Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
B. Etiologi.
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi
yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.
D. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan
oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus.
E. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula
di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala
lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan, di perut terasa nyeri.
Tanda dan gejala :
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat
appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri
terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra
vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam
sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop.
Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase.
G. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Prognosis.
B. Pemeriksaan Fisik.
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan
dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak
gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk
menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal
dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.
B. Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Mual, Muntah
DO : BB ↓, anorexia Infeksi epigastrium
Data Subyektif
a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawa
b. Rasa sakit hilang timbul
c. Mual, muntah
d. Diare atau konstipasi
e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
f. Rewel dan menangis
g. Lemah dan lesu
h. Suhu tubuh meningkat
5. Data Obyektif
a. Nyeri tekan titik MC.Burney
b. Bising usus meningkat, perut kembung
c. Suhu meningkat, nadi cepat
d. Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi
Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai
dengan anxietas.
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya
penurunan pergerakan akibat nyeri akut.
Intervensi dan Rasional
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau
inflamasi
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental,
meningkatnya nyeri abdomen.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis.
b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan
anxietas.
e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab
dan pilihan terapi.
f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang
telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane
mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi TD dan nadi
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet
sesuai toleransi.
f. Pertahankan penghisapan gaster/usus
g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler.
b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : BB normal,
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi terlentang (supine)
2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung saraf.
Appendiksitis adalah peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katub
Appendiktomi adalah pemotongan lumen appendiks yang tersumbat oleh fekalit atau yang
Adityarini, 1996 ).
Post operasi appendiktomi adalah masa dimana klien telah mengalami operasi pengangkatan
membengkak, mengakibatkan nyeri, dan terjadi infeksi dan dilakukan operasi pengangkatan
appendiks.
Post op laparatomi appendiktomi adalah pembedahan perut untuk pemotongan lumen appndiks
yang tersumbat.
B. Etiologi
stenosis, perlengketan, spasme otot sphincter, perbatasan appendiks dan secum, hiperplasi folikel
limfoid.
C. Gambaran Klinik
Pada appendiksitis tanda dan gejala yang muncul adalah nyeri atau perasaan tidak enak pada
epigastrium, umbilikus kemudian di regio iliaka kanan diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah.
atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat
nyeri tekan disekitar titik Mc Burney, kemudian diikuti dengan timbulnya spasme otot, nyeri lepas,
Pada appendiksitis biasanya ditemukan tanda Rovsing, psoas, dan obsturator positif. Selain itu
juga terdapat demam ringan, leukositosis moderat dan konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare,
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan
seksama akan ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah
Appendiksitis merupakan suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding
striktur karena fibrosis akibat peradangan dari neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa appendiks menjadi terbendung. Makin lama mukus tersebut makin
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga menyebabkan
appendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut stadium gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada
appendiksitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrat
1. Perforasi
Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi
2. Peritonitis
3. Abses appendiks
Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau nanah di daerah pelvis dan berkembang
H. Penatalaksanaan Medis
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis seringkali masih belum
jelas. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2. Operasi appendiktomi
3. Pasca operasi
Dilakukan observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia,
a. Pre Operasi
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan efek sekunder terhadap peradangan appendiks
(Carpenito, 1998).
3) Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang dapat digunakan untuk menurunkan
intensitas nyeri
4) Kolaborasi dengan individu untuk memulai tindakan mengurangi nyeri secara non-invasif yang cocok
2. Ansietas atau kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian pre dan post
1) Jelaskan apa yang terjadi selama periode pre dan post operasi, termasuk test laboratorium pre
obatan pre operasi, tinggal di ruang pemulihan dan program post operasi.
2) Informasikan pada pasien bahwa obat nyeri tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri.
3) Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum nyeri menjadi nyeri berat.
4) Ajarkan dan usahakan pasien untuk tarik nafas dalam, berbalik turun dari tempat tidur.
5) Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan.
7) Jika pasien sedang menjalani pengobatan rutin, hubungi dokter untuk menentukan pengobatan yang
harus dihentikan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peritonitis sekunder terhadap appendiks ruptur (Barbara
Engram, 1998).
a. Tujuan : Mendemonstrasikan tak ada manifestasi peritonitis. b. Kriteria hasil : Tak ada manifestasi
peritonitis
c. Intervensi:
2) Beritahu dokter dengan segera dan siapkan pembedahan sesuai program bila manifestasi
perforasi terjadi penghentian nyeri tiba- tiba, beberapa menit kemudian nyeri terjadi lagi disertai
3) Pertahankan puasa, berikan terapi IV sesuai program, siapkan pasien pada pembedahan sesuai program.
4) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler, pertahankan tempat tidur agak fleksi.
5) Jelaskan bahwa obat nyeri tidak dapat diberikan sampai penyebab nyeri telah terindentifikasi.
6) Hindari pemberian enema.
b. Post Operasi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terhadap efek
a. Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif. b. Kriteria hasil :
1) Observasi nyeri, catat lokasi, karakteristik dan beratnya (skala 0-10), selidiki dan laporkan perubahan
3. Kurangnya kebutuhan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah sekunder terhadap efek
b. Kriteria hasil :
5) Berikan minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan diet sesuai toleransi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan intake per oral
(Doengoes, 1999).
4) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik selera makan pasien
5) Timbang berat badan pasien setiap hari
5. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan peningkatan bakteri sekunder terhadap luka dan insisi
b. Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi. c. Fokus intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya
nyeri abdomen.
3) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka, dan adanya eritema
4) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada luka operasi atau ketidaknyamanan (Ulrich,
1990).
a. Tujuan : klien dapat mencapai jumlah tidur yang optimal b. Kriteria hasil :
c. Fokus Intervensi :
1) Kaji tanda dan gejala gangguan tidur
1990).
a. Tujuan : Klien akan mencapai aktivitas fisik maksimal dalam batas yang ditentukan
b. Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi c. Fokus intervensi:
1) Lakukan tindakan untuk meningkatkan aktivitas fisik
Askep Apendisitis
Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan kasus
gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Etiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
3. Tumor appendiks
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora pada kolon.
Patofisiologi Apendisitis
Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama
mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan
bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan
terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk
terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada
beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya
dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung
appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot
rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah
ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan
kondisi klien memburuk.
Komplikasi Apendisitis
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak
kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup
demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.
Penatalaksanaan Apendisitis
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48
jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik
dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain
diperut kanan bawah.
a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan
c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari
ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah,
peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena
jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit
pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi.
a. Pre operasi
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan muntah pre operasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
b. Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi apendektomi.
2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan anorexia, mual.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang
perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Perencanaan
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi
rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
e. Wawancara.
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak
integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur
operasi.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam sebelum
operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi
sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan
pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi
yang akan digunakan selama operasi.
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga
mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.
3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-
obatan pre operasi :
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
Evaluasi
(Doengoes, 1999).
b. Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan c. Fokus intervensi:
1) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, seperti mengangkat berat, olah raga, seks, latihan
dan menyetir
3) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, misalnya peningkatan nyeri, edema atau