Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Dwi Intan Busaeri
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Mess Perwira MABESAD TNI
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa keperawatan
Suku : Betawi
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Agustus 2018 di
poli Kulit Kelamin RSPAD Gatot Subroto

1.2.1 Keluhan Utama


Benjolan padat dengan permukaan kasar pada tangan kiri

1.2.2 Keluhan Tambahan


Tidak ada

1.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluh tumbuh benjolan pada tangan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Benjolan tumbuh secara tiba-tiba. Benjolan berbentuk bulat padat dengan permukaan
yang kasar, bewarna abu-abu. Benjolan awalnya berukuran kecil setitik, kemudian

1
lambat laun membesar sebesar kepala jarum pentul. Keluhan tidak disertai rasa nyeri
dan rasa gatal. Pasien tidak pernah menggunakan salep ataupun obat-obatan lainnya
untuk menghilangkan tonjolan tersebut.
Keluhan serupa juga pernah dirasakan pasien satu setengah tahun yang lalu
ditempat yang sama. Pasien mengaku pernah mengalami luka di tangan kiri saat
sedang membersihkan motor, kemudian luka pada tangan sering digaruk oleh pasien
meskipun tidak terasa gatal. Tiga hari setelah kejadian, mucul bintik padat dengan
permukaan kasar bewarna abu-abu pada bagian tangan yang terluka, awalnya
berukuran sebesar kepala jarum pentul lama kelamaan membesar, dan timbul
benjolan-benjolan lainnya disekitar benjolan yang muncul pertama kali. Tiga bulan
setelah kejadian, benjolan tersebut sudah dibuang dengan elektrocauter.

1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Satu setengah tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan seperti ini dan
sudah sudah dibuang dengan elektrocauter.

1.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa seperti pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Gizi
- BB : 70 kg
- TB : 170 cm BMI : 24,22 kg/m2
Tanda Vital
- TD : tidak dilakukan
- Nadi : 72 x/menit
- RR : 20 x/menit

2
- Suhu : afebris
Mata :
- Konjungtiva tidak anemis kanan dan kiri.
- Sklera tidak ikterik kanan dan kiri.
Tenggorok :
- Faring : Tidak hiperemis.
- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis.
Thoraks
- Jantung : Bunyi jantung I dan II murni regular, tidak ada murmur dan
gallop.
- Paru : Suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
Abdomen : Perut tampak datar , supel, tidak teraba adanya pembesaran.
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB.

1.3.2 Status Dermatologikus


 Lokasi : Regio manus sinistra
 Efloresensi : Papul verukosa, bentuk bulat, ukuran ± 3-4 mm, batas tegas,
padat dengan permukaan kasar, diatas kulit normal, warna
putih keabuan.

Gambar 1 Tampak lokasi lesi dari jauh


Sumber: dokumen pribadi

3
Gambar 2 Efloresensi lesi
Sumber: dokumen pribadi

1.4 Pemeriksaan Laboraturium


Tidak dilakukan

1.5 Resume
Pasien pria berusia 21 tahun berinisial D, datang dengan keluhan tumbuh
benjolan pada tangan kiri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan berbentuk bulat padat
dengan permukaan yang kasar, bewarna abu-abu. Benjolan awalnya berukuran kecil
setitik, kemudian lambat laun membesar sebesar kepala jarum pentul. Rasa nyeri dan
gatal disangkal. Keluhan serupa juga pernah dirasakan pasien satu setengah tahun
yang lalu ditempat yang sama dan sudah dibuang dengan elektrocauter. Pada status
dermatologikus didapatkantkan papul verukosa a/r manus sinistra, bentuk bulat,
ukuran ± 3-4 mm, batas tegas, padat dengan permukaan kasar, diatas kulit normal,
warna putih keabuan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien baik dengan
kesadaran compos mentis. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan pada pasien ini.

4
1.6 Diagnosis Kerja
Veruka vulgaris

1.7 Diagnosis Banding


Tidak ada

1.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Non-Medikamentosa
- Hindari mengorek-ngorek lesi
- Rajin mencuci tangan dengan sabun
- Hindari terkena gesekan-gesekan pada tangan

1.8.2 Medikamentosa
- Tindakan elektrokauterisasi
- Topikal antibiotik: Gentamisin salep 0,1% 3x1

1.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

5
BAB II
VERUKA VULGARIS

2.1 Kulit
2.1.1 Definisi
Kulit merupakan salah satu organ yang membentuk lapisan terluar pada tubuh,
terdiri dari kulit dan beberapa derivat kulit terspesialisasi, antara lain rambut, kuku,
dan beberapa jenis kelenjar.1

2.1.2 Fungsi Kulit


Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai pelindung tubuh dari sinar
ultraviolet oleh pigmen melanin, sebagai pengatur suhu tubuh melalui pembuluh
darah dan kelenjar keringat, mengekskresi zat berlemak, air, dan ion-ion,
metabolisme vitamin D oleh molekul prekursor (dehidrokolesterol-7) di kulit dengan
bantuan radiasi sinar ultraviolet, dan juga berfungsi untuk komunikasi melalui
sejumlah reseptor khusus yang mendeteksi sensasi tekanan, nyeri, panas, dan dingin.1

2.1.3 Lapisan Kulit


Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, dermis, dan subkutis.
Batas antara dermis dengan subkutis tidak tegas.1

6
Gambar 3 Lapisan Kulit
Sumber: Integumentary system in:principles of anatomy and
physiology, ed. 13th, Tortora GJ & Derrickson B, 2011

a. Lapisan epidermis
Merupakan lapisan terluar dari kulit yang tersusun atas epitel bertingkat
silindris dengan atau tanpa lapisan tanduk bergantung pada letak kulit. Epitel
tersusun sangat rapat antar satu sel dengan sel lainnya, tidak memiliki
pembuluh darah. Epidermis terdiri dari lima lapisan, yaitu1,3:
1) Stratum korneum
Lapisan epidermis paling atas, terdiri atas 25-30 lapisan sisik yang mati
dan sangat terkeratinisasi. Akibat proses keratinisasi, semakin ke
permukaan kulit, lapisan sel semakin gepeng yang merupakan lapisan sel
mati.
2) Stratum lusidum
Merupakan lapisan jernih dengan sel gepeng yang tidak bernukleus,
memiliki ketebalan 4-7 lapisan sel. Terdapat desmosom diantara satu sel
dengan sel lainnya.
3) Stratum granulosum
Lapisan yang terdiri dari 3-5 lapis sel dengan granula keratohialin
(prekursor pembentukan keratin). Terdapat granula lamela pada membran

7
sel yang berfungsi mengeluarkan materi perekat antar sel sehingga
menjadi penyaring selektif terhadap masuknya zat atau materi asing, serta
memberikan efek pelindung bagi kulit.
4) Stratum spinosum
Lapisan sel spina atau sel tanduk yang terdiri atas sel-sel kuboid. Antar
sel saling terikat dengan filamen yang berfungsi untuk mempertahankan
kohesivitas antar sel dan melawan efek abrasi.
5) Stratum basalis atau germinativum
Merupakan lapisan paling dasar pada epidermis yang terdiri atas selapis
sel kuboid. Pembelahan sel yang cepat terjadi pada lapisan ini
menyebabkan sel-sel tersebut terdorong ke lapisan di atasnya.
b. Lapisan dermis
Terdiri atas lapisan elastis, fibrosa padat, dan folikel rambut. Lapisan ini
terbagi menjadi dua bagian, pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke
arah epidermis dimana terdapat ujung serabut saraf dan pembuluh darah;
pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutan dimana
terdapat serat kolagen, elastin, dan retikulin dalam pars tersebut.
c. Lapisan subkutis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak yang disebut
panikulus adiposa dengan fungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.

2.2 Veruka Vulgaris


2.2.1 Definisi
Veruka vulgaris (kutil) adalah proliferasi jinak (hiperplasia) pada kulit dan
mukosa di bagian epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)
tipe tertentu. Tipe virus yang sering menimbulkan veruka vulgaris adalah HPV tipe
2, 4, 27, 29 dan tipe yang jarang adalah HPV tipe 1. Penyakit ini merupakan penyakit
infeksi yang sering dijumpai pada anak, dewasa, dan orangtua. Cara penyebaran virus
ini adalah dengan kontak langsung atau autoinokulasi.

8
Tempat predileksi terutama di ekstremitas bagian ekstensor dan tempat yang
sering terjadi trauma seperti tangan, jari, dan lutut. Gambaran klinis veruka vulgaris
adalah papul dengan ukuran yang bervariasi, hiperkeratotik, dengan permukaan
filiformis, berbatas tegas, dan tampak “red or brown dots” yang merupakan
patognomonik dari penyakit ini. Penyakit ini bersifat residif walaupun pengobatan
yang telah diberikan adekuat.3,5

2.2.2 Epidemiologi
Veruka vulgaris ini tersebar pada seluruh populasi dunia, diperkirakan sekitar 7-
12% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada
seluruh kelompok usia, namun insiden tertinggi terjadi diantara anak-anak berumur
12-16 tahun dengan prevalensi terjadinya 10-12%. Penyakit ini juga sering timbul
pada pasien dengan sistem imun yang turun dan pasien yang sedang mendapat terapi
imunosupresif. Insiden terjadi pada pria dan wanita sama. Pasien yang sering
berenang pada kolam renang umum, sering merendam tangannya di air, sering
tergores (terjadi trauma) dan tukang daging memiliki insiden yang lebih tinggi untuk
terkena veruka vulgaris. Perkembangan mejadi keganasan jarang terjadi, namun
beberapa kasus telah dilaporkan dan diberi nama verukus karsinoma.3,4

2.2.3 Etiologi
Etiologi veruka vulgaris ialah Human Papilloma Virus (HPV). HPV merupakan
virus berantai DNA ganda, berukuran 55 nm, dan memiliki ikosahedral nukloekapsid.
Virus ini merupakan anggota dari famili papovavirus. Terdapat paling sedikit 100 tipe
HPV. Veruka vulgaris dapat disebabkan oleh HPV tipe 1, 2, 4, 26, 27, 29, 57, 65, dan
77. Virus ini memiliki gen E6 dan E7 yang memiliki peranan dalam replikasi dan
karsinogenesis. Gen ini berperan dalam menginaktivasi tumor suppressor genes pada
sel manusia.3,5

9
2.2.4 Patogenesis
Inokulasi virus terjadi karena adanya defek pada epitel epidermis. Setelah
inokulasi veruka biasanya muncul dalam waktu 2-9 bulan. Virus yang masuk dan
menginfeksi epitel epidermis (partikel virus ditemukan pada stratum basalis) lalu
memproduksi sitoplasmik vakuola. Proses ini disebut dengan koilositosis, yang
merupakan hallmark pada infeksi virus. Untuk dapat terus bereplikasi, HPV perlu
memblok diferensiasi terminal dan menstimulasi pembelahan sel. HPV memiliki
protein yang dapat mengubah proliferasi sel dan mengganggu kematian sel lewat
apoptosis. Gen E6 dan gen E7 pada virus ini dapat menginaktivasi tumor suppressor
genes pada manusia sehingga proliferasi sel ini terus terjadi sehingga menghasilkan
hiperplasia dari epitel kulit.2,5

2.2.5 Manifestasi Klinis


Veruka biasa muncul 2-9 bulan setelah inokulasi. Terdapat periode infeksi
subklinik yang panjang dan mungkin awal terjadinya infeksi tidak tampak.
Permukaan veruka yang kasar mungkin mengganggu kulit yang berdekatan sehingga
dapat terjadi inokulasi pada bagian kulit yang berdekatan tersebut, timbulnya veruka
baru berlangsung beberapa pekan hingga beberapa bulan. Gambaran klinis yang
muncul juga tergantung dari tipe HPV yang menginfeksi. Veruka vulgaris atau kutil
disebabkan oleh infeksi HPV tipe 2 dan sebagian kecil berasal dari HPV tipe 1,4,7
serta tipe HPV lainnya juga mungkin bisa menyebabkan veruka vulgaris.5
Biasanya veruka vulgaris berlokasi pada tangan terutama pada jari dan telapak
tangan. Meskipun sebenarnya dapat terjadi di bagian tubuh manapun dimana
penyebarannya secara kontak langsung atau autoinokulasi. Biasanya muncul tanpa
gejala. Jika mengenai lipatan kuku ataupun bagian bawah kuku maka dapat merusak
pertumbuhan kuku. Periungual warts lebih sering terjadi pada orang yang suka
menggigit kukunya lesi biasanya konfluen dan melibatkan lipatan kuku bagian
proksimal dan lateral dan mungkin dapat menyebar ke bibir dan lidah biasanya pada
separuh bagian tengah. Jika tumbuh di dekat mata maka berhubungan dengan

10
terjadinya konjungtivitis dan keratitis. Dapat pula berlokasi disekitar genitalia, tetapi
hanya sekitar 1-2%. Pada laki-laki hampir selalu menyerang batang penis.6,7
Pada veruka vulgaris terjadi hiperplasia semua lapisan epidermis, dapat terlihat
hiperkeratosis dengan area parakeratosis, serta lapisan malpighi dan granular
menebal. Lesi berupa papul atau nodul berduri, bersisik, kasar yang dapat ditemukan
pada permukaan kulit di berbagai tempat di tubuh, dapat tunggal maupun
berkelompok, ukuran bervariasi mulai dari pinpoint hingga lebih dari 1 cm, tetapi
rata-rata 5 mm.
Bertambahnya ukuran lesi berlangsung beberapa pekan hingga beberapa bulan.
Lesi berwarna abu-abu dengan permukaan yang kasar sehingga disebut verukus. Pada
beberapa kasus didapatkan mother wart yang berkembang dan tumbuh lambat dalam
waktu yang lama. Dan kemudian secara tiba-tiba muncul veruka yang baru. Pada
permukaan veruka tersebut, terlihat titik-titik hitam yang kecil, yang merupakan
bekuan darah akibat dilatasi kapiler.2,6,7

2.2.6 Diagnosis
Gambaran klinis veruka vulgaris adalah papul yang membesar secara perlahan
dengan ukuran yang bervariasi, hiperkeratotik, dengan permukaan filiformis, berbatas
tegas, dan tampak “red or brown dots” yang merupakan patogmonik dari penyakit
ini. Pemeriksaan histopatologi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Dapat ditemukan gambaran berbatas jelas, tampak papilomatosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, dan sel koilosit pada pemeriksaan ini.5

11
Gambaran klinis:

Gambar 4 Gambaran klinis veruka vulgaris


Sumber: Wolff K, Johnson RA: Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology, 6th Edition

Gambaran histopatologi:

Gambar 5 Gambaran histopatologi veruka vulgaris


Sumber: Wolff K, Johnson RA: Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology, 6th Edition

2.2.7 Diagnosis Banding


 Keratosis Senilis
Keratosis Senilis adalah tumor pra kanker yang disebabkan oleh sinar UV dari
cahaya matahari. Tumor ini dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa.
Biasanya mengenai orang yang sering terpapar cahaya matahari dalam waktu yang
lama. Biasanya terjadi pada orang tua. Biasanya diameter 3-10 mm dan lesi biasanya

12
membesar dan berubah menjadi merah dan bersisik. Dalam sebagian variasi dapat
menimbulkan cutaneous horn. Pada histopathologi tampak parakeratosis dan lapisan
granular dan menebalnya epidermis.
 Keratosis Seboroik
Keratosis Seboroik adalah tumor jinak yang paling sering pada orang tua. Lesi
biasanya terdapat pada muka dan tubuh bagian atas. Gambaran klinis tampak papul
berwarna coklat sampai hitam, dapat generalisata, dan pada perabaan konsistensinya
kenyal. Pada histopatologi tampak proliferasi kelenjar epitelial papilomatosa dan
tampak kista pseudo-horn.7
 Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma Sel Skuamosa adalah tumor ganas yang berasal dari sel epidermis
yang mempunya beberapa tingkat kematangan. Secara histopatologi terdapat
beberapa tipe, yaitu bentuk Intraepidermal yang ditemukan pada keratosis senilis,
penyakit Bowen, dan kornu kutanea dan bentuk invasif, yaitu tumor mula-mula
berupa nodus yang keras dengan batas yang tidak tegas, permukaannya licin, dan
akhirnya berkembang menjadi verukosa dan papiloma.6
 Moluskum Kontangiosum
Moluskum Kontangiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh virus poks yang
klinisnya berupa papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang
mengandung badan moluskum. Penyakit ini biasa ditemukan pada anak-anak. Pada
pemeriksaan histopatologi terdapat badan moluskum yang mengandung partikel
virus.5

2.2.8 Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
 Tidak menyikat, menjepit, menyisir, atau mencukur daerah yang berkutil untuk
menghindari penyebaran virus
 Tidak menggunakan pemotong kuku yang sama pada kutil dan kuku yang sehat
 Tidak gigit kuku jika memiliki kutil didekat kuku
 Tidak mencungkil kuku karena dapat menyebabkan luka dan memudahkan

13
masuknya infeksi virus
 Rajin mencuci tangan dan kulit secara teratur dan benar
 Mandi dua kali sehari sehingga kebersihan kulit senantiasa terjaga
 Bila terdapat luka kecil atau luka parutan, bersihkan dengan sabun dan air hangat
serta langsung dikeringkan
 Kenakan selalu alas kaki, bila perlu yang tahan air atau anti selip terutama saat
menggunakan fasilitas umum

Medikamentosa
 Terapi sistemik yang digunakan yaitu simetidin oral dengan dosis 30-40
mg/kgBB/hari telah dilaporkan mampu meresolusi veruka vulgaris.
 Terapi topikal yang digunakan adalah:
- Elektrokauterisasi
Elektrokauterisasi ini efektivitasnya tinggi dalam menghancurkan jaringan yang
terinfeksi dan HPV, serta kontraindikasi untuk pasien dengan cardiac
pacemakers. Teknik ini diawali dengan anestesi lokal. Rasa sakit setelah operasi
dapat diatasi dengan narkotik analgesik dan analgesik topikal pada beberapa
pasien sangat bermanfaat seperti lidocaine jelly.
- Krioterapi
Merupakan pilihan utama untuk hampir semua veruka vulgaris. veruka
seharusnya dibekukan secara adekuat dimana dalam waktu 1-2 hari akan timbul
lepuh sehingga akan menjadi lebih lunak. Proses krioterapi biasanya
menggunakan likuid nitrogen (temperatur -196° C). Idealnya pengobatan
dilakukan setiap dua atau tiga pekan sampai lepuh terkelupas. Komplikasi dari
krioterapi diantaranya terjadinya hipopigmentasi dan timbul jaringan parut (skar).
- Laser karbondioksida dapat digunakan untuk pengobatan beberapa variasi dari
veruka baik pada kulit maupun mukosa. Pengobatan ini efektif untuk
menghilangkan beberapa jenis veruka, seperti kutil periungual dan subungual.7
- Asam salisilat 12-26% dengan atau tanpa asam laktat efektif untuk pengobatan
veruka vulgaris dimana efikasinya sebanding dengan krioterapi. Efek keratolitik

14
asam salisilat mampu membantu mengurangi ketebalan veruka dan menstimulasi
respon inflamasi.
- Glutaraldehid merupakan agen virusidal yang terdiri dari 10% glutaraldehid
dalam etanol cair atau dalam formulasi bentuk gel. Pengobatan hanya terbatas
pada lesi di tangan. Efek samping yang dapat terjadi adalah dermatitis kontak.
Nekrosis kutaneus dapat terjadi walaupun sangat jarang.2,6
- Bleomisin memiliki efikasi yang tinggi dan penting untuk pengobatan veruka
vulgaris terutama yang keras. Bleomisin yang digunakan memiliki konsentrasi 1
unit/ml yang diinjeksikan di dekat bagian bawah veruka hingga terlihat memucat.
Saat injeksi terasa nyeri sehingga pada beberapa pasien dapat diberikan anestesi
lokal. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah timbulnya skar dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan yang luas.2
- Dinitrochlorobenzene (DNCB) dilaporkan mampu meresolusi veruka pada 85%
kasus. Caranya: DNCB dilarutkan dalam aseton, kolodion atau petrolatum. Dosis
awal DNCB dengan konsentrasi 2-5%, tetapi dapat diturunkan menjadi 0,2-0,5%
jika timbul reaksi yang berat. Veruka mulai pecah setelah sekali hingga dua
puluh kali pengobatan, tetapi rata-rata dibutuhkan 2-3 bulan pengobatan. Efek
samping dari penggunaan DNCB yaitu pruritus, nyeri lokal, dan dermatitis
eksematous ringan.2

2.2.9 Prognosis
Prognosis penyakit ini baik, namun sering residif walaupun mendapat
pengobatan yang adekuat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, GJ., Derrickson, B. 2009. Principal of Anatomy and Physiology.


USA: Wiley and Son’s Inc.

2. Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.


2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Mescher, AL. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, edisi 12.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2004. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Wolff, K., Goldsmith, LA., Katz SI., Gilchrest, BA., Paller,AS., Leffel, DJ.,
editors. 2008. Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine. Edisi ke-7.
New York: Mc.Graw-Hill.

6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4 th ed. New


York: Thieme; 2005.

7. Androphy EJ, Kirnbaurer R. Human Papilloma Virus infection. In Goldsmith


LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine (8 th ed). USA: Mc Graw-Hill
Medical, 2013; p. 2421- 33.

16

Vous aimerez peut-être aussi