Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad SAW. Latar belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama
Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat umum
adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga ada celah untuk
memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya tentang agama Islam
sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
1
"Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan
perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini, antara lain:
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor Objektif
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi
kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang
bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi
Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum
yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran
agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk
membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan
di kalangan bangsa Indonesia. Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh
yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik
secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek
politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan.
3
2. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang
sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk
Indonesia.
3. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru
kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi
kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat
Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
1. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan
dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman
Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang
muslim bernama Abdul Ghaffar.
2. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama rakyat
indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual
keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah berupaya
mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial
atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak
menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan
perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial
Belanda.
4
menunjukkan rasa keagaman KH. Ahmad Dahlan, tidak hanya berdasarkan naluri,
melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang diajarkan kepadanya.
Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas serta
memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama yang diterimanya dipilih
secara selektif. Tidak hanya itu, tetapi sesudah dipikirkan, dibawa dalam perenungan-
perenungan dan ingin dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Disinilah yang
menentukan Ahmad Dahlan sebagai subjek yang nantinya mendorong berdirinya
Muhammadiyah.
Faktor Subyektif adalah faktor yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai
faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah
hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah,
membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan
seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana
yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat Muhhammad ayat 24
yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh
ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang
dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : “Dan
hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”.
K.H. Ahmad Dahlan yang mempunyai nama kecil Muhammad Darwisy adalah
seorang pahlawan nasional yang juga pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Ia
5
bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan
pertama di Indonesia. Ia adalah sosok pemuda pembaharu yang sangat
mengedapankan idealisme dalam hidupnya terutama dalam bidang pendidikan.
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil
dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup
menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat
dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima
dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan
Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini,Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama
6
menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan
menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad
Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
7
Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk
anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia
berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah
air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
8
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan
dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi
dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar
dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah
lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.
9
(Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap
pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad
Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen,
Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan
kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar
kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27
Desember 1961.
KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekah dua kali, pertama selama 8 bulan (setelah
menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil), dan yang kedua pada tahun 1903
dengan anaknya, Muhammad Siraj Dahlan. Yang kedua ini ia bermukim selama
10
satu tahun. Sepulangnya ia dirikan asrama untuk mengajar, murid-muridnya
berdatangan dari Yogya maupun luar Yogya (antara lain Pekalongan, Batang,
Magelang, Semarang, Solo).
Jadi berarti pola pemikiran Ahmad Dahlan hampir sama dengan pola pemikiran
Mohammad Abduh. Menurut Abduh bahwa revolusi dalam bidang politik tidak akan
ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara besar-besaran dan dilalui secara
berangsur-angsur atau secara evolusi. Tegasnya bagi Muhammad Abduh dalam
rangka memperjuangakan terwujudnya ’izzul Isalam wal muslimin di samping umat
11
Islam harus berani merebut kekuasaan politik kenegaraan, maka terlebih dahulu yang
perlu dibenahi adalah memperberbaharui sember-sumber para mujaddin dan ulama.
Lewat sumber-sumber inilah akan lahir kader-kader pembaharu yang akan menyebar
ke seluruh dunia. Mengenai pelaksanaan pendidikan―menurut Dahlan―hendaknya
didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu Al-Qur an dan Sunnah.
Seperti yang diketahui, semangat besar gerakan pemurnian Islam yang dibawa
oleh tokoh-tokoh seperti Wahabbi dan Abduh adalah kembali kepada kitab dan
sunnah. Ahmad Dahlan terpengaruh banyak oleh pemikiran mereka dan teman-
temannya seperti Rasyid Ridha atau Ibnu Tamimiyah.
Bagi KH. Ahmad Dahlan, fokus paling penting dalam pemikirannya adalah
pendidikan. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan
sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan agama, dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme
sistem (filsafat) pendidikan ini K.H. Ahmad Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat
tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem
pendidikan itu.
12
K.H. Ahmad Dahlan berpendapat, bahwa pendidikan Islam merupakan sarana
dan upaya yang strategis dalam rangka menyelamatkan umat Islam dari kungkungan
pemikiran statis menuju kemerdekaan berfikir yang dinamis.
Ada satu hal yang cocok untuk mencari sebab mengapa KH. Ahmad Dahlan
tergelitik untuk melakukan pembaharuan pemikiran, dalam hal ini dikaitkan dengan
hal yang lebih spesifik, yakni masalah sosial. Menurut keterangan yang diperoleh
dari biografinya, KH Ahmad Dahlan sangat gemar membaca, termasuk majalah-
majalah berbahasa arab seperti majalah Al Manar dan Al Urwatul Wutsqa yang
diperoleh dari hasil selundupan dari pelabuhan Tuban, Jawa Timur.
Dia tidak memiliki pribadi pemberontak dan cenderung lurus-lurus saja semasa
mudanya tapi dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan terampil. Dan
mempertimbangkan usianya yang baru 36 tahun, mungkin mempengaruhi pula
pemikirannya yang masih mudah menerima unsur-unsur baru. Pemikirannya
terpengaruh banyak oleh reformis Timur Tengah. Malahan ada keterangan bahwa
13
KH Ahmad Dahlan sempat bertemu langsung pada Sayid Rasyid Ridha tatkala di
Mekah dan sejak itu ia membaca karya-karya Abduh, Ridha, Ibnu, dll. Jika KH
Ahmad Dahlan tidak mengambil seluruh substansinya, maka setidaknya ia telah
mengambil spiritnya.
“Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama
semakin suram. Namun yang suram itu bukan agamanya melankan manusianya.” KH
Ahmad Dahlan.
14
Dan yang terakhir, arti tauhid menurut KH Ahmad Dahlan adalah persaudaraan
berdasar ketunggalan akidah dan syariah dan persaudaraan kemanusiaan. Yang
pertama berarti memegang teguh akidah ketuhanan yang maha esa, tapi menjaga
ukhuwah islamiyah. Disini berarti menghormati yang lain. Terdapat tataran yang
berbeda dalam syariah bukanlah suatu yang besar dan bermasalah dalam kelompok-
kelompok dalam umat. Selama akidah ketuhanan tidak bisa lain, hanya menyembah
Allah swt. Sedangkan untuk arti dari persaudaraan kemanusiaan, lebih kepada nilai
sosial, yang berarti menunjukkan keinginan untuk menghadirkan kesejateraan
bersama bagi umat.
BAB III
15
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Nama “Muhammadiyah” ini diambil dari
nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Terdapat Faktor Objektif dan Faktor Subjektif dalam berdirinya
Muhammadiyah.
Bagi KH. Ahmad Dahlan, fokus paling penting dalam pemikirannya adalah
pendidikan dan KH. Ahmad Dahlan bercita-cita melahirkan manusia-manusia baru
yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau“intelek-ulama”.
16
Firmana, Wawan. “Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Tentang Sistem Pendidikan
Islam”. Diakses tanggal 27 September 2015.
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/02/pemikiran-kh-ahmad-dahlan-tentang.html
17