Vous êtes sur la page 1sur 30

Case Report Session

ABSES SEREBRI

Oleh:

Regina Veriska Ayedia

1740312302

Preseptor:

dr. Medi Syaputra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ADNAAN WD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai

serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang

dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus

dan protozoa. Abses otak merupakan infeksi sekunder dari fokus-fokus infeksi dari

tempat lain seperti otogenik, odontogen, trauma, tindakan bedah cranium, dan

infeksi lain ditubuh yang menyebar ke otak secara perkoninuitatum atau hematogen

dan secara langsung. 1,2

2.2 Epidemiologi

Insiden abses serebri ini adalah 8% dari seluruh kasus massa intrakaranial di

negara berkembang, sedangkan di negara barat insidennya hanya 1-2%. Penyebab

abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas

atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan

mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status

imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses

otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus. 2,3

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih

tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang

dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat

tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan

masyarakat (life threatening infection). 1

2
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar

1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per

100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu

dengan perbandinagan 2:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 30-50

tahun. 1

2.3 Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi organ

yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima,

menafsirkan, serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh

tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak

belakang.4

Gambar 2.1. Anatomi otak

3
Pembagian otak4:

1. Prosencephalon - Otak depan


a. Diencephalon = thalamus, hypothalamus
b. Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus
striatum
2. Mesencephalon - Otak tengah
3. Rhombencephalon - Otak belakang
a. Metencephalon= pons, cerebellum
b. Myelencephalon= medulla oblongata

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,

yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah. Tempat

-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen

susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh darah serebral dan

ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.

Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain

dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler. Sel- sel tersebut adalah

endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran

araknoid serta perineurium. 4

Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses

patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferative, reaksi

peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi

serebral yang terganggu. 4

4
Gambar 2.2 Sawar Darah Otak
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu

menghalangu masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan

saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi

bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi – substansi yang dihasilkan

dari sel- sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa

menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T- sel ternyata

dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan structural

pada pembuluh darah.4

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Sebagian besar abses otak merupakan perkembangan iinfeksi sekunder dari

fokal infeksi dari bagian tubuh yang lain. Infeksi tersebut sampai ke otak dengan

berbagai cara diantaranya: 1

5
1. Penyebaran secara perkontinuitatum terjadi lebih kurang pada 40% kasus,

dengan penyebaran berasal dari infeksi teliga tengah (OMS akut dan kronik),

infeksi dari sinus paranasal (biasanya frontal dan sfenoid) dan juga

mastoiditis. Infeksi telinga tengah menjadi penyebab paling umum dan

biasanya menyebabkan terjadinya abses serebri di lobus temporal otak dan

cerebellum.

2. Penyebaran secara hematogen biasanya disebabkan dari fokal infeksi di

tempat jauh dengan penyebaran dari aliran darah seperti infeksi pulmonal

(bronkiektasis, empyema, pneumonia) bacterial endocarditis, odontogenic,

osteomyelitis dll. Abses metastatic ini biasanya kecil dan multiple di area

arteri cerebral media.

3. Inokulasi bakteri langsug dari luar terjadi lebih kurang pada 10% kasus

biasanya disebabkan dari mikroorganisme yang langsung masuk dari luar

(infeksi yang disebkan karna fraktur tengkorak, pembedahan intracranial,

dll). 1,2

4. Penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang

mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh

sehingga Abses serebri dapat juga dijumpai pada pasien ini.

20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Kebanyakan abses terletak di

masa alba dari otak, karena pendarahan di daerah tersebut kurang intensif dibanding

dengan masa kelabu. 5

Bakteri penyebabnya antara lain bakteri aerob (Streptococcus aureus,

streptococci viridians, pneumococci, basil aerob gram-negatif (enteric rods,

Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus,

6
dan Haemophilus spp). Dan bakteri anaerob (bakteri kokus gram

positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp,

dan Clostridium spp), Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus

(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini

jarang terjadi.

Tabel 2.1 Bakteri penyebab abses serebri berdasarkan sumber infeksinya

2.6 Patofisiologi

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak

dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,

kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa

minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu

rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang

nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan

fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal

7
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli

membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :2,3

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke

arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Respon Imunologik pada Abses Otak.

Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan

hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada

toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai

sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh

karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang

dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak

membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya

sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih

dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia

menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak

memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik

untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses

infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan

destruktif.7

8
2.7 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala

infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan

intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya

abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala

infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit kepala,

muntah proyektil, papil edema) dan dari pemeriksaan neurologic didapatkan GCS

menurun, rangsangan meningeal yang positif, gangguan nervus kranialis, afasia

motoric/sensorik, gangguan motoric (parese, hiperfleksi, reflek patologis,

hipertonus otot) gangguan sensibilitas dan saraf otonom, gangguan serebelar. Tanda

dan gejala yang timbul tergantung lokasi abses otak. 3,4

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu

penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat

keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,

onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang

pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.5

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status

mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks

patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan

meningen.5

9
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem

musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota

gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. 5

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu

pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju

endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan

gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan

sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila

terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.5

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,

dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan

pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama

penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan

perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik

pada lokasi abses. CT-Scan otak dapat diketahui lokasi abses; daerah abses

memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan

biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi

abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance

Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat

juga lebih akurat.1,5

2.9 Penatalaksanaan

Penanganan konservatif dilakukan pada abses otak stadium serebritis, abses

kecil berdiameter 2-3 cm, berlokasi di batang otak, abses dengan lokasi sulit dan

dalam.

10
1. Pengobatan kausal dengan terapi empirik yaitu dapat diberikan sefalosporin

generasi III intravena ( ceftriaxone 2gr/12 jam IV atau cefotaxime 2gr/8jam

IV). Dapat juga diberikan metronidazole 500mg/8 jam IV. Terapi empiric

diberikan hingga didapatkan antibiotic yang sesuai dengan hasil tes sensitifitas

kuman yang diisolasi dari abses atau dari sumber infeksi. Jika hasil isolasi tidak

ditemukan kuman penyebab, maka terapi empiric dapat dilanjutkan hingga 6-

8 minggu. 1,5

Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak

Etiologi Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri
Meropenem
anaerob, stafilokokkus dan stretokokkus
Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole
Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine
Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin
Sefalosporin generasi ketiga,
yang secara umum
Infeksi meningitis citrobacter
dikombinasi dengan terapi
aminoglikosida

2. Antiedema dapat diberikan dexamethasone atau mannitol sesuai indikasi.

Kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial

yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline

shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-

off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada

pemeriksaan nervus optikus hari ke 15 tidak didapatkan papil edema.1,5

3. Antikonvulsi

Antikonvulsi diberikan untuk tatalaksana kejang dari pasien. Pada lokasi lesi

yang dekat ke kortek serebri area grey matter akan menimbulkan kejang pada

11
pasien. Kontra indikasi pada pasien dengan lokasi abses di cerebellum dan

batang otak. Antikonvulsi yang dipakai adalah broad spectrum yaitu fenitoin

oral. Pemakaian dihentikan jika klinis pasien membaik.

Pada stadium abses dilakukan tindakan operatif oleh ahli bedah saraf dengan

teknik eksisi, aspirasi atau drainase. Operasi juga dilakukan jika tindakan

konservatif gagal atau abses berdiameter > 3 cm

2.10 Diagnosis Banding

Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat

bermanifestasi klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun

hematosubdural karena terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena

itu, diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh agar terapi yang diberikan

menjadi tepat. 1,6

Diagnosis banding dari gambaran radiologi yaitu CT Scan didapatkan adanya

ring enhancement yaitu suatu tumor otak (glioblastoma) dan metastasis.1

2.11 Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun

komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

12
2.12 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic

yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan

dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses

mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang

terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus,

abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat

di diagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan

mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%

penderita.

13
BAB 2
ILUSTRASI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. DS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 39 tahun
Alamat : Pangian JR Sawahan
Pekerjaan : Berdagang Es
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
No MR : 096453

3.2 ANAMNESIS
Seorang Laki-laki usia 39 tahun dirawat di bangsal saraf RSUD Adnaan
WD Payakumbuh pada tanggal 08 Agustus 2018 dengan:
Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak kiri semakin memberat sejak ± 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Lemah keempat anggota gerak semakin memberat sejak ± 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Lemah sudah dirasakan sejak 3 minggu
sebelum rumah sakit. Awalnya pasien merasakan susah menggenggam
(barang yang dipegang mudah jatuh), lemah berangsur – angsur semakin
lama semakin berat dirasakan mulai dari lengan hingga ke tungkai, hingga
akhirnya lengan dan tungkai tidak bisa digerakkan dan pasien tidak bisa
berjalan.
- Nyeri kepala dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
kepala dirasakan di kepala bagian kanan belakang. Nyeri dirasa seperti
ditusuk-tusuk hingga pasien tidak bisa tidur dan gelisah karna nyeri tersebut.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasa semakin berat ketika batuk dan
bersin. Pasien mengobati nyeri kepalanya dengan meminum obat yang
dibeli dari apotik yaitu paracetamol.

14
- Penurunan sensasi raba pada anggota gerak kiri (+)
- Gangguan Menelan (+) sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
- Gangguan bicara dan bahasa (+) sejak 1 minggu ini. Pasien bicara kurang
jelas (pelo)
- Pasien gelisah sejak 1 minggu ini. Pasien sering ngomong sendiri dan
melihat bayangan. Pasien sulit tidur dikarenakan penyakitnya ini.
- Demam (+) sejak 1 minggu ini, menggigil (-)
- Gangguan menelan (+) sejak 1 minggu ini sehingga pasien kesulitan untuk
makan dan sering meminum air saja.
- Mual (+) muntah (+) sejak 1 minggu ini. Berisi apa yang dimakan sebanyak
lebih kurang 2 gelas
- BAB dan BAK terganggu sejak 1 minggu ini. Pasien mengaku susah
mengejan.

Riwayat penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit Hipertensi tidak ada
- Riwayat Penyakit Jantung tidak ada
- Riwayat diabetes melitus tidak ada
- Riwayat penyakit stroke tidak ada
- Riwayat penyakit keganasan tidak ada
- Riwayat gangguan saraf lain tidak ada
- Riwayat trauma ada, yaitu kecelakaan motor 3 tahun yang lalu
- Riwayat mengkonsumsi obat-obat an sebelumnya tidak ada
- Riwayat minum OAT tidak ada
- Riwayat batuk lama disangkal
- Riwayat Infeksi telinga disangkal
- Riwayat gigi berlubang disebelah kiri atas
- Riwayat penyakit sinusitis ( )

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengeluhkan penyakit yang sama
dengan pasien

15
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien seorang pedagang es keliling. Pasien mengaku jarang merokok hanya
sesekali yaitu 1 batang/ hari. Riwayat minum alkohol tidak ada. Pasien tamatan
SMA, sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis :
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC GCS 15 E4M6V5
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370C
Keadaan Gizi : sedang
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 55 Kg

Status Internus:
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Kulit dan kuku : tidak ada kelainan
Kelenjer getah bening:
 Leher : tidak ada pembesaran
 Aksila : tidak ada pembesaran
 Inguinal : tidak ada pembesaran
Kepala : normocephal, tidak ditemukan kelainan
Mata : konjuntiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
THT : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH₂O
Paru
 Inspeksi : simetris kiri sama dengan kanan
 Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan

16
 Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : batas jantung normal
 Auskultasi : BJ1 BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut tidak tanpak membuncit, distensi (-)
 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : BU (+) normal

Status Neurologis

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif GCS 15

1.Tanda Rangsangan Selaput Otak:

Kaku Kuduk : Brudzinki I :-

Brudzunki II :- Tanda Kernig :-

2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial:

- Pupil : Isokor, diameter 3 mm/3 mm okuli dekstra sinistra, refleks


Cahaya +/+

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Baik Baik

Lapangan pandang Baik Baik

Melihat warna Tidak dilakukan


Funduskopi Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)
 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

18
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan rahang (+) (+)
 Menggigit (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Baik Baik
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas Baik Baik
 Divisi mandibular
- Sensibilitas Baik Baik

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris kiri dan kanan
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebral (+) (+)
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)

Memperlihatkan gigi (+) Terganggu

Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)

Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)

Detik arloji (+) (+)

Rinne tes Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes Tidak dilakukan

19
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus (-) (-)
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+)

Refleks muntah (Gag Rx) Tidak dilakukan

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan Terganggu
Suara Normal
Nadi Reguler Reguler

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)

Menoleh ke kiri (+) (+)

Mengangkat bahu kanan (+) (+)

Mengangkat bahu kiri (+) (-)

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

20
4. Pemeriksaan koordinasi
Keseimbangan Koordinasi

Romberg test (tidak dilakukan) Finger to finger (tidak dilakukan)


Sharp Romberg test (tidak dilakukan) Finger to nose (tidak terganggu)
Stepping gait (tidak dilakukan) Pronasi-supinasi (tidak dilakukan)
Tandem gait (tidak dilakukan) Tes tumit lutut (tidak dilakukan)

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Normal
Duduk Normal
b. Berdiri dan berjalan Gerakan spontan (+)
Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

Superior Inferior
Ektremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Tidak aktif Aktif Tidak aktif
Kekuatan 555 111 555 111
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas Kanan Kiri
Sensibilitas Taktil Normal Berkurang
Sensibilitas Nyeri Normal Berkurang
Sensibilitas Termis Normal Berkurang
Pengenalan 2 titik Normal Terganggu
Pengenalan rabaan Normal Terganggu

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++

21
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring Tidak Dilakukan KPR ++ ++
Masetter Tidak dilakukan APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus Tidak dilakukan
 Atas Tidak dilakukan Cremaster Tidak dilakukan
 Tengah
Sfingter Tidak dilakukan
 Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Tungkai
Hoffmann- (-) (-) Babinski (-) (-)
Tromner
Chaddocks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Klonus paha Tidak Dilakukan
Klonus kaki Tidak Dilakukan

8. Fungsi otonom
- Miksi : Baik
- Defekasi : Baik
- Sekresi keringat : Baik

9. Fungsi Luhur
Kesadaran CMC Tanda Dementia
Reaksi Bicara Normal Reflek glabella (-)
Fungsi intelek Normal Reflek snout (-)
Reaksi emosi Gelisah Reflek menghisap (-)
Reflek memegang (-)
Reflek palmomental (-)

22
Laboratorium
Hb : 16,2 gr% GDR : 104 mg/dl
Leukosit : 16.200/mm3
Trombosit : 269.000/mm3
Ht : 46%
Na/K/Cl : 132/4,1/99 mg/dl

Pemeriksaan Tambahan
Rontgen Thorax

Interpretasi: Tampak gambaran infiltrate di kedua lapangan paru.


Kesan: Pneumonia DD Suspek TB

23
EKG

Kesan : LVH

CT Scan

Interpretasi : Massa hipodens berdinding tebal di grey-white matter lobus


frontotemporal kanan ukuran ±4,2x3,9x3,5 cm dengan finger like edema
menyebabkan pergeseran midline shift ke kiri sejauh ±1cm
Kesan: Suspek Abses Serebri

24
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra + Cephalgia ec susp SOL
Diagnosis Topik : Hemisfer serebri dextra
Diagnosis Etiologi : Abses Serebri
Diagnosis Sekunder : -

Penatalaksanaan
1. Terapi umum
- Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan yang diberikan.

- Keluarga dianjurkan untuk sering menggerakan bagian tubuh sebelah kiri

pasien.

2. Terapi Khusus
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj Dexamethasone 3x1 amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- Risperidone 1x2 gr

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

3.4 FOLLOW UP
Kamis, 9 Agustus 2018
S/ Kelemahan anggota gerak (+)
Nyeri kepala (+), demam (-)
Muntah (-), mual (-)
O/ KU: baik, Kesadaran: composmentis
TD: 110/80 mmHg, HR: 90x/menit, RR: 18x/menit, T: 37ºC
Status Interne :
 Pulmo : Suara nafas vesikuler, Ronkhi -/- , wheezing -/-

25
 Cor : BJ regular, murmur (-), gallop (-)
Status Neurologi :
 GCS 15 E4M6V5
 Pupil isokor dm 3mm/3mm RC+/+ RK +/+, bola mata bebas bergerak
 Reflex fisiologis ++ ++
++ ++
 Reflex patologis - -
- -
 Kekuatan motorik 555 111
555 111
A/ Susp Stroke iskemik
P/ : Dexamethasone 3x1 amp
Manitol 20% : 200cc-150cc-150cc/8 jam
PCT 3 x 500 mg
EKG
CT-Scan Kepala
Cek Sputum

Jumat, 10 Agustus 2018


S/ Kelemahan anggota gerak (+)
Nyeri kepala hilang timbul, demam (-)
Muntah (-), mual (-)
O/ KU: baik, Kesadaran: composmentis
TD: 110/80 mmHg, HR: 90x/menit, RR: 18x/menit, T: 37ºC
Status Interne :
 Pulmo : Suara nafas vesikuler, Ronkhi -/- , wheezing -/-
 Cor : BJ regular, murmur (-), gallop (-)
Status Neurologi :
 GCS 15 E4M6V5
 Pupil isokor dm 3mm/3mm RC+/+ RK +/+, bola mata bebas bergerak
 Reflex fisiologis ++ ++
++ ++

26
 Reflex patologis - -
- -
 Kekuatan motorik 555 111
555 111
A/ Abses Serebri
P/ : Manitol 20% : 200cc-150cc-150cc/8 jam
PCT 3 x 500 mg
Ceftriaxone 2x1 gr

Sabtu, 11 Agustus 2018


S/ Kelemahan anggota gerak (+)
Nyeri kepala hilang timbul, demam (-)
Muntah (-), mual (-)
O/ KU: baik, Kesadaran: composmentis
TD: 110/80 mmHg, HR: 90x/menit, RR: 18x/menit, T: 37ºC
Status Interne :
 Pulmo : Suara nafas vesikuler, Ronkhi -/- , wheezing -/-
 Cor : BJ regular, murmur (-), gallop (-)
Status Neurologi :
 GCS 15 E4M6V5
 Pupil isokor dm 3mm/3mm RC+/+ RK +/+, bola mata bebas bergerak
 Reflex fisiologis ++ ++
++ ++
 Reflex patologis - -
- -
 Kekuatan motorik 555 111
555 111
A/ Abses Serebri
P/ : Manitol 20% : 200cc-150cc-150cc/8 jam
PCT 3 x 500 mg
Ceftriaxone 2x1 gr

27
BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 39 tahun dating ke IGD RSUD Adnaan WD

pada tanggal 8 Agustus 2018 dengan keluhan utama nyeri kepala dan lemah tubuh

sisi kiri. Hal pertama yang mungkin terpikir dan merupakan penyebab tersering

adalah stroke dengan definisi gejala klinis yang terjadi secara cepat dari gangguan

fokal atau global fungsi otak, dengan gejala terjadi selama 24 jam atau lebih atau

mengarahkan kepada kematian, dengan penyebabnya adalah berasal dari pembuluh

darah. Tetapi setelah dilakukan anamnesis lebih lanjut, hal ini tidak sesuai, karena

keluhan ini sudah berlangsung selama 3 minggu ini dan semakin memberat sejak 1

minggu ini. Sedangkan stroke adalah kelemahan yang terjadi secara tiba-tiba.

Untuk menjelaskan kelemahan tubuh sisi kiri, dapat dipikirkan ada suatu massa di

susunan saraf pusat yang mendesak ruang sehingga menimbulkan gejala

peningkatan TIK. Oleh karena hal ini semakin lama semakin berat, dapat kita

pikirkan sesuatu yang “bertumbuh” mungkin dalam hal ini adalah massa.

Selain itu pasien juga mengeluhkan bicara tidak jelas dan sulit menelan,

harus dipikirkan adanya pertumbuhan suatu massa yang menekan nervus cranialis

N.VII dan N.X yang mengatur pergerakan mulut dan lidah serta mengatur fungsi

menelan dan fonasi. Pasien juga mengeluhkan demam yang menandakan adanya

suatu proses infeksi. Pasien juga mengaku adanya gangguan BAB dan BAK

menandakan kemungkinan adanya gangguan fungsi otonom

Pada pemeriksaan fisik dan neurologis didapatkan adanya parese N. VII kiri

yaitu dengan adanya mulut mencong di sisi kiri ketika disuruh menampakan gigi.

Hal ini dapat disebabkan adanya penekanan pada inti atau jaras N. VII. Selain itu

28
pada pemeriksaan motorik, didapatkan hemiparesis yang memberat setiap harinya

yang jelas menunjukkan adanya lesi UMN.

Dari hasil laboratorium didapatkan adanya peningkatan leukosit. Dari hasil

Rontgen foto thorak didapatkan kesan pneumonia suspek Tb sehingga disarankan

cek sputum. Kemudian pada tanggal 10 Agustus 2018 di dapatkan hasil CT Scan

yaitu Massa hipodens berdinding tebal di grey-white matter lobus frontotemporal

kanan ukuran ±4,2x3,9x3,5 cm dengan finger like edema menyebabkan pergeseran

midline shift ke kiri sejauh ±1cm, kesan Abses Serebri.

Dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah abses cerebri di

hemisfer cerebri dextra. Walaupun diagnosis pasti penyebab dari suatu abses adalah

dengan kultur bakteri hasil pungsi abses.

Pengobatan yang diberikan pada pasien yaitu IVFD asering 20tpm dan

paracetamol 500mg untuk nyeri kepala yang dikeluhkan pasien. Untuk antibiotic

diberikan inj ceftriakson. 2x2 gr /hr. Anti edema untuk mengurangi tekanan intra

kranial diberikan mannitol 20% per 8 jam sebanyak 200-150-150cc. Selain itu juga

di injeksikan dexamethasone pada pasien ini.

Prognosis pada pasien ini cukup baik karna pasien datang berobat tidak

dalam kondisi perburukan. Kesadaran CMC dan tidak terjadi kejang. Jika

ditatalaksana dengan baik, pasien dapat sembuh, hanya saja meninggalkan gejala

sisa neurologis seperti kelemahan ekstremitas, sehingga pasien disarankan setelah

berobat melakukan fisioterapi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas TA, Moorthy RK. Brain Abscess: Diagnosis and Management.


Departement and Neuroscience, Christian Medical College, Vellore: 2015. H.
55-61
2. Rahayu. Abses Otak dan Penatalaksanaannya. Staff Akademik Fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang: 2000. H. 94-97
3. Mustafa M, Iftikhar M, Latif MI, Munaidy RK. Brain Abscess: Pathogenesis,
Diagnosis, and Management Strategies. School Medicine of Universitas
Malaysia Sabah. Cyberjaya University College of Medical Sciences, Kuala
Lumpur, Malaysia : 2014. h. 299-305
4. Netter FH, Craig JA. Atlas of Neuroanatomy and Neurophisiology, USA: Icon
Custom Communication: 2002
5. Moorthy RK, Rajhshekar V. Management of Brain Abscess: An Overview.
Departement of Neurological Sciences, Christian Medical College, Vellore:
2008.h. 1-6
6. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Panduan Praktek Klinis Neurologi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: 2016.h.175-178
7. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. 2008. h.320-321

30

Vous aimerez peut-être aussi