Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula ataupun maksila, fraktur laring ataupun trakea. Usaha
untuk membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat
dimulai dengan melakukan chin lift dan jaw thrust. Pada penderita yang dapat
berbicara dianggap bahwa jalan nafas bersih; walaupun demikian, penilaian ulang
terhadap airway harus tetap dilakukan.
Pembunuh yang tercepat pada penderita trauma adalah ketidakmampuan untuk
mengantarkan darah yang teroksigenisasi ke otak dan struktur vital lainnya. Pencegahan
hipoksemia memerlukan airway yang terlindungi, terbuka dan ventilasi yang cukup
merupakan prioritas yang harus didahulukan dibanding yang lainnya. Bagaimana
mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen apabila jalan napasnya tersumbat, apalagi
jika mengalami sumbatan total. Semua penderita trauma memerlukan oksigen. Oleh
karena itu setiap gangguan pada airway harus segera ditangani.
Gangguan pada airway dapat timbul secara mendadak atau perlahan, dapat
sebagian atau total. Penderita dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko tinggi
terhadap sumbatan airway dan sering kali memerlukan pemasangan airway definitif. Pada
penderita trauma terutama yang mengalami cedera kepala, menjaga oksigenisasi dan
mencegah hiperkarbia merupakan hal yang utama.
1. TRAUMA MAKSILOFASIAL
Trauma pada daerah wajah membutuhkan pengelolaan airway yang agresif.
Fraktur pada wajah memungkinkan menyebabkan sekresi, gigi tercabut
pembengkakan, dan fraktur pada rahang bawah terutama fraktur korpus bilateral
dapat menyebabkan hilangnya tumpuan nurmal dan sumbatan jalan napas jika
penderita berbaring.
2. TRAUMA LEHER
Luka tembus pada leher dapat menyebabkan perdarahan disaluran napas. Trauma
tumpul pada leher dapat menyebabkan perubahan posisi trakhea yang mengakibatkan
sumbatan.
3. TRAUMA LARINGEAL
Meskipun fraktur laring jarang terjadi, tetapi hal ini dapat mengakibatkan
sumbatan airway akut. Fraktur laring ditandai dengan trias :
1. Suara Parau
2. Emfisema Subkutan
3. Krepitasi
Apabila airway penderita tersumbat total atau adanya distress pernapasan maka
usaha untuk pemasangan alat airway definitif (intubasi) harus segera dilakukan.
JAW THRUST
Penanganan sumbatan airway karena pangkal lidah pada penderita dengan
kemungkinan patah tulang leher dapat dilakukan secara manual dengan tindakan chin lift
dan jaw thrust.
Tindakan jaw thrust (mendorong rahang) dilakukan dengan cara memegang sudut
rahang bawah (angulus mandibulae) dan mendorong rahang bawah kedepan. keuntungan
melakukan tindakan ini adalah dapat sekaligus melakukan fiksasi kepala agar selalu pada
posisi segaris (in line), selain itu bila cara ini dilakukan sambil baging atau memegang
bag-valve dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.
CHIN LIFT
Membebaskan jalan napas pada penderita trauma yang dicurigai mengalami patah
tulang leher harus selalu menjaga posisi tubuh penderita agar selalu segaris (in line). Pada
tindakan membuka jalan napas secara manual, tindakan meng-ekstensikan kepala harus
dihindari. Tindakan yang dapat dilakukan adalan dengan melakukan chin lift atau jaw
trust.
Tindakan chin lift dilakukan dengan cara jari jemari salah satu tangan diletakan
dibawah rahang, kemudian secara hati-hati diangkat keatas arah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat
juga diletakan dibelakang gigi seri bawah dan secara bersamaan mengangkat dagu
dengan hati-hati.
Manuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher, terutama pada
penderita trauma dengan kemungkinan mengalami patah tulang leher yang ditandai
dengan :
Permasalahan:
Meskipun segala usaha telah dilakukan, terkadang pengelolaan jalan nafas sangat
sulit dan bahkan tidak tercapai. Hal ini dapat terjadi karena gangguan alat, misal lampu
laringoskop yang tiba-tiba mati, atau tabung endotrakheal yang yang telah terpasang
dengan susah payah, ternyata balonnya (cuff) robek tergigit pasien.
Intubasi endotrakheal gagal setelah pemberian relaksan otot, atau usaha
krikotirotomi gagal karena pasien gemuk. Usaha intubasi ternyata malah menyebabkan
sumbatan total, karena tidak mengetahui adanya fraktur laring, ataupun transeksi parsial
laring; kedua keadaan tersebut dapat terjadi tanpa gejala klinis.
Kesulitan-kesulitan diatas tidak selalu dapat dicegah, tapi kemungkinannya harus
selalu diantisipasi.
Oksigenasi/Ventilasi
Apneic Bernafas
Cedera
maksilofasial berat
Tambahan farmakologik
Intubasi orotrakeal
Airway Surgical
trims sangat
;p