Vous êtes sur la page 1sur 5

ANGINA LUDOVICI/LUDWIG’S ANGINA

A. Definisi
Ludwig’s angina ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis atau flegmon
dari bagian superior ruang suprahioid dengan tanda khas berupa pembengkakan, tidak
membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula (Adam, 1997;
Fachruddin, 2007). Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi
oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang
submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral)
B. Etiologi
Penyebab angina ludovici adalah trauma bagian dalam mulut, infeksi lokal pada
mulut, karies gigi, terutama gigi molar dan premolar, tonsillitis dan peritonsilitis,
trauma pada ekstraksi gigi, angina vincent, erysipelas wajah, otitis media dan eksterna
serta ulkus pada bibir dan hidung. Jika infeksi berasal dari gigi, organism pembentuk
gas tipe anaerob sangat dominan. Jika infeksi bukan berasal dari gigi, biasanya
disebabkan oleh streptokokus.
C. Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat
dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus
dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh.
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan
pusnya menyebar ke ruang submandibular,
bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang
menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan
pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi
ketegangan antara tulang.
Infeksi pada ruang submental biasanya
terbatas karena ada kesatuan yang keras dari fascia cervikal profunda dengan m.
digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri,
tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti
struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang
m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.4
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian
inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan
posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk
dan gambaran “bull neck”.
D. Tanda dan Gejala
1. Nyeri tenggorok dan leher, disertai selulitis yang berkembang pesat atau
pembengkakan di daerah submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada
perabaan.
2. Demam, sakit gigi, malaise, disfagia dan napas berbau trismus, merupakan gejala
yang umum.
3. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar
mulut dan mendororng lidah ke atas dan belakang dengan demikian dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa
tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami
kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya
air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami
kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke
belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong
ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak,
saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan
mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang
dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi
sistemik.
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.
Laboratorium:
 Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi
akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase.
 Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik
dalam terapi.
Pencitraan:
 RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat
menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto
panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,
serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.
 USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif
dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk
menentukan letak abses.
 CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat
mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan
napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan
dibutuhkannya pernapasan buatan.
 MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan
dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya
waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien
yang mengalami kesulitan bernapas.
F. Terapi
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
 pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
 kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
 ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan


adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih
baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung
dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi
tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi
dengan anestesi lokal.7
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan
operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang
lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta
mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti
dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.
Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)
merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya
prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan
metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate
harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat
pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam
tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis
tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi
dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai
kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid
sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari
penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien
di rawat inap sampai infeksi reda.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi ialah:
 Sumbatan jalan napas
 Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
 Sepsis

Vous aimerez peut-être aussi