Vous êtes sur la page 1sur 19

Program Penyuluhan Kesehatan

1. Nama Program :
Penyuluhan Kesehatan dengan tema Tuberkolosis, Ca. Cervix, Cuci Tangan
Pakai Sabun dan Pentingnya Sarapan.
2. Tujuan Program :
Meningkatkan pengetahuan sasaran terkait Tuberkolosis, Ca. Cervix, Cuci
Tangan Pakai Sabun dan Pentingnya Sarapan.
3. Sasaran :
Kader RW 01 - RW 10 dan Masyarakat Kelurahan Gundih Kecamatan
Bubutan Surabaya
4. Target : 30 orang masyarakat
5. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Program
a. Waktu : Jumat, 21 Juli 2017 Pukul 09.00 – 11.00 WIB
b. Tempat : Puskesmas Gundih Surabaya
6. Sarana dan Media Yang Dibutuhkan :
Lembar absensi, laptop, proyektor, microphone, leaflet, dan konsumsi.
7. Indikator Keberhasilan
a. Kehadiran peserta ≥80% dari jumlah target yang direncanakan, 80% dari
30 orang adalah 24 orang;
b. Sebanyak ≥80% peserta dapat menjelaskan dan menjawab secara benar
pertanyaan umpan balik yang diberikan pemateri.
c. Sebanyak ≥80% peserta dapat memperagakan cuci tangan pakai sabun
dengan benar.
8. Susunan Tenaga Pelaksana
MC & Moderator : Vina Aprilia
Notulen : Made Kartika Dewi Utami
Sekretariat : Clairine Maretha Martin Putra
Konsumsi : Lucyana Retno Sisparwati
Dewi Sri Sulistiani
Perlengkapan : Sodikin Somantri
Dokumentasi : Arga Pudya Wardana
Pemateri I : Wahid Nur Alfi
Pemateri II : Ari Kurniawati
Pemateri III : Atin Nurmayasanti

9. Uraian Program :
a. Peserta penyuluhan mulai registrasi pukul 08.30 WIB;
b. Acara dibuka oleh MC pukul 09.00 WIB;
c. Penyuluhan dengan materi Tuberkulosis Paru, yang disampaikan oleh
Wahid Nur Alfi;
d. Penyuluhan dengan materi Ca. Cervix dan Cuci Tangan Pakai Sabun
yang disampaikan oleh Ari Kurniawati;
e. Diskusi dan Tanya Jawab dengan peserta;
f. Peragaan Cuci Tangan Pakai Sabun oleh peserta;
g. Penyuluhan dengan materi Pentingnya Sarapan yang disampaikan oleh
Atin Nurmayasanti;
h. Diskusi dan Tanya Jawab dengan peserta;
i. Penutupan Program penyuluhan kesehatan pukul 11.00 WIB;
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TUBERCULOSIS PARU

Topik : Gangguan Sistem Pernafasan


Pokok Bahasan : Tuberculosis Paru
Sub Pokok Bahasan : Pemahaman Tentang Tuberculosis Paru
Sasaran : Kader RW 01 - RW 10 Kelurahan Gundih dan
Masyarakat
Waktu Pertemuan : Hari/Tanggal : Jumat/21 Juli 2017
Pukul : 09.00 – 09.30 WIB
Tujuan
1. Tujuan umum:
Kader dan Masyarakat dapat mengetahui tentang Tuberculosis Paru
2. Tujuan khusus:
Kader dan Masyarakat dapat mengetahui pemahaman, meliputi:
a. Pengertian Tuberculosis Paru
b. Penularan Tuberculosis Paru
c. Gejala Tuberculosis Paru
d. Pengobatan Tuberculosis Paru
e. Pencegahan Penyakit Tuberculosis Paru
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberculosis Paru

Susunan Kegiatan:
Tahap Kegiatan Kegiatan perawat Kegiatan klien Media
Pembukaan Salam pembuka Mendengarkan Power Point
(5 menit) Memperkenalkan diri keterangan penyaji
Menjelaskan maksud
dan tujuan

Penyajian Menyampaikan materi Memperhatikan dan Power Point


(15 menit) tentang: mendengarkan
a. Pengertian keterangan penyaji
Tuberculosis Paru
b. Penularan
Tuberculosis Paru
c. Gejala
Tuberculosis Paru
d. Pengobatan
Tuberculosis Paru
e. Pencegahan
Penyakit
Tuberculosis Paru
f. Faktor-faktor
yang mempengaruhi
kejadian
Tuberculosis Paru

Penutup Melakukan tanya jawab Mendengarkan dan Power Point


(10 menit) Menutup pertemuan bertanya
Pengertian TB
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2007).
Menurut Miller bahwa :”Kuman ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga di kenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Basil–basil
tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang,
dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3– 0,6 mikron.
Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik –manik atau
bersegmen. Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam
beberapa tahun” (dalam Fatimah, 2008).

Penularan TB Paru
Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif.
Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam pernapasan. Setelah kuman TB paru masuk kebagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif maka penderita tersebut tidak menularkan. Kemungkinan seorang
terinfeksi TB paru di tentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.

Gejala TB Paru
a. Gejala utama: batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau
lebih.
b. Gejala lainnya :
1. batuk bercampur darah
2. sesak napas dan nyeri dada
3. badan lemah
4. nafsu makan berkurang
5. berat badan turun
6. rasa kurang enak badan (lemas)
7. demam meriang berkepanjangan
8. berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.
(Kementrian Kesehatan RI, 2010)

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti
Tuberkulosis (OAT).
Pengobatan terhadap penderita Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat
2. at dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan.
3. Untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat, dilakukan pengawasan
langsung oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
4. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif yaitu penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Jika
pengobatan intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurung waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB
BTA(+) menjadi BTA(-) (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan yaitu penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalamjangka waktu yang lebih lama. Pada tahap ini pentung untuk membunuh
kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat
= INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk
orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg
selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping
etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan.
Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah
hepatitis.
Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi
acuan dalam penanggulangan penyakit TB Paru di masyarakat. Dalam buku
Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus dilakukan
adalah:
1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh
2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena
pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui
percikan dahak. Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang
dikeluarkan pasien TB saat :
a. Bicara : 0-200 kuman
b. Batuk : 0-3500 kuman
c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman
3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat
khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup
yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah kedalam
tanah. 4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain :
a. Menjemur peralatan tidur.
b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari
masuk.
c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi
jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan
kuman.
d. Makan makanan bergizi.
e. Tidak merokok dan minum-minuman keras.
f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur.
g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir dan
memakai sabun.
h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun. Tanpa
pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita Tuberkulosis Paru
akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh
yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru


Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan
(environment) ( Soemirat, 2010).
1. Agent
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi.
Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak,
suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan
penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit ( Soemirat, 2010).
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam.
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium
tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang
penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI,
2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host
yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :
a. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena TB paru
dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan terpapar
lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
b. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada
usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas yang meningkat sehingga
banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak pengaruh
terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
c. Kondisi sosial ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam
Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.
d. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan.
Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita
tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan
kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis
Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman
tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru
( dalam Fatimah, 2008)
e. Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan
berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap
infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka
akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan
kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko
tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).
3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda
tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk
akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain
(Soemirat, 2010). Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap status kesehatan penghuninya.

Kondisi Fisik Rumah


Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis
yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :
1. Ventilasi
Rumah sehat harus memiliki ventilasi atau lubang udara. Ventilasi
berfungsi untuk menjaga aliran udara didalam rumah tetap lancar sehingga
rumah tidak pengap, keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni
rumah juga tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya
oksigen didalam rumah yang berarti karbon dioksida yang bersifat racun
dapat meningkat (Winarsih,2007). Ventilasi juga berfungsi untuk
membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen
misalnya bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri yang terbawa oleh
udara akan selalu mengalir.
2. Kelembaban Rumah
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan
mempermudah berkembang biaknya mikroorganisme. Mikroorganisme
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara , selain itu kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban
udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-kuman
termasuk kuman tuberkulosis.
3. Pencahayaan
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga sangat baik
bagi kesehatan karena dapat membunuh bibit penyakit seperti kuman TB
(Winarsih,2007).
Depkes RI,1994 mengemukakan bahwa : “Sinar matahari dapat
dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan
mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya
matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca.
Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat
mematikan kuman” (dalam Fatimah, 2008). Oleh sebab itu, rumah dengan
standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian
tuberkulosis.
Menurut Atmosukarto bahwa :”Kuman tuberculosis dapat bertahan hidup
pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahuntahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai
resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang
dimasuki sinar matahari” (dalam Ruswanto,2010)
4. Kepadatan Penghuni Rumah
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per
orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum
9 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum3 m² per orang. Kamar
tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak
dibawah dua tahun ( Suryo, 2010). Apabila ada anggota keluarga yang
menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan
anggota keluarga lainnya.
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian
tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru
Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis
paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi
syarat pada luas ruangannya (dalam Fatimah, 2008).
Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam
rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang
semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan
tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan
meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi
kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi kuman Mycobacterium
tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap
oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan
5. Lantai rumah
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan
perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam
ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat
menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. Keadaan lantai rumah
perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau
keramik.
Secara hipotesis jenis lantai rumah memiliki peran terhadap proses
kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah
cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman
tuberkulosis di lingkungan juga sangat dipengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, S., 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan
dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap. Tesis Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Soemirat, J., 2010. Epidemiologi Lingkungan. Gajahmada University Press.
Yogyakarta
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010
Depkes, RI., 2002. Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta
Ruswanto, B., 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau
dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten
Pekalongan. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
Sitepu, M. Y. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di
Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007.
Fakultas Kesehatanh Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Suryo. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta:
Ariesta.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
CANCER CERVIX

Topik : Gangguan Sistem Reproduksi


Pokok Bahasan : Ca Cervix
Sub Pokok Bahasan : Pemahaman Tentang Ca Cervix
Sasaran : Kader RW 01 - RW 10 Kelurahan Gundih dan
Masyarakat
Waktu Pertemuan : Hari/Tanggal : Jumat/21 Juli 2017
Pukul : 09.30 – 10.00 WIB
Tujuan
3. Tujuan umum:
Kader dan Masyarakat dapat mengetahui tentang Ca Cervix
4. Tujuan khusus:
Kader dan Masyarakat dapat mengetahui pemahaman, meliputi:
a. Pengertian Ca Cervix
b. Penyebab Ca Cervix
c. Gejala Ca Cervix
d. Pengobatan Ca Cervix
e. Pencegahan Ca Cervix
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Ca Cervix

Susunan Kegiatan:
Tahap Kegiatan Kegiatan perawat Kegiatan klien Media
Pembukaan Salam pembuka Mendengarkan Power Point
(5 menit) Memperkenalkan diri keterangan
Menjelaskan maksud dan penyaji
tujuan

Penyajian Menyampaikan materi tentang: Memperhatikan Power Point


(15 menit) a. Pengertian Ca Cervix dan
mendengarkan
b. Penyebab Ca Cervix
keterangan
c. Gejala Ca Cervix penyaji
d. Pengobatan Ca Cervix
e. Pencegahan Ca Cervix
f. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian Ca
Cervix

Penutup Melakukan tanya jawab Mendengarkan Power Point


(10 menit) Menutup pertemuan dan bertanya
Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990).

Faktor Risiko
Faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks
menurut (American cancer society) yaitu :
 HPV (human papillomavirus).
 Merokok.
 Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini (<16 tahun).
 Berganti-ganti pasangan seksual.
 Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran
 Pemakaian pil KB.
 Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
 Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear
secara rutin).
 Jumlah kehamilan dan partus

Gejala Kanker Cervix


Menurut NCI (National Cancer Institute) Gejala-gejala kanker ini adalah:
 ada bercak atau pendarahan setelah hubungan seksual,
 ada bercak atau pendarahan di luar masa haid,
 ada bercak atau pendarahan pada masa menopause,
 mengalami masa haid yang lebih berat dan lebih panjang dari biasanya,
 keluarnya bau menyengat yang tidak bisa dihilangakan walaupun sudah
diobati

Stadium Kanker Cervix


 Stadium 0
Stadium ini disebut juga “Carsinoma-in-situ” yang berarti “kanker yang
berada di tempatnya”, belum menyerang bagian lain. Pada stadium ini,
perubahan sel yang tidak wajar hanya ditemukan pada permukaan serviks. Ini
termasuk kondisi pra-kanker yang bisa diobati dengan tingkat kesembuhan
mendekati 100%.

 Stadium 1A
 Pada stadium 1A, pertumbuhannya begitu kecil sehingga kanker hanya
bisa dilihat dengan sebuah mikroskop atau kolposkop.
 Pada Stadium 1A1, kanker telah tunbuh kurang dari 3 mm ke dalam
jaringan serviks, dan lebarnya kurang dari 7 mm.
 Pada Stadium 1A2, kanker telah tumbuh antara 3 sampai 5 mm ke dalam
jaringan-jaringan serviks, tetapi lebarnya masih kurang dari 7 mm.
 Stadium 1B
 Pada Stadium 1B, area kanker lebih luas, tetapi kanker masih berada
dalam jaringan serviks dan biasanya masih belum menyebar. Kanker ini
biasanya bisa dilihat tanpa menggunakan mikroskop, tetapi tidak selalu
demikian.
 Pada Stadium 1B1, kanker tidak lebih besar dari 4 cm.
 Pada Stadium 1B2, kanker lebih besar dari 4 cm (ukuran horizontal)

 Stadium 2A
 Pada Stadium 2, kanker mulai menyebar keluar dari leher rahim menuju ke
jaringan- jaringan di sekitarnya. Tetapi kanker masih belum tumbuh ke
dalam otot-otot atau ligamen dinding panggul, atau menuju ke vagina
bagian bawah.
 Pada Stadium 2A kanker telah menyebar ke vagina bagian atas.
 Pada Stadium 2A1 kanker berukuran 4 cm atau kurang. Pada Stadium 2A2
kanker bukuran lebih dari 4 cm.

 Stadium 2B
 Pada Stadium 2B ada penyebaran ke dalam jaringan di sekitar serviks.
 Kanker serviks Stadium 2A dapat diobati dengan pembedahan atau
radioterapi, atau keduanya.
 Kanker serviks Stadium 2B biasanya diobati dengan gabungan radioterapi
dan kemoterapi.

 Stadium 3
 Pada Stadium 3, kanker serviks telah menyebar jauh dari serviks menuju
ke dalam struktur di sekitar daerah panggul.
 Kanker mungkin telah tumbuh ke dalam vagina bagian bawah dan otot-otot
serta ligamen yang melapisi dinding panggul. Dan kemungkinan juga
kanker telah tumbuh memblokir saluran kencing.

 Stadium 3B
 Pada Stadium 3B kanker telah tumbuh menuju dinding panggul atau
memblokir satu atau kedua saluran pembuangan ginjal
 Stadium ini biasanya diobati dengan radioterapi dan kemoterapi.

 Stadium 4A
 Kanker serviks Stadium 4 adalah kanker yang paling parah. Kanker telah
menyebar ke organ-organ tubuh di luar serviks dan rahim.

 Stadium 4B
 Pada Stadium 4B, kanker telah menyebar ke organ-organ tubuh yang
sangat jauh, misalnya paru-paru
 Pada stadium ini kanker diobati dengan pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi atau kombinasi dari ketiga.

Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primodial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
kanker serviks bagi perempuan yang belum mempunyai faktor risiko dengan
cara, seperti pendidikan seks bagi remaja, menunda hubungan seks remaja
sampi pada usia yang matang yaitu lebih dari 20 tahun.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko bagi perempuan yang mempunyai faktor risiko.
a. Segi kebiasaan
 Hindari hubungan seks terlalu dini
 Hindari kebiasaan berganti-ganti pasangan seks
 Hindari kebiasaan menaburi talk pada vagina
b. Segi makanan
 Pengaturan pola makanan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh
mempunyai cadangan antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal
bebas yang merusak tubuh.
 Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena
banyak mengandung vitamin seperti betakaroten, vitamin C, mineral,
klorofil, dan fitonutrien lainnya. Klorofil bersifat radio protektif,
antimutagenik, dan antikarsinogenik.
 Kurangi makanan yang diasinkan, dibakar , diasap, atau diawetkan
dengan nitrit karena dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat
berubah menjadi karsinogen aktif.
 Konsumsi makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas,
kubis rabi, brokoli karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan
menghasilkan suatu enzim yang dapat menguraikan dan membuang zat
beracun yang beredar dalam tubuh

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan
kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan,
termasuk skrining,deteksi dini (Pap’s smear) dan pengobatan.

4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk
mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita
dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks yang
baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk
membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi
pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur)
akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk
sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.

Pengobatan
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan.

2. Terapi Penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
 Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak
perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu.
 Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3
hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa
diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi.

4. Terapi Biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah Interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Vous aimerez peut-être aussi