Vous êtes sur la page 1sur 6

BPK Banten:Diduga Adanya Penggelapan Penerimaan Pajak di

DPPKAD Tangsel

detaktangsel.com SERPONG - Badan Pemeriksaan keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi


Banten menemukan adanya potensi kekurangan penerimaan pajak izin usaha Tahun 2013 di
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangsel yang
seharusnya di setorkan 10 malah disetorkan 7.
"Ya kita temukan adanya pengurangan dari pajak izin usaha. Kita umpamakan disetorkan 10
malah disetorkan 7. Kalau mau detail silakan tanya ke DPPKAD kenapa potensi pajak
berkurang,"kata Perwakilan BPK Provinsi Banten, Faisal Hendra saat ditemui di gedung
DPRD Tangsel, Rabu (3/12).
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, Faisal mengatakan ada ditemukan sejumlah
kelemahan yang harus diperbaiki dalam pengelolaan pajak izin usaha seperti belum adanya
SOP, data base yang belum lengkap serta penyetoran-penyetoran yang menurut aturan
dilakukan setiap hari, tetapi tidak dilakukan.
"Ada berapa temuan dari BPK yang harus diperbaiki oleh Pemkot Tangsel,"ujarnya.
Sementara, Wakil Walikota Tangsel benyamin Davnie mengatakan, pihaknya akan segera
melakukan pembahasan terkait adanya temuan dari BPK terkait pendapatan pajak yang
berkurang.
"Kita secepatnya akan membahas temuan dari BPK tersebut,"katanya. Terpisah, Ketua
DPRD Kota Tangsel Moch Ramlie mengatakan, hasil audit BPK ini akan digunakan Dewan
untuk mengkritisi laporan keterangan pertanggung-jawaban (LKPJ) Wali Kota Tangsel. Jika
di dalam LKPJ itu nanti Dewan menyatakan terjadi penyimpangan dana, masalah itu akan
ditindaklanjuti oleh dewan.
Menurutnya, indikator penyimpangan versi BPK itu terjadi karena dua hal. Pertama, dana
pendapatan yang kebanyakan diambil dari sektor pajak itu benar-benar belum dipungut oleh
pemerintah daerah. Atau, sudah dipungut tetapi tidak disetorkan sebagai Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
"Saat ini belum kami simpulkan faktor sebenarnya,"ungkapnya. Kepala DPPKAD Kota
Tangerang Selatan, Uus Kusnadi saat di minta keterangan terkait temuan BPK Banten baik
via seluler maupun pesan singkat tidak diangkat dan dibalas.
KPK Cium Penggelapan Pajak di Pemprov Jakarta

Jakarta, GATRAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium penggelapan


pajak di Jakarta yang tidak terendus oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov). Indikasi
penggelapan adalah dengan menurunnya penerimaan pajak, padahal peluang pajak Ibu Kota
sangat besar dan terbuka lebar.
"Target penerimaan pajak, itu rata-rata diturunkan, misalnya ditulis Rp 1 milyar, padahal
seharusnya bisa Rp 2 milyar. Kalau itu tercapai dianggap satu keberhasilan, padahal
seharusnya masih bisa dioptimalisasi lagi," ujar Ketua KPK Abraham Samad di Balai Kota
DKI, Kamis (6/11).
Abraham menyebut, kelebihan pajak yang seharusnya masuk ke kas daerah kemungkinan
masuk ke kantong oknum pegawai Pemprov DKI. Padahal di Jakarta dikenal dengan beragam
jenis pajak dengan total mencapai puluhan trilyun rupiah. Abraham melihat masih ada
permasalahan dalam realisasi penerimaan pajak reklame. Hal itu terlihat dari belum
tercapainya target pajak reklame, padahal waktu tahun anggaran akan berakhir dalam dua
bulan.
"Kalau di DKI, kita kenal ada beberapa pajak. Seperti pajak reklame, pajak restoran, pajak
hotel dan pajak hiburan. Masih ada problem Pak Ahok, karena saya lihat di beberapa tempat,
reklame belum memadai. Realisasi penerimaan pajak reklame belum tercapai," tukas
Abraham Samad.
Data Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI, realisasi penerimaan pajak daerah 2014 tidak
mencapai target yang ditetapkan sebesar Rp 32,5 trilyun. Karena hingga saat ini, penerimaan
pajak daerah baru mencapai Rp 22,4 trilyun atau sekitar 68 persen. Akhir tahun 2014 realisasi
penerimaan pajak daerah hanya bisa mencapai 87 persen dari target. Hal itu disebabkan, ada
beberapa pajak yang mengalami penurunan pemasukan, di antaranya Pajak Reklame, Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Parkir, Pajak Rokok dan
Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Dengan rincian, Pajak Reklame baru
mencapai 27 persen atau senilai Rp 659, 374 juta. Sedangkan target yang harus dicapai Rp
2,4 trilyun. Pajak Parkir baru 41,2 persen atau senilai Rp 329,582 juta, targetnya Rp 800
juta. Lalu untuk Pajak BPHTB masuk 49,63 persen atau senilai Rp 2,481 trilyun, sedangkan
targetnya Rp 5 trilyun. Untuk Pajak Rokok baru mencapai 34,66 persen atau Rp 138,643 juta,
padahal targetnya Rp 400 juta.{jcomments on}
Kasus Dugaan Penggelapan Pajak Galian C Rp476 Juta
Diperiksa 6 Jam, Mantan Bendahara Dispenda Ditahan

METROSIANTAR, SIMALUNGUN – Setelah menjalani pemeriksaan selama enam jam,


MS, mantan Bendahara Penerima Dinas Pendapatan (PPKAD) Simalungun, langsung
ditahan, Rabu (29/7). Penahanan MS terkait kasus dugaan penggelapan penerimaan pajak
mineral bukan logam (Galian C, red) proyek dan reklame tahun 2012-2013
senilai Rp476.235.000. “MS langsung kita tahan mengingat tersangka sudah tiga kali kita
panggil namun tidak hadir. Kita takut dia melarikan diri dan menghilangkan barang bukti,”
kata Kasi Pidsus Parada Situmorang SH MH dalam temu persnya dengan wartawan di ruang
kerjanya usai melakukan penahanan terhadap MS.
Menurut Parada, sepanjang penyidik sudah berani mengusulkan penahanan, berarti tinggal
melakukan pelengkapan terhadap berkas-berkas. “Dia kita titip di Lapas Kelas IIA
Pematangsiantar di Jalan Asahan,” ujarnya lalu mengatakan, jumlah saksi yang diperiksa
dalam kasus tersebut sebanyak 20 orang. “Alat buktinya sudah cukup, makanya langsung
ditahan. Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2001 dan pasal 3 UU No 31 tahun 1999 jo No 20 tahun 2001,” jelasnya.
Modus tersangka melakukan penggelapan dengan menyalahgunakan jabatan selaku
bendahara penerima dari hasil penyidikan bersangkutan secara langsung menerima pajak
galian C daripada wajib pajak di Kabupaten Simalungun. Kemudian uang itu digunakan oleh
tersangka untuk kepentingan pribadi yang seharusnya disetor ke kas daerah.
Dalam pemeriksaan tersebut, tersangka didampingi kuasa hukumnya dari kantor Yonathan
Sibarani & Patner. Seiring penahanan tersangka, pihak kejaksaan langsung mengirimkan
surat penahanan MS kepada keluarganya. “Kalau ada perusahaan atau CV atau PT yang
mendapat proyek bangunan fisik wajib membayar pajak galian C, karena dia menggunakan
bahan bangunan dari Kabupaten Simalungun. Namun, sebelum pembayaran, ia harus bayar
dulu pajaknya. Ada yang Rp200 ribu, ada yang Rp1 juta. Nah inilah yang diambil oleh
tersangka, kemudian tidak disetorkan ke kas pendapatan daerah.
“Tinggal melakukan pemberkasan dan koordinasi dengan penuntut umum, mana tau ada
kekurangan kelengkapan. Yang jelas dalam waktu dekat kami akan segera melakukan
penuntutan. Tapi kalau dikasih limit waktu, itu tergantung berapa lama nanti selesai penyidik
dalam pemberkasan kasus ini,” imbuhnya.
Tim Jaksa penyidik adalah Kasi Intel Firdaus, Julius Butar butar, Saud Damanik dan Nova
Miranda Ginting. (TH/des)
Dugaan Korupsi Pajak Hotel di Parapat, Mantan Camat ini
Ditahan Jaksa

BEBERAPA waktu ke depan, ON akan tinggal di balik jeruji besi setelah Kejaksaan Negeri
(Kejari) Simalungun resmi menahan pria yang pernah menjabat Camat Girsang Sipangan
Bolon ini.
Sebelumnya, Kejari telah melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi penggelapan uang
pajak hotel oleh ON. Selanjutnya, ON langsung ditahan.
Kasus ini berangkat dari temuan jaksa, dimana ada indikasi penggelapan pajak hotel di
Parapat yang mencapai ratusan juta rupiah.
Dalam Temu perssnya dengan wartawan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun
Irvan Paham PD Samosir SH MH didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus)
Parada Situmorang membenarkan penahanan terhadap ON yang diduga melakukan korupsi
atas pajak hotel sebesar Rp436 juta.
“Benar bahwa kami akan segera melakukan penahanan terhadap saudara ON, yang waktu itu
tersangka menjabat Camat Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, yaitu dengan
menggelapkan uang pajak hotel sekitar Rp436 juta hasil penghitungan pihak auditor. Dan ini
merupakan hadiah ulang tahun Kejaksaan. Kami tetap bekerja maksimal seperti yang
diperintahkan oleh pimpinan,” ujar Irvan.
Menurut Irvan, ON melakukan penggelapan uang negara pada tahun 2012-2013. Pasal yang
dikenakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999. “Kami sudah melakukan
pemeriksaan sejak awal Mei 2015, karena sayapun baru datang pada Februari 2015. Ada juga
satu lagi dalam waktu dekat ini akan menyusul,” tandasnya.
Lanjutnya, dalam kasus penggelapan uang pajak hotel di Parapat, pihaknya telah melakukan
pemeriksaan 22 saksi, yaitu pihak hotel, pihak pemungut, Bendahara Camat dan Dinas
Pendapatan Kabupaten Simalungun,” jelasnya.
“Sambil kita lakukan penahanan, kita juga mengirimkan pemberitahuan kepada pihak
keluarga tersangka, sesuai dengan KUHA-Pidana , bahwa kita tetap memberitahukan dan
juga sudah kita upayakan supaya tersangka didampingi penasehat hukum. Penahanan ON
dilakukan di Lapas kelas II A Jalan Asahan Kecamatan Siantar dan sidangnya akan
dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Medan,” imbuhnya. (TH/ara)

Sumber : http://www.metrosiantar.com
Dugaan penggelapan pajak air bawah tanah perlu diusut

MEDAN: Kalangan DPRD Sumatra Utara minta agar Badan Pemeriksa Keuangan
Perwakilan Medan mengusut dugaan penggelapan pajak air bawah tanah senilai puluhan
miliar rupiah oleh manajemen PT Kawasan Industri Medan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Sumut Anshari Siregar mengungkapkan selama ini manajemen
Kawasan Industri Medan hanya menyetor penerimaan pajak air bawah tanah 80 perusahaan
di kawasan industri, sementara titik pemanfaatan air bawah tanah mencapai sekitar 365
perusahaan.
''Dalam kasus ini, daerah telah dirugikan karena pajak air bawah tanah itu seharusnya disetor
ke kas daerah. Tetapi hal itu tidak dilakukan manajemen Kawasan Industri Medan sejak 2003
hingga sekarang ini,'' katanya kepada Bisnis di Medan, pekan lalu.
Dia mengungkapkan manajemen Kawasan Industri Medan diduga menggelapkan pajak air
bawah tanah dengan cara mengutip langsung iuran pajaknya kepada perusahaan-perusahaan
yang menjadi objek wajib pajak.
Padahal, tuturnya, manajemen kawasan industri tidak memiliki wewenang mengutip
langsung pajak, apalagi sampai menerbitkan surat ketetapan pajak daerah, faktur pajak,
kemudian menagih pajak melalui transfer rekening bank atas nama Kawasan Industri Medan.
''Kami sudah mendapatkan bukti-buktinya. Seharusnya kewenangan pajak air bawah tanah
ada pada Dinas Pendapatan Daerah Sumut karena pajak itu merupakan sumber pendapatan
asli daerah,'' katanya.
Menyusul temuan ini, lanjutnya, pihaknya sudah meminta Dispenda Sumut untuk melakukan
pendataan ulang sumbersumber Pendapatan Asli Daerah guna menghindari terjadinya
kebocoran potensi pendapatan daerah.
''Selama ini banyak sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tidak terdata dengan baik karena
berbagai alasan yang sulit dipertanggungjawabkan.''
Sumbr : www.ortax.org
1. Identifikasi Masalah
2. Sisidur Yang Dilangara
3. Solusi?

Vous aimerez peut-être aussi