukan fisioterapi dada pada saat klien batuk

24 januari 2018

6.1.3 Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola napas berhubungan

dengan cidera medulla spinalis

1) Pukul 21.30

Manajemen jalan napas, memfasilitasi kepatenan jalan napas

S: -

O: jalan napas klien tersumbat terdapat banyak lendir

2) Pukul 21.35

Penghisapan jalan napas

S:-

O: dilakukan suction untuk penghisapan lendir

3) Pukul 22.00

Memantau kecepatan irama, kedalaman dan upaya pernapasan

S:-

O: -kecepatan irama : cepat

-Respirasi rate 26x/menit

-Kedalaman napas : dangkal


-Upaya pernapasan untuk menjaga pernapasan tetap normal diberikan oksigen

dengan 6 liter

4) Pukul 22.15

Memberikan oksigen sesuai kebutuhan

S: -

O: klien terpasang selang oksigen (masker rebrething) dengan oksigen 6 liter

7.1 Evaluasi

Selasa 25 Januari 2018, pukul 06.00

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cidera

S: -

O: -Tekanan darah: 128/80mmhg, Nadi 87x/menit, suhu: 36,8ºC, respirasi rate

: 24x/menit

- keadaan klien masih sopor, dengan GCS : E¹ V¹ M¹

- ukuran pupil 3/3 dengan bentuk pupil isokorb

A: Masalah tidak teratasi

P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3,4,5)

Rabu 25 Januari 2018, pukul 06.30

2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

secret

S: -

O: -pola napas tidak teratur, frekuensi pernapasan 24x/menit masih terdapat

lendir yang menghambat saluran pernapasan canul tracheostomy


A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3,)

Rabu 25 Januari 2018, pukul 07.00

3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan cidera medulla spinalis

S:-

O: -Jalan napas klien masih tersumbat

- Klien masih tampak sesak , respirasi rate 24x/menit

- Pola napas tidak teratur

- Iramannya cepat dan kedalamn pernapasan masih dangkal

- Masih dilakukan suction pada pasien

- Klien terpasang oksigen 6liter

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3)

Vous aimerez peut-être aussi