Vous êtes sur la page 1sur 9

JOURNAL READING

Association of contact lens-related allergic conjunctivitis


with changes in the morphology of Meibomian glands

Ilmu Penyakit Mata

Disusun oleh :
Luthfi Pratama
(2012730058)

Pembimbing : dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
Association of contact lens-related allergic conjunctivitis with changes in the
morphology of Meibomian glands
Abstract
Tujuan
◦ Mengamati perubahan morfologi kelenjar meibom pasien dengan Contact Lens-related
Allergic Conjunctivist (CLAC) dengan menggunakan meibography noncontact dan untuk
menilai hubungan antara perubahan morfologi dan parameter kelopak mata dan air mata.

Metode
Melakukan observasi pada 4 grup:
◦ 64 pasien yang memakai Contact Lens (CL) dengan CLAC
◦ 77 pasien yang memakai CL tanpa CLAC
◦ 55 pasien dengan AC abadi
◦ 47 pasien, subjek sehat
Dengan melakukan tes sebagai berikut:
◦ Pemeriksaan menggunakan Slit-lamp
◦ Pengukuran tear film breakup time (BUT),
◦ Tingkat perubahan morfologi kelenjar meibom pasien dengan menggunakan
Meibography non kontak, tingkat distorsi kelenjar meibom dengan menggunakan
Meibography.
◦ Produksi air mata yang diukur dengan Schirmer I test,
◦ Tingkat ekspresi meibum.

Hasil
◦ Skor rata-rata untuk distorsi kelenjar meibom adalah secara signifikan lebih tinggi di para
pemakai Contact Lens (CL) dengan Contact Lens-related Allergic Conjunctivist (CLAC)
daripada di pemakai CL tanpa CLAC (p < 0,0001); yang juga secara signifikan lebih
tinggi di para non pemakai CL dengan Allergic Conjunctivist (AC) abadi daripada di para
non pemakai CL, dengan AC abadi (p < 0,0001). Tidak ada perbedaan signifikan antara
nilai rata-rata untuk distorsi kelenjar meibom dari para non pemakai CL dengan AC abadi
dan para pemakai CL dengan CLAC (p = 0,27). Skor untuk distorsi kelenjar meibom
adalah secara signifikan berkorelasi positif dengan skor meibum di pemakai CL dengan
CLAC dan dengan meiboscore di pemakai CL tanpa CLAC.

Kesimpulan
◦ Contact Lens-related Allergic Conjunctivist (CLAC) dikaitkan dengan peningkatan
distorsi kelenjar meibom. Reaksi alergi, lebih dari pemakai Contact Lens (CL),
tampaknya bertanggung jawab untuk peningkatan distorsi kelenjar meibom pada pasien
dengan CLAC.

1
Pendahuluan
◦ Contact Lens-related Allergic Conjunctivist (CLAC) adalah penyebab umum dari
ketidaknyamanan okular pada pemakai lensa kontak, yang menyebabkan intoleransi lensa
kontak (CL). Gejala peradangan CLAC : pembentukan papiler, hiperemia konjungtiva,
lendir, dan gatal. Konjungtivitis alergi (AC) tanpa CL terkait dengan ketidakstabilan air
mata dan mata kering. AC menurunkan densitas sel goblet, yang mengarah pada
ketidakstabilan film air mata. Karena jaringan konjungtiva terletak berdekatan dengan
kelenjar meibom, CLAC dapat mempengaruhi kelenjar meibom, sehingga menyebabkan
ketidakstabilan air mata.

Subyek dan Metode


Subyek dibagi dalam 4 grup:
64 pasien yang memakai CL dengan CLAC (32 laki-laki dan 32 perempuan, usia 31,1 ±
9,4 tahun), 77 pasien yang memakai CL tanpa CLAC (31 laki-laki dan 46 perempuan;
berusia 32.5 ± 8.1 tahun), 55 pasien dengan AC (29 laki-laki dan 26 perempuan; 32.3 ±
15.0 tahun), 47 pasien, subjek sehat (22 pria dan 25 wanita; 32,8 ± 9,5 tahun).
Pasien dengan riwayat Allergic Conjunctivist (AC) ‘abadi’ didiagnosis baik dalam non-
pemakai (Contact Lens) CL dan pemakai CL berdasarkan keluhan dari sensasi gatal dan
pengamatan pembentukan papiler di konjungtiva. kriteria eksklusi untuk AC dan
kelompok kontrol termasuk blepharitis, kelopak mata atau gangguan permukaan mata
yang jelas, menggunakan CL, penurunan penggunaan mata terus menerus, sejarah
operasi mata, dan penyakit baik sistemik atau mata yang dapat mengganggu baik
produksi film air mata atau fungsinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari mata kanan masing-masing subjek. Ketika mata kanan (tapi bukan mata
kiri) telah dikeluarkan dari penelitian, data dari mata kiri yang digunakan. Informed
consent tertulis diperoleh dari semua subyek sebelum pemeriksaan. Ketika subyek yang
lebih muda dari 20 tahun, izin tertulis diperoleh dari orang tua mereka. Penelitian ini
telah disetujui oleh dewan peninjau kelembagaan Itoh Clinic dan berpegang pada prinsip-
prinsip dari deklarasi Helsinki.

Pemeriksaan
Setelah Contact Lens dilepaskan maka dilakukan pemeriksaan:
◦ Slit-lamp baik sebelum dan sesudah pemberian fluorescein,
◦ Pengukuran tear film BreakUp Time (BUT),
◦ Meibography,
◦ Produksi air mata dengan Schirmer I test,
◦ Tingkat ekspresi meibum.

2
Keratopathy punctata superfisial di kornea diberi skor dari 0 sampai 3.

Hilangnya sebagian atau seluruhnya dari kelenjar meibom diskor menggunakan


meiboscore
◦ grade 0: tanpa kehilangan kelenjar meibom,
◦ grade 1: area hilangnya <1/3 dari total daerah kelenjar meibom,
◦ grade 2: area yang hilang antara 1/3 dan 2/3 dari total kelenjar meibom,
◦ grade 3: kehilangan >2/3 dari total area.

Distorsi ditentukan dengan meibography ketika distorsi >45° di satu kelenjar meibom di
kelopak mata atas atau bawah. Nilai distorsi Kelenjar meibom (MG) antara 0-2;
◦ grade 0: tidak ada distorsi kelenjar meibom;
◦ grade 1: 1-4 kelenjar meibom dengan distorsi;
◦ grade 2: lebih dari lima MGS dengan distorsi (Gbr. 1).

Produksi air mata dievaluasi dengan uji Schirmer I


◦ grade 0, tidak ada tekanan;
◦ grade 1, cloudy meibum dengan tekanan ringan;
◦ grade 2, cloudy meibum dengan tekanan sedang;
◦ grade 3, meibum yang tidak dapat dinyatakan bahkan dengan tekanan keras.

◦ Uji t tidak berpasangan dan Uji Mann-Whitney U : untuk membandingkan variabel antara
kedua kelompok. Analisis korelasi Spearman : untuk menguji hubungan antara nilai
distorsi MG dengan parameter lainnya pada subjek yang mengenakan kontak lensa

3
dengan dan tanpa konjungtivitis alergi. Kruskal- Wallis test atau analisis varians
(ANOVA) digunakan untuk membandingkan variabel antara tiga atau lebih kelompok.
Uji Tukey-Kramer digunakan setelah ANOVA. Tingkat probabilitas <0,05 dianggap
signifikan secara statistik.

Hasil
◦ Rata-rata usia (p = 0.72) dan rasio jenis kelamin (p = 0.50) tidak berbeda secara
signifikan antara empat kelompok.
◦ Pada kelompok CLAC, 16 pasien menggunakan rigid gas-permeable lens dan 48 pasien
menggunakan lensa hidrogel (lensa hidrogel konvensional, n = 8; lensa hydrogel sekali
pakai, n = 40).
◦ Pada kelompok pemakai CL tanpa CLAC, 28 pasien menggunakan rigid gas-permeabel
lenses dan 49 menggunakan lensa hydrogel (lensa hidrogel konvensional, n = 11; lensa
hydrogel sekali pakai, n = 38).
◦ Rata-rata waktu yang memakai CL dengan CLAC adalah 11,2 ± 8,2 tahun, dan 13,1 ± 7,3
tahun yang tanpa CLAC (p = 0.16)

Perbandingan perubahan kelenjar meibom dan faktor film air mata yang berhubungan
di antara empat kelompok.

Tabel 1
Menunjukkan hasil pemeriksaan dalam empat kelompok. Tidak ada perbedaan yang
signifikan dari skor meibom (p = 0,25, uji Kruskal-Wallis), meiboscores (p = 0.051, uji
Kruskal-Wallis), atau nilai Schirmer (p = 0.16, ANOVA) antara empat kelompok. Nilai BUT
(p = 0.0002, ANOVA) dan superfisial punctate keratopaty (p < 0,0001, Kruskal-Wallis test)
berbeda secara signifikan di antara empat kelompok. BUT secara signifikan lebih pendek
pada pemakai CL tanpa CLAC daripada subjek normal (p = 0.0002, uji Tukey-Kramer). Nilai
keratopati punctate superfisial secara signifikan lebih rendah pada subjek normal daripada
pada pasien dengan AC (p = 0,0076) dan pada pemakai CL tanpa CLAC (p <0,0001).

4
Fig. 2a–h hasil yang mewakili meibography.
a Sebuah gambar dengan meibography dan b foto berwarna dari pemakainya CL
dengan lensa kontak yang berhubungan dengan alergi konjungtivitis (CLAC). distorsi
kelenjar meibom diamati. Meibom kelenjar distorsi skor: 2. pembentukan papilla dan

5
konjungtiva edema yang diamati. c Sebuah gambar meibography dan d foto berwarna
dari pemakai CL tanpa CLAC. Sebuah pemendekan kelenjar meibom diamati tanpa
distorsi. Baik pembentukan papilla atau konjungtiva edema diamati. e Sebuah gambar
meibography dan f foto berwarna dari non pemakai CL dengan alergi konjungtivitis
abadi (perennial AC). distorsi kelenjar meibom diamati. Skor distorsi kelenjar
Meibom: Formasi 2. papilla juga diamati. g Sebuah gambar meibography dan h foto
berwarna dari relawan normal. Tidak ada distorsi kelenjar meibom diamati, baik
pembentukan papilla atau konjungtiva.

Tabel 2
Menunjukkan perbandingan nilai distorsi MG. Rata-rata nilai distorsi MG secara
signifikan lebih tinggi pada pemakai CL dengan CLAC dibandingkan pemakai CL
tanpa CLAC (p < 0,0001). Nilai rata-rata distorsi MG secara signifikan lebih tinggi
pada yang tidak menggunakan CL dengan AC daripada non-CL tanpa AC (p <
0,0001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata distorsi MG pada
subjek non-CL dengan AC dan yang menggunakan CL dengan CLAC (p = 0.27).

Korelasi antara skor distorsi kelenjar meibom dan faktor-faktor lain di pemakai CL

Tabel 3
Menunjukkan hasil analisis korelasi Spearman antara skor distorsi MG dan parameter
lainnya di pemakai lensa kontak dengan atau tanpa konjungtivitis alergi. MG skor distorsi
menunjukkan secara signifikan korelasi positif dengan skor meibum di CL para pemakai
dengan Clac dan dengan meiboscore di pemakai CL tanpa CLAC.

6
Pada penelitian ini, distorsi MG diamati secara signifikan lebih sering pada pasien
dengan CLAC dibandingkan pemakai CL tanpa CLAC. Selain itu, MG distorsi lebih
sering pada pasien dengan AC abadi daripada di sukarelawan normal

Tidak ada perbedaan frekuensi distorsi MG yang signifikan antara pasien AC dengan
kelompok CLAC atau antara pemakai CL tanpa CLAC dengan subjek normal.
Mekanisme yang mendasari hubungan antara AC dan distorsi MG tidak jelas,
perubahan peradangan di jaringan konjungtiva mungkin menyebabkan tekanan pada
MG di tarsus, sehingga air mata menjadi tidak stabil, dan menyebabkan obstruksi.

Ada perbedaan meiboscores antara empat kelompok (p = 0.051). Meiboscores yang


memakai CL baik dengan dan tanpa CLAC cenderung lebih tinggi dibandingkan yang
tidak menggunakan CL. Memakai CL tidak terkait dengan distorsi MG. Oleh karena
itu, pada pemakai CL jumlah kelenjar meibom cenderung menurun , tapi bukan suatu
kemungkinan untuk menginduksi distorsi kelenjar meibomnya.

Skor superficial punctate keratopathy lebih rendah pada subjek normal dibandingkan
yang memakai CL tanpa CLAC dan AC, karena yang memakai CL dengan AC bisa
menginduksi superficial punctate keratopathy.

Keterbatasan penelitian
◦ Tidak mengamati morfologi kelenjar meibom sebelum salah memakai CL atau
AC.
◦ Tidak memeriksa apakah mereka yang awalnya memiliki distorsi saluran
cenderung menderita AC.
◦ Tidak meneliti korelasi antara distorsi MG dan baik kualitas atau kuantitas
meibum.

7
Referensi

1. Mathers WD, Billborough M. Meibomian gland function and giant papillary


conjunctivitis. Am J Ophthalmol. 1992;114: 188–92.
2. Toda I, Shimazaki J, Tsubota K. Dry eye with only decreased tear break-up time is
sometimes associated allergic conjunctivitis. Ophthalmology. 1995;102:302–9.
3. Suzuki S, Goto E, Dogru M, Asano-Kato N, Matsumoto Y, Hara Y, et al. Tear film
lipid layer alteration in allergic conjunctivitis. Cornea. 2006;25:277–80.
4. Knop E, Knop N. Meibomian glands: part IV. Functional interactions in the
pathogenesis of meibomian gland dysfunction (MGD). Ophthalmologe.
2009;106:980–7 (in German).
5. Knop E, Knop N, Millar T, Obata H, Sullivan DA. The international workshop on
meibomian gland dysfunction: report of the subcommittee for anatomy,
physiology and pathophysiology of the meibomian gland. Invest Ophthalmol Vis
Sci. 2011;52:1938–78.
6. Arita R, Itoh K, Inoue K, Amano S. Noncontact infrared meibography to document
age-related changes of the meibomian glands in a normal population.
Ophthalmology. 2008;115:911–5.
7. Shimazaki J, Goto E, Ono M, Shimmura S, Tsubota K. Meibomian gland
dysfunction in patients with Sjo ¨gren syndrome. Ophthalmology.
1998;105:1485–8.
8. Arita R, Itoh K, Maeda S, Maeda K, Furuta A, Tomidokoro A, et al. Meibomian
gland duct distortion in patients with perennial allergic conjunctivitis. Cornea.
2010;29:858–60.
9. Arita R, Itoh K, Inoue K, Kuchiba A, Yamaguchi T, Amano S. Contact lens wear is
associated with decrease of meibomian glands. Ophthalmology. 2009;116:379–
84.
10. Mathers WD, Shield WJ, Sachdev MS, Petroll WM, Jester JV. Meibomian gland
dysfunction in chronic blepharitis. Cornea. 1991;10:277–85.
11. Nichols JJ, Sinnott LT. Tear film, contact lens, and patient-related factors
associated with contact lens-related dry eye. Invest Ophthalmol Vis Sci.
2006;47:1319–28.
12. Tsubota K, Nakamori K. Dry eyes and video display terminals. N Eng J Med.
1993;328:584.

Vous aimerez peut-être aussi